Anda di halaman 1dari 22

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH

MASALAH SEKSUAL PADA LANSIA

Disusun oleh:

Siti Fatimah 2006560264

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan

Hidayah–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas reproduksi lansia yang berjudul

“Masalah Seksual pada Lansia”.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Kesehatan Reproduksi Lansia dengan harapan dapat memberikan berbagai informasi mengenai

seksualitas pada lansia, gangguan-gangguan seksual pada pria dan wanita lanjut usia, serta

upaya penanganan dan rehabilitasinya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada dosen pengajar mata kuliah Kesehatan Reproduksi Lanjut Usia, Bapak Prof.

Dr. dr. Sudijanto Kamso, S.KM, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Jakarta, November 2020


Penulis,

Siti Fatimah
NPM: 2006560264

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 4


1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 4
1.2. Tujuan........................................................................................................4
1.3. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
2.1. Pengertian Seksualitas ............................................................................... 6
2.2. Gangguan Seksual pada Lansia Pria ......................................................... 8
2.3. Gangguan Seksual pada Lansia Wanita .................................................. 13
2.4. Upaya Penanganan dan Rehabilitasi ....................................................... 16
BAB III KESIMPULAN........................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara berkembang sedang menghadapi transisi demografis.
Transisi demografis ini menyebabkan penurunan proporsi balita dan peningkatan
proporsi lansia usia 60-an ke atas. Dengan demikian, kondisi ini tersebut menyebabkan
proporsi lansia akan lebih tinggi dari pada populasi balita. Kondisi ini disebabkan karena
penurunan tingkat kesuburan total (TFR) dan peningkatan harapan hidup.1 Berdasarkan
United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia, pada tahun 1971 TFR di Indonesia
5.6 dan pada tahun 2035 TFR akan menurun menjadi 1,9. Pada tahun 1971, harapan hidup
adalah 45,7 tetapi akan meningkat menjadi sekitar 72,4 pada tahun 2035 (UNFPA, 2014).
Meningkatnya populasi lansia juga menghasilkan perubahan dalam struktur
populasi. Proporsi lansia usia 60–74 tahun cenderung menurun sedangkan proporsi lansia
di atas 75 tahun cenderung meningkat. Penduduk lansia berusia di atas 75 tahun akan
menjadi sekitar 21% dari total populasi pada tahun 2035 (UNFPA, 2014).
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia sehingga kualitas
kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Seiring dalam proses penuaan, lansia
juga mengalami kemunduran dalam pemenuhan kebutuhan seksualitas. Masih banyak
yang memandang aktivitas seks hanya sebagai salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan
semata. Padahal di luar itu, seks ternyata memiliki beragam manfaat yang dapat
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan, baik dari segi fisik maupun psikologis.
Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat
dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik
fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum:
Memahami permasalahan seksual pada lansia serta upaya mengatasinya
Tujuan Khusus:
1.2.1 Dapat menjelaskan gangguan seksual yang sering terdapat pada lansia laki-laki
dan perempuan
1.2.2 Dapat menjelaskan upaya penanganan serta rehabilitasinya

4
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Apakah yang dimaksud dengan seksualitas pada lansia?
1.3.2 Bagaimana permasalahan yang sering terjadi pada lansia laki-laki?
1.3.3 Bagaimana permasalahan yang sering terjadi pada lansia wanita?
1.3.4 Bagaimana mengatasi permasalahan seksual pada lansia?
1.3.5 Bagaimana upaya rehabilitasi dari permasalahan seksual pada lansia?

