Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Vol. 21 No. 1 Januari 2021: 95–107


p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 95

Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Menuju Era Bonus


Demografi di Sumatra Barat
Labor Absorption and Economic Growth Towards the Demographic Bonus Era in
West Sumatra

Sri Maryatia,∗, Hefrizal Handraa , & Irwan Muslimb


a Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
b Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta

[diterima: 22 Januari 2018 — disetujui: 22 Januari 2020 — terbit daring: 28 Januari 2021]

Abstract
Indonesia’s provincial population projection in 2010–2035 shows West Sumatra is one of the provinces that may not
experience a demographic bonus or it could be delayed to the next period. This study aims to analyze the determinants of
sectoral employment absorption and its effect on economic growth with a demometric approach. The result shows that
the absorption of labor in West Sumatra is influenced by economic variables (Gross Regional Domestic Product) and
demographic variables (Human Development Index). As a consequence, the productivity and the quality of human
resources become important factors to achieve demographic bonus in West Sumatra.
Keywords: demographic bonus; labor absorption; economic growth; GRDP; HDI

Abstrak
Proyeksi penduduk provinsi di Indonesia tahun 2010–2035 memperlihatkan bahwa Sumatra Barat merupakan
salah satu provinsi yang diperkirakan tidak akan atau tertunda mendapatkan bonus demogafi. Penelitian
ini bertujuan menganalisis faktor penentu penyerapan tenaga kerja sektoral dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan demometrik. Hasil penelitian menunjukkan penyerapan
tenaga kerja di Sumatra Barat dipengaruhi oleh variabel ekonomi (PDRB) dan variabel demografi (IPM).
Implikasinya, peningkatan produktivitas dan kualitas SDM menjadi faktor penting dalam upaya meraih
bonus demografi di Sumatra Barat.
Kata kunci: bonus demografi; penyerapan tenaga kerja; pertumbuhan ekonomi; PDRB; IPM

Kode Klasifikasi JEL: J01; J11; J21

Pendahuluan angka ketergantungan penduduk. Menurut United


Nations Fund for Population Activities/UNFPA (Badan
Indonesia tengah mengalami fenomena transisi de- Perencanaan Pembangunan Nasional [Bappenas],
mografi. Hal ini terlihat dari hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik [BPS], & United Nations Popu-
tahun 2010 yang menunjukkan tren positif pada lation Fund, 2013), transisi demografi yang terjadi
penduduk usia produktif (15–64 tahun). Pada tahun di Indonesia akan membuka peluang untuk menik-
2010 porsinya mencapai 66 persen dari total pen- mati bonus demografi (demographic devident) pada
duduk. Kenaikan angka usia produktif atau usia periode tahun 2020–2030.
kerja tersebut menyebabkan makin kecilnya nilai
Potensi pertumbuhan penduduk produktif
∗ Alamat
Indonesia dapat menjadi mesin pertumbuhan eko-
Korespondensi: Kampus Unand Limau Manis, Kota
Padang, Sumatera Barat, 25163. E-mail: srie jayamahe@yahoo.co. nomi negara yang berkelanjutan atau justru menjadi
id. sumber munculnya konflik sosial antarkelas di ma-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
96 Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ...

sa depan (Ramdani, 2013). Untuk itu, peningkatan nya hubungan negatif antara pertumbuhan pendu-
jumlah penduduk produktif harus diikuti dengan duk dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka
peningkatan kualitas penduduk usia produktif ter- panjang (Solow, 1956). Oleh karena itu, diperlukan
sebut agar penduduk produktif dapat mempero- langkah pengendalian pertumbuhan penduduk da-
leh kesempatan kerja yang tepat sesuai kebutuhan lam suatu negara sehingga negara tersebut dapat
dunia kerja atau bahkan mampu menciptakan la- memaksimalkan potensi faktor produksinya.
pangan pekerjaan, terutama ketika globalisasi serta
Kajian tentang keterkaitan antara pertambahan
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
penduduk dengan pertumbuhan ekonomi telah
menyebabkan arus migrasi tenaga kerja memasuki
menjadi sumber perdebatan panjang di kalangan
Indonesia. Untuk memanfaatkan keuntungan dari
para ahli dan pemikir ekonomi kependudukan. Hal
adanya bonus demografi, pemerintah perlu mela-
ini dikarenakan adanya berbagai macam varian
kukan upaya yang dapat mengembangkan sumber
cara pandang dalam melihat kedua permasalahan
daya manusia Indonesia.
tersebut. Variasi dari cara pandang tersebut bersum-
Tantangan memanfaatkan bonus demografi ini ber dari bagaimana cara memandang permasalahan
juga dihadapi oleh Provinsi Sumatra Barat. Dalam yang ada, seperti ada yang melihat dari jumlah (size)
rentang tahun 2010–2015, Provinsi Sumatra Barat penduduk, pendapatan (income), ketimpangan (ine-
memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar quality), maupun kondisi perekonomian nasional,
6,04 persen, sedangkan tingkat pengangguran ter- hingga pada stuktur penduduk (population structu-
buka rata-rata pada periode yang sama adalah se- re) terkait dengan angka natalitas, fertilitas, mau-
besar 6,65 persen (BPS Sumatra Barat, 2016). Hal pun mortalitasnya (Lee, 2003:170). Sementara itu,
ini memperlihatkan bahwa angka pengangguran menurut Bloom et al. (2003) ada tiga pendapatan
di Provinsi Sumatra Barat selalu lebih tinggi dari dalam melihat korelasi antara pertambahan pendu-
pertumbuhan ekonominya. Demikian juga halnya duk dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, yakni
dengan tingkat partisipasi angkatan kerja, tampak pendapatan yang menyatakan menolak (restrict),
bahwa ada kecenderungan penurunan penyerap- mendukung (promote), dan netral (independent).
an tenaga kerja pada tahun 2015. Kondisi tersebut
Kajian ini bertujuan untuk menganalisis peran
tentunya perlu diwaspadai untuk masa yang akan
pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tena-
datang, terutama dalam pemanfaatan peluang bo-
ga kerja di Provinsi Sumatra Barat dengan mema-
nus demografi agar dapat dimanfaatkan menjadi
sukkan variabel rasio ketergantungan yang menjadi
momen bagi kebangkitan ekonomi daerah dan bu-
indikasi kehadiran bonus demografi. Selanjutnya,
kannya menjadi beban perekonomian di wilayah
berdasarkan hasil kajian akan merekomendasikan
ini pada masa depan.
kebijakan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah
Hubungan pertumbuhan penduduk dengan ting- dan masyarakat Sumatra Barat dalam rangka meng-
kat ekonomi suatu negara dijelaskan oleh Robert hadapi era bonus demografi. Dengan demikian, era
Solow (1956), dalam model pertumbuhan ekono- ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk me-
mi yang disebut dengan exogenous growth model ningkatkan perekonomian daerah khususnya dan
(model pertumbuhan eksogen). Model ini menje- mendukung peningkatan perekonomian nasional
laskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara pada umumnya sehingga di era bonus demografi
di antaranya dipengaruhi oleh akumulasi modal, nantinya tidak akan terjadi gelombang pengang-
pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi. guran massal, khususnya pengangguran usia muda
Temuan penting dari model Solow ini adalah ada- pada dekade 2020–2030 yang akan datang.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
Maryati, S., et al. 97

