Anda di halaman 1dari 45

CASE RECORD GIGI TIRUAN LENGKAP

KEPANITERAAN KLINIK PROSTHODONSIA

Nama Pasien : Ny. AA


No. RM :-
Operator : Tiara Bistya Astari
NIM : 21101900024
Pembimbing : drg. Rahmat Hidayat, Sp. Prost

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Prostodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang bertujuan untuk


mempertahankan fungsi rongga mulut, kenyamanan, estetika dan kesehatan pasien
dengan cara mengganti gigi yang sudah hilang dan jaringan rongga mulut serta
maksilofasial yang sudah rusak dengan pengganti tiruan.
Ilmu Prostodonsia meliputi:
1. Gigi Tiruan Cekat (GTC) adalah pembuatan gigi tiruan yang
menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang dan tidak dapat dilepas oleh
pasien secara mandiri maupun dokter gigi karena dipasangkan secara
permanen pada gigi asli yang merupakan pendukung utama dari restorasi.
2. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang
mengganti satu atau lebih gigi, tetapi tidak seluruh gigi asli dan/atau
struktur pendukungnya, didukung oleh gigi dan/atau mukosa yang dapat
dilepas dari mulut dan dipasangkan kembali.
3. Gigi Tiruan Lengkap (GTL) adalah  pembuatan gigi tiruan lepasan yang
menggantikan seluruh gigi geligi asli dan struktur pendukungnya baik
maksila maupun mandibula.
Gigi tiruan lengkap (Full Denture) adalah alat yang menggantikan seluruh
gigi baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Gejala yang timbul setelah
seorang individu kehilangan gigi-giginya antara lain:
1. Terganggunya fungsi pengunyahan
2. Terganggunya fungsi bicara
3. Terganggunya fungsi estetis
4. Kesehatan jaringan lunak mulut terganggu
5. Keadaan psikis terpengaruh
Tujuan pembuatan GTL adalah :
a. Merehabilitasi seluruh gigi yang hilang sehingga dapat memperbaiki atau
mengembalikan fungsi bicara, pengunyahan, estetis dan psikis.
b. Memperbaiki kelainan, gangguan dan penyakit yang disebabkan oleh
keadaan edentulous.
Pada orang yang kehilangan seluruh giginya, vertikal dimensi oklusi alami
akan hilang dan mulut mengalami overclosure. Selama berfungsi, rahang bawah
berusaha berkontak dengan rahang atas. Tidak adanya gigi-gigi rahang atas dan
rahang bawah akan menyebabkan hilangnya oklusi sentrik sehingga mandibula
menjadi protrusi. Hal ini menyebabkan malposisi temporo-mandibular joint.
Keberhasilan pembuatan GTL tergantung dari retensi yang dapat
menimbulkan efek psikologis dan dukungan jaringan sekitarnya, sehingga dapat
mempertahankan keadaan jaringan normal. Dengan pemakain gigi tiruan lengkap
(GTL) diupayakan dapat menggantikan fungsi gigi dan jaringan gigi yang telah
hilang. Hal ini mencakup :
1. Kondisi edentulous (tidak begigi) berupa : processus alveolaris, saliva,
batas mukosa bergerak dan tidak bergerak, kompesibilitas jaringan mukosa,
bentuk dan gerakan otot-otot muka, bentuk dan gerakan lidah.
2. Ukuran, warna, bentuk gigi dan gusi yang cocok.
3. Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut.
4. Penetapan atau pengaturan gigi yang benar
Gigi tiruan lengkap mempunyai fungsi diantaranya yaitu memperbaiki
fungsi estetis, memperbaiki fungsi bicara, memperbaiki fungsi pengunyahan, dan
mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Dengan dibuatkannya gigi tiruan
lengkap maka akan mencegah :
1. Pengkerutan/ atropi processus alveolaris (residual ridge)
2. Berkurangnya vertikal dimensi disebabkan turunnya otot-otot pipi
karena tidak adanya penyangga
3. Hilangnya oklusi sentrik
Dengan pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) diharapkan dapat
menggantikan fungsi dari gigi asli yang telah hilang dan jaringan Keberhasilan
dari pembuatan GTL ini tergantung dari retensi yang dapat menimbulkan efek
psikologis dan dukungan dari jaringan sekitarnya sehingga dapat dipertahankan
keadaan jaringan yang normal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Gigi Tiruan Lengkap adalah gigi tiruan yang menggantikan
kehilangan seluruh gigi pada rahang atas dan bawah (edontolus) serta
jaringan pendukung atau mukosa serta memperbaiki system
stomatogonatik.
Gigi tiruan lengkap merupakan pengganti gigitiruan asli yang
sudah hilang dan hilangnya jaringan lunak dan tulang, yang dibuat untuk
merestorasi fungsi yang tidak seimbang dan hilang serta untuk
penampilan. Pembuatan gigitiruan penuh mencakup prosedur klinis dan
labor, dimana penghitungan cermat merupakan hal sangat penting untuk
mencapai keberhasilan pada pembuangan gigitiruan. Keberhasilan juga
sangat dipengaruhi oleh profil psikososial pasien.
GTL perlu digunakan untuk mencegah pengkerutan tulang
alveolar, berkurangnya vetikal dimensi disebabkan turunnya otot-otot pipi
karena tidak adanya penyangga, dan hilangnya oklusi sentrik. Pada orang
yang kehilangan seluruh giginya, vertikal dimensi oklusi alami akan hilang
dan mulut cendurung overclosure. Hal ini akan menyebabkan pipi
berkerut dan masuk ke dalam serta membentuk commisure. Selain itu,
lidah sebagai kumpulan otot yang sangat dinamis karena hilangnya gigi
akan mengisi ruang selebar mungkin sehingga lidah akan membesar dan
nantinya dapat menyulitkan proses pembuatan gigi tiruan lengkap. Selama
berfungsi rahang bawah berusaha berkontak dengan rahang atas sehingga
dengan tidak adanya gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah akan
menyebabkan hilangnya oklusi sentrik sehingga mandibula menjadi
protrusi dan hal ini menyebabkan malposisi temporo-mandibular joint.
Akibat kehilangan gigi tanpa penggantian dengan gigi tiruan, adalah:
1. Penurunan efisiensi pengunyahan
2. Gangguan pada TMJ
3. Perubahan pada suara
4. Faktor kecantikan berkurang
5. Pengaruh pada jaringan lunak mulut
Apabila gigi yang hilang, ruang gigi menjadi terisi jaringan lunak
pipi dan lidah. Jika keadaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, pasien mungkin akan mengalami kesulitan dalam pemakaian gigi
tiruan. Hal ini dikarenakan ruangan dalam lengkung gigi sudah ditempati
oleh jaringan lunak pipi dan lidah.
Fungsi gigi tiruan lengkap, antara lain:
a. Pemulihan fungsi estetik
Alasan utama seorang pasien mencari perawatan prosthodonti
biasanya karena masalah estetik, baik karena hilangnya, berubah
bentuk, susunan, warna maupun berjejalnya gigi.
b. Peningkatan fungsi bicara
Alat bicara yang tidak lengkap dan kurang sempurna dapat
mempengaruhi suara pasien,dalam hal ini gigi tiruan lengkap dapat
meningkatkan dan memulihkan kemampuan bicara.
c. Perbaikan dan peningkatan fungsi pengunyahan
Pola kunyah pasien yang sudah kehilangan gigi biasanya
mengalami perubahan pengunyahan. Setelah pasien memakai gigi
tiruan lengkap, tekanan kunyah dapat disalurkan keseluruh
pendukung dengan demikian gigi tiruan lengkap berhasil
mempertahankan dan meningkatkan efisiensi pengunyahan.
d. Pemeliharaan jaringan mulut yang msih tertinggal
Pemakaian gigi tiruan lengkap berperan dalam mencegah atau
mengurangi efek yang timbul pada jaringan mulut karena hilangnya
gigi.
B. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah sebagai berikut :
1. Individu yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.
2. Individu yang masih punya beberapa gigi yang harus dicabut karena
kerusakan gigi yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.
3. Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu
keberhasilannya.
4. Keadaan umum dan kondisi mulut pasien sehat.
5. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang akan
diperoleh.
Kontraindikasi gigi tiruan lengkap, antara lain:
1. Tidak ada perawatan alternatif
2. Pasien belum siap secara fisik dan mental
3. Pasien alergi terhadap material gigi tiruan penuh
4. Pasien tidak tertarik mengganti gigi yang hilang
C. Keberhasilan Perawatan Gigi Tiruan Lengkap
Keberhasilan gigi tiruan lengkap dipengaruhi faktor antara lain
pengetahuan serta kemahiran operator untuk tahap klinis maupun
laboratorium pada setiap kunjungan serta kerja sama antara pasien dan
laboratorium. Keberhasilan pembuatan GTL tergantung dari retensi yang
dapat menimbulkan efek pada dukungan jaringan sekitarnya, sehingga dapat
mempertahankan keadaan jaringan normal. Hal ini mencakup :
1. Kondisi edentulous (tidak begigi) berupa : processus alveolaris, saliva,
batas mukosa bergerak dan tidakbergerak, kompesibilitas jaringan
mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot muka, bentuk dan gerakan lidah.
2. Ukuran, warna, bentuk gigi dan gusi yang cocok
3. Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut
4. Penetapan atau pengaturan gigi yang benar, meliputi :
a. Posisi dan bentuk lengkung deretan gigi
b. Posisi individual gigi
c. Relasi gigi dalam satu lengkung dan antara gigi-gigi rahang atas
dan rahang bawah.
D. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Gigi Tiruan Lengkap
Faktor retensi dan stabilisasi adalah faktor yang penting dalam
keberhasilan gigi tiruan lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi GTL:
1. Faktor fisis
Peripherial seal, efektifitas peripherial seal sangat mempengaruhi
efek retensi dari tekananatmosfer. Posisi terbaik peripherial seal
adalah di sekeliling tepi gigi tiruan yaitu pada permukaan bukal
gigitiruan atas, pada permukaan bukal gigi tiruan bawah. Peripherial
seal bersambung dengan Postdam padarahang atas menjadi sirkular
seal. Sirkular seal ini berfungsi membendung agar udara dari luar
tidak dapatmasuk ke dalam basis gigi tiruan (fitting surface) dan
mukosa sehingga tekanan atmosfer di dalamnya tetapterjaga. Apabila
pada sirkular seal terdapat kebocoran (seal tidak utuh/terputus) maka
protesa akan mudahlepas. Hal inilah yang harus dihindari dan
menjadi penyebab utama terjadinya kegagalan dalam
pembuatanprotesa gigi tiruan lengkap. Postdam, diletakkan tepat
disebelah anterior garis getar dari palatum molle dekatfovea palatina.
2. Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan mukosa mulut.
Ketepatan kontak antara basis gigi tiruan denganmukosa mulut,
tergantung dari efektivitas gaya-gaya fisik dari adhesi dan kohesi,
yang bersama-sama dikenalsebagai adhesi selektif.
3. Perluasan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting
surface). Retensi gigi tiruan berbandinglangsung dengan luas daerah
yang ditutupi oleh basis gigi tiruan.
4. Residual Ridge, karena disini tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai
sebagai pegangan terutama pada rahangatas.
5. Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang di bawahnya untuk
menghindari rasa sakit dan terlepasnyagigi tiruan saat berfungsi.
6. Pemasangan gigi geligi yang penting terutama untuk gigi anterior
karena mengingat estetik (ukuran, bentuk, dan warna) walaupun tidak
kalah pentingnya untuk pemsangan gigi posterior yang tidak harus
sama ukurannya dengan gigi asli, tetapi lebih kecil, untuk mengurangi
permukaan pengunyahan supaya tekanan pada waktu pengunyahan
tidak memberatkan jaringan pendukung.
Impression adalah suatu bentuk negatif dari jaringan mulut yang
nantinya akan menjadi basal seal gigi tiruan. Impression dibuat untuk
mendapatkan replikasi positif yang sama dengan bentuk jaringan mulut.
Individual tray dibuat dari sellac base material. Jarak tepi sendok cetak
dengan fornik dituat 1-2 mm supaya tepi cetakan nanti tidak meruncing
tetapi membulat.
Base plate adalah suatu bentuk sementara yang mewakil dasar gigi
tiruan dan digunakan untuk membuat Maxillo-Mandibular Record (MMR)
yang berfungsi untuk menempatkan gigi-gigi dan untuk insersi ke dalam
mulut. Sedangkan bite rim yang disebut juga tanggul gigitan dibuat diatas
base plate yang telah dihaluskan dengan menggunakan inc delling wax.
Kegunaan bite rim adalah untuk meletakkan gigi sebelum diganti dengan
acrylic dan mencatat maxillo-mancJibular relation pada pasien. Bite rim
atas harus sejajar dengan garis pupil dan bite rim harus terlihat kira-kira
2 mm di bawal garis bibir atas dan lehernya harus mengikuti general out
line processus alveolaris.
Vertikal dimensi disebut juga tinggi gigitan, dapat dicari dengan
pengukuran jarak pupil dan sudut mulut akan sama dengan jarak hidung
dengan dagu (PM=HD). Oklusi sentrik adalah oklusi yang terjadi ketika
RA dan RB dalam relasi sentrik, yaitu keadaan dimana processus
condiloid berada pada posisi paling belakang dari fossa gleinoidea.
Pembuatan GTL terutama terletak dalam hal mencetak jaringan
mulut. Record jaringan mulut diperoleh dengan melakukan cetakan, yaitu :
1. Cetakan anatomis (dalam keadaan tidak berfungsi)
Sendok cetak yang dipakai adalah sendok cetak biasa (stock tray). Saat
mencetak tidak dihiraukan tertekan atau tidaknya mukosa mulut.
Bahan yang dipakai adalah alginat.
2. Cetakan fisiologis (dalam keadaan berfungsi)
Disini harus diperhatikan batas jaringan yang bergerak dan tidak
bergerak dan mukosa tidak boleh tertekan. Sendok cetak yang
digunakan adalah sendok cetak individual dari bahan sellac atau self
curmg acrylic resin. Bahan cetak yang digunakan adalah alginat,
plaster (xanthano),
Zn-Oxide pasta atau rubber base impression paste untuk rahang atas
dan rahang bawah.
Kedua jenis cetakan tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil
cetakan seakurat mungkin, dikenal sebagai double impression.
Artikulator mounting adalah memasang bite rim rahang atas dan
rahang bawah dari mulut pasien ke pesawat artikulator bersama modelnya
setelah ditentukan dimensi vertikal maupun oklusi sentrik.
Untuk pemasangan gigi yang harus diperhatikan adalah personality
expression, umur, jenis kelamin yang mana nantinya akan berpengaruh
dalam pemilihan ukuran, warna dan kontur gigi. Disamping itu juga perlu
diperhatikan keberadaan over bite, over jet, curve von spee, curve monson,
agar diperoleh suatu keadaan yang diharapkan pada pembuatan gigi tiruan
lengkap (GTL).
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. AA
TTL :-
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Alamat :-
Pekerjaan :-
Agama :-
Tanggal Pemeriksaan : 8 Maret 2021