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Seksualitas


Kesehatan seksual tidak dapat didefinisikan, dipahami atau dijalankan tanpa
pertimbangan yang luas tentang seksualitas, yang mendasari perilaku dan hasil penting
yang terkait dengan kesehatan seksual. Definisi kerja seksualitas adalah suatu aspek inti
manusia sepanjang hidupnya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi
seksual, erotisisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Seksualitas dialami dan
diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku,
perbuatan, peran dan hubungan. Sementara seksualitas dapat meliputi semua dimensi ini.
Tidak semuanya selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi
faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, budaya, etika, hukum, sejarah, religi
dan spiritual (World Health Organization, 2006).
Kesehatan seksual ada dalam kontinum yang dinamis, dengan kebutuhan yang
berubah sepanjang umur dan yang bervariasi tergantung pada campuran kompleks
karakteristik individu, serta lingkungan budaya, sosial ekonomi, geopolitik dan hukum.
Kombinasi khusus dari faktor-faktor ini dapat menciptakan kerentanan - yang dapat
bersifat sementara atau bertahan lama - yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap
kesehatan yang buruk dan / atau menghalangi akses ke perawatan kesehatan. Misalnya,
intervensi kesehatan seksual tertentu mungkin tidak tersedia karena tidak dapat diterima
secara budaya atau diizinkan secara hukum; intervensi kesehatan seksual yang tersedia
mungkin sulit diakses karena berbagai alasan; dan kebutuhan kesehatan seksual beberapa
individu, populasi atau kelompok umur mungkin tidak dikenali atau diakui. Oleh karena
itu, kegiatan dan penelitian kesehatan seksual harus mencakup keragaman kebutuhan di
antara individu-individu di berbagai titik di seluruh perjalanan hidup dan dalam berbagai
keadaan (WHO, 2017).
Sedangkan definisi seksualitas yang dihasilkan dalam Konferensi APNET (Asia
Pasific Network for Sosial Health) di Cepu, Filipina 1996 mengatakan seksualitas adalah
ekspresi seksual seseorang yang secara social dianggap dapat diterima serta mengandung
aspek-aspek kepribadian yang luas dan mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari
perasaan dan perilaku seseorang yang tidak hanya didasarkan pada ciri seks secara
biologis, tetapi juga merupakan suatu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat
dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain.
6
Perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya
berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vascular,
hormonal, dan neurologiknya (Alexander dan Allison dalam Darmojo, 2010). Perubahan
fisiologis aktivitas seksual akibat proses penuaan dapat ditinjau dari tahapan seksual
menurut Kaplan dalam Darmojo (2010), yaitu:
a. Fase Hasrat (Desire)
Pada fase ini dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan,
kecemasan akan kemampuan seks, dll. Hasrat pada wanita lanjut usia seringkali
menurun semakin lanjutnya usia. Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada
lansia pria meningkat serta testosterone menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun
dan akan berpengaruh terhadap libido.
b. Fase Arousal
Lansia wanita: pembesaran payudara berkurang, terjadi penurunan flushing, elastisitas
dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot, iritasi uretra dan kandung
kemih
Lansia pria: ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat, adanya
penurunan produksi sperma sejak usia 40 tahun akibat penurunan testosterone, elevasi
testis ke perineum lebih lambat.
c. Fase Orgasme (Orgasmic)
Lansia wanita: tanggapan orgasme kurang intens diserta lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapat orgasme multiple berkurang
Lansia pria: kemampuan mengontrol ejakulasi membaik, kekuatan dan jumlah
kontraksi otot berkurang, volume ejakulat menurun
d. Fase Setelah Orgasme (Pasca Orgasmic)
Adanya periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase orgasme
berikutnya lebih sukar terjadi.

Ada konsensus yang berkembang bahwa kesehatan seksual tidak dapat dicapai dan
dipertahankan tanpa penghormatan, dan perlindungan, hak asasi manusia tertentu.
Definisi Hak-Hak Seksual yang diberikan merupakan kontribusi terhadap dialog
berkelanjutan tentang hak asasi manusia terkait kesehatan seksual. Penerapan hak asasi
manusia yang ada atas seksualitas dan kesehatan seksual merupakan hak seksual. Hak-
7
Hak Seksual melindungi hak semua orang untuk memenuhi dan mengekspresikan
seksualitas mereka dan menikmati kesehatan seksual, dengan memperhatikan hak-hak
orang lain dan dalam kerangka perlindungan terhadap diskriminasi (WHO, 2006a,
diperbarui 2010).
“Pemenuhan kesehatan seksual terkait dengan sejauh mana hak asasi manusia
dihormati, dilindungi dan dipenuhi. Hak-Hak Seksual mencakup hak asasi manusia
tertentu yang telah diakui dalam dokumen hak asasi manusia internasional dan regional
dan dokumen konsensus lainnya dan dalam hukum nasional.”
Hak-hak penting untuk mewujudkan kesehatan seksual meliputi:
- hak atas kesetaraan dan non-diskriminasi
- hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat
- hak atas privasi
- hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai (termasuk kesehatan
seksual) dan jaminan sosial
- hak untuk menikah dan untuk menemukan keluarga dan masuk ke dalam
pernikahan dengan persetujuan bebas dan penuh dari calon pasangan, dan untuk
kesetaraan dalam dan pada saat pembubaran pernikahan
- hak untuk menentukan jumlah dan jarak anak seseorang
- hak atas informasi, serta pendidikan
- hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, dan
- hak atas pemulihan yang efektif untuk pelanggaran hak-hak fundamental.
- Pelaksanaan hak asasi manusia yang bertanggung jawab mengharuskan semua
orang menghormati hak orang lain.