Kerangka Teoritis Maroko, dan Tunisia karena tiga alasan: (a) peng-
angguran yang terjadi bukan siklis tetapi lebih kepa-
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan
da pengangguran struktural dan/atau friksional; (b)
penyerapan tenaga kerja secara teoritis di antaranya
kekakuan pasar tenaga kerja yang terjadi di empat
ditunjukkan oleh Hukum Okun. Menurut Hukum
negara tersebut karena pasar tenaga kerja didomi-
Okun, terdapat relasi negatif antara penganggur-
nasi pemerintah sebagai sumber utama permintaan
an dan Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam hal
tenaga kerja; dan (c) struktur perekonomian yang
ini Okun menyatakan jika terjadi penurunan da-
didominasi pemerintah.
lam pengangguran sebesar 1 persen, maka akan
Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya la-
mendorong terjadinya peningkatan pertumbuhan
pangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari
PDB mendekati 2 persen. Dengan kata lain, Hukum
banyaknya pertumbuhan penduduk bekerja. Pen-
Okun menyatakan apabila PDB meningkat sebesar
duduk yang bekerja terserap dan tersebar di berba-
2 persen, maka akan terjadi peningkatan penye-
gai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk
rapan tenaga kerja yang kemudian menurunkan
bekerja di berbagai sektor dan lapangan usaha dise-
angka pengangguran sebesar 1 persen (Mankiw,
babkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja.
2007). Hal ini disebabkan penduduk yang beker-
Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat di-
ja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan
katakan sebagai permintaan tenaga kerja (Kuncoro,
jasa, sedangkan pengangguran tidak memberikan
2002).
kontribusi. Okun mengungkapkan makin tinggi
tingkat pengangguran, maka makin rendah tingkat Permintaan tenaga kerja adalah permintaan ter-
pertumbuhan ekonomi suatu negara (Blanchard, hadap input. Permintaan ini berbeda dengan per-
2011). mintaan konsumen terhadap barang dan jasa (ko-
Sinclair (2005) mengemukakan terdapat tiga ala- moditi). Konsumen membeli suatu komoditi kare-
san yang mendorong para ekonom melakukan esti- na komoditi tersebut akan memberikan kegunaan
masi terhadap koefisien Okun. Pertama, jika tingkat atau kepuasan baginya, akan tetapi bagi pengu-
pengangguran merupakan variabel kebijakan, ma- saha, mempekerjakan seorang pekerja bertujuan
ka koefisien Okun dapat diinterpretasikan sebagai untuk membantu memproduksi barang atau jasa
besaran target perekonomian untuk mereduksi ting- (komoditi) untuk dijual kepada konsumen dan men-
kat pengangguran. Kedua, peramalan output sering dapatkan keuntungan. Dengan kata lain, pertam-
dibuat untuk melakukan peramalan terhadap ting- bahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja
kat pengangguran. Ketiga, koefisien Okun sangat sangat tergantung dari pertambahan permintaan
berguna untuk mengetahui kapan output berada konsumen akan barang yang akan diproduksinya.
di atas atau di bawah nilai potensialnya (Darman, Oleh sebab itu, permintaan terhadap tenaga kerja
2013). disebut sebagai permintaan terkait (derived demand).
Apergis & Rezitis (2003) menyelidiki hukum Dengan memperhatikan tujuan perusahaan, ya-
Okun dengan memperhatikan adanya perubahan itu mendapatkan keuntungan yang maksimum,
struktural di Yunani dengan kesimpulan bahwa maka perusahaan akan mempertimbangkan faktor
pengangguran mempunyai respons yang rendah upah untuk menggunakan tenaga kerja. Faktor lain
terhadap perubahan output. Penelitian yang dila- yang juga diperhatikan adalah: (1) bagaimana ting-
kukan Moosa (2008) menemukan bahwa tidak ada kat tambahan hasil (marginal product), yaitu output
hubungan antara tingkat pengangguran dengan yang diperoleh dengan penambahan seorang peker-
output untuk kasus yang terjadi di Algeria, Mesir, ja; (2) bagaimana penerimaan marginal (marginal
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
98 Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ...