INFORMASI MEDIS
Golongan darah :-
Penyakit jantung : Diketahui tidak ada kelainan
Penyakit diabetes : Diketahui tidak ada kelainan
Haemofilia : Diketahui tidak ada kelainan
Hepatitis : Diketahui tidak ada kelainan
Penyakit lainnya : Diketahui tidak ada kelainan
Alergi terhadap obat : Diketahui tidak ada kelainan
Alergi terhadap makanan : Diketahui tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
Motivasi : Pasien perempuan datang ingin dibuatkan gigi tiruan yang
baru agar bisa makan, berbicara dengan baik, dan
penampilannya lebih baik.
Keluhan Utama : Pasien perempuan datang ingin dibuatkan gigi tiruan baru
karena gigi tiruan pasien sudah tidak nyaman. Pasien telah
menggunakan gigi tiruan tersebut selama 3
tahun.Pemeriksaan gigi tiruan lengkap (GTL) pada rahang
atas yang sudah dipakai terlihat gigi anasir sudah banyak
atrisi sehingga terjadi penurunan dimensi vertikal dan gigi
tiruan sebagian lepasan (GTSL) bilateral free end pada
rahang bawah. Pasien mengaku terbiasa mengunyah
menggunakan gigi depan karena masih ada sisa gigi asli
yang memberikan sensasi rasa. Terlihat luka di sudut
mulut dan clicking TMJ pada pasien.
Present Illness : Pasien datang dengan kondisi kehilangan gigi 11, 12, 13,
14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 34, 35,
36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48 dan terlihat gigi yang tersisa
31, 32, 33, 41, 42 mengalami ekstrusi dan resorpsi berlebih

di alveolar ridge posterior.


