Skripsi
Oleh
FITRA AGUSTAMA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
Oleh
Fitra Agustama
Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden kembali di masukan kedalam
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), hal ini menimbulkan
polemik dimasyarakat, disatu pihak ada yang setuju dimasukan kembali pasal tersebut
dalam RKUHP, mengatakan bahwa Presiden dan Wapres merupakan simbol negara oleh
karenanya perlu dilindungi. Dilain pihak, yang tidak setuju khawatir pencantuman pasal
tersebut dalam RKUHP dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM, khususnya
hak untuk berekspresi dan menyatakan pendapat apalagi pasal yang serupa dalam KUHP
telah dicabut oleh MK. Permasalahan yang diteliti penulis adalah Apakah perlu adanya
kriminalisasi perbuatan penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ke dalam
RKUHP dan Bagaimanakah proses Kriminalisasi perbuatan penghinaan terhadap
Presiden dan Wakil Presiden RKUHP tahun 2015 dalam presfektif hukum pidana.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis komperatif. Data penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
analitis yang menggunakan sumber data sekunder, berupa bahan – bahan kepustakaan.
Data – data yang diperoleh akan dianalisis dengan kualitatif dengan penguraian secara
deskriptif analitis dan preskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pasal Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil
Presiden masih sangat diperlukan, karena banyak terjadi kasus penghinaan Presiden,
akibat dari kekosongan hukum, hal sangat melukai martabat Presiden dan menimbulkan
keresahan dalam masyarakat. Presiden merupakan simbol dari kedaulatan, kelangsungan
dan keagungan/kebesaran dari seorang Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala
Pemerintahan. dirasakan janggal kalau penghinaan terhadap orang biasa, orang yang
sudah mati, bendera/lagu kebangsaan, lambang kenegaraan, petugas/pejabat umum, dan
Kepala Negara sahabat saja dijadikan tindak pidana sedangkan penghinaan terhadap
Presiden tidak, terlebih status/posisi/kedudukan/fungsi/tugas Presiden berbeda dengan
orang biasa. Pemerintah mesti memperhatikan negara-negara lain yang secara tegas
melindungi martabat Presiden. Terlepas dari itu, Pemerintah mesti merumuskan pasal
martbat Presiden ini harus cermat dan teliti agar tidak terjadi lagi muncul pasal multi
tafsir dan tidak mencederai demokrasi. Proses Kriminalisasi tindak pidana melalui
beberapa tahapan yaitu harus memperhatikan kriteria-kriteria atau faktor-faktor
kriminaliasasi dan dalam proses pembentukan undang-undangnya mesti berdasar asas
kriminaliasasi yaitu, asas legalitas, asas subsidaritas dan asas persaman/kesamaan hukum.
Fitra Agustama
Disarankan hendaknya Aturan Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden
dipertahankan di RKUHP, karena masih sangat diperlukan di Indonesia, untuk
melindungi martabat Presiden dan Wakil Presiden dan dalam penyusunannya aturan
Pasal Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden mesti dibentuk dengan cermat
dan hati-hati tiap rumusan pasalnya dan mesti ada pengawasan dari para pihak penegak
hukum agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan undang-undang seperti pasal sebelumnya
yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Oleh
Fitra Agustama
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Judul Skripsi : Analisis Kriminalisasi Penghinaan
Terhadap Presiden Dan Wakil Presiden
Konsep RKUHP 2015
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
1. Tim Penguji
Skripsi ini bukan merupakan plagiarisme, pencurian hasil karya milik orang lain
untuk kepentingan saya ataupun pada hakekatnya bukan merupakan karya tulis
saya secara orisinil dan otentik.
Pernyataan ini saya buat dengan kesadaran sendiri dan tidak atas tekanan ataupun
paksaan dari pihak maupun. Semoga surat pernyataan ini dapat dipertanggung
jawabkan dan digunakan sebagaimana mestinya.
Fitra Agustama
NPM. 1412011156
RIWAYAT HIDUP
Pendidikan yang telah diselesaikan adalah TK Dharma Wanita lulus pada tahun
2002, , lalu melanjutkan Sekolah Dasar Negeri 2 Rawa laut Bandar Lampung lulus
pada tahun 2008, lalu melanjutkan Sekolah Menengah 22 Bandar Lampung yang
diselesaikan pada tahun 2011, lalu peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas
Pada tahun 2014 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Bandar Lampung. Peneliti Mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sendang
Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil
sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna
Orang bodoh itu tidak banyak mikir, yang penting terus melangkah. Orang pintar
kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah
(Bob Sadino)
Kebaikan ibu & ayah tidak akan pernah bisa terbalaskan dengan cara
apapun,tetapi setidaknya balaslah kebaikan mereka dengan tidak membuat
mereka kecewa itu sudah cukup bagi mereka
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan hidayahnya yang telah
memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk ku dalam mengerjakan
skripsi ini.Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan keharibaan
Rasullullah SAW.
Adikku Putri Agustin yang selalu memjadi motivasi penulis untuk selalu berbuat
yang terbaik agar penulis dapat menjadi seorang panutan.
Serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat di sebutkan satu
persatu untuk selalu mendo’akan dan mendukung keberhasilan penulis.
Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh
isinya, serta hakim yang maha adil di hari akhir nanti, sebab hanya dengan
Presiden Konsep RKUHP 2015” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
salam tak lupa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
3. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Sekretaris Jurusan Bagian
8. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., yang telah bersedia menjadi Narasumber serta
memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga selama menempuh studi.
10. Yang tercinta dan tersayang Ayah dan Ibu atas kasih sayang, semangat,
11. Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan dan do’a selama
Deska, Erdian Husni, Nur Setiawan, Faiz Rabbani, Tetuko Nadigo, Dedy
Dwi Arum, Rahmanindya, Yolanda Dwi, dan Zefni Aprilia atas bantuan,
14. Seluruh Angkatan 2014, Terutama Teman-Teman Jurusan Hukum Pidana 2014
15. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu yang telah membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini,terima kasih atas semua bantuan, kerelaan dan
dukungannya.
Penulis berdo’a semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah di berikan akan
mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT,dan akhirnya penulis berharap
Penulis,
Fitra Agustama
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Pendekatan Masalah..................................................................................37
B. Sumber dan Jenis Data..............................................................................38
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data...........................................39
D. Analisis Data.............................................................................................41
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
V. PENUTUP
A. Simpulan....................................................................................................79
B. Saran..........................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA
1
I. PENDAHULUAN
hukum nasional yang menyeluruh. Usaha pembaharuan itu dilakukan, tidak hanya
karena alasan bahwa KUHP yang sekarang ini dianggap tidak sesuai lagi dengan
tuntutan perkembangan masyarakat, tetapi juga karena KUHP tersebut tidak lebih
dari produk warisan penjajahan Belanda, dan karenanya tidak sesuai dengan
ini dimaksudkan agar dapat melindungi martabat Presiden dan Wakil Presiden
sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Hal ini karena perkembangan
1
Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Angkasa, 1996, hlm. 1.
2
https://nasional.kompas.com/read/2013/04/08/11392836
2
RKUHP, yang diatur pada Pasal 263 dan Pasal 264, yaitu:
Pasal 263:
(1) Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Kategori IV.