revenue product), yaitu jumlah uang yang diterima mewakili variabel demografis sekaligus nilainya
pengusaha dengan tambahan hasil dari penjual- mengindikasikan kondisi menuju bonus demografi.
an tambahan output-nya; dan (3) bagaimana biaya Selanjutnya, variabel Indeks Pembangunan Manu-
marginal (marginal cost), yaitu jumlah biaya yang sia (IPM) dimasukkan sebagai pengukur kualitas
dikeluarkan pengusaha dengan menambah tenaga sumber daya manusia (SDM).
kerja dibandingkan dengan tambahan pendapatan-
nya (marginal revenue product). Penelitian Terdahulu
Jika penerimaan marginal akibat penambahan
Kajian tentang penyerapan tenaga kerja sektoral
produk dari penambahan tenaga kerja (marginal
dan pertumbuhan ekonomi telah sangat banyak di-
revenue product) ini lebih besar dari tambahan biaya
lakukan. Salah satu acuan utama dalam penelitian
(marginal cost), maka akan menambah keuntungan
terkait topik ini adalah kajian yang dilakukan oleh
perusahaan. Dengan demikian, penambahan tenaga
Ledent (1978) yang memperkenalkan pendekatan
kerja akan lebih baik untuk dilakukan.
“demometric” dalam menganalisis penyerapan te-
Permintaan terhadap tenaga kerja dapat ditu-
naga kerja sektoral di Tucson, Arizona, Amerika
runkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas dengan
Serikat. Pendekatan ini merupakan revisi dari mo-
dua input variabel, dengan bentuk persamaan se-
del ekonometrika yang diterapkan pada model
bagai berikut (Elfindri & Bachtiar, 2004):
tradisional economic-based yang dikembangkan oleh
F = rK + wL + λ{Y − f (K, L)} (1) Mathur-Rosen pada tahun 1972.
Model Ledent (1978) memberikan gambaran bah-
dengan F adalah permintaan terhadap faktor pro- wa rumah tangga tidak hanya berperan sebagai kon-
duksi, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, r sumen dari barang dan jasa dalam perekonomian,
adalah tingkat suku bunga nominal (harga barang akan tetapi juga melakukan penawaran tenaga ker-
modal), w adalah tingkat upah nominal (harga te- ja (aspek demografi), serta karakteristik demografi
naga kerja), Y adalah tingkat output, dan λ adalah yang berbeda dari setiap daerah akan membawa im-
Lagrangian Multiplier. plikasi kebijakan yang berbeda pula. Kajian Ledent
Dengan proses derivasi dan transformasi, maka ini menggunakan data tahun 1958–1974 dengan
persamaan untuk permintaan tenaga kerja dapat mengembangkan model Mathur-Rosen (1972), yai-
dinyatakan sebagai berikut: tu dengan memasukkan variabel demografi dalam
model penelitiannya. Hasil kajian ini memperlihat-
ln Li = a + b ln wi + c ln r + d ln Yi + U (2) kan bahwa penerapan metode demometrik membe-
rikan hasil analisis yang lebih baik dalam mengkaji
dengan Li adalah tenaga kerja pada sektor i, r adalah multiplier pertumbuhan ekonomi regional.
tingkat suku bunga/harga barang modal, wi adalah Penerapan model demometrik dari Ledent (1978)
tingkat upah/harga tenaga kerja pada sektor i, Yi di Indonesia di antaranya dilakukan oleh Esti &
adalah tingkat output pada sektor i, dan U adalah Brodjonegoro (2003) di Jawa Tengah. Hasil peneliti-
error term. annya menunjukkan bahwa penyerapan tenaga ker-
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis faktor ja menurut lapangan usaha di Jawa Tengah sangat
penentu penyerapan tenaga kerja sektoral diguna- dipengaruhi oleh besarnya tingkat penganggur-
kan pendekatan demometrik. Untuk itu Persama- an nasional dan Produk Domestik Regional Bruto
an (2) akan diadopsi dengan variabel suku bunga (PDRB) jika dilihat berdasarkan lapangan usaha
diganti dengan variabel rasio ketergantungan yang provinsi tersebut. Sementara itu, Tindaon (2010)
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
Maryati, S., et al. 99

menemukan bahwa pertumbuhan penduduk dan umumnya.


PDRB memiliki pengaruh yang signifikan terha- Penelitian Kelley & Schmidt (1995) di 86 negara
dap penyerapan tenaga kerja pada semua lapangan yang tersebar di seluruh belahan dunia menunjuk-
usaha di Jawa Tengah. kan bahwa transisi demografi yang meliputi ra-
sio ketergantungan penduduk, jumlah penduduk,
Penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang &
dan Crude Birth Rate (CBR) berpengaruh negatif
Nachrowi (2004) untuk 9 sektor ekonomi di 30 pro-
terhadap peningkatan pendapatan per kapita dan
vinsi di Indonesia menunjukkan bahwa sektor per-
pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang dite-
tanian merupakan lapangan usaha ekonomi yang
liti. Kehadiran bonus demografi yang dilihat dari
menyerap tenaga kerja paling banyak, meskipun
rasio ketergantungan penduduk berpengaruh signi-
tingkat upahnya lebih rendah bila dibandingkan
fikan terhadap peningkatan pendapatan per kapita
dengan penyerapan tenaga kerja di sektor lain. Hal
dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia
ini dipengaruhi oleh perubahan populasi, migra-
dan Cina (Wiliamson, 2001; Williamson & Higgins,
si neto (net migration), tingkat output, dan tingkat
2001; Joe, 2015).
upah sektoral. Hasil kajian yang dilakukan Sinaga
(2005) terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral Kajian tentang pengaruh faktor penentu penye-
di Sumatra Utara juga menemukan bahwa sektor rapan tenaga kerja di Pulau Jawa yang dilakukan
pertanian merupakan lapangan usaha yang memili- oleh Wihastuti & Rahmatullah (2017) menggunakan
ki penyerapan tenaga kerja terbesar di wilayah ini. pendekatan regresi data panel dengan memilih 6
Hasil penelitian yang sama untuk sektor pertanian provinsi di Pulau Jawa sebagai sampel penelitian
juga ditemukan oleh Suwardi (2016) di Sumbawa selama periode 2011–2016. Model yang digunakan
Barat. pada penelitian ini adalah model fixed effect. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Upah Minimum
Kajian terkait pemanfaatan bonus demografi di Provinsi (UMP) berpengaruh negatif secara signi-
antaranya dilakukan oleh Narayana (2009) di India, fikan terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan
yang terfokus tentang pemanfaatan bonus demo- pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif seca-
grafi tahap pertama. Hasil penelitian menunjuk- ra signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
kan adanya indikasi bahwa sektor informal di India Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa kebijak-
mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan eko- an UMP menjadi kendala terciptanya keadilan di
nomi, akan tetapi diperlukan suatu reformasi ke- pasar tenaga kerja karena menciptakan kekakuan
bijakan untuk perbaikan secara simultan pada ke- harga. Penelitian ini merekomendasikan pada pe-
sempatan kerja, produktivitas tenaga kerja, dan ngambil kebijakan untuk lebih berhati-hati dalam
kondisi kerja di sektor informal. Sementara Bashir menentukan besaran UMP agar tidak mendestruksi
et al. (2014) menemukan adanya dampak spasial wi- tujuan utama pembangunan, yaitu menciptakan
rausaha dalam pembangunan ekonomi di kawasan kesejahteraan umum.
Timur Laut Amerika Serikat dan kontribusi positif
dari wirausaha terhadap pertumbuhan ekonomi di
kawasan pedesaan. Hal ini mengindikasikan perlu- Metode
nya peranan pemerintah dalam menata lapangan
usaha informal dan mendorong tumbuhnya jiwa ke- Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti meng-
wirausahaan untuk dapat mendorong penyerapan gunakan pendekatan model demometrik yang dia-
tenaga kerja dalam upaya meningkatkan pertum- dopsi dan dikembangkan dari model yang dikemu-
buhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada kakan oleh Ledent (1978) dengan menambahkan
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
100 Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ...