Past Medical History : Diketahui tidak ada kelainan
Family History : Diketahui tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN OBYEKTIF
General Jasmani : sehat
Rohani : komunikatif dan kooperatif

Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : 118 / 55 mm/Hg Nadi : 55 kali/menit
Berat badan : 50 kg Respiration rate : 17 kali/menit
Temperatur : tdl Tinggi badan : 158 cm

Personal history
-
PEMERIKSAAN KLINIS INTRAORAL
I. Evaluation of residual ridges
1. Bentuk lengkung rahang : Maxillary : Ovoid
Mandibular : Tappered
2. Bentuk residual ridge : Maxillary :-
Mandibular : -
3. Lokasi undercut : Tidak ada
4. Mucosa : Hiperplasia pada regio anterior rahang atas
5. Ketinggian palatum : Sedang
6. Maxillary tuberosity : Pembesaran
II. Mukosa bibir : Luka pada sudut mulut
III. Mukosa pipi : Normal
IV. Kedalaman vestibulum
RA Anterior : (Dalam/Sedang/Dangkal)
RA Posterior sinistra : (Dalam/Sedang/Dangkal)
RA Posterior dextra : (Dalam/Sedang/Dangkal)
RB Anterior : Dangkal
RB Posterior sinistra : (Dalam/Sedang/Dangkal)
RB Posterior dextra : (Dalam/Sedang/Dangkal)
V. Frenulum
1. Frenulum Rahang Atas
a. Frenulum Anterior : Tinggi/Rendah/Sedang
b. Frenulum Posterior Dextra : Tinggi/Rendah/Sedang
c. Frenulum Posterior Sinistra : Tinggi/Rendah/Sedang
2. Frenulum Rahang Bawah
a. Frenulum Anterior : Tinggi/Rendah/Sedang
b. Frenulum Posterior Dextra : Tinggi/Rendah/Sedang
c. Frenulum Posterior Sinistra : Tinggi/Rendah/Sedang
VI. Lidah
Mukosa : Normal
Ukuran : Normal
Reflek muntah : Normal
VII. Palatum Durum : Sedang
VIII. Palatum Mole :-
IX. Torus Palatinus : (Besar/Kecil/Tidak Ada)
Torus Mandibularis : (Besar/Kecil/Tidak Ada)
X. Hubungan Rahang : -

PEMERIKSAAN KLINIS EKSTRAORAL


Profil Wajah : Cembung/Cekung/Lurus
Bentuk Wajah : Ovoid
Mata : Simetris/Asimetris
Bibir : Simetris/Asimetris
Telinga : Simetris/Asimetris
Warna Rambut :-
Warna Mata :-
Warna Kulit : Sawo Matang
Kelenjar Limfe
Kanan : Normal
Kiri : Normal
Sendi TMJ
a. Inspeksi : Deviasi (+)
b. Palpasi : Clicking pada TMJ
c. Auskultasi : Clicking pada TMJ
d. Range of Motion : 3 jari pasien

Kebiasaan buruk : mengunyah dengan gigi depan

RINGKASAN PEMERIKSAAN
Pasien datang dengan kondisi kehilangan gigi 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21,
22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48 dan terlihat gigi
yang tersisa 31, 32, 33, 41, 42 mengalami ekstrusi
ODONTOGRAM

DIAGNOSIS
Edentulous full rahang atas dan edentolous sebagian pada rahang bawah gigi 34,
35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48
RENCANA PERAWATAN
1. Pencabutan gigi 31, 32, 33, 41, 42, 43
2. Gigi Tiruan Lengkap (GTL) akrilik
BAB IV
RENCANA PERAWATAN

A. TAHAP KLINIS
1. KUNJUNGAN I
1) Anamesa dan pemeriksaan klinis subyektif dan obyektif
2) Indikasi perawatan preprostetik
3) KIE dan persetujuan tindakan pencabutan gigi
2. KUNJUNGAN II
1) Anamnesa, Indikasi, pemeriksaan subyektif dan obyektif
2) Membuat Study Model
● Sendok cetak : Perforated stock tray nomor 2
● Bahan Cetak : Hyidrokoloid Irreversible (alginat)
● Metode Mencetak : Mucostatik
● Prosedur pencetakan
Sebelum mencetak, sendok cetak dicobakan terlebih dahulu
yang mana yang paling sesuai dengan ukuran rahang pasien. Pasien
menggunakan sendok cetak ukuran nomor 2.
Mula-mula dibuat adonan sesuai dengan perbandingan P/W
yaitu 3:1, setelah dicapai konsistensi tertentu yang homogen
dimasukkan ke dalam sendok cetak dengan merata, kemudian
dimasukkan ke dalam mulut dan tekan posisi ke atas atau ke bawah
sesuai dengan rahang yang dicetak. Disamping itu dilakukan
muscle triming agar bahan cetak mencapai lipatan mukosa. Posisi
dipertahankan sampai bahan setting, kemudian sendok cetak
dikeluarkan dari dalam mulut. Selanjutnya hasil cetakan diisi
sebanyak 2 kali dengan gips stone. Posisi operator pada saat
mencetak RA adalah di kanan belakang pasien dan pada saat
mencetak RB adalah di kanan depan pasien.
3) Pembuatan sendok cetak individual
Dari study model dibuat sendok cetak individual dari bahan
shellac base plate. Study model digambarkan batas jaringan
bergerak dan tidak bergerak, batas sendok cetak individual
ditentukan kurang lebih 1-2 mm lebih rendah dari batas jaringan
bergerak dan tidak bergerak agar tersedia ruang yang cukup untuk
memanipulasi bahan pembentuk tepi (border material). Shellac
dilunakkan dengan cara memanaskan di atas lampu spiritus lalu
ditekankan diatas study model. Shellac dipotong sesuai batas-batas
yang telah digambar pada study model. Sellac dipotong dengan
menggunakan gunting saat masih lunak. Pada daerah molar dan
kaninus kanan dan kiri dibuat stop vertilwl dari wax sebagai batas
penekanan saat mencetak sedangkan untuk rahang atas ditambah
dengan pembuatan postdam area yang juga dari wax untuk menahan
bahan cetak agar tidak mengalir ke belakang. Selanjutnya dibuat
pegangan pada sendok cetak individual dan buatkan lubang-lubang
pada sendok cetak untuk mengurangi tekanan pada waktu mencetak
dengan cara mengalirkan bahan cetak yang berlebih. Lubang dibuat
dengan mengunakan bur bulat no 8 di daerah langit – langit dengan
jarak masing-masing kurang lebih 4 - 5 mm.
3. KUNJUNGAN III
1) Mencoba sendok cetak individual
Tidak boleh ada undercut yang dapat menghalangi saat nanti
dilakukan pencetakan fisiologis
● Stabilisasi : Menghindari muscular attachment
● Relief area : Tercakup sumua baik RA maupun RB
2) Pembuatan Border moulding
Setelah sendok cetak sesuai dengan rahang atas dan bawah tidak
ada retensi pada saat dipasang dan dilepas, tahap selanjutnya adalah
border moulding menggunakan greenstick yang dipanaskan.
Landasan sendok cetak pada bagian tepinya yang sudah dipotong
diberi greenstick coumpound untuk mendapatkan cetakan dengan
peripheral seal yang baik. Setelah greenstick dipanaskan diatas
lampu spirtus, rendam sebentar ke dalam air beberapa detik agar saat
greenstick dipanaskan pasien tidak terkena panas secara langsung.
Greenstick ditambahkan sedikit demi sedikit pada tepi luar sendok
cetak. Malam tersebut dilunakkan dan diaplikasikan di seluruh
linggir sendok cetak custom setinggi 2-3 mm.
Sendok cetak kemudian dimasukan ke mulut pasien. Border
molding dilakukan dengan menstimulasi fungsi jaringan. Untuk
rahang atas pada aspek labial dan bukal, stimulasi jaringan dilakukan
dengan menarik bibir keluar untuk aspek labial, dan ke lateral dari
sudut mulut untuk aspek bukal. Setelah itu tentukan hamular notch
dengan menggunakan T burnisher dilanjutkan dengan menentukan
“AH’line. Untuk rahang bawah pada bagian lingual, pasien diminta
menggerakan lidah sampai menyentuh bibir atas dan mukosa bukal
kanan kiri.
Rahang Atas
a. Labial flange
▪ Pasif : bibir diangkat lalu ditarik ke arah luar dan ke bawah,
lalu baru ditekan ke gingiva.
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan
menghisap jari sang dokter.
b. Bukal flange
▪ Pasif : pipi diangkat lalu ditarik ke arah luar, ke bawah, dan
ke dalam lalu digerakkan mundur dan maju.
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan
tersenyum.
c. Daerah distobukal :
▪ Pasif : pipi ditarik ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam.
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk membuka mulut dengan
lebar, tutup dan gerakkan mandibula dari sisi ke sisi.