(2) Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau
pembelaan diri.
Pasal 264:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan
atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau mendengarkan rekaman
sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden dan
Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, di
pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori IV.
Pasal 263 dan Pasal 264 RKUHP secara substansi sama dengan Pasal 134, Pasal
136 bis, dan Pasal 137 KUHP yang juga mengatur mengenai delik pidana
penghinaan terhadap Presiden dan Wapres. Untuk lebih jelasnya Pasal 134, Pasal
Pasal 134:
Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam
dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 136Bis:
Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 mencakup
juga perumusan perbuatan dalam Pasal 315, jika hal itu dilakukan diluar
kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun
tidak di muka umum dengan lisan atau tulisan, namun di hadapan lebih dari
empat orang, atau di hadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya
dan oleh karena itu merasa tersinggung.
3
Pasal 137:
1. Barangsiapa menyiarkan, mempertunjuk-kan, atau menempelkan di muka
umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau
Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih
diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan
pencariannya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semcam itu juga, maka
terhadapnya dapat dilarang menjalankan pencaharian tersebut
Sebelumnya banyak orang yang telah didakwa dan dipidana karena telah
melanggar pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang diatur
dalam KUHP. Beberapa aktivis ditangkap pada tahun 1995, antaranya Sri Bintang
Seokarno Putri dalam unjuk rasa di depan Istana Merdeka, pada tahun 2002 atas
kenaikan harga listrik, telepon, dan BBM.4 Selanjutnya tahun 2003, Ketua
Gerakan Pemuda Islam (GPI) M Iqbal Siregar harus mendekam 5 bulan di penjara
nasional Rakyat Merdeka (RM) juga divonis hukuman selama 6 bulan dan
3
Dian Cahyanigrum, “Polemik Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden Dalam RKUHP”,
Vol. V, No.08/II/P3DI/April/2013, hlm. 2.
4
Ibid.
5
Supriyadi Widodo Eddyono dan Fajrimei A. Gofar, Menelisik Pasal-Pasal Proteksi Negara
dalam RUU KUHP: Catatan Kritis terhadap Pasal-Pasal Tindak Pidana Ideologi, Penghinaan
Martabat Presiden, dan Penghinaan terhadap pemerintah, Jakarta: ELSAM dan Aliansi Nasional
Reformasi KUHP, 2007, hlm. 22.
6
Ibid., hlm. 24.
4
banyak suara-suara dari masyarakat yang tidak puas atas kebijakannya itu,
martabat yang ada dalam KUHP Indonesia yang sering digunakan era Soeharto
Yudhoyono. Tahun 2005, I Wayan Gendo Suardana yang saat itu menjabat (Ketua
selama 6 bulan, dengan sengaja menghina Presiden SBY di depan umum pada
Mei 2005.9 Akhirnya pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden
Eggi Sudjana dan Pendapotan Lubis terkait Pasal KUHP 134, 136Bis, 137 KUHP
bertentangan bertentangan dengan Pasal 28, 28E ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945
7
Ibid.
8
Dian Cahyanigrum, Op. Cit, hlm. 2
9
Ibid.
5
dinyatakan bahwa Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP bertentangan
dengan UUD Tahun 1945, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
pokok pada pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang
terdahulu, terjadi pada unsur-unsur pasalnya yang memiliki arti luas, tidak ada
secara jelas menjelaskan pendapat, kritik, dan penghinaan itu yang seperti apa, hal
ini yang menimbulkan masalah dalam penerapannya. Dalam Kamus Besar Bahasa
secara lisan; tulisan penghinaan: tulisan yang mengakibatkan kerugian orang lain
atau mencemarkan nama baik orang lain. Berdasarkan pemamparan tersebut jelas
pasal harus jelas perbedaan pendapat, kritik maupun penghinaan. Agar tidak lagi
kembali pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wapres dalam RUU KUHP
pada sesuatu yang disebut sebagai perilaku anti demokrasi. Oleh karena itu
menjadi simbol negara Indonesia yang berdaulat.12 Di sisi lain, Presiden juga lekat
dengan kepentingan negara dan kekuasaan negara sehingga perlu norma hukum
yang mengatur tentang martabat dan kehormatannya agar tetap terjaga dengan
baik, sedangkan menurut Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menilai,
perlu adanya regulasi yang membatasi segala bentuk penghinaan atau pencemaran
nama baik Presiden. Jika tidak, maka siapa pun bisa bebas menghina Presiden.
10
Dian Cahyanigrum, “Polemik Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden Dalam RKUHP”,
Vol. V, No.08/II/P3DI/April/2013, hlm. 3.
11
Ibid.
12
Ibid.
7
selama menjabat sebagai kepala negara.13 Namun, jika kritik tersebut menjurus ke
arah penghinaan, bahkan fitnah, maka perlu adanya tindakan tegas. Pakar lain
yang setuju adalah Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto
Seno Adji, yang berpendapat bahwa Pasal 263 RKUHP tidak perlu dicabut dan
tetap dipertahankan.14 Namun, yang perlu dievaluasi adalah bentuk deliknya yang
semula delik formil menjadi delik materiil sehingga perbedaan pendapat dan
pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wapres yang semula formil menjadi
materiil.
Sementara pihak yang tidak setuju di antaranya adalah Ketua Presidium Indonesia
KUHP. Selain Neta S Pane, beberapa anggota DPR-RI juga tidak sependapat jika
antaranya Eva Kusuma Sundari, anggota Komisi III dari FPDIP yang menilai
juga dapat menurunkan kualitas demokrasi.15 Hal ini menimbulkan polemik dalam
13
https://nasional.kompas.com/read/2015/08/10/18123331
14
Dian Cahyanigrum, Op. Cit, hlm. 3.
15
Ibid.
8
Wakil Presiden dalam RKUHP karena Presiden dan Wakil Presiden sebagai
Sementara pihak yang tidak setuju khawatir pasal tersebut dapat melanggar HAM
untuk berekpresi dan mengeluarkan pendapat, terlebih lagi pasal serupa dalam
1. Rumusan Masalah
2. Ruang Lingkup
1. Tujuan Penelitian
pidana.
2. Kegunaan Penelitian
1. Kerangka Teori
Istilah kebijakan hukum pidana dapat juga disebut dengan istilah politik hukum
pidana. Dalam kepustakaan asing istilah politik hukum pidana ini sering dikenal
dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal law policy atau
straftrechh politiek.17
Pengertian kebijakan hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun dari
16
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986, hlm. 125.
17
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana, 2016, hlm.
29.
18
Ibid., hlm. 159.
11
yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Dalam
dengan keadaan dan situasi pada waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.”
Dengan demikian, dilihat sebagai bagian dari politik hukum, maka politik hukum
pula dalam definisi penal policy dari Marc Ancel yang secara singkat dapat
19
Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan
Komputer, Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 1999, hlm. 10.
20
Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta: Djambatan,
2007, hlm. 29.
12
Demikian politik hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya pemerintah untuk
keamanan masyarakat itu sendiri dan tercapainya tujuan suatu pemerintahan atau
cita-cita bangsa.
b. Teori Kriminalisasi
tindak pidana menjadi suatu tindak pidana dalam suatu peraturan perundang-
kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, dan oleh karena itu
reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sanksi pidana
maupun non pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apalagi
situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. 22 Menurut
Moeljatno ada tiga kriteria kriminalisasi dalam proses pembaruan hukum pidana.
