MAKALAH
Disusun oleh:
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas reproduksi lansia yang berjudul
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Kesehatan Reproduksi Lansia dengan harapan dapat memberikan berbagai informasi mengenai
seksualitas pada lansia, gangguan-gangguan seksual pada pria dan wanita lanjut usia, serta
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pengajar mata kuliah Kesehatan Reproduksi Lanjut Usia, Bapak Prof.
Dr. dr. Sudijanto Kamso, S.KM, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Siti Fatimah
NPM: 2006560264
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan Umum:
Memahami permasalahan seksual pada lansia serta upaya mengatasinya
Tujuan Khusus:
1.2.1 Dapat menjelaskan gangguan seksual yang sering terdapat pada lansia laki-laki
dan perempuan
1.2.2 Dapat menjelaskan upaya penanganan serta rehabilitasinya
4
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Apakah yang dimaksud dengan seksualitas pada lansia?
1.3.2 Bagaimana permasalahan yang sering terjadi pada lansia laki-laki?
1.3.3 Bagaimana permasalahan yang sering terjadi pada lansia wanita?
1.3.4 Bagaimana mengatasi permasalahan seksual pada lansia?
1.3.5 Bagaimana upaya rehabilitasi dari permasalahan seksual pada lansia?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada konsensus yang berkembang bahwa kesehatan seksual tidak dapat dicapai dan
dipertahankan tanpa penghormatan, dan perlindungan, hak asasi manusia tertentu.
Definisi Hak-Hak Seksual yang diberikan merupakan kontribusi terhadap dialog
berkelanjutan tentang hak asasi manusia terkait kesehatan seksual. Penerapan hak asasi
manusia yang ada atas seksualitas dan kesehatan seksual merupakan hak seksual. Hak-
7
Hak Seksual melindungi hak semua orang untuk memenuhi dan mengekspresikan
seksualitas mereka dan menikmati kesehatan seksual, dengan memperhatikan hak-hak
orang lain dan dalam kerangka perlindungan terhadap diskriminasi (WHO, 2006a,
diperbarui 2010).
“Pemenuhan kesehatan seksual terkait dengan sejauh mana hak asasi manusia
dihormati, dilindungi dan dipenuhi. Hak-Hak Seksual mencakup hak asasi manusia
tertentu yang telah diakui dalam dokumen hak asasi manusia internasional dan regional
dan dokumen konsensus lainnya dan dalam hukum nasional.”
Hak-hak penting untuk mewujudkan kesehatan seksual meliputi:
- hak atas kesetaraan dan non-diskriminasi
- hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat
- hak atas privasi
- hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai (termasuk kesehatan
seksual) dan jaminan sosial
- hak untuk menikah dan untuk menemukan keluarga dan masuk ke dalam
pernikahan dengan persetujuan bebas dan penuh dari calon pasangan, dan untuk
kesetaraan dalam dan pada saat pembubaran pernikahan
- hak untuk menentukan jumlah dan jarak anak seseorang
- hak atas informasi, serta pendidikan
- hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, dan
- hak atas pemulihan yang efektif untuk pelanggaran hak-hak fundamental.
- Pelaksanaan hak asasi manusia yang bertanggung jawab mengharuskan semua
orang menghormati hak orang lain.
Berbagai penelitian skala besar menegaskan hubungan erat antara DE dan pria
yang menua. The Massachusetts Male Aging Study (MMAS) melaporkan bahwa
DE hadir di lebih dari 50% peserta dan bahwa prevalensi disfungsi parah tiga kali
lipat dari 5% menjadi 15% antara subjek berusia 40 dan 70 tahun. Temuan serupa
digaungkan oleh European Male Aging Study (EMAS) dengan lebih dari 30%
dari seluruh sampel EMAS melaporkan ED dan bahwa prevalensi kondisi
dilaporkan lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua, memuncak pada pria
70 tahun ke atas. (64%). Dengan populasi penuaan yang berkembang pesat dan
harapan hidup yang lebih tinggi, diperkirakan prevalensi DE akan mencapai lebih
dari 300 juta di seluruh dunia pada tahun 2025. Pada saat yang sama, keparahan
DE juga meningkat dengan bertambahnya usia, cerminan dari meningkatnya
morbiditas medis pada pria yang menua seperti adanya hipertensi, penyakit
pembuluh darah, diabetes, hipogonadisme, penyakit ginjal kronis, depresi dan
banyak lainnya, yang berkontribusi. untuk perubahan merugikan pada jalur
neurohumoral, penurunan aliran darah kavernosus dan fibrosis penis berikutnya.
Penggunaan polifarmasi semakin memperburuk keluhan DE pada populasi yang
menua. (Chung, 2019)
Sebuah studi India tentang seksualitas pada geriatrik menemukan bahwa disfungsi
ereksi dilaporkan secara signifikan lebih sering pada pria dengan penyakit
penyerta dibandingkan mereka yang tidak (26% vs. 9%) (Kalra 2011 dalam
Dhingra 2016). Studi India lainnya menguatkan prevalensi gangguan seksual laki-
10
laki yang lebih tinggi pada mereka dengan komorbiditas medis dibandingkan
mereka yang tidak.
Pendekatan penanganan masalah ini harus berpusat pada pasien dan dokter harus
secara sadar mengadopsi perspektif pasien dan menghormati nilai dan harapan
pasien dan pasangannya. Tujuan dari anamnesis tidak hanya tentang memastikan
diagnosis DE, tetapi juga mengidentifikasi kemungkinan gangguan yang
mendasari dan reversibel atau dapat diobati yang berkontribusi pada DE. Evaluasi
DE harus mengidentifikasi masalah ereksi spesifik, harapan pasien dan alasan
konsultasi, serta menyaring dan mengelola faktor risiko kardiovaskular yang
terkait dengan DE. Pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular menengah atau
tinggi harus menjalani penilaian kardiovaskular sebelum memulai pengobatan
DE. Kondisi medis yang mendasari seperti depresi, diabetes, hipogonadisme,
sindrom metabolik dan penyebab iatrogenik DE (misalnya, pengobatan) harus
disingkirkan dan jika ada, ditangani dengan tepat. Pemeriksaan fisik harus
difokuskan pada pemeriksaan umum untuk status kesehatan kardiovaskular,
neurologis dan metabolik. Pemeriksaan genital yang terfokus harus dilakukan
untuk mendapatkan kelainan bentuk penis (misalnya, kelengkungan penis, plak
dan sensasi) dan menentukan ukuran testis karena testis yang kecil dan regresi
karakteristik seksual sekunder dapat mengindikasikan hipogonadisme yang
mendasari (Chung, 2010). Tes darah rutin standar harus mencakup glukosa dan
lipid puasa, dan profil hormonal, sementara tes khusus seperti USG dupleks warna
penis dapat diperoleh untuk memberikan informasi lebih lanjut. (Chung, 2019)
11
Hasrat seksual hipoaktif didefinisikan sebagai fantasi seksual yang terus-menerus
atau berulang, kurang atau tidak ada, atau keinginan untuk aktivitas seksual yang
mengakibatkan tekanan pribadi atau interpersonal yang signifikan. Hal ini dapat
dikaitkan dengan faktor organik, psikologis dan / atau endokrin, dan merupakan
faktor penentu yang relevan untuk mengurangi aktivitas seksual pada semua usia.
Selain penurunan “fisiologis” dalam dorongan seksual seiring bertambahnya usia,
kemungkinan efek negatif usia terhadap hasrat lebih terkait dengan masalah
kesehatan secara keseluruhan daripada penuaan itu sendiri. Masalah seperti
komorbiditas medis (misalnya, kondisi kardiovaskular dan depresi), disfungsi
ereksi, keterbatasan fisik, pasangan, dan masalah lingkungan memiliki dampak
signifikan pada hasrat seksual.
Strategi pengobatan pada ejakulasi dini termasuk teknik pengendalian diri, terapi
perilaku psiko-kognitif dan penghambat reuptake serotonin selektif (SSRI) seperti
dapoxetine. Sebaliknya, ejakulasi tertunda atau terhambat mungkin merupakan
disfungsi seksual pria yang paling tidak umum dan dipahami, dan penting bagi
dokter untuk mengatasi penyebab iatrogenik dan patofisiologis seperti obat-
12
obatan (misalnya antidepresan), hipogonadisme, dan gangguan pembuluh darah
atau neurogenik.
Namun, masih belum jelas apakah penurunan fungsi ejakulasi dan / atau orgasme
ini karena penuaan saja atau karena perubahan gaya hidup, penyebab psikologis
atau organik. Kemungkinan besar perubahan hasrat seksual dan fungsi ereksi
selalu mempengaruhi fungsi ejakulasi dan orgasme. Farmakoterapi saat ini untuk
mengobati disfungsi ejakulasi dan orgasme terbatas dan peran PDE5I dan terapi
testosteron masih kontroversial dengan data yang dipublikasikan sangat terbatas
pada populasi lansia. Sayangnya, sebagian besar penyebab vaskulogenik dan
neurogenik dari disfungsi ejakulasi dan orgasme biasanya tidak dapat diubah.
Konseling yang tepat harus dilakukan untuk menetapkan harapan yang realistis
dan pasien harus ditawarkan berbagai strategi pengobatan untuk meningkatkan
kepuasan seksual dengan pasangannya seperti perubahan gaya hidup, konsumsi
alkohol, dan teknik praktik yang memaksimalkan stimulasi penis.