variabel baru ke dalam model, yaitu variabel rasio faktor penentu penyerapan tenaga kerja di Provinsi
ketergantungan yang mengindikasikan terjadinya Sumatra Barat adalah:
transisi demografi, serta adanya peluang bonus
ln Yit = ln C + α1 ln Xit + α2 ln Wit
demografi. Pergeseran distribusi umur penduduk
berdampak pada penurunan rasio penduduk muda +α3 ln RKit + α4 ln IPMit + U (4)
yang kemudian membentuk keadaan yang meng-
Persamaan (4) diterapkan pada sembilan lapangan
hasilkan potensi terjadinya bonus demografi.
usaha untuk mengestimasi faktor penentu penye-
Penggunaan rasio ketergantungan sebagai indika-
rapan tenaga kerja pada masing-masing lapang-
tor peluang bonus demografi pada kajian terdahulu
an usaha di Sumatra Barat. Selanjutnya juga dila-
di antaranya dilakukan oleh Astuti & Setarmiyati
kukan estimasi untuk perekonomian secara total,
(2016) dalam mengukur peluang dan ancaman bo-
dengan demikian ada sepuluh persamaan demo-
nus demografi terhadap kualitas SDM di Bandar
metrik yang diestimasi. Adapun alat analisis yang
Lampung. Hasil analisis jalur pada penelitian terse-
digunakan untuk melakukan estimasi adalah regre-
but menunjukkan bahwa peluang bonus demografi
si berganda.
mempunyai hubungan dengan kualitas SDM. Di
sisi lain, Putro & Setiawan (2013) menggunakan
variabel rasio ketergantungan untuk mengukur Hasil dan Analisis
tingkat pengangguran terbuka di Magelang, yang
hasil studinya menunjukkan bahwa rasio keter- Kondisi Perekonomian dan
gantungan berpengaruh positif terhadap tingkat Ketenagakerjaan Sumatra Barat
pengangguran terbuka.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kondisi perekonomian Sumatra Barat memperli-
data sekunder dalam bentuk seri waktu (time series) hatkan kecenderungan melambat sejak tahun 2011
yang bersumber dari publikasi BPS dan lembaga yang diperlihatkan oleh penurunan pertumbuhan
terkait lainnya, serta literatur pendukung selama ekonomi daerah selama periode tahun 2011–2015.
periode tahun 2000–2017 di Provinsi Sumatra Barat. Kondisi ini tidak terlepas dari kondisi perekono-
Untuk analisis data, peneliti menerapkan model de- mian nasional yang juga melemah dengan pertum-
mometrik yang sudah diadopsi dan dikembangkan buhan ekonomi yang terus menurun sejak tahun
oleh Sitanggang & Nachrowi (2004). Adapun ben- 2010, yakni dari 6,81 persen hingga 4,79 persen di
tuk persamaan demometrik dalam penelitian ini tahun 2015. Jika dibandingkan dengan kondisi per-
adalah: tumbuhan ekonomi nasional, maka tampak bahwa
pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat berada di
Yit = f (Xit, Wit, RKit, IPMit, U) (3) atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah, me-
dengan Yit adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja nurut kabupaten dan kota di wilayah Provinsi
pada sektor i (orang), Xit adalah kontribusi output Sumatra Barat, juga terjadi kecenderungan yang
lapangan usaha sektor i dalam PDRB (%), Wit ada- menurun sepanjang tahun 2010–2015. Penurunan
lah tingkat upah minimum (Rp), Rkit adalah rasio tertinggi dialami oleh Kota Padang Panjang yang
ketergantungan penduduk regional (%), IPMit ada- pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan ekono-
lah IPM (skor), U adalah variabel pengganggu, dan mi yang tertinggi dengan tingkat pertumbuhan
t adalah waktu. 7,54 persen, namun pada tahun 2015 turun menja-
Persamaan yang diestimasi untuk mendapatkan di 5,91 persen. Adapun daerah yang mempunyai
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
Maryati, S., et al. 101

pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2015 kerja untuk tenaga kerja ini masih sangat terbatas.
adalah Kota Padang dengan pertumbuhan ekonomi Akibatnya terjadi peningkatan jumlah penganggur-
sebesar 6,35 persen. an pada penduduk usia kerja dengan pendidikan
Daerah dengan pertumbuhan ekonomi terendah SLTP. Sementara itu, pengangguran dengan tingkat
pada tahun 2010 adalah Kabupaten Solok Selatan pendidikan SLTA, baik umum maupun kejuruan,
dengan pertumbuhan ekonomi 4,81 persen, tetapi menunjukkan penurunan pada periode tahun 2010–
meningkat menjadi 5,35 persen pada tahun 2015. 2015. Sementara dari pendidikan tinggi, pengang-
Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu guran dengan pendidikan Diploma dan Akademi
daerah yang memperlihatkan peningkatan pertum- memperlihatkan kecenderungan meningkat. Hal
buhan ekonomi pada periode tahun 2010–2015. Da- ini tentunya perlu mendapat perhatian segenap pi-
erah lain yang juga memperlihatkan peningkatan hak terkait, karena jenis pendidikan ini disiapkan
pertumbuhan ekonomi adalah Kabupaten Padang untuk mampu masuk ke dunia kerja lebih cepat
Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Padang, dan dibandingkan tingkat pendidikan S1 (Sarjana).
Kota Pariaman. Berdasarkan gambaran ini tampak bahwa keber-
hasilan mendorong pendidikan masyarakat seha-
Di sisi lain, kondisi ketenagakerjaan di Sumatra
rusnya diiringi dengan peningkatan kemampuan
Barat menunjukkan jumlah angkatan kerja bertum-
untuk menciptakan lapangan kerja. Jika hal ini tidak
buh dengan rata-rata 0,63 persen per tahun sela-
sejalan akan berakibat pada terjadinya peningkatan
ma periode tahun 2010–2015. Pertumbuhan jumlah
pengangguran pada umumnya dan pengangguran
orang bekerja sebesar 1,36 persen dan pertumbuhan
terdidik khususnya.
pengangguran adalah sebesar 1,15 persen pada peri-
ode yang sama. Meskipun tingkat pertumbuhan
orang bekerja lebih tinggi daripada pertumbuhan Analisis Kualitas Penduduk Sumatra
pengangguran, secara keseluruhan pertumbuhan
Barat dan Program Pembangunan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) bernilai
negatif. Demikian juga dengan tingkat penganggur-
Manusia
an dengan penurunan TPAK lebih besar daripada IPM atau Human Development Index (HDI) merupa-
penurunan tingkat pengangguran. Hal ini mengin- kan indikator yang dapat digunakan untuk mengu-
dikasikan bahwa kemampuan perekonomian men- kur pencapaian hasil pembangunan manusia dari
ciptakan lapangan kerja di Sumatra Barat masih suatu daerah/wilayah dengan menggunakan tiga di-
relatif terbatas sehingga perlu mendapat perhati- mensi dasar pembangunan, yaitu angka harapan hi-
an yang lebih besar agar masalah pengangguran dup, pengetahuan/tingkat pendidikan, dan standar
tidak terus meningkat di masa mendatang dan me- hidup layak. Jika dilihat dari nilainya, tampak bah-
nimbulkan berbagai masalah sosial ekonomi dalam wa IPM Sumatra Barat lebih tinggi daripada IPM
masyarakat di seluruh wilayah Sumatra Barat. nasional, akan tetapi selisih nilainya makin menge-
Selanjutnya, jika dilihat dari tingkat pendidikan cil dari tahun 2010–2015. Hal ini mengindikasikan
yang ditamatkan, terdapat lonjakan yang cukup bahwa peningkatan pembangunan manusia secara
besar pada pengangguran dengan tingkat pendi- nasional meningkat lebih tinggi secara rata-rata di-
dikan SLTP pada tahun 2015 dibandingkan dengan bandingkan peningkatan pembangunan manusia
kondisi pada tahun 2010. Hal ini mengindikasikan di Sumatra Barat. Untuk itu, upaya peningkatan
bahwa Wajib Belajar Sembilan tahun sudah terlaksa- pembangunan manusia di Sumatra Barat harus te-
na di Sumatra Barat, namun penyerapan lapangan rus ditingkatkan agar dapat mewujudkan manusia
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
102 Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ...