21
Barda Nawawie Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2008, hlm. 2-3.
22
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1983, hlm. 109.
13
pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Kedua, apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah jalan yang
2. Konseptual
istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitian normatif maupun empiris. 26 Hal
penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan
konsep dalam penelitian, sehingga akan memberikan batasan yang tetap dalam
1. Analisis
Analisis adalah cara pemeriksaan salah satu soal, dengan tuuuan menemukan
perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana
26
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986, hlm. 124.
15
2. Perbuatan
3. Penghinaan
seseorang itu rendah diri "humble", atau menjatuhkan taraf seseorang itu
Presiden dan Wakil adalah jabatan kepala negara dan wakil kepala negara
Indonesia
5. Rancangan
6. KUHP
umum.
16
E. Sistematika Penulisan
hukum yang akan disusun. Agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi
dalam penulisan skripsi ini dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka
skripsi ini disusun dalam 5 (lima) Bab dengan sistematika penulisan adalah
sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang pemilihan judul yang akan diangkat
kegunaan penelitian yang dilengkapi dengan kerangka teori dan konseptual serta
sistematika penulisan.
Bab ini menguraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian
literatur/buku hukum, KUHP, dan RKUHP, serta jenis data serta prosedur
Bab ini berisikan tentang hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan
penelitian ini dengan mendasarkan pada rumusan masalah antara lain Apakah
V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang secara singkat
(Belanda). kebijakan hukum pidana dapat disebut juga politik hukum pidana, ini
sering dikenal berbagai istilah antara lain “penal policy”, “criminal law policy”,
atau “strafrechtspolitiek”.27
Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum
maupun dari politik kriminal. Menurut Prof Sudarto, “Politik Hukum” adalah:
mencapai hasil peraturan perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti
memenuhi syarat keadilan dan gaya guna.30 Marc Ancel mengemukakan, penal
policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan
baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya pembuat undang-undang, tetapi
pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbarui, artinya menyangkut urgensi
pembaruan hukum pidana; kemudian untuk menentukan apa yang dapat diperbuat
30
Arief Amrullah, Politik Hukum Pidana – dalam perlindungan korban kejahatan ekonomi di
bidang perbankan, Malang: Bayumedia, 2007, hlm. 18.
31
Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm. 23.
32
Ibid., hlm. 27.
33
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit
UNDIP, 2002, hlm. 25.
20
1. Tahap Formulatif
situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam
2. Tahap Aplikasi
aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan
daya guna tahap ini dapat dapat disebut sebagai tahap yudikatif.
3. Tahap Eksekusi
nilai-nilai keadilan suatu daya guna. Ketiga tahap pelaksanaan dari politik
hukum pidana tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang
suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak termasuk yang bersumber dari
Demikian politik hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya pemerintah untuk
keamanan masyarakat itu sendiri dan tercapainya tujuan suatu pemerintahan atau
cita-cita bangsa.
34
Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta: Djambatan,
2007, hlm. 29.
22
1. Pengertian Kriminalisasi
tindak pidana (perbuatan pidana atau kejahatan) yang diancam dengan sanksi
pernyataan bahwa perbuatan tertentu harus dinilai sebagai perbuatan pidana yang
dimana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana.
Pengertian kriminalisasi dapat pula dilihat dari perspektif nilai. Dalam hal ini
tidak tercela dan tidak dituntut pidana, berubah menjadi perbuatan yang
35
Salman Luthan, Asas dan Kriteria Kriminalisasi, Jurnal Hukum, No.1/Vol/16/Januari/2009,
hlm. 1.
36
Soerjono Soekanto, Kriminologi, Jakarta: Suatu Pengantar, 1981, hlm. 62.
23
terbatas pada penetapan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang diancam
tidak terbatas pada penetapan suatu perbuatan sebagai tindak pidana dan dapat
tertentu;
peradilan pidana;
37
Hugh D. Barlow, Introduction to Criminology, Third Edition, Boston: Little Brown and
Company, 1984, hlm. 9.
38
Paul Cornill, “Criminality and Deviance in a Changing Whorld”, Ceramah pada Kongres PBB
IV 1970 mengenai Prevention of Crime and treatment of Offender.
39
Hullsman sebagaimana dikutip Roeslan Saleh dalam, Dari Lembaran Kepustakaan Hukum
Pidana, Jakarta; Sinar Grafika, 1988, hlm. 87
24
terlarang (perbuatan pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup
dalam masyarakat. Kedua, apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu
40
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: PT Bina Cipta, 1985, hlm. 5.
41
Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 1995,
hlm. 256.
42
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 44.
25
2. Manfaat Kriminalisasi
yaitu apakah kriminalisasi lebih banyak membawa manfaat atau tidak kepada
tertentu dari efek-efek yang bisa dicapai dengan metode non-pidana melalui
fakta bahwa „kriminalisasi‟ adalah sebuah variabel yang dengan sendirinya bisa
yang dilarang.
26
Penghinaan berasal dari Bahasa Belanda “Belediging” atau dalam Bahasa Inggris
“Offence” yang secara historis memiliki makna sebagai tindakan sengaja merusak
penghinaan, yaitu Pasal 310 KUHP yang mengatur bahwa penghinaan adalah
dengan tindakan menista.45 Untuk dapat memahami pengertian dari tindak pidana
penghinaan, Moch. Anwar melakukan interpretasi otentik atas Pasal 310 KUHP
penghinaan tidak ditafsirkan secara jelas, hingga harus dihubungkan dengan Pasal
310. Dalam Pasal 310, perbuatan yang dilarang dalam penistaan adalah dengan
43
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Edisi Lengkap Bahasa Belanda, Indonesia, Inggris,
Jakarta: PT. Aneka Ilmu, 1997, hlm. 128.
44
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: PT. Refika,
2002, hlm. 96.
45
H. A. K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus: KUHP Bagian II, Jilid I, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1994, hlm. 52.
27
yaitu penistaan dimaksudkan dengan menuduh orang lain dengan suatu perbuatan
asal tidak dengan tuduhan melakukan suatu perbuatan tertentu. 46 Jadi Penghinaan
martabat Presiden dan Wakil Presiden kembali diatur didalam RKUHP berada
dalam Buku II Bab II pasal tindak pidana terhadap martabat Presiden dan Wakil
Presiden yaitu pada Pasal 263 dan Pasal 264 RKUHP secara isi substansi hampir
sama dengan rumusan pasal-pasal tindak pidana martabat presiden dalam Bab II
KUHP yakni Pasal 134, 136Bis, dan 137 KUHP. Dapat dilihat dari skema
Tabel. I
Skema Perbandingan RKUHP dan KUHP terkait Tindak Pidana Penghinaan
RKUHP KUHP
Pasal 263 Pasal 134
(1) Setiap orang yang di muka umum Penghinaan dengan sengaja terhadap
menghina Presiden atau Wakil Presiden atau Wakil Presiden diancam
Presiden, dipidana dengan pidana dengan pidana penjara paling lama
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau enam tahun, atau pidana denda paling
pidana denda paling banyak kategori banyak empat ribu lima ratus rupiah
IV.