13
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
- Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
- Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
- Cerviks yang menyusut ukurannya
- Dinding vagina atropi ukurannya memendek
- Berkurangnya pelumas vagina
- Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
- Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan,
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perineal
Pada masa menopouse, sebanyak 15% wanita mengeluh vagina kering, walaupun
haid mereka masih teratur. Pada masa pasca manopouse, wanita mengeluh vagina
kering meningkat sampai dengan 50%. Pada keadaan kadar esterogen sangat
rendah pun wanita tetap mendapatkan orgasme. Yang terpenting adalah
melakukan hubungan sexsual secara teratur agar elastisitas vagina masih tetap di
14
pertahankan. Hampir 50% wanita usia antara 55 – 57 tahun seksualnya masih
tetap aktif, orgasme tetap saja diperoleh hingga usia pasca menopause. Sehingga
bila wanita mengeluh aktivitas seksual mulai menurun, maka penyebabnya
kemungkinan terletak kepada pasanganya sendiri (Baziad,2003).
Libido sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perasaan, lingkungan dan
hormonal. Androgen kelihatnya memiliki perasaan penting dalam hal
peningkatan libido, karena pada wanita yang telah diangkat kedua ovariumnya.
Penurunan Libido yang terjadi erat kaitanya dengan penurunan kadar endrogen.
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi
kehidupan mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah
mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas,
15
depresi, dan merasa kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut
ditinggalkan suaminya.
Terapi menekankan bahwa tidak ada gunanya menyalahkan pasangan atau diri
sendiri, dan seks adalah tindakan timbal balik antara dua individu. Komunikasi
antarpribadi pada tingkat yang sangat intim dan komunikasi sosial yang
ditingkatkan menguntungkan hubungan tersebut. Pendidikan, peningkatan
kesadaran sensorik dan latihan fokus sensasi diajarkan kepada pasangan. Latihan
perilaku mencakup fokus indera (kesenangan non-permintaan), untuk
memungkinkan individu mengalami kembali kesenangan tanpa tekanan kinerja
atau pemantauan diri. Asesmen dan pengobatan perlu disesuaikan tergantung pada
pengaturan seseorang, profesi, spesialisasi dan yang paling penting dari semuanya,
jenis masalah yang dihadapi klien, di mana pendekatan yang berbeda dapat
membantu (Sathyanarayana, 2018).
17
Harus dipahami juga bahwa disfungsi seksual merupakan masalah pasangan,
memahami hal ini sebagai masalah bersama akan meningkatkan upaya
penyelesaian masalah. Pria yang selalu mengalami ejakulasi dini atau perempuan
yang tidak pernah merasakan orgasme cenderung akan berubah perilakunya jika
hal ini ditangani sebagai masalah pasangan. Tugas tiap-tiap pasangan untuk
mengembangkan gaya seksual yang nyaman bagi keduanya. Tantangan ini
akan meningkatkan intimasi karena jika pasangan berhasil mengahadapinya
bersama maka mereka menjadi semakin mengenal diri mereka satu sama lain
dan juga masalah seksualitas mereka (Zulaikha, 2017).
Ada sepuluh kriteria yang dapat dipakai untuk menilai apakah seseorang sudah
andropause atau belum, yang disebut 10 kriteria ADAM yaitu :
a. Penurunan keinginan seksual (libido)
18
b. Kekurangan energi atau tenaga
c. Penurunan kekuatan atau ketahanan otot
d. Penurunan tinggi badan
e. Berkurangnya kenyamanan dan kesenangan hidup
f. Sedih dan atau sering marah tanpa sebab yang jelas
g. Berkurangnya kemampuan ereksi
h. Kemunduran kemampuan olahraga
i. Tertidur setelah makan malam
j. Penurunan kemampuan bekerja
Jika mengalami keluhan nomor 1 s/d 7 atau berbagai kombinasi dari empat atau lebih
keluhan, maka pasien ini adalah laki-laki andropause.
Idealnya, pendekatan untuk merawat pasien yang lebih tua dengan disfungsi seksual
harus multidisiplin, dengan intervensi biomedis dan psikoterapi yang disesuaikan secara
individual setelah pemeriksaan diagnostik terperinci.
19
BAB III
KESIMPULAN
Penuaan biasanya memerlukan beberapa tingkat perubahan dalam kapasitas pria dan
wanita untuk seksual dari sudut pandang fisiologis yang ketat, namun data penelitian
menunjukkan bahwa jumlah orang yang sama di akhir kehidupan merasa seks memuaskan, jika
tidak lebih, daripada di masa muda mereka. Penting untuk disadari bahwa lansia berisiko
mengalami beberapa keadaan lingkungan, psikososial, dan terkait kesehatan yang dapat
menghambat ekspresi dan fungsi seksual.