yang berkualitas dan mampu meningkatkan pe- dengan dukungan segenap penduduk dan sum-
rannya dalam pembangunan daerah dan nasional. ber daya ekonomi lainnya. Pemerintah Sumatra
Perkembangan dan capaian angka IPM Provinsi Barat telah menunjukkan perhatian yang besar pada
Sumatra Barat tidak terlepas dari capaian angka pembangunan manusia dalam perencanaan pem-
IPM di 19 kabupaten-kota, terutama peningkatan bangunan daerah. Hal ini tertuang dalam rumus-
dalam setiap komponennya. Pada Tabel 1 dapat an misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah
dilihat perkembangan IPM di kabupaten dan ko- (RPJMD), yakni “meningkatkan sumber daya ma-
ta Sumatra Barat pada tahun 2010–2015. Pada ta- nusia yang cerdas, sehat, beriman, berkarakter, dan
hun 2010, IPM tertinggi terdapat di Kota Padang berkualitas tinggi”. Dalam upaya melaksanakan
yang mencapai 78,44. Angka ini kemudian naik misi tersebut, dibutuhkan komitmen dan konsisten-
menjadi 80,36 pada tahun 2015 dan termasuk da- si pelaksanaan agar apa yang direncanakan dapat
lam kategori pembangunan manusia tinggi. Hal terlaksana dengan baik sehingga pembangunan ma-
ini memperlihatkan Kota Padang merupakan kota nusia benar-benar dapat terlaksana untuk mencapai
dengan capaian pembangunan manusia terbaik di- visi pembangunan pada umumnya dan peningkat-
bandingkan dengan 18 kabupaten/kota lainnya di an kualitas SDM khususnya.
Sumatra Barat. Sementara IPM terendah terdapat
di Kabupaten Mentawai dengan IPM sebesar 55,56 Temuan Empiris: Penyerapan Tenaga
diikuti oleh Kabupaten Pasaman dengan IPM se- Kerja Menuju Bonus Demografi
besar 60,88, selanjutnya Kabupaten Pasaman Barat
Estimasi faktor penentu penyerapan tenaga ker-
dengan IPM sebesar 61,77. Selama periode 2010
ja di Sumatra Barat dilakukan terhadap sembilan
hingga 2015, secara umum terjadi perbaikan ca-
lapangan usaha dan perekonomian secara total.
paian IPM dari masing-masing kabupaten-kota di
Adapun lapangan usahanya adalah: (1) pertanian,
Sumatra Barat.
(2) pertambangan, (3) industri, (4) usaha listrik, gas,
Nilai IPM periode 2010–2015 juga menunjukkan dan air minum, (5) bangunan, (6) perdagangan,
bahwa di samping Kota Padang, terdapat 5 kota di hotel, dan restoran, (7) pengangkutan dan komu-
Sumatra Barat dengan laju peningkatan IPM rela- nikasi, (8) keuangan dan persewaan, dan (9) jasa-
tif tinggi (top movers), yaitu Kota Bukittingi, Kota jasa. Rangkuman hasil estimasi penyerapan tenaga
Payakumbuh, Kota Solok, Kota Padang Panjang, kerja menurut lapangan usaha dan perekonomian
dan Kota Pariaman. Hal ini menunjukkan kelima Sumatra Barat berdasarkan analisis empat variabel
kota tersebut mampu menggenjot peningkatan ca- bebas yang terdiri dari variabel ekonomi (UMP dan
paian pembangunan manusia daerahnya dalam kontribusi lapangan usaha) dan demografi (rasio
periode waktu tersebut. Selanjutnya, juga dapat ketergantungan dan IPM) yang dapat dilihat pada
dilihat bahwa, IPM kawasan perkotaan lebih tinggi Tabel 2.
daripada IPM kawasan kabupaten. Kondisi ini di Penyerapan tenaga kerja di Sumatra Barat me-
antaranya disebabkan oleh fasilitas pendidikan dan nurut lapangan usaha maupun secara keseluruhan
kesehatan di kawasan perkotaan relatif lebih baik lebih dipengaruhi oleh variabel ekonomi. Hal ini da-
daripada kawasan kabupaten. pat dilihat dari pengaruh variabel upah minimum
Pembangunan manusia untuk meningkatkan ku- dan kontribusi lapangan usaha yang signifikan.
alitas dan kapabilitas, seyogyanya adalah upaya Kontribusi lapangan usaha mempunyai pengaruh
terus-menerus dan berkelanjutan yang harus di- yang positif, hal ini berarti peningkatan output la-
lakukan oleh pemerintah daerah maupun pusat, pangan usaha akan mendorong peningkatan pe-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
Maryati, S., et al. 103

Gambar 1. Nilai IPM Indonesia dan Sumatra Barat Tahun 2010–2015


Sumber: www.bps.go.id

Tabel 1. IPM Provinsi Sumatra Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010–2015

Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013 2014 2015


01. Kep. Mentawai 55,56 55,90 56,10 56,33 56,73 57,41
02. Pesisir Selatan 65,09 65,80 66,49 67,31 67,75 68,07
03. Solok 64,53 65,28 65,62 66,15 66,44 67,12
04. Sijunjung 62,51 62,92 63,70 64,48 64,95 65,30
05.Tanah Datar 66,47 66,92 67,29 68,12 68,51 69,49
06. Padang Pariaman 65,16 65,89 66,20 67,15 67,56 68,04
07. Agam 66,12 66,94 67,95 68,73 69,32 69,84
08. Lima Puluh Kota 64,64 65,20 65,87 66,30 66,78 67,65
09. Pasaman 60,88 61,57 62,26 62,91 63,33 64,01
10. Solok Selatan 64,51 64,81 65,12 65,86 66,29 67,09
11. Dharmasraya 66,56 67,40 67,76 68,71 69,27 69,84
12. Pasaman Barat 61,77 62,55 63,33 63,92 64,56 65,26
71. Padang 78,44 78,68 79,00 79,23 79,83 80,36
72. Solok 74,38 74,68 75,02 75,54 76,20 76,83
73. Sawahlunto 67,55 67,97 68,59 69,07 69,61 69,87
74. Padang Panjang 73,27 73,76 74,22 74,54 75,05 75,98
75. Bukittinggi 76,12 76,30 76,92 77,67 78,02 78,72
76. Payakumbuh 74,89 75,39 75,89 76,34 76,49 77,42
77. Pariaman 72,56 73,07 73,47 74,51 74,66 74,98
Sumatra Barat 67,25 67,81 68,36 68,91 69,36 69,98
Pertumbuhan IPM (%) 0,00 0,83 0,81 0,80 0,65 0,90
Sumber: BPS Sumatera Barat (2016), diolah

nyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha yang an hanya berpengaruh secara signifikan terhadap
bersangkutan. Sementara upah minimum memi- penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha peng-
liki pengaruh yang negatif terhadap penyerapan angkutan dan komunikasi serta keuangan dan per-
tenaga kerja sehingga peningkatan upah minimum sewaan. Variabel ini tidak berpengaruh terhadap
akan berakibat pada penurunan penyerapan te- penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha la-
naga kerja. Untuk itu, kebijakan penetapan upah innya dan perekonomian secara menyeluruh di
minimum harus dilakukan dengan penuh pertim- Sumatra Barat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
bangan agar tidak menyebabkan terjadinya distorsi potensi bonus demografi hanya akan dapat dinik-
di pasar tenaga kerja yang berakibat pada penu- mati oleh dua lapangan usaha tersebut. Sementara
runan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pada lapangan usaha lainnya dan perekonomian
pengangguran. secara keseluruhan, diperlukan upaya lebih untuk
dapat meraih potensi bonus demografi dan pening-
Dari sisi demografi, variabel rasio ketergantung-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
104 Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ...

Tabel 2. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha dan Perekonomian
di Provinsi Sumatra Barat

Variabel Bebas Nilai Uji Statistik


No Konstanta
Tingkat Upah Rasio Keter- IPM Kontribusi La- R R2 F Uji
Minimum gantungan pangan Usaha DW
Lapangan Usaha Pertanian
1
14,887 -0,071 -0,699 0,798 0,168 0,485 0,235 0,768 0,876
uji t 1,372* -1,057 0,275 0,322 1,393*
Lapangan Usaha Pertambangan
2
149,121 -2,985 0,203 -43,599 0,339 0,815 0,664 4,930** 2,515
uji t 2,105** 2,145** 0,050 -2,342** 3,409**
Lapangan Usaha Industri
3
-26,418 -0,833 -0,952 11,441 0,295 0,898 0,807 10,443** 1,853
uji t -0,748 -1,168 -0,454 1,390* 0,999
Lapangan Usaha Listrik, Gas, Air Minum
4
-64,618 -2,683 -4,425 25,513 -0,649 0,907 0,822 11,554** 1,945
uji t -0,778 -1,514* -0,895 1,151* -0,541
Lapangan Usaha Bangunan
5
-82,021 -1,386 2,020 23,219 0,335 0,961 0,924 30,455** 2,445
uji t -2,406** -2,055** 1,024 2,567** 1,525*
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
6
110,296 -1,458 -1,357 28,621 0,634 0,851 0,724 6,559 2,072
uji t 3,949** -2,559** -0,833 3,917** 3,111**
Lapangan Usaha Pengangkutan dan Komunikasi
7
91,497 -1,643 -3,509 19,152 0,405 0,736 0,541 4,188 2,213
uji t 2,971** -2,583** -1,846* 2,378 1,966**
Lapangan Usaha Keuangan dan Persewaan
8
-99,458 -1,495 -6,366 19,637 1,366 0,911 0,83 12,229** 1,715
uji t -1,523* -1,105 -1,625* 1,141 1,890**
Lapangan Usaha Jasa
9
128,392 -1,902 0,541 37,494 0,99 0,854 0,729 6,709** 1,969
uji t 3,292** -2,448** 0,238 3,639** 3,399**
Total PDRB Sumatra Barat
34,184 -0,108 -0,097 6,817 0,465 0,947 0,896 21,582** 2,601
10
uji t 4,765** -0,743 -0,226 3,614** 7,530**
Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%
* signifikan pada taraf 10%

katan penyerapan tenaga kerja di Sumatra Barat. ritas lapangan usaha ini adalah berskala kecil dan
berada di sektor informal. Oleh karena itu, dengan
Variabel IPM mempunyai pengaruh yang signi-
makin tingginya kualitas SDM, maka lapangan usa-
fikan terhadap penyerapan tenaga kerja, baik secara
ha ini akan ditinggalkan dan tenaga kerja memasuki
sektoral menurut lapangan usaha maupun secara
lapangan usaha yang formal dengan kualifikasi ku-
total dalam perekonomian daerah Sumatra Barat.
alitas yang sesuai.
IPM mempunyai pengaruh yang positif, hal ini ber-
arti bahwa dengan makin meningkatnya kualitas Secara keseluruhan, temuan penelitian ini ber-
SDM di Sumatra Barat, maka tingkat penyerapan te- beda dengan temuan kajian yang dilakukan oleh
naga kerja juga akan meningkat. Akan tetapi, pada Sitanggang & Nachrowi (2004), yang dalam peneliti-
lapangan usaha primer, yakni pertanian dan per- annya ditemukan bahwa lapangan usaha pertanian
tambangan, pengaruh IPM terhadap penyerapan merupakan lapangan usaha yang menyerap tena-
tenaga kerja adalah negatif. Hal ini mengindikasi- ga kerja paling banyak di Indonesia. Penelitian
kan bahwa lapangan usaha primer di Sumatra Barat ini menemukan bahwa lapangan usaha pertani-
masih menyerap tenaga kerja dengan kualitas yang an perannya tidak signifikan dalam penyerapan
relatif rendah, yang di antaranya disebabkan mayo- tenaga kerja di Sumatra Barat. Temuan peneliti-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
Maryati, S., et al. 105