(2) Tidak merupakan penghinaan jika
perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) jelas dilakukan untuk
kepentingan umum, demi kebenaran,
atau pembelaan diri.
46
Ibid.
28
Pasal 137
1. Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjuk-kan, atau menempelkan
di muka umum tulisan atau lukisan
yang berisi penghinaan terhadap
Presiden atau Wakil Presiden, dengan
maksud supaya isi penghinaan
diketahui atau lebih diketahui oleh
umum, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
2. Jika yang bersalah melakukan
kejahatan pada waktu menjalankan
pencariannya, dan pada saat itu belum
lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena
kejahatan semacam itu juga, maka
terhadapnya dapat dilarang
menjalankan pencaharian tersebut.
Sumber: KUHP dan RKUHP
yakni Wetboek van Strafrecht Voor Nederlands Indie 1915, yang merupakan
turunan dari Wetboek van Strafrecht warisanNegeri Belanda tahun 1886. Masa
kolonial Belanda, Pasal 134, Pasal 136Bis, dan Pasal 137 digunakan untuk
dengan perubahan dan penyesuaian, Pasal 134, Pasal 136Bis, dan Pasal 137
diubah menggantikankata raja atau ratu dengan presiden atau wakil presiden.
Masa Orde Baru, terjadi banyak penyalahgunaan pasal-pasal ini, yakni untuk
Presiden. Konsep martabat Presiden dan Wakil Presiden dalam pasal-pasal ini
karena itu pada masa itu siapa yang melakukan kritik dan demonstrasi terhadap
hukum ini yakni Pasal 134, 136bis dan 137 KUHP sering dijadikan jerat untuk
pemerintah. Akhirnya Pasal 134, 136 Bis dan 137 KUHP itu pun dibatalkan oleh
dari celaan sosial dan melindungi dari serangan politik yang secara sosial akan
terhadap Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 263 dan Pasal 264.
(1) Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau
pembelaan diri
Berdasarkan umusan tersebut dapat kita lihat ada dua komponen utama dalam
1. di muka umum
terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden dan Wakil
Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, di pidana dengan
49
Ibid.
31
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori IV”.
Berdasarkan rumusan tersebut dapat kita lihat ada beberapa komponen utama
dalam pasal tersebut antara lain, yaitu :
Berdasarkan seluruh komponen diatas tidak ada penjelasan secara jelas, yang
RKUHP yakni, terdapat dalam BAB XIX mengenai Tindak Pidana Penghinaan,
sebagai berikut:
Tabel. II
Skema Pasal BAB XIX mengenai Tindak Pidana Penghinaan Yang Menjelaskan
Komponen Pasal 264 Tindak Pidana Penghinaan Presiden Secara Tidak Langsung
Pasal Isi Pasal
Pasal 537 (Pencemaran) (1) Setiap orang yang dengan lisan menyerang
kehormatan atau nama baikorang lain dengan cara
menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal
tersebut diketahui umum, dipidana karena
pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda dengan pidana kategori II.
(2) Jika tindak pidana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tulisan atau gambar yang
disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di
tempat umum, pembuat tindak pidana dipidana
karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau denda dengan pidana
kategori III.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran
32
Sumber: RKUHP
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali
masa jabatan.50
50
https://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia
34
ditemukan aturan yang mengatur hal tersebut. Misalnya Negara Thailand dalam
Konstitusi Thailand yang pada bagian 8 menyatakan bahwa, “The King shall be
shall expose the King to any sort of accusation or action.” Kejahatan terhadap
sama halnya apabila kita menilik ke negara tetangga sesama ASEAN yaitu
Singapura dan Malaysia yang juga sangat menjunjung tinggi kepala negara nya,
negaranya.53
Presiden dan Wakil Presiden dipandang sebagai personifikasi dari negara itu
(dilihat dari berbagai aspek: moral, agama, nilai- nilai kemasyarakatan dan nilai-
terhadap orang biasa, orang yang sudah mati, bendera/lagu kebangsaan, lambang
A. Pendekatan Masalah
ini. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang
Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat
56
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm 43.
57
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1988), hlm. 13.
38
peraturan hukum di negara lain (dapat 1 negara atau lebih), namun haruslah
tersebut.
dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan yang diperoleh dari
penulisan ini menggunakan data sekunder yang didukung dengan data primer
yang berkaitan dengan materi penelitian. Dari bahan hukum sekunder tersebut
58
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 12.
59
Ibid., hlm. 3.
39
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peraturan
a. Studi Perpustakaan
penelitian ini.
b. Studi Lapangan
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden. Untuk memperoleh
40
dengan studi pustaka, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan
ilmiah, buletin ilmiah, jurnal ilmiah dsb) yang berkaitan dengan penelitian ini.
berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada
D. Analisis Data
Analisis data adalah menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dibaca
gejala atau data yang diperoleh dalam penelitian ini, mula – mula dengan
menyajikan data yang sejauh mungkin disajikan secara kuantitatif. Data yang
Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan salah satu upaya
pembaharuan hukum pidana yang secara politik bahwa Indonesia adalah negara
merdeka mesti memiliki KUHP yang bersiat nasional dan secara sosiologis
penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden di dalam KUHP pada tanggal 7
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum yang mengikat. Awal
Juni 2015 lalu, pemerintah kembali memasukan materi tersebut ke dalam draft
RKUHP yang diserahkan ke DPR. Materi tersebut diatur dalam Pasal 263 dan
Pasal 263
(1) Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
43
(2) Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan
diri.
sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau
Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui
umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
Pasal ini menimbulkan perdebatan dan polemik dimasyarakat, ada pihak yang
setuju dicantumkan kembali pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Pihak
yang setuju, beranggapan bahwa Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala
Pemerintahan, dan menjadi simbol negara Indonesia yang berdaulat. Di sisi lain,
Presiden juga lekat dengan kepentingan negara dan kekuasaan negara sehingga
perlu norma hukum yang mengatur tentang martabat dan kehormatannya agar
tetap terjaga dengan baik. Sedangkan pihak yang tidak setuju berpendapat bahwa
pasal serupa dalam KUHP dan ditakutkan pasal tersebut dapat membelegu rakyat
dalam berdemokrasi.
44
Menurut pendapat Erna Dewi,60 pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil
Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara yang mesti di hormati dan merupakan
simbol negara. Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dan Wakil
Presiden mesti dipertahankan, tapi dalam rumusan pasal mesti dibuat dengan hati-
hati dan mesti ada pengawasan dari para pihak penegak hukum agar tidak terjadi
terhadap pendapat Erna Dewi, penulis setuju bahwa pengaturan pasal penghinaan
terhadap Presiden dan Wakil Presiden mesti tetap dipertahankan dan dalam tahap
atau menjadi pasal multi tafsir yang dapat membelegu rakyat dalam berdemokrasi.
