Anda di halaman 1dari 12

Decitan pintu yang mendebarkan.

Sosok wanita muncul dari balik pintu membelah gelapnya ruang dengan muka
berbinar-binar
“Loh loh. Kenapa kau tak tidur Santi? dah malam ni cepat tidur!”
"sebentar mama, beta sebentar lagi tidur" pinta Santi
"mama tinggal dulu, mama juga mau tidur. Besok jangan lupa bangun pagi pagi, ku antar kau ke bandara"

Santi dengan segera melompat ke tempat tidurnya, menarik selimut tebal dan tertidur dengan pulas di atas ranjang
empuknya dengan hati berbunga bunga karena esok adalah hari yang paling ditunggu tunggu, hari dimana ia pergi
ke pulau jawa untuk mengenyam pendidikan disebuah universitas ternama. Itu semua bukan sebuah kebetulan,
siang dan malam belajar tanpa kenal lelah agar ia bisa membanggakan orang tuanya.

Ke esokan harinya, sinar mentari menembus sela sela jendela, Santi terbangun dan melirik jam antik yang
menempel di dinding rumah. Jam enam pagi.
"Ya Tuhan, beta harus bergegas, beta berangkat ke bandara jam setengah 7." ujar Santi

Santi segera menuju bandara diantar sang mama. Perjalanan menuju bandara cukup memakan waktu. Melewati
hutan sawit, padang rumput yang menyejukkan hati. Itu membuat santi lebih tenang yang sebelumnya terengah-
engah nafasnya, keringat mengalir di kening karena harus berlari mempersiapkan diri agar sampai di bandara tepat
waktu

5 Jam perjalanan ditempuh menggunakan burung baja untuk sampai ke pulau jawa. Sesampainya di pulau jawa ia
langsung menuju kos-kosannya, sesampainya di tempat kos ia bertemu teman baru yang tinggal di sebelah kamar
kosnya. Ia bernama
Alex.
"Hay hitam lu anak baru ya? lu Santikan? tadi ibu kos cerita ada anak baru. Betah betah ya disini"
"emm iya" jawab Santi
"Oh iya, Btw lu dari mana? dari pelosok ya" tanya Alex.
"Beta dari tanah Papua. Sekarang papua sudah maju tak bisa lagi kau bilang papua pelosok."
"halah gitu doang aja baper, becanda kali"
"apa kau tak tau cara meminta maaf ha?" pinta Santi sembari masuk membanting pintu kamar kos

Hari itu adalah hari yang melelahkan dan membuat Santi tertidur pulas diatas kasur lantainya dan ke esokan harinya
ia pergi ke kampus untuk pertama kalinya
"Oh Tuhan, besar kali kampus ni"
Santi berjalan santai, melihat gedung-gedung di kampus sembari mencari gedung D tempat ia memulai kelas
pertamanya. Setelah beberapa menit Santi melihat gedung pencakar langit yang megah dan ternyata itu adalah
gedung D yang ia cari. Santi langsung memasuki gedung, mencari ruang kelasnya dan duduk di kursi paling depan

Tak lama kemudian. Terdengar derap kaki yang semakin mendekat. Ternyata itu adalah sang dosen.
"Selamat pagi anak anak, Perkenalkan saya adalah Prof. Gama yang akan membimbing kalian pada mata kuliah
ini."

proses belajar dilalui dengan normal, setelah kelas selesai dan profesor meninggalkan kelas mulai lah perilaku aneh
ditunjukan teman teman Santi kepadanya.
"Ihh. Siapa sih bau banget? kayaknya bau ini dari depan gua deh."
kata teman yang duduk di belakang Santi
"Huuu. iya nih orang papua mana pernah mandi" ujar teman yang berada di kelas tersebut

Botol minum dan tissu menghujani Santi bak meteor. Mereka semua sengaja melakukan itu agar Santi cepat
meninggalkan ruangan. Mereka menggangap orang papua tidak pernah mandi, selalu bau dan jorok, padahal hal itu
jelas salah

Santi langsung berlari meninggalkan kelas. Berlari dan menitihkan air mata, Matahari yang tadinya cerah berubah
menjadi gelap gulita. Merasa dirinya tidak diperlakukan adil, Santi ingin menenangkan diri kesebuah taman

Santi keluar dari gedung megah itu dan duduk ditaman kampus, duduk termenung. Tatapannya kosong. Pikirannya
melayang. Teringat Raden Ajeng Kartini terikat susahnya mendapatkan pendidikan tanpa rasisme, tanpa membeda
bedakan kasta. Mungkinkah dirinya juga bernasib sama dengannya? Apakah begitu sulit bagi seseorang yang selalu
dianggap rendah untuk mendapat pendidikan yang layak? Orang bilang zaman sekarang sudah tidak ada rasisme,
tapi kenyataannya sangat menyedihkan

Kejadian-kejadian itu memaksa Santi bekerja lebih keras dan membuktikan pada dunia bahwa pada dasarnya semua
orang diciptakan sama. Santi terus menggiatkan gerakan anti rasisme di kalangan pelajar milenial dengan
menggandeng BEM dan suka relawan

Anda mungkin juga menyukai