an ini sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh ningkatan produktivitas dan kualitas SDM menjadi
Kelley (1988) untuk negara dunia ketiga (negara faktor penting dalam upaya meraih potensi bonus
sedang berkembang) dengan variabel demografis ti- demografi di Sumatra Barat. Dalam upaya meraih
dak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan peluang bonus demografi, maka Pemerintah Dae-
ekonomi. rah di Provinsi Sumatra Barat, kabupaten/kota di
Terkait dengan tidak signifikannya pengaruh va- provinsi tersebut, serta semua pihak terkait diha-
riabel rasio ketergantungan, hal ini mengindikasi- rapkan memfokuskan perhatian pada peningkatan
kan bahwa peluang bonus demografi belum da- penciptaan lapangan kerja dan usaha bagi pendu-
pat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan duk usia muda karena jumlah penduduk muda
ekonomi di Sumatra Barat. Penelitian ini sejalan de- yang relatif lebih sedikit dibandingkan daerah lain.
ngan kajian yang dilakukan oleh McDonald (2014) Jika kelompok penduduk ini mempunyai kemam-
di Indonesia yang memperlihatkan bahwa tingkat puan meningkatkan pendapatan dan produktivitas,
fertilitas di Indonesia cenderung menurun lebih maka perekonomian daerah dapat ditingkatkan
lambat daripada yang diperkirakan sebelumnya. yang pada gilirannya dapat mendorong pertum-
Hal ini menyebabkan potensi keuntungan yang ber- buhan ekonomi dalam meraih bonus demografi di
asal dari transisi demografi (dividen demografi) di masa mendatang.
Indonesia akan lebih kecil dibandingkan dengan ne-
Upaya peningkatan penciptaan lapangan usaha
gara lain di Asia, seperti Singapura, Malaysia, Tha-
harus menjadi prioritas pembangunan di Sumatra
iland, dan kawasan Timur Jauh, terutama negara-
Barat. Hal ini tidak hanya terkait dengan upaya
negara dengan dengan tingkat pembangunan yang
meraih bonus demografi, tetapi juga upaya me-
lebih maju. Untuk itu, perlu upaya lebih untuk me-
wujudkan peningkatan kesejahteraan bagi masya-
raih bonus demografi di Sumatra Barat khususnya
rakat di wilayah ini. Pada tahun 2017, data BPS
dan Indonesia pada umumnya.
menunjukkan masih terjadinya peningkatan angka
pengangguran sebesar 0,49 poin. Penduduk yang
bekerja di sektor informal mencapai 64,39 persen
Simpulan dan dari penduduk yang berstatus bekerja tersebut
sebesar 11,77 persen termasuk kategori setengah
Sumatra Barat merupakan salah satu daerah di
menganggur dan 22,42 persen pekerja paruh wak-
Indonesia yang diperkirakan akan mengalami pe-
tu. Selama periode Agustus 2016–Agustus 2017,
nundaan atau keterlambatan mendapatkan bonus
kategori setengah penganggur naik sebesar 1,00
demografi karena rasio ketergantungan cenderung
poin dan pekerja paruh waktu naik sebesar 0,70 po-
pada nilai 50-an sampai tahun 2035. Untuk itu, di-
in. Kondisi ini mengindikasikan masih rentannya
perlukan adanya upaya lebih untuk dapat meraih
kondisi ketenagakerjaan di Sumatra Barat terhadap
bonus demografi, di antaranya dengan mendorong
kemungkinan peningkatan pengangguran.
peningkatan produktivitas kaum muda yang ada
di daerah dan peningkatan kemampuan pencip- Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pem-
taan lapangan kerja dalam perekonomian dengan bangunan daerah di Sumatra Barat adalah kondisi
mendorong tumbuh kembangnya pekerja mandiri belum meratanya daya tarik ekonomi sehingga ber-
melalui kewirausahaan. pengaruh terhadap sebaran penduduk, yang mana
Penyerapan tenaga kerja di Sumatra Barat di- usia produktif akan berkumpul di pusat kegiatan
pengaruhi oleh variabel ekonomi (PDRB) dan de- ekonomi, sementara usia nonproduktif cenderung
mografi (IPM). Hal ini memperlihatkan bahwa pe- akan bergeser dari titik tersebut. Akibatnya, daerah
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
106 Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ...