Menurut penulis juga, pasal penghinaan Presiden ini masih sangat dibutuhkan
dari sebuah negara. Oleh karenanya perlu adanya kriminalisasi aturan tentang
(perbuatan pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Kedua, apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah
dan tidak sesuai dengan hukum yang hidup dimasyarakat untuk saling
pemegang kekuasaan tertinggi dan juga merupakan hasil dari pilihan rakyat.
Bermula dari keprihatinan terutama di era kebebasan informasi baik pada media
tindakan yang tidak layak. Hal ini bisa dilihat dari banyak kasus penghinaan
sekarang.
Tabel
61
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Bina Cipta, 1985), hlm. 5.
46
dan juga merupakan simbol negara, tidak mestinya dihina maupun dimaki-maki.
adalah ancaman pidana dan penjatuhan pidana. Para penegak hukum di Indonesia
sudah jelas siap dan mampu untuk benar-benar melaksanakan ancaman pidana
penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden sudah memenuhi syarat kriteria
penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ini, apabila dibiarkan dan tidak
diiringi dengan adanya sanksi hukum yang tegas, lama-kelamaan akan berpotensi
Presiden dan Wakil Presidennya yang mana merupakan simbol negara dan
Kepala Negara.
memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Dalam kesempatan lain beliau
dan situasi pada waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.” Menurut
62
Zaqiu Rahman, “Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP”,
28/Agustus/2015, hlm. 1.
48
Presiden dan Wakil Presiden dalam RKUHP, hal ini merupakan keputusan yang
pidana yang paling baik untuk menegakkan norma hukum, mencegah perbuatan
tindak pidana, dan menyelesakan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi tetap pemerintah harus juga cermat dan
teliti dalam membuat formulisasi aturan pasal penghinaan terhadap Presiden ini
agar pasal tersebut tidak menjadi pasal multi tafsir seperti pasal sebelumnya.
hampir setiap KUHP di dunia terutama terdapat pada negara Turki, Polandia, dan
Islandia yang secara tegas mengatur tentang penghinaan terhadap Presiden dan
aturan atau kebijakan yang berbeda, dalam hal ini penulis akan memaparkan
dalam beberapa negara tersebut, dengan perbandingan hukum, hal ini berguna
A. Turki
Article 299 Insulting Turkishness, the Republic, the organs and institutions
of the State
1. Any person who publicly denigrates Turkishness, the Republic or the Grand
National Assembly of Turkey shall be sentenced to 6 months to 3 years of
imprisonment.
2. Any person who publicly denigrates the Government of Republic of Turkey,
the judicial institutions of the State, the military or security organizations shall
be sentenced to 6 months to 2 years imprisonment.
49
Terjemahan:
Bagian 299 Menghina Negara Turki, Republik, Organ dan Lembaga Negara
1. Setiap orang yang secara terbuka melakukan pencemaran nama baik terhadap
Negara Turki, Republik atau Majelis Nasional Agung Turki akan dijatuhi
pidana 6 bulan dan paling lama 3 tahun penjara.
2. Setiap orang yang secara terbuka melakukan pencemaran nama baik
Pemerintah Republik Turki, lembaga peradilan Negara, militer atau
organisasi keamanan akan dijatuh 6 bulan dan paling lama 2 tahun penjara.
3. Bila pencemaran nama baik dilakukan oleh warga turki di negara lain,
hukuman harus ditingkatkan sepertiga.
4. Menyatakan pendapat yang dimaksudkan untuk mengkritik tidak merupakan
kejahatan.
KUHP Turki secara tegas melindungi martabat Presiden dan Wakil Presiden dari
pemerintahan dari lembaga peradilan sampai militer secara jelas diatur pada Pasal
299 ayat 2 dan juga bila pencemaran nama baik dilakukan oleh warga turki di
negara lain, hukuman sampai ditingkatkan sepertiga. Hal ini menunjukan bahwa
simbol negara dan mesti dilindungi. Dalam Pasal 299 ayat ke 4 menyatakan
lembaga pemerintah.
B. Polandia
Whoever insults the Nation or the Republic of Poland in public shall be subject to
the penalty of the deprivation of liberty for up to 3 years.
Terjemahan:
Pasal 133 Pelanggaran terhadap Republik Polandia
Siapa pun yang menghina Negara atau Republik Polandia di depan umum akan
dikenakan hukuman perampasan kebebasan hingga 3 tahun
Terjemahan:
1. Whoever insults another person in his presence, or though in his absence but
in public, or with the intention that the insult shall reach such a person, shall
be subject to a fine or the penalty of restriction of liberty.
2. Whoever insults another person using the mass media, shall be subject to a
fine, the penalty of restriction of liberty or the penalty of deprivation of
liberty for up to one year.
3. If the insult was caused by the provocative conduct of the insulted person, or
if the insulted person responded with a breach of the personal inviolability or
with a reciprocal insult, the court may waive the imposition of a penalty.
4. In the event of a conviction for the offence specified in § 2, the court may
decide to impose a compensatory payment to the benefit of the injured
person, the Polish Red Cross or towards another social cause indicated by the
injured person.
5. Prosecution shall be by private accusation
Terjemahan:
51
1. Siapa pun yang menghina orang lain di hadapannya, atau meskipun dalam
ketidakhadirannya tetapi di depan umum, atau dengan maksud bahwa
penghinaan akan mencapai orang seperti itu, harus dikenakan denda atau
hukuman penjara.
2. Siapa pun yang menghina orang lain menggunakan media massa, harus
dikenakan denda, hukuman penjara atau hukuman perampasan paling lama 1
tahun.
3. Jika penghinaan itu disebabkan oleh perilaku provokatif dari orang yang
dihina, atau jika orang yang dihina menanggapi dengan pelanggaran
pelanggaran pribadi atau dengan penghinaan timbal balik, pengadilan dapat
mengesampingkan pengenaanan hukuman.
4. Dalam hal keyakinan untuk pelanggaran yang ditentukan dalam ayat 2,
pengadilan dapat memutuskan untuk memaksakan pembayaran kompensasi
untuk kepentingan orang yang terluka, Palang Merah Polandia atau terhadap
penyebab sosial lain yang ditunjukkan oleh orang yang terluka.
5. Penuntutan harus dengan tuduhan pribadi
KUHP Polandia mengatur pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden pada
Pasal 135 ayat 2 dalam pasal tersebut menjelaskan Siapa pun yang menghina
lama 3 tahun penjara. Pasal tersebut memberi proteksi terhadap Presiden dan
Wakil Presiden dari penghinaan di depan umum. KUHP Polandia Pasal 216
penghinaan terhadap pribadi, tidak jauh berbeda unsur pasalnya pada pasal
tahun. Hal ini menunjukan bahwa Presiden dan Wakil Presiden yang kedudukan
sebagai pemimpin negara dan kepala pemerintahan, tidak bisa disamakan dengan
C. Islandia
Article 99 Offences against the Constitution of the State and its Supreme
Administration
52
Article 101 Offences against the Constitution of the State and its Supreme
Administration
In case an act to which penalty is applied in Chapter XXIII, XXIV or XXV of the
present Act is performed against the President or a person in whom the power of
the President is vested and the offence be not subject to Art. 99 or 100 the penalty
to which the offence is subject will be increased, but not more, however, than that
it shall be doubled
[In case such an act be aimed at the President next-of-kin so that it may be opined
that the offence be aimed at his/her home, penalty may be increased to such an
extent that up to half thereof be added thereto.]