2.2 Gangguan Seksual pada Lansia Pria


Populasi lanjut usia kemungkinan akan meningkat selama tiga dekade mendatang.
Diperkirakan jumlah lansia yang berusia 60 tahun ke atas, akan berlipat ganda dalam
populasi menjadi lebih dari dua miliar pada tahun 2050 di dunia (WPA, 2013). Ini akan
memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi yang besar dengan populasi yang menua,
menempatkan beban besar pada sistem perawatan kesehatan publik saat ini.
Sementara hilangnya seksualitas dapat dianggap normal dan tak terhindarkan
dengan proses penuaan, seksualitas tetap menjadi aspek kunci maskulinitas, dan sebagai
8
bagian dari cara pria mendefinisikan diri mereka sendiri yang terpisah dari usia
kronologis. Terlepas dari persepsi usia aseksual yang lebih tua, pria yang lebih tua terus
menikmati kehidupan seks yang kuat. Kesalahpahaman dan prasangka umum tentang
usia lanjut yang aseksual ini mungkin terkait dengan mitos mengenai orang lanjut usia
dan aktivitas seksual mereka, kesulitan yang dialami oleh pasien yang lebih tua dalam
mengungkapkan masalah seksual kepada profesional perawatan kesehatan, dan bahwa
kesehatan seksual mungkin kurang penting dalam skema keseluruhan mereka. Pria
khususnya sering ragu untuk mencari bantuan untuk masalah kesehatan termasuk
disfungsi seksual. Selain itu, ada kurangnya pemahaman di antara profesional perawatan
kesehatan tentang kesehatan seksual pada pasien yang lebih tua, ditambah dengan waktu
konsultasi medis yang singkat dan pengetahuan atau pelatihan yang terbatas untuk
menangani masalah seksual. (Gott, 2003)
Fungsi seksual di antara pria lanjut usia sering dianggap menurun sebagai bagian
dari penuaan biologi yang normal meskipun pada kenyataannya seksualitas tetap menjadi
masalah penting pada orang tua. Disfungsi seksual pada pria lanjut usia kemungkinan
besar bersifat multifaktorial, dengan perkembangan dan / atau perkembangan
komorbiditas medis yang sering mengakibatkan penurunan fungsi seksual pria dan
respons pengobatan yang buruk. Saat ini, disfungsi seksual pada pria yang menua tidak
diselidiki dan dipahami dengan baik, dan strategi pengobatan saat ini bertujuan untuk
meningkatkan hasrat seksual dan fungsi ereksi dengan data terbatas tentang disfungsi
ejakulasi dan orgasme. Selain itu, pria seringkali enggan mencari bantuan untuk masalah
kesehatan termasuk disfungsi seksual (Chung, 2019).
Dengan usia harapan hidup yang lebih panjang, semakin banyak pria yang berupaya
mempertahankan seksualitasnya hingga usia lanjut. Usia tidak lagi dianggap sebagai
penghalang untuk kehidupan seks yang aktif, tetapi masalah kesehatan yang dialami oleh
individu (atau pasangannya) dapat menyebabkan reprioritising nilai yang ditempatkan
pada seks. Konsep "harapan hidup aktif secara seksual" menunjukkan jumlah tahun yang
tersisa bagi seseorang untuk tetap aktif secara seksual (Lindau, 2010). Secara umum,
meskipun pria memiliki harapan hidup aktif secara seksual lebih lama daripada wanita,
banyak pria kehilangan kehidupan aktif secara seksual lebih banyak karena kesehatan
yang lebih buruk.
Diperkirakan bahwa hilangnya seksualitas pada pria lanjut usia adalah wajar dan
tidak dapat dihindari seiring bertambahnya usia, dan sedikit perhatian diberikan pada
seksualitas, fungsi seksual, dan pengobatan berbagai disfungsi seksual pria pada populasi
9
lansia. Gangguan seksual pada pria lanjut usia dapat diklasifikasikan menjadi empat
domain besar, yaitu:
2.2.1 Disfungsi Ereksi
Adanya disfungsi ereksi (DE), yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan terus-
menerus untuk mencapai dan mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk
hubungan seksual, adalah alasan paling umum mengapa pria yang lebih tua tidak
aktif secara seksual. Ereksi penis yang normal sangat penting bagi pria untuk aktif
secara seksual. Pria dengan DE sering mengalami stres psikoseksual yang cukup
besar dan masalah hubungan serta melaporkan hilangnya kepercayaan diri
mereka, yang selanjutnya memperburuk DE yang mendasarinya. (Chung, 2019)

Berbagai penelitian skala besar menegaskan hubungan erat antara DE dan pria
yang menua. The Massachusetts Male Aging Study (MMAS) melaporkan bahwa
DE hadir di lebih dari 50% peserta dan bahwa prevalensi disfungsi parah tiga kali
lipat dari 5% menjadi 15% antara subjek berusia 40 dan 70 tahun. Temuan serupa
digaungkan oleh European Male Aging Study (EMAS) dengan lebih dari 30%
dari seluruh sampel EMAS melaporkan ED dan bahwa prevalensi kondisi
dilaporkan lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua, memuncak pada pria
70 tahun ke atas. (64%). Dengan populasi penuaan yang berkembang pesat dan
harapan hidup yang lebih tinggi, diperkirakan prevalensi DE akan mencapai lebih
dari 300 juta di seluruh dunia pada tahun 2025. Pada saat yang sama, keparahan
DE juga meningkat dengan bertambahnya usia, cerminan dari meningkatnya
morbiditas medis pada pria yang menua seperti adanya hipertensi, penyakit
pembuluh darah, diabetes, hipogonadisme, penyakit ginjal kronis, depresi dan
banyak lainnya, yang berkontribusi. untuk perubahan merugikan pada jalur
neurohumoral, penurunan aliran darah kavernosus dan fibrosis penis berikutnya.
Penggunaan polifarmasi semakin memperburuk keluhan DE pada populasi yang
menua. (Chung, 2019)

Sebuah studi India tentang seksualitas pada geriatrik menemukan bahwa disfungsi
ereksi dilaporkan secara signifikan lebih sering pada pria dengan penyakit
penyerta dibandingkan mereka yang tidak (26% vs. 9%) (Kalra 2011 dalam
Dhingra 2016). Studi India lainnya menguatkan prevalensi gangguan seksual laki-

10
laki yang lebih tinggi pada mereka dengan komorbiditas medis dibandingkan
mereka yang tidak.