Membuka mulut dengan lebar menggambarkan


kedalaman dan lebar dari distobukal flange seperti
yang diatur oleh otot, sementara mandibula bergerak
dari sisi ke sisi, disediakan untuk pergerakan dari
prosesus koronoid.
d. Daerah posterior palatal :
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengatakan “AH” dengan
singkat
Rahang Bawah
a. Labial flange :
▪ Pasif : bibir diangkat lalu ditarik ke arah luar dan ke atas, lalu
baru ditekan ke gingiva.
b. Bukal flange :
▪ Pasif : pipi diangkat ke arah luar, ke atas, dan ke dalam dan
digerakkan mundur dan maju.
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan
tersenyum.
c. Bukal flange ( daerah distobukal) :
▪ Pasif : pipi ditarik ke bukal untuk memastikan agar tidak
terjebak pada sendok cetak lalu digerakkan ke atas dan

ke dalam.
d. Anterior lingual flange :
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan
mendorong lidah kearah palatal anterior. Panjang dan

ketebalan masing-masing tepi dari area tersebut dapat


bertambah.
e. Middle portion dari lingual flange :
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan
menjilat bibir bagian atas dari sisi ke sisi.
f. Distolingual flange :
▪ Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah
kemudian letakkan lidah pada bagian distal palatal
pada kanan dan kiri vestibulum distal.

3) Membuat cetakan fisiologis


● Sendok cetak : sellac base plate
● Bahan cetak : elastomer (exaflex : polyvinylsiloxane)
● Metode mencetak : mucodynamic
● Prosedur pencetakan
Membuat cetakan dengan bahan elastomer (exaflex :
polyvinylsiloxane). Bahan ini bersifat hdrofobik sehingga harus
dalam keadaan kering agar dapat tercetak dengan baik. Mukosa
yang akan di cetak dikeringkan terlebih dahulu dengan cotton roll.
Pasien diinstruksikan untuk tegak agar bahan cetak tidak mengalir
ke belakang.
Rahang Atas
Posisi operator di samping kanan belakang. Dilakukan
muscle trimming, pasien diminta menyebut huruf A O U supaya
bahan cetak mencapai lipatan mucobuccal. Posisi sendok cetak
dipertahankan sampai setting. Setelah setting, seadok cetak
dilepas. Sendok cetak dapat dimasukkan kembali ke rahang atas
untuk pemberian tanda vibrating line.
Rahang Bawah
Bahan cetak elastomer diaduk hingga mencapai konsistensi
tertentu dimasukkan ke dalam sendok cetak individual. Pasien
dianjurkan membuang ludah. Masukkan sendok cetak dan bahan
cetak ke dalam mulut, kemudian sendok ditekan ke processus
alveolaris (kebawah dan keatas). Posisi operator di samping
kanan depan. Pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah
keatas dan kedepan . Dilakukan muscle trimming, pasien diminta
menyebut huruf A O U supaya bahan cetak mencapai lipatan
mucobuccal. Pasien diintruksikan pula untukmelakukan gerakan
rahang ke kanan dan kiri serta bibir dan, pipi digerakkan agar
alginat dapat mencapai buccal flange. Posisi dipertahankan
sarnpai setting.
Setelah bahan cetak mengeras, cetakan dilepaskan dari mulut,
cetakan disiram dengan air dingin untuk menghilangkan saliva.
Hasil cetakan harus meliputi seluruh permukaan tidak boleh ada
sendok cetak yang terlihat. Setelah diperoleh cetakan yang
akurat, kemudian diisi dengan gips stone. Setelah mengeras, gips
stone dilepas dan didapatkan cetakan model kerja.
4) Membuat model kerja (Boxing)
Cetakan rahang yang sudah dikeluarkan dari mulut pasien,
sebelum dicordengan gips dibuat dinding dari lembaran malam
disekeliling cetakanagar bentuk batas tepi tetap dipertahankan. Tepi
cetakan diberi utility yang tebalnya 5 mm dengan jarak anatara batas
tepi cetakan dengan utility wax. Jarak antara batas tepi cetakan
dengan batas dinding lempeng malam boxing paling tinggi 13 mm
sehingga gips stone dan pekerjan mengecor lebih mudah. Kemudian
cetakan rahang akhir dicor dengan gips stone.
5) Membuat base plate dan bite rim
Setelah diperoleh model kerja, ditentukan batas tepi, relief area,
danterbentuk postdam. Kemudian akrilik selfcured di manipulasi dan
diadaptasikan hanya ke lingir RA dan RB, jangan sampai melebar
agar akrilik tidak undercut. Lapisi akrilik selfcured dengan selembar
wax sesuai batas yang sudah ditentukan. Base plate yang diperoleh
dihaluskan dan di atasnya dibuat bite rim dari wax. Base plate harus
benar-benar menempel pada model kerja.
Pembuatan bite rim pertama dengan penarikan garis tengah dan
garis puncak lingir model kerja rahang atas dan rahang bawah.
Penarikan garis puncak lingir rahang atas melalui titik caninus atas,
titik hamular notch, dan titik pertemuan puncak lingir anterior
dengan garis tengah. Penarikan garis puncak lingir rahang bawah
melalui titik caninus bawah, titik retromolar pad, dan titik pertemuan
puncak lingir anterior dengan garis tengah. Letakkan penggaris
diatas antar kedua titik dan ditarik garis sampai ke bagian tepi model
kerja. Titik tersebut berguna sebagai patokan pembuatan bite rim.
Pembuatan bite rim dengan wax yang digulung:
a. Selembar wax dilunakkan diatas lampu spirtus kemudian sisi
tersebut digulung sampai membentuk silinder dan setiap
gulungan wax harus melekat erat satu dengan yang lainnya.
Gulungan wax tersebut berbentuk seperti tapal kuda dengan
tebal 10-11mm.
b. Meletakkan bite rim diatas bentuk landasan dengan patokan
yang sudah dibuat diatas. Pindahkan garis puncak lingir
model kerja pada bite rim sehingga garis puncak lingir rahang
letaknya pada tanggul malam rahang atas. Pada saat
memindahkan garis puncak lingir rahang atas, garis
ditentukan pada bagian bukal 4 mm dan bagian palatal 2 mm.
dan garis puncak lingir rahang bawah, garis ditentukan pada
bagian bukal 3mm dan bagian lingual 3mm. Tinggi bite rim
rahang atas dan rahang bawah pada bagian anterior 12 mm
dan lebar bagian anterior 4 mm. Tinggi bite rim rahang atas
dan rahang bawah pada bagian posterior 10-11 mm .
c. Panjang bite rim sampai bagian distal gigi molar pertama.
d. Kontur bukal bite rim dengan pisau gips.
e. Lunakkan bite rim bidang orientasi diatas sebuah glass slab
yang hangat agar diperoleh bidang oklusal yang datar dengan
tinggi tanggul yang sudah ditentukan.
Membuat bite rim untuk lengkung RB disesuaikan dengan
alveolar ridge yang ada, sedangkan untuk bite rim RA dibuat
setinggi 2 mm di bawah bibir atas pada saat rest position. Tinggi
bite rim RB dibuat sejajar dengan tinggi retromolar pad.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat bite rim yaitu
▪ Bite rim atas anterior harus sejajar dengan garis pupil (garis
yang menghubungkan kedua pupil dan jalannya sejajar
dengan garis incisal), dan bite rim rahang atas bagian pos.
terior sejajar dengan garis chamfer.
▪ Bite rim atas harus kelihatan kira-kira 2 mm di bawah garis
bibir.
▪ Median line dari pasien yang diambil sebagai terusan dari
tengah lekuk bibir atas untuk menentukan garis tengah yang
memisahkau incisivus kanan dan kiri.
▪ Garis caninus, yaitu tepat pada sudut mulut dalam keadaan
rest- position.
▪ Garis ketawa, yaitu pada saat tertawa gusi tidak terlihat.