Terjemahan:
Pasal 101 Pelanggaran terhadap Konstitusi Negara dan Administrasi
Tertinggi
Dalam hal penerapan hukuman dalam Bab XXIII, XXIV, atau XXV dari
peraturan ini dilakukan terhadap Presiden atau seseorang yang kepadanya
kekuasaan Presiden dipegang dan pelanggaran menjadi tindak tunduk pada Pasal
99 atau Pasal 100, hukuman yang menjadi pokok pelanggaran akan ditingkatkan,
tetapi tidak lebih dari itu, akan berlipat ganda.
Dalam hal tindakan tersebut ditujukan pada Presiden, saudara terdekat sehingga
dapat dikemukakan bahwa pelanggaran tersebut ditujukan ke kepada/keluarganya,
hukuman dapat ditingkatkan sedemikian rupa hingga setengahnya. ditambahkan
ke dalamnya.
Article 235 Defamations and Offences against the Inviolability of Private Life
Terjemahan:
Article 236 Defamations and Offences against the Inviolability of Private Life
KUHP Islandia mengatur tentang penghinaan terhadap pribadi pada Pasal 235 dan
dikenakan denda atau penjara hingga 1 tahun dan jika kasus penghinaan
memfitnah disebar atau beredar bertentangan dengan fakta sebenarnya, ini akan
Wakil Presiden sanksi hukumannya berlipat ganda dijelas pada Pasal 101,
pelanggaran menjadi tindak tunduk pada Pasal 99 atau Pasal 100, hukuman yang
menjadi pokok pelanggaran akan ditingkatkan, akan berlipat ganda. Hal ini
menujukan pribadi yang menduduki jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden
berbeda dengan pribadi personal, berlaku sanksi pun jadi lebih berat jika
dan Islandia tidak jauh berbeda dan memiliki kesamaan dalam melindungi
martabat Presiden dan Wakil Presiden, yang mesti dilindungi sebagai Kepala
tersebut secara tegas melindungi Presiden dan Wakil Presiden dan memidanakan
setiap orang yang melakukan perbuatan penghinaan Presiden atau Wakil Presiden.
dan berbeda dengan pribadi personal. Dilihat dari sanksi-sanksi pidananya pada
Wakil Presiden ancaman sanksi pidananya menjadi lebih berat, dapat dilihat
negara Turki ancaman sanksi pidana 6 bulan sampai 3 tahun, jila dilakukan diluar
terhadap pribadi diancam 1 tahun penjara tetapi jika penghinaan ditunjuk kearah
martabat Presiden dan Wakil Presiden sebagai kepentingan nasional dan secara
baik atau aturan yang bisa menjerat pelaku penghinaan Presiden dan Wakil
1 134 KUHP (sudah Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden dan Wakil
dibatalkan MK) Presiden atua Wakil Presiden diancam Presiden
dengan pidana penjara paling lama enam
tahun, atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus ribu rupiah.
2 137 KUHP (sudah Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, Presiden dan Wakil
dibatalkan MK) atau menempelkan di muka umum tulisan Presiden
atau lukisan yang berisi penghinaan
terhadap Presiden atau Wakil Presiden,
dengan maksud supaya isi penghinaan
diketahui atau lebih diketahui oleh umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3 142 KUHP Penghinaan dengan sengaja terhadap raja Kepala Negara Sahabat
yang memerintah atau kepala negara
sahabat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau pidana paling
banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.
4 142a KUHP Barang siapa menodai bendera kebangsaan Bendera Negara Sahabat
negara sahabat diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
5 144 ayat 1 KUHP Barang siapa yang menyiarkan, Raja yang memerintah atau
mempertunjukan, atau menempelkan kepala lainya dan negara
dimuka umum tulisan atau lukisan yang sahabat, atau wakil negara
berisi penghinaan terhadap raja yang asing di Indonesia dalam
memerintah, atau kepala negara sahabat, pangkatnya
atau wakil negara asing di Indonesia dalam
pangkatnya, dengan maksud supaya
penghinaan itu diketahui atau lebih
diketahui oleh umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
6 154a KUHP Barang siapa menodai bendera kebangsaan Bendera Negara Indonesia
Republik Indonesia dan lambang Negara
Republik Indonesia, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak empat puluh lima ribu
rupiah.
7 156 KUHP Barang siapa di rnuka umum menyatakan Tiap-tiap bagian dari rakyat
perasaan permusuhan, kebencian atau Indonesia
penghinaan terhadap suatu atau beherapa
golongan rakyat Indonesia, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak empat ribu
56
9 177 ayat 1 & 2 Diancam dengan pidana penjara paling Petugas agama dan benda-
KUHP lama empat bulan dua minggu atau pidana benda agama
denda paling banyak seribu delapan ratus
rupiah:
1. barang siapa menertawakan seorang
petugas agama dalam men- jalankan tugas
yang diizinkan;
2. barang siapa menghina benda-benda
untuk keperluan ibadat di tempat atau padu
waktu ibadat dilakukan.
10 207 KUHP Barang siapa dengan sengaja di muka umum Penguasa atau badan umum
dengan lisan atau tulisan menghina yang ada di Indonesia
suatu penguasa atau hadan umum yang ada
di Indonesia, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
11 310 ayat 1 KUHP Barang siapa sengaja merusak kehormatan Warga biasa
atau nama baik seseorang dengan jalan
menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan
dengan maksud yang nyata akan tersiarnya
tuduhan itu, dihukum karena menista,
dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
12 310 ayat 2 KUHP Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau Warga biasa
gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka
diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
13 315 KUHP Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang Warga biasa
tidak bersifat peneemaran atau pencemaran
tertulis yang dilakuknn terhadap seseorang,
baik di muka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun di muka orang itu sendiri
dengan lisan atau perbuatan, atau dengan
surat yang dikirimkan stau diterimakan
kepadanya, diancam karena penghinaan
ringan dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
14 316 KUHP Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal Pejabat negara
sebelumnya dalam bab ini, dspat ditambah
dengan sepertiga jika yang dihina adalah
seorang pejabat pada waktu atau karena
menjalankan tugasnya yang sah.