Pendekatan penanganan masalah ini harus berpusat pada pasien dan dokter harus
secara sadar mengadopsi perspektif pasien dan menghormati nilai dan harapan
pasien dan pasangannya. Tujuan dari anamnesis tidak hanya tentang memastikan
diagnosis DE, tetapi juga mengidentifikasi kemungkinan gangguan yang
mendasari dan reversibel atau dapat diobati yang berkontribusi pada DE. Evaluasi
DE harus mengidentifikasi masalah ereksi spesifik, harapan pasien dan alasan
konsultasi, serta menyaring dan mengelola faktor risiko kardiovaskular yang
terkait dengan DE. Pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular menengah atau
tinggi harus menjalani penilaian kardiovaskular sebelum memulai pengobatan
DE. Kondisi medis yang mendasari seperti depresi, diabetes, hipogonadisme,
sindrom metabolik dan penyebab iatrogenik DE (misalnya, pengobatan) harus
disingkirkan dan jika ada, ditangani dengan tepat. Pemeriksaan fisik harus
difokuskan pada pemeriksaan umum untuk status kesehatan kardiovaskular,
neurologis dan metabolik. Pemeriksaan genital yang terfokus harus dilakukan
untuk mendapatkan kelainan bentuk penis (misalnya, kelengkungan penis, plak
dan sensasi) dan menentukan ukuran testis karena testis yang kecil dan regresi
karakteristik seksual sekunder dapat mengindikasikan hipogonadisme yang
mendasari (Chung, 2010). Tes darah rutin standar harus mencakup glukosa dan
lipid puasa, dan profil hormonal, sementara tes khusus seperti USG dupleks warna
penis dapat diperoleh untuk memberikan informasi lebih lanjut. (Chung, 2019)

2.2.2 Libido dan Keinginan Seksual


Hasrat seksual mungkin merupakan aspek terpenting dari fungsi seksual pria dan
itu mendorong semua tindakan seksual. Hasrat seksual sering kali terkait erat
dengan tingkat testosteron dan mengingat hubungan terbalik antara testosteron
dan proses penuaan, hasrat seksual yang rendah tidak jarang terjadi pada pria yang
lebih tua dan hipogonad (Wu, 2010). Studi menunjukkan penurunan fungsi testis
tergantung usia di antara pria yang lebih tua (Corona, 2013).

11
Hasrat seksual hipoaktif didefinisikan sebagai fantasi seksual yang terus-menerus
atau berulang, kurang atau tidak ada, atau keinginan untuk aktivitas seksual yang
mengakibatkan tekanan pribadi atau interpersonal yang signifikan. Hal ini dapat
dikaitkan dengan faktor organik, psikologis dan / atau endokrin, dan merupakan
faktor penentu yang relevan untuk mengurangi aktivitas seksual pada semua usia.
Selain penurunan “fisiologis” dalam dorongan seksual seiring bertambahnya usia,
kemungkinan efek negatif usia terhadap hasrat lebih terkait dengan masalah
kesehatan secara keseluruhan daripada penuaan itu sendiri. Masalah seperti
komorbiditas medis (misalnya, kondisi kardiovaskular dan depresi), disfungsi
ereksi, keterbatasan fisik, pasangan, dan masalah lingkungan memiliki dampak
signifikan pada hasrat seksual.

2.2.3 Fungsi Ejakulasi dan Orgasme


Disfungsi ejakulasi dan orgasme tidak jarang terjadi dan ini dapat berkisar dari
ejakulasi dini hingga ejakulasi tertunda dan anejakulasi, serta berkurangnya
kenikmatan orgasme dan anorgasmia. Pria dengan DE dapat datang dengan
keluhan seperti ejakulasi dini karena mereka sering mengalami ejakulasi dengan
cepat untuk menutupi disfungsi ereksi. Berbeda dengan ejakulasi dini, yang lebih
umum pada pria yang lebih muda, ejakulasi tertunda lebih sering terjadi pada pria
yang lebih tua. Ejakulasi tertunda, ejakulasi terbelakang dan ejakulasi terhambat
mungkin merupakan bentuk disfungsi seksual pria yang paling tidak umum,
paling sedikit dipelajari dan paling tidak dipahami. Kondisi seksual ini dapat
berakibat buruk pada kurangnya pemenuhan seksual bagi pria dan pasangannya,
karena banyak pria mengaitkan ejakulasi dengan sensasi klimaks atau orgasme.
Demikian pula, penurunan fungsi orgasme sering diamati pada pria yang lebih tua
dengan atau tanpa disfungsi ejakulasi.