4. KUNJUNGAN IV
1) Insersi oklusal bite rim
Uji coba base plate dan bite rim untuk melihat kestabilan basis
yang dilihat dari ketebalan dan kerapatan basis rahang atas dan
rahang bawah.
Tahap selanjutnya melakukan kesejajaran terhadap bite rim
dengan membuat garis chamfer dengan cara menarik benang dari
bawah hidung pasien ke bagian atas tragus telinga pasien. Lalu
masukkan bite rim ke dalam mulut pasien dan sejajarkan bite rim
atas dengan garis chamferdengan bantuan occlusal guide plane.
Pada saat melakukan kesejajaran bite rim hal penting yang arus
diperhatikan adalah penentuan tinggi bite rim rahang atas terlihat
kira – kira 2 mm dibawah sudut bibir saat tersenyum. Dan pada saat
pasien sedang istrahat garis incisal / bidang orientasi tanggul gigitan
atas setinggi garis bawah bibir atas (low lip line) dilihat dari muka
dan lateral sejajar dengan garis ala nasi tragus.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan saat melakukan kesejajaran
bite rim :
● Adaptasi landasan : landasan harus diam ditempat, permukaan
landasan harus rapat dengan jaringan pendukung, dan pinggiran
landasan tepat tidak terlalu panjang atau terlalu pendek.
● Pasien harus tampak normal seakan tidak bergigi, pipi dan bibir
tidak boleh terlihat cekung atau cembung.
2) Dilakukan pencatatan Maxillo-Mandibular Relationship (MMR)
Penentuan MMR dengan menggunakan metode Willis. Oklusal
bite rim dipasang dengan ketentuan untuk posterior bite rim atas
dibuat sejajar dengan garis chamfer (garis yang berjalan dari ala nasi
ke tragus/porion) dan untuk bagian anterior bite rim atas sejajar
dengan garis pupil. Tinggi bite rim atas 2 mm di bawah garis bibir
atas pada waktu rest position. Alat yang digunakan adalah occlusal
guide plane. Dilakukan pencatatan Maxillo Mandibular Relationship
(MMR). Mula-mula pasien dipersilakan duduk pada dental chair,
dataran oklusal diusahakan sejajar dengan lantai.
Penentuan MMR terdiri dari 4 aspek, yaitu :
1. Penentuan bidang orientasi atau bidang oklusal
Yang dibutuhkan adalah base plate dan bite rim RA. Try in
base plate dan bite rim dan kemudian dilakukan evaluasi :
▪ Retensi (bite rim dan base plate harus retensi tanpa perlu di
fungsikan, apabila dipasang pada rongga mulut pasien tidak
terjatuh)
▪ Adaptasi fiting surface harus menempel erat tepat pada mukosa
(tidak boleh ada space) supaya terbentuk vacum area
▪ Peripheral seal harus tepat pada batas mukosa bergerak dan
tidak bergerak
▪ Bite rim harus memberi dukungan yang adekuat bagi pipi dan
bibir. Dapat disesuaikan dengan profil pasien. Kemudian bite
rim dimasukkan ke dalam mulut pasien dengan dua alat bantu
yaitu occlusal guide plane dan garis champer (garis khayal dari
tragus dan ala nasi). Yang perlu dicapai pada tahap penentuan
bidang orientasi adalah:
✔ Jika dilihat dari anterior, oklusal guide plane sejajar dengan
garis pupil (garis khayal yang menghubungkan pupil mata
kanan dan kiri) dengan bantuan oklusal guide plane
✔ Dilihat dari anterior bite rim berada 2 mm dibawah low lip
line/garis bawah bibir atas
✔ Dilihat dari lateral, oklusal guide plane harus sejajar dengan
garis chamfer

2. Penentuan dimensi vertical


DVRP dicari dengan menggunakan metode fonetik. Pasien
diinstruksikan untuk mengucapkan huruf M (dengan bibir kontak
ringan).
Dalam pengukuran dimensi vertikal dapat dilakukan dengan
beberapa cara:
a. Metode Wilis
Menurut Nallasmawy, salah satu cara yang mudah dalam
menentukan dimensi vertikal adalah metode Willis yaitu jarak
subnasion ke gnation adalah sama dengan jarak pupil ke sudut
mulut. Metode Willis digunakan pada pasien dengan posisi
kepala tegak yang nyaman di kursi dental lalu ditetapkan dua
titik pengukuran yaitu satu di hidung dan satu di dagu.
Keduanya dipilih pada daerah yang tidak mudah bergerak
akibat otot ekspresi. Dimana jarak PM = jarak HD.
(A) Jarak antara pupil ke (B) Jarak antara dasar
rima oris saat posisi istirahat hidung dan dasar dagu
Dengan willis bite gauge, pada alat ini terdapat 3 bagian
penting yaitu:
a) Fixed arm , yang diletakkan di bawah hidung
b) Sliding arm, yang dapat digeser dan mempunyai sekrup,
diletakkan di bawah dagu
c) Vertical orientation gauge, yang mempunyai skala dalam
mm/cm, ditempatkan sejajar sumbu vertikal muka
Berdasarkan hasil penelitian Geerts, dinyatakan bahwa
pengukuran dengan jangka lebih tepat daripada dengan Willis
bite gauge karena angulasi alat yang tidak konsisten.
b. Metode Two Dot
Teknik two dot dilakukan dengan memposisikan kepala
pasien dengan tegak sejajar dengan bidang frankfurt horizontal
dan nyaman di kursi dental dan ditetapkan pengukuran pada
garis tengah wajah menggunakan dua titik (satu pada hidung
dan satunya lagi pada dagu) keduanya dipilih pada daerah yang
tidak mudah bergerak akibat otot ekspresi dan dengan
menggunakan jangka sorong, menyentuh permukaan wajah
tanpa ada tekanan.
Keterangan :
DVO = Occlusion Vertical Dimension (Dimensi Vertikal Oklusi)
DVF = Rest Vertical Dimension (Dimensi Vertikal Istirahat Fisiologi)