58
15 320 ayat 1 KUHP Barang siapa terhadap seseorang yang Orang yang sudah
sudah mati melakukan perbuatan yang meninggal
kalau orang itu masih hidup akan
merupakan pencemaran atau pencemaran
tertulis, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
16 321 ayat 1 KUHP Barang siapa yang menyiarkan, Orang yang sudah
mempertunjukan, atau menempelkan di meninggal
muka umum tulisan atau gambaran yang
isinya menghina atau bagi orang ymg sudah
mati mencemarkan namanya, dengan
maksud supaya isi surat atau gambar itu
ditahui atau lebih diketahui oleh umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama
satu bulan
Kemudian beberapa pasal yang dapat menjerat seseorang yang melakukan tindak
negara seperti yang penulis uraikan di atas, maka penulis akan mencoba
sekarang ini di Indonesia. Dalam hukum pidana yang berlaku sekarang ini di
secara khusus. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa tidak ada aturan secara
khusus yang mengatur tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden,
biasa, Presiden memiliki kedudukan dan fungsi secara tegas diatur dalam UUD
60
1945, dijelaskan bahwa Presiden memiliki fungsi sebagai Kepala Negara maupun
sebagai Kepala Pemerintahan secara jelas dalam UUD 1945 Pasal 4 , Pasal 14,
dan Pasal 15. Sedangkan fungsi Presiden sebagai Panglima Tertinggi dan sebagai
Kepala Diplomat diatur dalam UUD 1945 Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 13. Dari
keempat fungsi yang diemban seorang Presiden terlihat bahwa seorang Presiden
(the symbol of sovereignty, continuity and grandeur) dari seorang Kepala Negara
atas maka kedudukan seorang Presiden yang menjadi tokoh sentral dalam suatu
Presiden diatur secara khusus dalam UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal
6 dan 6A untuk pemilihan serta Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945 untuk
Presiden itu adalah hasil dari distilasi (distillation) rakyat Indonesia sehingga
Presiden itu merupakan penjelmaan pribadi dan yang mewakili martabat dan
people dignity and majesty), dan juga dirasakan janggal kalau penghinaan
terhadap orang biasa, orang yang sudah mati, bendera/lagu kebangsaan, lambang
pasal yang secara khusus mengatur perlindungan martabat Presiden dan Wakil
Wakil Presiden didalam RKUHP merupakan keputusan yang tepat dan merupakan
penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang saat ini dibahas berbeda
dengan pasal lama yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Perbedaan itu,
kata Arsul, terletak pada deliknya. Jika pasal lama merupakan delik umum, kini
pasal tersebut menggunakan delik aduan.66 Dengan demikian, presiden atau wakil
presiden sendiri yang harus melaporkan. Jadi perlu dijelaskan bahwa secara norma
dasar akan jadi sesuatu berbeda dengan pasal di KUHP sekarang yang sudah
dalam RKUHP masih diperlukan saat ini, karena sudah begitu banyak terjadi
https://www.merdeka.com/politik/anggota-panja-rkuhp-sebut-pasal-penghinaan-presiden-
66
masuk-delik-aduan.html
62
sosial atau dalam bentuk lain yang merupakan penghinaan terhadap martabat
Presiden.67
tidaklah ia diceraikan dari etika dan moral begitu saja, ia tetap memiliki ikatan
secara relevan dengan itu sebab demokrasi Indonesia adalah demokrasi pancasila
yang bermartabat68 dan dirasakan janggal kalau penghinaan terhadap orang biasa,
petugas/pejabat umum, dan Kepala Negara sahabat saja dijadikan tindak pidana
Presiden dan Wakil Presiden yang saat ini juga berbeda dengan pasal lama yang
67
Butje Tampi, “Kontroversi Pencantuman Pasal Penghinaan Terhadap Presiden dan Wakil
Presiden Dalam KUHP yang akan datang”, Vol III/No.9/Agustus2016, hlm. 24.
68
Ibid.
63
telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Jika pasal lama merupakan delik umum,
kini pasal tersebut menggunakan delik aduan. Presiden atau Wakil Presiden
sendiri yang harus melaporkan. Hal ini menjelaskan bahwa secara norma dasar
akan jadi sesuatu berbeda dengan pasal di KUHP sekarang yang sudah
Presiden dan Wakil Presiden dalam RKUHP ini merupakan langkah maju dalam
Presiden kembali muncul akibat adanya kekosongan hukum, hal ini karena
dicabutnya aturan tentang tindak pidana penghinaan terhadap Presiden dan Wakil
Presiden dalam KUHP sehingga tidak ada aturan khusus yang mengatur hal
khususnya Presiden, akan tetapi karena tidak ada aturan khusus yang mengatur
kritik sampai diluar batas, hal ini menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat
yang lain.
disertai dengan penghinaan dan caci maki terhadap pemerintah khusus Presiden.
menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana)
hukum pidana dengan sarana penal (pidana) dapat dilakukan melalui proses yang
hal menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana yang
merupakan kekuasaan dalam hal menerapkan hukum pidana oleh aparat penegak
dimasukkan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden masuk dalam
tahap formulasi.
Menurut Erna Dewi, dari perspektif hukum pidana, kebijakan formulasi harus
pemidanaan umum yang berlaku saat ini. Tidaklah dapat dikatakan terjadi
69
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime Di
Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 20.
70
Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Jakarta : Kencana Media Group, 2007, hlm. 78.
71
Ibid. hlm. 80.
66
pidana yang berlaku saat ini. Kebijakan formulasi merupakan tahapan yang
berwenang dalam hal menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat
dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Tanggapan penulis setuju terhadap
harmonisasi internal dengan sistem hukum pidana atau aturan pemidanaan umum,
Oleh karena itu, upaya penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparat
legislatif). Dilihat dari perspektif hukum pidana, maka kebijakan formulasi harus
formulasi berada diluar sistem hukum pidana yang berlaku saat ini. Kebijakan
perbuatan apa yang dapat dipidana yang berorientasi pada permasalahan pokok
pertanggung jawaban pidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Oleh karena
itu, upaya penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak hukum
72
Ibid.
67
pertanyaan, yaitu: (i) apakah kriteria yang digunakan oleh pembentuk undang-
diancam dengan sanksi pidana tertentu?, (ii) Apakah kriteria yang digunakan
pidana yang satu lebih tinggi daripada ancaman pidana terhadap tindak pidana
73
Ibid. hlm. 81.
74
Rusli Effendi dkk, mengutip Selo Soemardjan dalam “Masalah Kriminalisasi dan
Dekriminalisasi dalam Rangka Pembaruan Hukum Nasional” dalam BPHN, Simposium
Pembaruan Hukum Pidana Nasional Indonesia, Jakarta, Binacipta. 1986, hlm. 64-65.
75
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,
Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 29.
68
berikut :76
berikut :78
a. Apakah perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat karena
merugikan, atau dapat merugikan, mendatangkan korban atau dapat
mendatangkan korban ?
b. Apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan hasilnya yang akan
dicapai, artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan penegakan
hukum, serta beban yang dipikul oleh korban, dan pelaku kejahatan itu sendiri
harus seimbang dengan situasi tertib hukum yang akan dicapai ?
c. Apakah akan makin menambah beban aparat penegak hukum yang tidak
seimbang atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan yang
dimilikinya ?
d. Apakah perbuatan-perbuatan itu menghambat atau menghalangi cita cita
bangsa Indonesia sehingga merupakan bahaya bagi keseluruhan masyarakat ?
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli hukum diatas, Menurut penulis, proses
Pembentukan hukum harus sesuai dengan hukum yang ada dimasyarakat dan
Kepala Negara yang dipilih langsung oleh rakyat, Presiden itu adalah penjelmaan
pribadi dan yang mewakili martabat dan keagungan rakyat itu sendiri (the
pasti tidak terima bila Presidennya dihina maupun dicaci maki. Maka dalam hal
ini perlu ada kriminalisasi dengan ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu
berpendapat maupun kritik tidak disertai dengan penghinaan maupun caci maki
78
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bhakti,
1996, hlm. 38.