Strategi pengobatan pada ejakulasi dini termasuk teknik pengendalian diri, terapi
perilaku psiko-kognitif dan penghambat reuptake serotonin selektif (SSRI) seperti
dapoxetine. Sebaliknya, ejakulasi tertunda atau terhambat mungkin merupakan
disfungsi seksual pria yang paling tidak umum dan dipahami, dan penting bagi
dokter untuk mengatasi penyebab iatrogenik dan patofisiologis seperti obat-

12
obatan (misalnya antidepresan), hipogonadisme, dan gangguan pembuluh darah
atau neurogenik.

Namun, masih belum jelas apakah penurunan fungsi ejakulasi dan / atau orgasme
ini karena penuaan saja atau karena perubahan gaya hidup, penyebab psikologis
atau organik. Kemungkinan besar perubahan hasrat seksual dan fungsi ereksi
selalu mempengaruhi fungsi ejakulasi dan orgasme. Farmakoterapi saat ini untuk
mengobati disfungsi ejakulasi dan orgasme terbatas dan peran PDE5I dan terapi
testosteron masih kontroversial dengan data yang dipublikasikan sangat terbatas
pada populasi lansia. Sayangnya, sebagian besar penyebab vaskulogenik dan
neurogenik dari disfungsi ejakulasi dan orgasme biasanya tidak dapat diubah.
Konseling yang tepat harus dilakukan untuk menetapkan harapan yang realistis
dan pasien harus ditawarkan berbagai strategi pengobatan untuk meningkatkan
kepuasan seksual dengan pasangannya seperti perubahan gaya hidup, konsumsi
alkohol, dan teknik praktik yang memaksimalkan stimulasi penis.

2.3 Gangguan Seksual pada Lansia Wanita


Secara umum perubahan biologis yang terjadi sebagai akibat bertambahnya usia
akan mengurangi kemampuan seseorang untuk merespon fisik maupun psikis lansia,
berbagai masalah bisa terbawa oleh kondisi tersebut dan paling menonjol adalah masalah
yang berkaitan dengan dorongan dan sikap perilaku seksual seseorang.
Hormon estrogen dan progesteron yang dibutuhkan mulai berkurang, kondisi
tersebut disertai dengan mulai mengendurnya dan kurang kenyalnya payudara, bulu-bulu
tubuh mulai jarang dan rasa sakit kadang timbul saat bersenggama (karena lubrikasi
berkurang dan kontraksi uterus yang mengecil), umumnya wanita yang mengeluh sakit
pada saat bersenggama akan merasa tidak ingin lagi melakukan hubungan seksual, nyeri
saat senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila hubungan seksual makin jarang
dilakukan. Menurunnya libido dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perasaan,
lingkungan dan faktor hormonal (Baziad, 2003).
Penurunan frekuensi hubungan seksual pada lansia disebabkan oleh beberapa
penyebab, yaitu sudah terbiasanya dengan rangsangan fisik dan psikis yang diterima,
perubahan fisik dan psikis yang terjadi karena bertambahnya usia, kesehatan lansia, sikap
wanita lansia terhadap hubungan seksual di masa lansia. (Maryam, 2008).

13
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
- Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
- Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
- Cerviks yang menyusut ukurannya
- Dinding vagina atropi ukurannya memendek
- Berkurangnya pelumas vagina
- Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
- Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan,
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perineal

2.3.1 Seks dan Libido pada Wanita Lanjut Usia


Wanita dengan kadar estrogen yang kurang/menurun, lebih banyak mengeluh
masalah seksual seperti vagina kering, perasaan terbakar, gatal, dan sering
keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit saat
senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan sexs. Nyeri senggama
ini akan bertambah buruk lagi apabila hubungan sexs makin jarang dilakukan
(Baziad, 2003).

Pengaruh dari kurangnya pengetahuan juga menjadi salah satu penyebab


menurunnya gairah seksual, karena terjadi kebosanan pada pasangan lansia
(Kesuma, 2009). Pendidikan lansia yang masih rendah membuat mereka merasa
tidak pantas lagi untuk seranjang dengan suaminya dan wanita lansia tidak boleh
lagi melakukan hubungan seksual dengan pasangannya, sehingga sebagian besar
wanita lansia merasa tidak perlu lagi melakukan hubungan seksual. Tidak jarang
wanita lansia mengatakan sudah tidak ada gairah sama sekali dan mereka hanya
melakukan hubungan seksual untuk memuaskan atau melayani suaminya
(Setiyowati, 2019)

Pada masa menopouse, sebanyak 15% wanita mengeluh vagina kering, walaupun
haid mereka masih teratur. Pada masa pasca manopouse, wanita mengeluh vagina
kering meningkat sampai dengan 50%. Pada keadaan kadar esterogen sangat
rendah pun wanita tetap mendapatkan orgasme. Yang terpenting adalah
melakukan hubungan sexsual secara teratur agar elastisitas vagina masih tetap di

14
pertahankan. Hampir 50% wanita usia antara 55 – 57 tahun seksualnya masih
tetap aktif, orgasme tetap saja diperoleh hingga usia pasca menopause. Sehingga
bila wanita mengeluh aktivitas seksual mulai menurun, maka penyebabnya
kemungkinan terletak kepada pasanganya sendiri (Baziad,2003).