Evaluasi DVO pasien, dengan cara menginstruksikan


pasien untuk menelan ludah sampai terasa nyaman dan
dapat mengucapkan huruf S atau huruf berdesis dengan
jelas.
3. Penentuan dimensi horizontal/ Centric relation record
Centric relation record adalah suatu relasi rahang bawah
terhadap rahang atas pada waktu: kedua condyle berada paling
posterior dalam fossa glienoidea dan dari posisi ini semua
gerakan lateral dapat dilakukan dengan bebas pada dimensi
vertikal yang normal. HD = PM-2 mm. (Dua millimeter
diperoleh dengan cara mengurangi bite rim RB dengan maksud
sebagai freeway space).
Cara menentukan relasi sentrik yaitu dengan menengadahkan
kepala pasien sedemikian rupa sehingga processus condyloideus
akan tertarik ke fossa yang paling belakang karena tarikan dari
otot dan menelan ludah berulang-ulang. Pasien disuruh
melakukan gerakan mandibula berulang-ulang sampai pasien
terbiasa dengan oklusi tersebut. Setelah mendapat posisi sentrik,
bite rim diberi tanda tempat median line dan garis ketawa.
Pada pemberian tanda median line dan garis ketawa kanan dan
kiri, pasien diinstruksikan membuka tutup mulut. Penentuan relasi
sentrik dinyatakan tepat apabila pada saat pasien membuka tutup
mulut, 3 tanda pada RA dan RB berada pada garis yang sama.
4. Fiksasi
Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fiksasi dengan 3
cara yaitu :
● Dibuat groove berbentuk V (double V groove) pada kanan dan
kiri bite rim RA bagian posterior (daerah P1 dan Ml RA),
kemudian groove diberi vaselin. Pada bite rim RB diberi
tambahan wax atau gulungan malam kecil yang telah
dilunakkan di bawah double V groove RA menyesuaikan
groove RA kemudian katupkan dengan bite rim RA, kemudian
pasien disuruh menggigit kembali pada oklusi sentrik.
● Fiksasi dengan paper clip pada rahang atas dan rahang bawah
● Fiksasi dengan pemanasan lecron pada bite rim RA dan RB.
3) Pemasangan pada articulator
Pemasangan pada artikulator (free plane artikulator). Setelah
oklusal bite rim RA dan RB selesai difixir, letakkan oklusal bite rim
RA pada mounting table dengan pedoman :
▪ garis tengah bite rim dan model RA barhimpit dengan garis
tengah mounting table.
▪ Tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari
mounting table.
▪ Jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar
anterior bite rim RA dan tepat pada garis tengah bite rim.
Oklusal bite rim RA difixir dengan menuang adonan gips pada
bagian atas model kerja. Mounting table dilepas dari artikulator.
Selanjutnya bite rim RB dipasang dan dipaskan dengan bite rim RA,
dikareti dan kemudian difixir dengan dituangi adonan gips plaster.
5. KUNJUNGAN V
Pemilihan bentuk gigi sesuai dengan bentuk muka dan bentuk rahang
(square, tapering, ovoid) dilihat dari pandangan fasial. Jenis kelamin pria
mempunyai permukaan labial yang datar dan wanita mempunyai
permukaan labial yang lebih cembung.
Ukuran gigi bervariasi sesuai garis orientasi :
▪ Gigi anterior :
✔ garis senyum – garis orientasi insisal untuk panjang gigi = 2/3
panjang gigi insisivus sentral atas
✔ Jarak distal kaninus kiri dan kanan = jumlah lebar 6 gigi anterior atas
✔ Garis ala nasi berhimpit dengan poros gigi C atas
▪ Gigi posterior :
✔ Panjang gigi disesuaikan dengan jarak antara lingir rahang
✔ Lebar mesio-distal gigi. Gigi yang diganti maksimal sampai molar
ke 2, diukur dr distal kaninus sampai batas lereng lingir di posterior.
Developmental groove sental gigi posterior atas diatas lingir rahang
jangan di lereng lingir.
✔ Bentuk oklusal anatomik (bertonjol), untuk kasus yang
menggunakan gigi non anatomik jika berlingir datar, sulit ditentukan
hubungan rahang atas dan rahang bawahnya, mempunyai hubungan
rahang kelas II dan III. Bahan gigi yang dipakai menggunakan
akrilik apabila jarak antar rahang sempit.
Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi anterior.
Urutan pemasangan gigi adalah gigi anterior RA, anterior RB, gigi
posterior atas, gigi M-1 bawah dan gigi posterior bawah lainnya.
Penyusunan gigi anterior rahang atas. Dasar umum susunan gigi anterior
dilihat dari muka susunan gigi sedemikian rupa sedikit miring ke arah
mesial, dengan gigi Incisivus lateralis 1-2 mm di atas bidang datar. Pada
permukaan labial setiap gigi yang akan disusun ditarik porosnya sesuai
inklinasi mesiodistal dan inklinasi anteroposterior. Tepi incisal gigi
anterior atas berada pada lingir rahang sesuai lengkung lingir rahang.
Memudahkan penyusunan gigi, gambaran puncak lingir rahang
dipindahkan ke meja artikulator, sehingga incisal edge gigi anterior atas
menyentuh lengkung pada meja artikulator saat penyusunan gigi.
Penyusunan gigi anterior rahang atas
1. Incisivus centralis superior ( I-1 atas )
▪ Permukaan sebelah labial
Inklinasi mesio distal
Sumbu gigi hampir sejajar atau miring sedikitmembentuk sudut 50
dengan median line. Incical edge menempel bite rim bawah /
metalplate artikulator .
▪ Permukaan sebelah proksimal
Inklinasi labio-palatal
Bagian 1/3 permukaan labial agak lebih ke bawah incical edge
terletak pada permukaan galangan gigitbawah. 1/3 incisal permukaan
labial mempengaruhi profil muka. Pada pasien yang sudah ompong
lama maka permukaan labial gigi lebih ke labial.
2. Gigi incisivus lateralis superior
▪ Permukaan dari labial
Inklinasi mesio-distal
Sumbu gigi membentuk sudut lebih besar daripada incisivus
centralis superior (100). Tepi incisal nya menggantung kurang lebih
1-2 mm dari oklusal rim RB.
▪ Permukaan incisal
Inclinasi labio-palatal
Permukaan labial condong kepalatal dan mengukuti lengkung dari
oklusal rim RA. .
3. Caninus superior
Bite rim dipotong secukupnya, kemudian gigi C yang telah digambar
porosnya diletakkan ditempat ini dengan memperhatikan inklinasi
mesio-distal long axisnya hampir sama dengan gigi I-1 atas atau paling
condong garis luar distal tegak lurus bidang oklusi atas meja articulator
dan inklinasi antero posterior. Bagian servikal nampak lebih menonjol
dan ujung cusp lebih ke palatal dan menyentuh bidang orientasi/meja
articulator. Dilihat dari bidang oklusal ujung cusp terletak di atas lingir
rahang.
Penyusunan gigi anterior rahang bawah
Pada permukaan labial setiap gigi yang akan disusun ditarik porosnya.
Penyusunan gigi anterior bawah disesuaikam dengan gigi anterior atas
yang telah disusun memenuhi estetik. Posisi gigi anterior atas dan bawah
harus diberi jarak vertikal/ overbite dan jarak horizontal / overjet untuk
menyesuaikan dengan tinggi cups gigi posterior.
1. Gigi I-1 Bawah
Bite rim rahang bawah dipotong secukup gigi I-1 bawah lali gigi I-1
bawah yang telah digambar porosnya diletakkan di tempat ini dengan
memperhatikan inklinasi mesio distal; long axisnya membuat sudut
850dengan bidang oklusal dan tepi incisal 1-2mm diatas bidang oklusal.
Inklinasi anterio-posterior; bagian cervikalnya lebih ke arah lingual,
serta dilihat dari bidang oklusal tepi incisalnya terletak di atas lingir
rahang.
2. Gigi I-2 Bawah
Bite rim rahang bawah dipotong seukuran gigi I-2 bawah, lalu gigi
I-2 bawah yang telah digambar porosnya diletakkan ditempat ini
dengan memperhatikan inklinasi mesio-distal. Long axis membentuk
sudut 80 derajat dengan bidang oklusal. Sedangkan inklinasi antero-
posterior dengan long axis tegak lurus dengan bidang oklusal. Bagian
tepi incisal dan bagian servikal sama jaraknya, tepi incisal 1-2 mm di
atas bidang oklusal dilihat dari bidang oklusal tepi incisal terletak di
atas lingir.
3. Gigi C bawah
Bite rim rahang bawah dipotong secukup gigi C bawah, lalu gigi C
bawah yang telah digambar porosnya diletakkan ditempat ini dengan
memperhatikan inklinasi mesio-distal. Long axisnya miring/ paling
condong garis luar distalnya tegak lurus bidang oklusal,inklinasi antero-
posterior; gigi condong kelingual/ bagian servikal menonjol serta dilihat
dari bidang oklusal ujung cusp terletak di atas lingir rahang. Bagian
kontak distal berhimpit dengan garis lingir posterior.
Setiap penyusunan gigi bawah, selalu diperiksa artikulasi ke anterior
dan ke lateral dengan menggerakkan bagian atas artikulator ke
posteriordan le lateral dimana dapat terlihat tepi incisal saling menyentuh.
Setelah gigi anterior atas dan bawah disusun selanjutnya dilakukan try
in kedalam mulut pasien. Evaluasi midline, inklinasi gigi C atas dan bawah
dan inklinasi gigi I atas dapat mendukung bibir. Kemudian periksa
overbite dan overjetnya (2-4 mm), garis caninus (pada saat rest
positionterletak pada sudut mulut) dan garis ketawa (batas servikal gigi
atas, gusi tidak terlihat pada saat tertawa). Fonetik dapat dilihat dengan
cara pasien diinstruksikan untuk mengucapkan huruf s, f, t, r, m.
Selanjutnya dilakukan sliding ke kanan dan ke kiri. Setelah gigi anterior
dipasang, maka dilanjutkan pemasangan gigi posterior RA kemudian gigi
posterior RB.