70
pidana bila ada yang melanggar larangan dan juga harus memperhatikan biaya
kriminalisasi harus seimbang antara dengan hasilnya yang akan dicapai, artinya
yang dipikul oleh korban, dan pelaku kejahatan itu sendiri harus seimbang
diikuti pula oleh langkah-langkah pragmatis dalam hukum pidana formil untuk
konsepsi falsafah negara, dan doktrin politik.80 Di samping itu, asas hukum juga
pidana. Dengan kata lain, asas hukum adalah konsepsi dasar, norma etis, dan
79
Muladi, Kebijakan Kriminal terhadap Cybercrime, Majalah Media Hukum Vol. 1 No. 3 tanggal
22 Agustus 2003, hlm. 1.
80
Salman Luthan, Asas dan Kriteria Kriminalisasi, Jurnal Hukum, No.1/Vol/16/Januari/2009, hlm.
5.
71
kejahatan.81 Asas kriminalisasi terbagi menjadi tiga dan harus diperhatikan dalam
1. Asas Legalitas
Asas legalitas adalah asas yang paling penting dalam hukum pidana, khususnya
dalam ungkapan "Nullum delictum, nulla poena sie praevia lege poenali" yang
dikemukakan oleh Von Feurbach yang artinya tidak ada suatu perbuatan yang
penting yaitu:84
publik seluas mungkin tentang apa yang dilarang oleh hukum pidana
ruang lingkup hukum pidana. Sedangkan dalam aliran modern asas legalitas
terhadap negara (penguasa). Hal ini adalah tafsiran tradisional yang telah
81
Ibid.
82
Ibid.
83
Nikmah Rosidah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Semarang: Pustaka Magister, 2011), hlm. 1.
84
Peter, Antonie A.G, Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif penerjemah Roeslan Saleh, Jakarta:
Aksara Baru, 1981, hlm. 28.
72
tingkatan dari persoalan yang ditangani oleh suatu sistem hukum pidana
yang mungkin timbul dalam hukum pidana dan mengawasi serta membatasi
hukum pidana itu. Fungsi pengawasan ini juga merupakan fungsi asas
Dari Enam fungsi asas legalitas tersebut, fungsi asas legalitas yang paling relevan
dalam konteks kriminalisasi adalah fungsi kedua yang berkenaan dengan fungsi
untuk membatasi ruang lingkup hukum pidana, dan fungsi ketiga yang berkaitan
dengan fungsi mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara.85 Fungsi asas
legalitas untuk mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara dan fungsi
85
Salman Luthan, Op. Cit, hlm. 28.
73
2. Asas Subsidaritas
asas subsidiaritas akan mendorong lahirnya hukum pidana yang adil. Kedua,
86
Ibid.
87
Ibid., hlm. 9.
74
3. Asas Persamaan/Kesamaan
Servan dan Letrossne asas kesamaan bukanlah pernyataan dari aspirasi tentang
hukum pidana yang lebih adil. Asas kesamaan lebih merupakan suatu
keinginan diadakannya sistem hukum pidana yang lebih jelas dan sederhana.
dorongan bagi hukum pidana yang bersifat adil, tetapi juga untuk hukuman
pidana yang tepat. Asas-asas kriminalisasi tersebut ini adalah asas-asas yang
bersifat kritis normatif. Dikatakan kritis, oleh karena dia dikemukakan sebagai
ukuran untuk menilai tentang sifat adilnya hukum pidana, dan normatif oleh
A. Pasal 263
(1) Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil
Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau
pembelaan diri.
88
Ibid. hlm. 10.
75
Menghina adalah perbuatan apapun yang menyerang nama baik atau martabat
Presiden atau Wakil Presiden di muka umum. Penghinaan terhadap Presiden atau
Wakil Presiden sebelum delik umum dirubah menjadi delik aduan sama halnya
dengan delik penghinaan orang biasa. Jadi tindak pidana penghinaan baru dapat
diproses, bila Presiden sendiri yang melakukan laporan Pasal ini tidak
pendapat yang berbeda dengan yang dianut Presiden atau Wakil Presiden. Pasal
ini memiliki redaksi yang sama dengan Pasal 134 KUHP. Perbedaan hanya dalam
lamanya pidana dan jumlah denda yang diterapkan. Dalam Pasal 134 KUHP lama
ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun, sedangkan dalam Pasal 263 RKUHP
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Sedangkan denda menurut
Pasal 134 KUHP paling banyak 4500 rupiah dibandingkan dengan Pasal 263
Sedangkan untuk Pasal 263 ayat 2 memiliki rumusan tindak pidana sebagai
berikut :
kebenaran, atau pembelaan diri. Pasal ini dimaksud agar tidak terjadi lagi
maupun kritik tetapi harus bertujuan untuk kepentingan umum dan sesuai dengan
fakta.
B. Pasal 264
sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau
Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih
diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
c. memperdengarkan rekaman
f. dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum
Pasal 264 RKUHP memiliki unsur dari a-f, apabila syarat terpenuhi maka orang
yang melakukan tindakan tersebut dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 264
RKUHP. Pasal 264 RKUHP merupakan hasil modifikasi dari segi redaksional
maupun sanksinya yang berasal dari Pasal 137 KUHP. Dalam Pasal 137 KUHP
77
lama ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan dan ancaman denda
paling banyak 4500 rupiah, sedangkan dalam Pasal 264 diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun dan ancaman denda paling banyak kategori IV.
Ketentuan Pasal 264 RKUHP juga mengancam hukuman pidana penjara dan
Presiden atau Wakil Presiden sehingga terdengar oleh umum dengan maksud agar
isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, yang sebelumnya tidak
ada di Pasal 134 KUHP. Dapat dilihat bahwa Pasal 263 dan Pasal 264 RKUHP
KUHP Pasal 134 dan Pasal 137 yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi,
kerugian baik materil maupun jasmani dan dalam kriminalisasi tindak pidana
Presiden kedalam RKUHP, maka dalam hal ini sudah masuk tahap formulasi
Wakil Presiden.
79
V. PENUTUP
A. Simpulan
berikut :
berikut :
d. Pasal Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang saat ini
masyarakat.
B. SARAN
2. Aturan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden mesti dibentuk
dengan dengan cermat dan teliti tiap rumusan pasalnya dan mesti ada
pengawasan dari para pihak penegak hukum agar tidak terjadi lagi
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anwar, H. A. K. Moch. 1994. Hukum Pidana Bagian Khusus: KUHP Bagian II,
Jilid I, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Muladi. 2002. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana.
Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Nawawi, Barda. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra
Aditya Bhakti.
Puspa, Yan Pramady. 1997. Kamus Hukum, Edisi Lengkap Bahasa Belanda,
Indonesia, Inggris, Jakarta: PT. Aneka Ilmu.
__________. 1981. Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif. Jakarta: Aksara Baru.
B. Jurnal
C. Peraturan Perundang-Undangan
Naskah Akademi Rancangan Kitab Hukum Pidana Tahun 2015 (NA RKUHP
Tahun 2015)
D. Website
https://nasional.kompas.com/read/2013/04/08/11392836
https://www.merdeka.com/politik/anggota-panja-rkuhp-sebut-pasal-penghinaan-
presiden-masuk-delik-aduan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia