2 LP KDP Haidar Ali 202311101021
2 LP KDP Haidar Ali 202311101021
NYAMAN (NYERI)
LAPORAN PENDAHULUAN
oleh
Haidar Ali, S.Kep
NIM 202311101021
C. Epidemiologi
Nyeri merupakan faktor komorbiditas penting pada banyak penyakit. Nyeri
dapat dipegaruhi oleh usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, budaya,
serta kebiasaan atau gaya hidup. Beberapa studi epidemiologi menjelaskan bahwa
terdapat variasi faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri di beberapa negara
(Amalia dkk., 2016). Studi epidemiologi di negara Inggris menunjukkan bahwa
prevalensi nyeri lebih sering terjadi pada wanita dan meningkat pada usia lanjut.
Nyeri juga didapatkan meningkat pada kelompok dengan status sosio-ekonomi
rendah, terutama nyeri kepala. Penelitian di Jakarta terkait prevalensi nyeri terjadi
pada muskoloskeletal di usia lansia dan sebanyak 80% terjadi pada wanita. Nyeri
pada muskoloskeletal terjadi pada daerah lutut, punggung bawah (Rachmawati
dkk., 2006).
D. Etiologi
Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan
derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang
dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin.
Penyebab timbulnya nyeri menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016):
a. Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
d. Kondisi muskuloskeletal kronis
e. Kerusakan sistem saraf
f. Penekanan saraf
g. Infiltrasi tumor
h. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor
i. Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus vicella-zoster
j. Gangguan fungsi metabolik
k. Riwayat posisi kerja statis
l. Peningkatan indeks massa tubuh
m. Kondisi pasca trauma
n. Tekanan emosional
o. Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
p. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
Faktor yang mempengaruhi: agen pencedera fisik, kerusakan sistem saraf, penekanan
saraf, gangguan fungsi metabolik.
Cedera Penyakit DM
Gelisah
Tidak rileks
Nyeri Kronis
Gangguan Pola
Sulit Tidur
Tidur
Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri Akut
G. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan farmakologik
Pengobatan analgesik dapat dibagi atas 4 golongan, antara lain
(Kurniawan, 2015):
1. Analgesik non opioid: AINS, asetaminofen, tramadol. Hanya
diberikan bila diduga ada proses peradangan dan adanya kompresi
pada jaringan saraf.
2. Analgesik ajuvan-medikasi neuroaktif: antikonvulsan, anti depresan,
antihistamin, amfetamin, steroid, benzodiazepin, simpatolitik, obat
anti spasme otot dan neuroleptika. Antikonvulsan dan antidepresan
yang paling sering digunakn karena mempunyai efek sentral dan
memperbaiki mood dan depresi. Carbamazepin telah dizinkan oleh
FDA untuk terapi nyeri.
3. Analgesik opioid: kodein, morfin,oksikodon kurang responsif untuk
NN, sehingga kadang dibutuhkan dosis tinggi.
4. Analgesik topikal: Capsaicin topikal menghilangkan substansi P,
mempengaruhi nosiseptor serabut C dan reseptor panas. Banyak
digunakan pada neuralgia herpetik akut dan neuralgia post herpetik.
b. Penatalaksanaan nonfarmakologik, rehabilitasi medik
Bertujuan untuk merangsang pengeluaran endorfin dan enkefalin yang
merupakan peredam nyeri alami yang ada dalam tubuh.
1. Modifikasi perilaku: relaksasi, terapi musik, biofeedback.
2. Modifikasi nyeri: modalitas termal, Transcutaneus Electric Nerve
Stimulation (TENS), akupunktur.
3. Latihan kondisi otot: peregangan, myofascial release, spray dan
strech.
4. Rehabilitasi vokasional: pada tahap ini kapasitas kerja dan semua
kemampuan penderita yang masih tersisa dioptimalkan agar penderita
dapat kembali bekerja.
c. Pengobatan invasif
Pada kasus-kasus intractable neuropathic pain mungkin diperlukan
intervensi disiplin ilmu lain seperti anestesi dan bedah saraf.
H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian terfokus
1. Pengkajian faktor yang mempengaruhi nyeri:
a) P (Provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya
nyeri.
b) Q (Quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau
tersayat.
c) R (Region) atau daerah, yaitu daerah terjadinya nyeri.
d) S (Severity) atau keparahan, yaitu ringan, sedang, atau berat.
e) T (Time) atau waktu, yaitu frekuensi munculnya nyeri.
2. Riwayat nyeri:
a) Lokasi untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik.
b) Intensitas nyeri dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode
skala nyeri menurut Hayward (1975):
1 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tapi dapat dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
c) Kualitas nyeri, apakah seperti ditusuk-tusuk, dipukul-pukul, dan
sebagainya.
d) Pola nyeri, meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri.
e) Faktor presipitasi, yaitu aktifitas tertentu dapat memicu timbulnya
nyeri.
f) Gejala yang menyertai, seperti rasa mual, muntah, pusing, dan
diare.
g) Pengaruh pada aktifitas sehari-hari, yaitu dapat membantu klien
memahami prespektif tentang nyeri yang dirasakan. Beberapa
aspek kehidupan yang perlu dikaji seperti tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, aktifitas dirumah,
dan status emosional.
h) Sumber koping, yaitu strategi individu dalam menghadapi nyeri
bagaimana. Pengkajian yang perlu dilakukan seperti pengalaman
nyeri sebelumnya dan pengaruh agama atau budaya.
i) Respon afektif, yaitu interpretasi tentang nyeri. Pengkajian yang
perlu dilakukan seperti adanya ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien.
3. Observasi respon perilaku dan fisiologis
a) Respon nonverbal, seperti ekspresi pada wajah (menutup mata
rapat-rapat, menggigit bibir bawah, dan seringai pada wajah).
Respon berupa vokalisasi (mngerang, menangis, berteriak).
Gerakan tubuh tanpa tujuan (menendang-nendang, membolak-
balikkan tubuh di kasur).
b) Respon fisiologis nyeri bergantung pada sumber dan durasi nyeri.
Pada awal nyeri akut, respon fisiologis seperti peningkatan
(tekanan darah, nadi, pernafasan), diaphoresis serta dilatasi pupil
akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Jika nyeri
berlangsung lama dan sistem saraf simpatis telah beradaptasi,
kemungkinan respon fisiologis akan berkurang atau mungkin
tidak ada (Jenitri, 2014).
b. Diagnosis Keperawatan yang sering muncul
1. D.0074 Gangguan Rasa Nyaman b.d gejala penyakit d.d mengeluh
tidak nyaman, tampak merintih/ menangis.
Definisi: Perasaan kurang senang, lega, dan sempurna dalam dimensi
fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial.
2. D.0077 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis, kimiawi, atau fisik
d.d mengeluh nyeri, tampak meringis.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
3. D.0078 Nyeri Kronis b.d kerusakan sistem saraf d.d mengeluh nyeri,
tidak mampu menuntaskan aktifitas.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat dan konsisten, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
c. Perencanaan/Nursing Care Plan
Manajemen Nyeri I.08238 (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):
1. Obssrvasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non-verbal.
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri.
e) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
2. Terapeutik
a) Beri teknik nonfarmakologi seperti TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, kompres
hangat/dingin..
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri.
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Dalam PPNI. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.