Gambar: poros gigi/ long axis (inklinasi mesio-distal) anterior RA

Gambar: poros gigi/ long axis (inklinasi mesio-distal) anterior RB

Gambar: inklinasi I2 RB Gambar: inklinasi anterior RA dan


RB
6. KUNJUNGAN VI
Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior.
Urutan, pemasangan adalah gigi posterior RA kemudian RB, setelah itu
try in pada pasien. Pemasangan gigi posterior sebagai berikut :
Penyusunan gigi posterior berdasarkan menyusun diatas lingir rahang
sehingga terbentuk lengkung gigi, membentuk lengkung, hubungan gigi-
gigi di rahang. Untuk membentuk lengkung . kurva of spee (kurva
anterior-posterior dan kurva lateral). Dengan meletakkan gigi posterior
sesuai kurva akan diperoleh penyusunan fungsional.
Penyusunan gigi posterior atas :
1. Gigi P1-atas
Bite rim dipotong secukup gigi P-1 atas yang telah digambar
porosnya diletakkan ditempat ini dengan memperhatikan inklinasi
mesio-distal ; long axisnya tegak lurus bidang oklusi, inklinasi antero
posterior : cusp bukal pada bidang oklusi dan cusp palatal kira-kira 1
mm di atas bidang oklusi serta dilihat dari bidang oklusal groove
developmental sentral terletak diatas lingir rahang. Titik kontak mesial
P-1 atas kontak dengan titik kontak distal C.
2. Gigi P2-atas
Inklinasi mesio-distalnya; sumbu gigi tegak lurus dengan bidang
oklusal, sedangkan, kemiringan arah bukal-palatal nya juga tegak lurus
dengan bidang oklusal dengan ke dua tonjol menyentuh bidang oklusal,
dan bidang groove developmental sentralnya terletak diatas lingir
rahang.
3. Gigi M1 atas
Inklinasi gigi kearah mesio-distal sumbu gigi lebih condong kearah
distal. sedangkan untuk inklinasi arah bukal-palatal adalah : cups –
cupsnya terletak pada bidang oblique dari kurva antero posterior yaitu
cups mesio-palatal menyentuh bidang oklusal dan tonjol mesio-bukal
dan disto palatal sama tinggi kira-kira 0,5 - 1 mm diatas bidang
oklusal,serta tonjol disto-bukal lebih tinggi 0,75 – 2 mm diatas bidang
oklusal. Dilihat dari oklusal cups- cupsnya terletak pada kurva lateral.
Permukaan bukal gigi M-1 atas terletak pada bidang yang membenttuk
sudut dengan permukaan fasial tanggul gigitan malam kira2 60 ke
palatal.
4. Gigi M2 atas
Inklinasi mesio-distal lebih miring dari molar 1-atas dengan
porosnya lebih condong ke distal, inklinasi arah bukal-palatal; cups –
cups nya terletak pada bidang oblique dari kurva anteroposterior dan
dilihat dri bidang oklusal permukaan bukal gigi M-2 atas terletak pada
kurva lateral. Tonjol mesio-bukal dan mesio-palatal lebih menggantung
sekitar 1 mm dari pada tonjol mesio palatal gigi molar 1 atas,tonjol
disto-bukal lebih menggantung dari pada tonjol molar 1 atas, demikian
juga tonjol disto palatal juga lebih menggantung dari pada molar 1 atas.
Penyusunan gigi posterior bawah :
1. Gigi Molar 1 bawah
Molar 1 merupakan kunci oklusi ,sebaiknya dipasang pertama kali
untuk pemasangan gigi posterior rahang bawah untuk memudahkan
pemasangan gigi-gigi berikutnya.
Hal ini sesuai dengan klasifikasi menurut Angle, tentang relasi
mandibula terhadap maksila dalam oklusi normal adalah inklinasi
mesiodistalnya;: Tonjol mesio bukal M-1 atas terletak pada bukal
groove M-1 bawah dan Gigi caninus atas terletak pada ruang tepi distal
caninus bawah. Inklinasi anteroposterior ; cups bukal gigi M-1 bawah
terletak pada fosa sentral gigi M-1 atas dan terlihat adanya overbite dan
overjet, dr bidang oklusal cups bucal gigi M-1 bawah berada di atas
lingir rahang.
Dalam keadaan sentrik oklusi, tonjol mesio-bukal M-1 atas berada
pada mesio-bukal groove molar 1 bawah. Tonjol mesio palatinal M- 1
atas berada fossa sentral M-1 bawah. selanjutnya dilakukan
digerakkan articulator ke kanan dan ke kiri (working occlusion).
Pada working occlusion kearah kanan ini akan terlihat tonjol mesio
distal M-1 bawah kanan berkontak dengan antara tonjol bukal P-2 atas
kanan dan tonjol mesio-bukal M-1 atas kanan.
Balancing contact, tonjol mesio-bukal dan disto-bukal M-1 kiri
bawah berkontak dengan tonjol palatal P-2 kiri atas dan tonjol mesio-
palatal M-1 kiri atas.
2. Gigi Premolar 2 bawah
Pada keadaan sentrik oklusi, inklinasi mesio-distal : sumbunya tegak
lurus dengan bidang oklusi, tonjol bukal P-2 bawah terletak diantara P-
2 atas dan P- 1 atas dengan marginal ridge P-2 atas dan P-1 atas.
Tonjol lingual premolar bawahterletak diantara tonjol palatal P-2 atas
dan P-1 atas. Mesio lingual ridge dari premolar 2 bawah condong
kearah slope distal tonjol lingual dari P-1 atas. Inklinasi
anteroposterior; cups bukal P-2 bawah berada di fossa sentral gigi P-1
dan P-2, terlihat ada overjet, overbite dan cups bukalnya berada diatas
lingir rahang.
3. Gigi Molar 2 bawah
Dalam keadaan oklusi sentrik, garis inklinasi mesio-bukal M-2
bawah berkontak dengan garis tepi pada tonjol disto-bukal molar1 atas.
posisi tonjol palatal M-2 bawah berkontak dengan fossa sentral molar2
atas.
Pada working occlusion : tonjol M-2 bawah berkontak dengan tonjol
mesio bukal M-1 atas dan tonjol M-2 atas.
Pada balancing contact : tonjol mesio bukal M-2 bawah berkontak
dengan tonjol disto palatinal M-1 atas. Tonjol disto-bukal M-2 bawah
berkontak dengan mesio palatal M- 2 atas.
4. Gigi Premolar 1 bawah
Pada kedudukan sentrik oklusi, tonjol bukal P-1 bawah terletak
diantara tonjol P- 1 atas dan C atas ,dgn ujung tonjol berkontak pada
marginal ridge P-1 atas dan C atas. Pada working occlusion dari sebelah
bukal,disto-bukal P- 1 bawah berkontak dengan mesio bukal P-1 atas
danmesio-bukal P-1 bawah berkontak dengandisto-bukal C atas. Dari
arah lingual ,slope disto-lingual P-1 bawah berkontak dengan mesio-
palatal P-1 atas. Balancing contact tidak ada kontak dengan gigi
atasnya.
● Kurva Spee
Kurva Spee merupakan kurva anteroposterior dari permukaan oklusal
rahang bawah, dimulai dari cups tip kaninus mandibula-cups tip bukal
Premolar 1 dan 2-cups tip bukal Molar 1,2,3 – menyambung sampai ke
tepi anterior ramus mandibula.
Ada 5 tipe lengkung oklusal yaitu; normal (average), tajam (acute),
datar (flat), terbalik (reverse) dan two-level.
● Kurva Wilson
Merupakan garis khayal yang terbentuk dari kontak cups tip bukal dan
lingual gigi molar dari setiap lengkung gigi pada pandangan frontal.
Kurva ini tidak sama antara molar 1,2, dan 3.
● Kurva Monson
Merupakan perluasan dari kurva Spee dan wilson ke semua cups dan
tepi incisal sampai geligi anterior.

Gambar: inklinasi P1 RB Gambar: inklinasi M2 RB

Wax contouring geligi tiruan adalah membentuk dasar dari geligi tiruan
malam sedemikian rupa sehingga harmonis dengan otot-otot orofacial
penderita dan semirip mungkin dengan anatomis gusi dan jaringan lunak
mulut.
Trial denture adalah geligi tiruan malam yang sudah dilakukan waxing,
dan dicoba di dalam mulut penderita untuk melihat estetik, fonetik, dan
fungsinya. Bentuk geligi tiruan yang dipoles mempengaruhi retensi dan
esteti, harus dapat meniru jaringan lunak di sekitar gigi dan bentuk akar
gigi yang tertanam dalam tulang rahang harus tetap ditiru dan bagian
perifer dibentuk sehinggga batas-batas perifer geligi tiruan tetap utuh.
Haluskan semua permukaan luar geligi tiruan malam dengan melewatkan
diatas api dengan kain sutra sampai mengkilat.
Setelah pemasangan gigi posterior, dilakukan try in. Perhatikan
inklinasinya dan kontur gieligi tiruannya. Hal hal yang harus diperhatikan
saat try indilakukan:
1. Pemeriksaan oklusi dengan bantuan artikulating paper untuk
mengetahui hubungan rahang bawah dan rahang atas harus terintegritas
dengan baik.
2. Kesesuaian bentuk, ukuran, dan posisi gigi didalam mulut.
3. Stabilisasi gaya working side dan balancing side
4. Pemeriksaan retensi, stabilisasi basis rahang atas
5. Melihat keadaan basis gigi tiruan rahang bawah saat gerakan fungsional
lidah, sayap lingual seharusnya tidak menghalangi gerakan lidah.
6. Melihat estetis dengan melihat garis caninus dan garis ketawa
7. Melihat fungsi fonetik dengan cara pasien disuruh mengucapkan huruf
s, d, o, m, r, a, t, th, p, b, h, f, v dan sebagainya dengan jelas dan tidak
ada gangguan.
Setelah semuanya pasien diminta untuk bercermin, apabila pasien sudah
puas, Gigi tiruan yang telah di try in dikirim ke laboratorium untuk
diproses dengan bahan akrilik.
7. KUNJUNGAN VII
Setelah diganti dengan resin akriIik, protesa diinsersikan dalam rongga
mulut pasien. Kemudian dilakukan remounting. Tujuan dari remounting
adalah :
a) Untuk mengecek oklusi protesa pada sebeIum dan sesudah dipasang.
b) Untuk mengembalikan dimensi vertikal sebelum geligi tiruan diproses
dengan cara selektif grinding.
c) Untuk mengetahui prematur kontak.
Jadi pada saat dilakukan insersi harus diperhatikan :
1. Retensi
Di cek dengan menggerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa lepas atau
tidak.
2. Oklusi
Di cek balancing side, working side serta ada tidaknya prematur
kontak. Apabila oklusinya terganggu, dilakukan grinding atau
penambahan. Gangguan diketahui dengan kertas artikulasi yang
diletakkan pada oklusi, kemudian pasien disuruh menggerakkan gigi
seperti mengunyah.
3. Stabilisasi
Di cek saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi,
penelanan, bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak
ada gangguan, maka protesa dapat dipolis.
Pemeriksaan adaptasi basis, tepi, posisi distal geligi tiruan, dan
keadaan jaringan pendukung gigi tiruan. Pastikan tidak ada gusi yang
menerima tekanan yang berlebihan. Bisa dilihat dari gusi yang
berwarna pucat. Perhatikan bibir dan pipi jangan ada yang kendur.
Jika pasien sudah merasa puas saat try in dapat dilakukan insersi dan
dilakukan kontrol seminggu kemudian. Pasien diajarkan cara melepas
dan memasang geligi tiruan.
Instruksi untuk pemeliharaan protesa :
1) Protesa direndam dalam air sewaktu dilepas
2) Protesa dijaga kebersihannya dengan cara disikat dan disabun
3) Protesa dijaga agar tidak mudah lepas
4) Sebagai latihan instruksikan pasien untuk makan-makanan lunak
5) Biasakan untuk mengunyah pada kedua sisi secara bersamaan
6) Hindari makanan yang keras, lengket, dan panas
Diberikan instruksi kepada pasien untuk beradaptasi dengan protesa
tersebut sampai terbiasa, melepas protesa ketika akan tidur malam hari
agar jaringan otot-otot dibawahnya dapat beristirahat, pasien
membersihkan protesanya setiap kali sehabis makan, dan apabila ada rasa
sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil, pasien dianjurkan untuk
segera kembali ke klinik, serta kontrol sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan guna pengecekan lebih lanjut dan bila nantinya tidak ada
gangguan, pasien bisa terus memakainya.
8. KUNJUNGAN VIII
Setelah pemasangan GTL selama 1 minggu, pasien datang untuk
kontrol. Yang perlu diperhatikan pada saat kontrol :
a) Pemeriksaan subyektif
Ditanyakan apakah ada keluhan atau tidak, ditanyakan apakah ada
gangguan atau tidak, dan ditanyakan apakah ada rasa sakit.
b) Pemeriksaan obyektif
Dilihat keadaan mukosa apakah ada peradangan atau perlukaan dan
diperiksa retensi dan stabilisasi.