Libido sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perasaan, lingkungan dan
hormonal. Androgen kelihatnya memiliki perasaan penting dalam hal
peningkatan libido, karena pada wanita yang telah diangkat kedua ovariumnya.
Penurunan Libido yang terjadi erat kaitanya dengan penurunan kadar endrogen.

2.3.2 Menopause Wanita Lanjut Usia


Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang
perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Seorang
wanita yang sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase ini terjadi
karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk mempertahankan
jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.

Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang


berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan
dalam gairah seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau
terjadi hubungan badan, selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan
ditinggalkan sendiri dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan sulit untuk
dirangsang. Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause dapat
menimbulkan kecemasan, karena mereka takut tidak bisa melayani suami dengan
baik akan mencari wanita lain atau malah menceraikannya, karena dari mereka
tidak sedikit yang kemudian merasa tidak berarti lagi bagi suaminya, sehingga di
sisi lain banyak juga suami yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat
mengganggu istri yang telah menopause.

Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi
kehidupan mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah
mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas,

15
depresi, dan merasa kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut
ditinggalkan suaminya.

Wanita mengalami perubahan fungsi seksual seiring bertambahnya usia, dimulai


sekitar waktu menopause. Mereka mengalami penurunan lubrikasi vagina dan
penipisan epitel vagina yang menyebabkan dispareunia (Ratner, 2011). Hal ini
bisa menjadi penyebab yang mendasari laporan penurunan fungsi seksual pada
wanita yang lebih tua dan mudah diobati dengan pelumas vagina atau
suplementasi estrogen. Penelitian tentang seksualitas wanita di usia tua sudah
lama melaporkan penurunan minat dan aktivitas seksual yang parah pada wanita.
Namun, penelitian seringkali membandingkan seksual aktivitas wanita yang lebih
tua dengan pria, bukan dengan tingkat aktivitas seksual mereka sebelumnya atau
dengan wanita yang lebih muda. Keterbatasan desain penelitian lainnya termasuk
menyamakan aktivitas seksual hanya dengan hubungan seksual dan tidak
memperhitungkan mereka yang menderita kehilangan pasangan. Wanita
umumnya hidup lebih lama dari pria dan status perkawinan berkorelasi dengan
aktivitas seksual yang berkelanjutan pada wanita (Lindau 2001 dalam Dhingra
2016). Laporan Janus, proyek penelitian lanjutan yang dilakukan di Amerika
Serikat pada skala nasional selama 9 tahun, terurai banyak mitos yang
berhubungan dengan seksualitas dan penuaan. Secara khusus, ditemukan bahwa
74% wanita di atas 65 tahun usia terus melakukan aktivitas seksual setidaknya
sekali seminggu (Janus 1993 dalam Dhingra 2016).

2.4 Upaya Penanganan dan Rehabilitasi


Hal-hal yang perlu hal yang diperhatikan untuk menangani berbagai masalah seksual
yang dialami oleh lanjut usia ialah:
2.4.1 Psikoterapeutik
Intervensi ini menekankan pada adanya komunikasi yang baik dengan pasangan.
Terapi seks seperti yang dirujuk hari ini pada dasarnya adalah bentuk modifikasi
dari terapi asli (sebagaimana didirikan oleh Masters dan Johnson pada tahun 1970)
dan mengikuti pendekatan singkat, fokus pada masalah, dan perilaku. Berdasarkan
teori psikodinamik klasik, resolusi konflik perkembangan awal, penerimaan
impuls seksual ke ego dan resolusi masalah adalah fokus utama. Terapi seks 'baru'
berfokus pada menghilangkan gejala langsung dan bertindak sebagai jembatan
16
antara pendekatan psikoanalitik dan perilaku. Pendekatan psikodinamik hanya
digunakan jika teknik perilaku awal tidak menghasilkan pengurangan gejala
(Sathyanarayana, 2018)

Terapi menekankan bahwa tidak ada gunanya menyalahkan pasangan atau diri
sendiri, dan seks adalah tindakan timbal balik antara dua individu. Komunikasi
antarpribadi pada tingkat yang sangat intim dan komunikasi sosial yang
ditingkatkan menguntungkan hubungan tersebut. Pendidikan, peningkatan
kesadaran sensorik dan latihan fokus sensasi diajarkan kepada pasangan. Latihan
perilaku mencakup fokus indera (kesenangan non-permintaan), untuk
memungkinkan individu mengalami kembali kesenangan tanpa tekanan kinerja
atau pemantauan diri. Asesmen dan pengobatan perlu disesuaikan tergantung pada
pengaturan seseorang, profesi, spesialisasi dan yang paling penting dari semuanya,
jenis masalah yang dihadapi klien, di mana pendekatan yang berbeda dapat
membantu (Sathyanarayana, 2018).