Seksualitas adalah fenomena seumur hidup dan hak asasi manusia untuk segala usia.
Meskipun beberapa dari masalah seksual pada lansia ini tidak dapat dicegah sepenuhnya,
pendidikan, advokasi, dan strategi penanggulangan yang efektif dapat sangat mengurangi
dampaknya. Penting agar pria dan wanita yang lebih tua tidak jatuh ke dalam perangkap
psikososial yang mengharapkan (atau lebih buruk lagi, mencoba memaksa) jenis dan tingkat
karakteristik respons seksual masa muda mereka, sama pentingnya agar mereka tidak menjadi
mangsa hal negatif. cerita rakyat yang menurutnya menurun keintiman fisik merupakan
konsekuensi yang tak terhindarkan dari perjalanan waktu. Penerapan gaya hidup sehat secara
dini mungkin merupakan pendekatan terbaik untuk mengurangi beban ereksi dan disfungsi
seksual lainnya pada kesehatan dan kesejahteraan lansia.
Hak-Hak Seksual mencakup hak asasi manusia yang telah diakui dalam dokumen hak
asasi manusia internasional dan pernyataan konsensus lainnya dan termasuk hak semua orang,
bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan, terhadap standar kesehatan seksual tertinggi
yang dapat dicapai, termasuk akses ke seksual dan reproduksi. layanan perawatan kesehatan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Baziad, Ali. 2003.Andropause dan Menopause, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
Chung E. Sexuality in Ageing Male: Review of Pathophysiology and Treatment Strategies for
Various Male Sexual Dysfunctions. Med Sci (Basel). 2019;7(10):98. Published 2019 Sep
20. doi:10.3390/medsci7100098
Corona G., Rastrelli G., Forti G., Maggi M. Sexual function of the ageing male. Best practice
and research Clin. Endocrinol. Metab. 2013;27:581–601. doi: 10.1016/j.beem.2013.05.007.
Darmojo, Boedhi dan Martono Hadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:
FK-UI
Gott M., Hinchliff S. How important is sex in later life? The view of older people. Soc. Sci.
Med. 2003;56:1617–1628. doi: 10.1016/S0277-9536(02)00180-6.
Kesuma, Boy. 2009. 50+: Mengatasi Sindrom Menopause untuk Pasangan Setia. Yogyakarta
: Pustaka Panasea
Lindau S.T., Gavrilova N. Sex, health, and years of sexually active life gained due to good
health: Evidence from two US population based cross sectional surveys of
ageing. BMJ. 2010;l340:c810. doi: 10.1136/bmj.c810
Maryam, Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Keperawatannya. Jakarta : Salemba
Medika
Ratner ES, Erekson EA, Minkin MJ, Foran‑Tuller KA. Sexual satisfaction in the elderly
female population: A special focus on women with gynecologic pathology. Maturitas
2011;70:210‑5.
Sathyanarayana Rao TS, Tandon A, Manohar S, Mathur S. Clinical Practice Guidelines for
management of Sexual Disorders in Elderly. Indian J Psychiatry. 2018;60(Suppl 3):S397-
S409. doi:10.4103/0019-5545.224478
21
UNFPA Indonesia. Indonesia on the threshold of population ageing. 1st ed. Jakarta: UNFPA
Indonesia; 2014.
Wu F.C., Tajar A., Beynon J.M., Pye S.R., Phil M., Silman A.J., Finn J.D., O’Neill T.W.,
Bartfai G., Casanueva F.F., et al. Identification of late onset hypogonadism in middle-
aged and elderly men. NEJM. 2010;363:123–135. doi: 10.1056/NEJMoa0911101
World Health Organization. 2006. Defining Sexual Health: Report of technical consultation
on sexual health 28-31 January 2002, Geneva. Sexual Health Document Series.
World Health Organization. 2017. Sexual health and its linkages to reproductive health: an
operational approach. Department of Reproductive Health and Research. Geneva.
World Health Organization. Sexual Health. [Accessed on 12th November 2020]; Availabe
online: https://www.who.int/health-topics/sexual-health#tab=tab_2
Zulaikha, Afrina & Mahajudin, Marlina. 2017. Disfungsi Seksual Berhubungan dengan
Keharmonisan Rumah Tangga pada Lansia. Jurnal Psikiatri Surabaya. 6. 1.
10.20473/jps.v6i1.19104.
Shores MM, Kivlahan DR, Sadak TI, Li EJ, Matsumoto AM. A randomized,
double‑blind, placebo‑controlled study of testosterone treatment in
hypogonadal older men with subthreshold depression (dysthymia or
minor depression). J Clin Psychiatry 2009;70:1009‑16.
22