B. TAHAP LABORATORIS
1. Flasking
Adalah suatu proses penanaman model dan “trial denture” malam
dalam suatu flask/cuvet untuk membuat sectional mold. Mold bagian
bawah dibuat dengan menanam model dalam gips dan bagian atas dibuat
dari 2 adukan stone yang terpisah di atas denture malam.
2. Packing
Adalah proses mencampur monomer dan polimer resin akrilik.
Memiliki 2 metode, yaitu :
a. Dry method, mencampur monomer dan polimer langsung dalam mold.
b. Wet method, mencampur monomer dan polimer di luar mold, bila
sudah mencapai dough stage baru dimasukkan ke dalam mold.
3. Processing/curing
Adalah polimerisasi antara monomer yang bereaksi dengan polimernya
bila dipanaskan atau ditambah zat kimia lainnya.
Polimerisasi ada 2 cara, yaitu :
1. Secara thermis yang disebut heat curing.
2. Secara khemis, penambahan zat kimia di sebut self-curing
Pemberian panas dapat secara :
1. Dry heat 🡪 dipanaskan dengan udara kering
2. Vapour heat 🡪 dipanaskan dengan uap panas
3. Water heat 🡪 dipanaskan dengan air panas
4. Deflasking
Adalah melepaskan geligi tiruan resin akrilik dari flask/cuvet dan bahan
tanamnya, tetapi tidak boleh lepas dari model rahangnya supaya geligi
tiruan dapat diremounting di artikulator kembali.
BAB V
DISKUSI

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan gigi tiruan lengkap yang
memiliki retensi dan stabilitas yang baik adalah :
a. Retensi
Retensi adalah ketahanan gigi tiruan terhadap pengangkatan dari mulut.
Pemeriksaan retensi dilakukan dengan memasang gigi tiruan kuat – kuat
didalam mulut, dan mencoba melepaskannya dengan gaya yang tegak lurus
pada bidang oklusal. Bila gigi tiruan dapat bertahan terhadap gaya tersebut,
gigi tiruan memiliki retensi yang cukup. Retensi gigi tiruan lengkap berupa :
▪ Tekanan permukaan
Tekanan permukaan meliputi adhesi antara saliva dan gigi tiruan serta
mukosa. Suatu kondisi fisik untuk mendapatkan adhesi yang baik adalah
pembasahan yang baik dari substrat yang menggunakan adhesi tersebut.
▪ Gaya – gaya dalam cairan
Gaya – gaya dalam cairan, seperti tegangan permukaan saliva, gaya –
gaya kohesi di dalam cairan saliva, dan viskositas saliva, semua
mempengaruhi retensi gigi tiruan dan berhubungan dengan ketepatan
kontak basis terhadap jaringan.
▪ Tekanan atmosfer
Tekanan atmosfer menahan gaya – gaya yang akan melepaskan gigi
tiruan asalkan terdapat pengap perifeal utuh.
Retensi juga dipengaruhi tiga faktor dalam desain gigi tiruan :
▪ Ketepatan kontak antara basis gigi tiruan dan mukosa mulut
Ketepatan kontak antara basis gigi tiruan dan mukosa mulut tergantung
pada efektivitas gaya – gaya fisik dari adhesi dan kohesi yang bersama –
sama dikenal sebagai adhesi selektif.
▪ Perluasan basis
Retensi gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang
ditutup oleh basis gigi tiruan.
▪ Pengap periferi
Pengap periferi hendaknya dianggap sebagai suatu daerah kontak antara
permukaan gigi tiruan dan mukosa bergerak disekitarnya. Daerah ini harus
kontinyu sepanjang tepi gigi tiruan, meskipun bentuk dan kedudukannya
mungkin berbeda sesuai dengan gerakan lidah dan bibir. Apabila pengap
periferi utuh, tekanan atmosfer akan memegang peranan utama dalam
retensi, karena setiap gaya yang cenderung melepaskan gigi tiruan akan
mengurangi tekanan gigi tiruan.
b. Stabilisasi
Stabilitas gigi tiruan lengkap adalah kemampuan gigi tiruan untuk
bertahan terhadap ungkitan dan pergeseran. Stabilitas gigi tiruan lengkap
diperoleh dengan cara :
▪ Perluasan landasan yang optimal
▪ Adaptasi landasan yang merata
▪ Minimal terdapat tiga titik fulkrum. Titik fulkrum adalah titik pada benda
yg paling diam dimana benda bila dikenai gaya yg arahnya tidak melalui
titik tersebut, benda akan berotasi pada titik tersebut.
▪ Penyusunan gigi artifisial berada pada puncak lingir
▪ Memenuhi konsep oklusi berimbang/ lingualized occlusion. Oklusi
berimbang adalah saat cups palatal gigi posterior berada pada fossa central
gigi pnsterior rahang bawah atau antagonisnya pada saat oklusi sentrik.
▪ Mengunyah pada kedua sisi.
BAB VI
SKEMA TAHAP RENCANA PERAWATAN

Tahap Klinis :
1. Cetak study model
2. Cetak work model
3. Penentuan MMR :
✔ Fiksasi bite rim RA dan RB
✔ Persiapan pemasangan pada artikulator
4. Pemasangan gigi-gigi anterior
5. Pemasangan gigi-gigi posterior
Try in :
✔ Cek over bite dan over jet
✔ Garis caninus dan garis ketawa
✔ Cek retensi dan stabilisasi
✔ Cek estetis dan fonetik
6. Insersi :
✔ Cek oklusi
✔ Cek retensi dan stabilisasi
✔ Instruksi pada pasien
✔ Remounting
7. Kontrol :
✔ pemeriksaan subyektif
✔ pemeriksaan obyektif
✔ final remounting
Tahap Laboratoris
1. Proses akrilik dan polishing
BAB VII
PROGNOSA

Prognosa dari pembuatan gigi tiruan ini diperkirakan baik, dengan


mempertimbangkan :
1) Oral hygiene pasien baik
2) Jaringan pendukung sehat
3) Kesehatan umum pasien baik
4) Pasien kooperatif dan komunikatif
DAFTAR PUSTAKA

Itjiningsih, 1980, Dental Teknologi, cetakan I, Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Trisakti, Jakarta
Itjiningsih, 1991, Geligi Tiruan Lengkap Lepasan, Jakarta : EGC
Nallaswamy, D. , et. al, 2003, Textbook of Prosthodontics. New Delhi: Jaypee
Brothers.
Rahn, Arthur O. , Ivanhoe,John R. , Kevin, D. Plummer. , 2009, Textbook of
Complete Dentures 6th Edition, People Medical Publishing House: Shelton
Soelarko, R. M dan Wachijati, H. , 1980, Diktat Prostodonsia Gigi Tiruan
Sebagian Lepasan, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran,
Bandung
Wangidjaja I. , 1996, Geligi Tiruan Lengkap Lepasan, cetakan III, Jakarta: EGC
LEMBAR PENGESAHAN
Case Record Prosthodonsia
Gigi Tiruan Lengkap

Disusun oleh
Tiara Bistya Astari
21101900024

Telah disetujui oleh:

Semarang, 9 Maret 2021


Pembimbing Klinik Operator

drg. Rahmat Hidayat, Sp. Prost Tiara Bistya Astari

Anda mungkin juga menyukai