perkotaan akan meraih bonus demografi lebih cepat Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 3(2), 125-138. doi: ht-
dibandingkan daerah perdesaan. Untuk itu, perlu tps://doi.org/10.21002/jepi.v3i2.621.
[12] Joe, W., Dash, A. K., & Agrawal, P. (2015). Demographic
upaya besar untuk mendorong peningkatan daya
transition, savings, and economic growth in China and
tarik ekonomi di daerah perdesaan melalui berba- India. IEG Working Paper, 351. Institute of Economic Growth.
gai kegiatan ekonomi kreatif agar penduduk muda Diakses 13 Januari 2017 dari http://iegindia.org/upload/
dalam usia produktif di perdesaan mau beraktivitas publication/Workpap/wp351.pdf.
[13] Kelley, A. C. (1988). Economic consequences of population
di daerah dan melakukan aktivitas produktif guna
change in the Third World. Journal of Economic Literature,
meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan eko- 26(4), 1685-1728.
nomi di perdesaan dan tidak melakukan migrasi [14] Kelley, A. C., & Schmidt, R. M. (1995). Aggregate popu-
lation and economic growth correlations: The role of the
ke perkotaan.
components of demographic change. Demography, 32(4),
543-555. doi: https://doi.org/10.2307/2061674.
[15] Ledent, J. (1978). Demometrics for Regional Deve-
lopment. Options ‘78: a IIASA New Report, Sum-
Daftar Pustaka mer Edition, pp. 1-2. International Institute for Ap-
plied Systems Analysis. Diakses 28 Desember 2015
[1] Apergis, N., & Rezitis, A. (2003). An examination
dari https://iiasa.ac.at/web/home/resources/publications/
of Okun’s law: Evidence from regional areas in
IIASAMagazineOptions/opt78-2sum.pdf.
Greece. Applied Economics, 35(10), 1147-1151. doi: ht-
[16] Lee, R. (2003). The demographic transition: Three centuries
tps://doi.org/10.1080/0003684032000066787.
of fundamental change. Journal of Economic Perspectives,
[2] Astuti, H. W., & Soetarmiyati, N. (2016). Mengukur peluang
17(4), 167-190.
dan ancaman bonus demografi terhadap kualitas sumber-
[17] Mankiw, N. G. (2007). Makroekonomi (Edisi Keenam). Jakarta:
daya manusia dalam pembangunan ekonomi di Bandar
Erlangga.
Lampung. Jurnal Bisnis Darmajaya, 2(1), 57-76.
[18] Mathur, V. K., & Rosen, H. S. (1972). An econometric export
[3] Bappenas, BPS, & UNFPA. (2013). Proyeksi penduduk
base model of regional growth: A departure from conven-
Indonesia 2010-2035. Badan Pusat Statistik. Diakses 22
tional techniques. In A. G. Wilson (ed.), London papers in
Februari 2016 dari https://www.bappenas.go.id/files/5413/
regional science: Patterns and processes in urban and regional
9148/4109/Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.pdf.
systems, Vol. 3, pp. 31-43, London.
[4] Bashir, S., Gebremedhin, T., & Chawdhry, M. A. (2014). Does
[19] McDonald, P. (2014). The demography of
self-employment enhance regional economic development.
Indonesia in comparative perspective. Bulletin of
Journal of Developmental Entrepreneurship, 19(04), 1450025.
Indonesian Economic Studies, 50(1), 29-52. doi: ht-
doi: https://doi.org/10.1142/S1084946714500253.
tps://doi.org/10.1080/00074918.2014.896236.
[5] BPS Sumatera Barat. (2016). Laporan perekonomian Provinsi
[20] Moosa, I. (2008). Economic growth and unemployment in
Sumatera Barat 2016. Badan Pusat Statistik Sumatera Barat.
Arab countries: Is Okun’s law valid?. Journal of Development
[6] BPS Sumatera Barat. (2017). Keadaan ketenagakerjaan
and Economic Policies, 10(2), 7-24.
Sumatera Barat Agustus 2017. Padang: Badan Pusat Statistik
[21] Mudrajad, K. (2002). A quest for industrial districts:
Sumatera Barat.
An Empirical Study of Manufacturing Industries in
[7] Blanchard, O. (2011). Macroeconomics (2nd Editon). New
Java. Paper presented at “Economic Growth and Insti-
Jersey: Printice-Hall.
tutional Change in Indonesia during the 19th and 20th
[8] Bloom, D. E., Canning, D., & Sevilla, J. (2003). The de-
Centuries”, Amsterdam, 25-26 February 2002. Diakses 2
mographic dividend: A new perspective on the economic
Maret 2016 dari http://www.cgeh.nl/sites/default/files/
consequences of population change. Rand Corporation.
economic-growth-and-institutional-change-in-indonesia/
Monograph Reports MR-1274-WFHF/DLPF/RF/UNPF. RAND
ecgrowthkuncoro.pdf.
Corporation. doi: https://doi.org/10.7249/MR1274.
[22] Narayana, M. R. (2009). Contribution of informal economy
[9] Darman, D. (2013). Pengaruh pertumbuhan ekonomi terha-
for first demographic dividend: Evidence and implica-
dap tingkat pengangguran: Analisis hukum Okun. The Win-
tions for India. In International Conference on Measuring
ners, 14(1), 1-12. doi: https://doi.org/10.21512/tw.v14i1.639.
Informal Sector in Developing Countries, 24-26 September
[10] Elfindri, & Bachtiar, N. (2004). Ekonomi ketenagakerjaan.
2009, Kathmandu, Nepal. Diakses 2 Maret 2016 dari
Padang: Andalas University Press.
http://www.iariw.org/papers/2009/8a%20Narayana.pdf.
[11] Esti, H., & Brodjonegoro, B. P. (2003). Simulasi penyerap-
[23] Putro, A. S., & Setiawan, A. H. (2013). Analisis pengaruh
an tenaga kerja dengan pendekatan demometrik. Jurnal

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107
Maryati, S., et al. 107

produk domestik regional bruto, tingkat upah minimum


kota, tingkat inflasi dan beban/tanggungan penduduk ter-
hadap pengangguran terbuka di Kota Magelang periode
tahun 1990–2010. Diponegoro Journal of Economics, 2(3), 1-14.
[24] Ramdani, D. (2013). Membenahi sektor kependudukan un-
tuk mewujudkan ketahanan nasional. Paper. Program Studi
Ketahanan Nasional Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Gajah Mada.
[25] Sinaga, A. (2005). Analisis kesempatan kerja sektoral di Propinsi
Sumatera Utara (Tesis, Program Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara).
[26] Sitanggang, I. R., & Nachrowi, N. D. (2004). Pengaruh
struktur ekonomi pada penyerapan tenaga kerja sektoral:
Analisis model demometrik di 30 propinsi pada 9 sektor di
Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 5(1),
103-133. doi: https://doi.org/10.21002/jepi.v5i1.102.
[27] Solow, R. M. (1956). A contribution to the theory of economic
growth. The Quarterly Journal of Economics, 70(1), 65-94.
https://doi.org/10.2307/1884513.
[28] Tindaon, O. (2010). Analisis penyerapan tenaga kerja sektoral
di Jawa Tengah (Pendekatan Demometrik) (Skripsi, Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro).
[29] Wihastuti, L., & Rahmatullah, H. (2017). Upah Mini-
mum Provinsi (UMP) dan penyerapan tenaga kerja di
Pulau Jawa. Jurnal Gama Societa, 1(1), 96-102. doi: ht-
tp://dx.doi.org/10.22146/jgs.34054.
[30] Williamson, J. G. (2001). Demographic shocks and glo-
bal factor flows. In Conference Series; [Proceedings], Federal
Reserve Bank of Boston, 46. Diakses 26 Juli 2016 dari http://
www.bostonfed.org/economic/conf/conf46/conf46h1.pdf.
[31] Williamson, J. G., & Higgins, M. (2001). The accumulation
and demography connection in Eastern and South-Eastern
Asia. In A. Mason (ed.), Population change and economic
development in East Asia: Challenges met, opportunities seized,
pp. 123-154, Stanford University Press.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 95–107

Anda mungkin juga menyukai