2.4.2 Terapi Farmakologi untuk Disfungsi Seksual


a. Penguat oksida nitrat
b. Terapi Hormon: Testosteron pasti efektif hanya dalam kasus hipogonadisme.
Ini dapat meningkatkan keinginan tetapi tidak berpengaruh pada fungsi ereksi.
Dorongan seks rendah dan anorgasmia wanita dapat dicoba di bawah
pengawasan yang cermat. Terapi Penggantian Hormon (HRT) dengan estrogen
pada wanita menopause sebagai fungsi vagina, terutama pelumasan yang
ditentukan oleh mereka. Hiperprolaktinemia diobati dengan pemberian obat
dopaminergik seperti bromocriptine.
c. Obat-obatan lain

2.4.3 Terapi perilaku


Melepaskan kebiasaan rutin karena perubahan sekecil apapun dapat memperbaiki
kehidupan seks. Mengubah waktu berhubungan merupakan salah satu solusi.
Misalnya mengubah waktu berhubungan ke waktu yang paling berenergi, seperti
melakukan hubungan intim di pagi hari ketika lansia baru bangun tidur dan dalam
keadaan masih segar dan mencoba posisi seks baru (Sathyanarayana, 2018).

17
Harus dipahami juga bahwa disfungsi seksual merupakan masalah pasangan,
memahami hal ini sebagai masalah bersama akan meningkatkan upaya
penyelesaian masalah. Pria yang selalu mengalami ejakulasi dini atau perempuan
yang tidak pernah merasakan orgasme cenderung akan berubah perilakunya jika
hal ini ditangani sebagai masalah pasangan. Tugas tiap-tiap pasangan untuk
mengembangkan gaya seksual yang nyaman bagi keduanya. Tantangan ini
akan meningkatkan intimasi karena jika pasangan berhasil mengahadapinya
bersama maka mereka menjadi semakin mengenal diri mereka satu sama lain
dan juga masalah seksualitas mereka (Zulaikha, 2017).

Strategi pengobatan untuk berbagai disfungsi seksual pria lanjut usia


(Chung, 2019)
1. Skrining untuk kondisi medis kronis seperti hipogonadisme, depresi, penyakit
kardiovaskular dan metabolik; singkirkan penyebab iatrogenik atau
reversibel; dan mengoptimalkan komorbiditas medis yang ada.
2. Konseling psikoseksual (termasuk konseling pasangan) untuk menetapkan
tujuan hasil yang realistis.
3. Disfungsi ereksi:
a. Penghambat fosfodiesterase tipe-5 (PDE5);
b. Perangkat ereksi vakum;
c. Terapi injeksi intracvernosal;
d. Implan prostesis penis.
4. Libido seksual dan hasrat seksual hipoaktif:
a. Terapi penggantian testosteron.
5. Gangguan ejakulasi dan orgasme:
a. Ejakulasi dini — teknik pengendalian diri, terapi perilaku psiko-kognitif,
dan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI);
b. Ejakulasi tertunda atau anorgasmia — terapi penggantian testosteron dan
terapi otot dasar panggul.

Ada sepuluh kriteria yang dapat dipakai untuk menilai apakah seseorang sudah
andropause atau belum, yang disebut 10 kriteria ADAM yaitu :
a. Penurunan keinginan seksual (libido)

18
b. Kekurangan energi atau tenaga
c. Penurunan kekuatan atau ketahanan otot
d. Penurunan tinggi badan
e. Berkurangnya kenyamanan dan kesenangan hidup
f. Sedih dan atau sering marah tanpa sebab yang jelas
g. Berkurangnya kemampuan ereksi
h. Kemunduran kemampuan olahraga
i. Tertidur setelah makan malam
j. Penurunan kemampuan bekerja

Jika mengalami keluhan nomor 1 s/d 7 atau berbagai kombinasi dari empat atau lebih
keluhan, maka pasien ini adalah laki-laki andropause.

Idealnya, pendekatan untuk merawat pasien yang lebih tua dengan disfungsi seksual
harus multidisiplin, dengan intervensi biomedis dan psikoterapi yang disesuaikan secara
individual setelah pemeriksaan diagnostik terperinci.

19
BAB III
KESIMPULAN

Penuaan biasanya memerlukan beberapa tingkat perubahan dalam kapasitas pria dan
wanita untuk seksual dari sudut pandang fisiologis yang ketat, namun data penelitian
menunjukkan bahwa jumlah orang yang sama di akhir kehidupan merasa seks memuaskan, jika
tidak lebih, daripada di masa muda mereka. Penting untuk disadari bahwa lansia berisiko
mengalami beberapa keadaan lingkungan, psikososial, dan terkait kesehatan yang dapat
menghambat ekspresi dan fungsi seksual.
Seksualitas adalah fenomena seumur hidup dan hak asasi manusia untuk segala usia.
Meskipun beberapa dari masalah seksual pada lansia ini tidak dapat dicegah sepenuhnya,
pendidikan, advokasi, dan strategi penanggulangan yang efektif dapat sangat mengurangi
dampaknya. Penting agar pria dan wanita yang lebih tua tidak jatuh ke dalam perangkap
psikososial yang mengharapkan (atau lebih buruk lagi, mencoba memaksa) jenis dan tingkat
karakteristik respons seksual masa muda mereka, sama pentingnya agar mereka tidak menjadi
mangsa hal negatif. cerita rakyat yang menurutnya menurun keintiman fisik merupakan
konsekuensi yang tak terhindarkan dari perjalanan waktu. Penerapan gaya hidup sehat secara
dini mungkin merupakan pendekatan terbaik untuk mengurangi beban ereksi dan disfungsi
seksual lainnya pada kesehatan dan kesejahteraan lansia.
Hak-Hak Seksual mencakup hak asasi manusia yang telah diakui dalam dokumen hak
asasi manusia internasional dan pernyataan konsensus lainnya dan termasuk hak semua orang,
bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan, terhadap standar kesehatan seksual tertinggi
yang dapat dicapai, termasuk akses ke seksual dan reproduksi. layanan perawatan kesehatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Baziad, Ali. 2003.Andropause dan Menopause, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo

Chung E. Sexuality in Ageing Male: Review of Pathophysiology and Treatment Strategies for
Various Male Sexual Dysfunctions. Med Sci (Basel). 2019;7(10):98. Published 2019 Sep
20. doi:10.3390/medsci7100098

Chung E. Failure of PDE5 inhibitor use: A case of non-responder? (CME) J. Sex


Med. 2010;7:1321–1323. doi: 10.1111/j.1743-6109.2010.01772.x.

Corona G., Rastrelli G., Forti G., Maggi M. Sexual function of the ageing male. Best practice
and research Clin. Endocrinol. Metab. 2013;27:581–601. doi: 10.1016/j.beem.2013.05.007.

Darmojo, Boedhi dan Martono Hadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:
FK-UI

Dhingra I, De Sousa A, Sonavane S. Sexuality in older adults: Clinical and psychosocial


dilemmas. J Geriatr Ment Health 2016;3:131-9.

Gott M., Hinchliff S. How important is sex in later life? The view of older people. Soc. Sci.
Med. 2003;56:1617–1628. doi: 10.1016/S0277-9536(02)00180-6.

Kesuma, Boy. 2009. 50+: Mengatasi Sindrom Menopause untuk Pasangan Setia. Yogyakarta
: Pustaka Panasea

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di


Pusat Kesehatan Masyarakat.

Lindau S.T., Gavrilova N. Sex, health, and years of sexually active life gained due to good
health: Evidence from two US population based cross sectional surveys of
ageing. BMJ. 2010;l340:c810. doi: 10.1136/bmj.c810

Maryam, Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Keperawatannya. Jakarta : Salemba
Medika

Ratner ES, Erekson EA, Minkin MJ, Foran‑Tuller KA. Sexual satisfaction in the elderly
female population: A special focus on women with gynecologic pathology. Maturitas
2011;70:210‑5.

Sathyanarayana Rao TS, Tandon A, Manohar S, Mathur S. Clinical Practice Guidelines for
management of Sexual Disorders in Elderly. Indian J Psychiatry. 2018;60(Suppl 3):S397-
S409. doi:10.4103/0019-5545.224478

Setiyowati, Widyah et al. 2019. Faktor-Faktor Minat Berhubungan Seksual Wanita


Pasangan Lansia Usia 60-70 Tahun di Kota Semarang. Indonesian Journal of
Midwivery (IJM) Volume 2 Nomor 1, Maret 2019. http://jurnal.unw.ac.id/index.php/ijm

21
UNFPA Indonesia. Indonesia on the threshold of population ageing. 1st ed. Jakarta: UNFPA
Indonesia; 2014.

Wu F.C., Tajar A., Beynon J.M., Pye S.R., Phil M., Silman A.J., Finn J.D., O’Neill T.W.,
Bartfai G., Casanueva F.F., et al. Identification of late onset hypogonadism in middle-
aged and elderly men. NEJM. 2010;363:123–135. doi: 10.1056/NEJMoa0911101

World Health Organization. 2006. Defining Sexual Health: Report of technical consultation
on sexual health 28-31 January 2002, Geneva. Sexual Health Document Series.

World Health Organization. 2017. Sexual health and its linkages to reproductive health: an
operational approach. Department of Reproductive Health and Research. Geneva.

World Health Organization. Sexual Health. [Accessed on 12th November 2020]; Availabe
online: https://www.who.int/health-topics/sexual-health#tab=tab_2

World Population Aging 2013. [accessed on 12 November 2020]; Available


online: http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/ageing/Worl
dPopulationAgeing2013.pdf.

Zulaikha, Afrina & Mahajudin, Marlina. 2017. Disfungsi Seksual Berhubungan dengan
Keharmonisan Rumah Tangga pada Lansia. Jurnal Psikiatri Surabaya. 6. 1.
10.20473/jps.v6i1.19104.

Shores MM, Kivlahan DR, Sadak TI, Li EJ, Matsumoto AM. A randomized,
double‑blind, placebo‑controlled study of testosterone treatment in
hypogonadal older men with subthreshold depression (dysthymia or
minor depression). J Clin Psychiatry 2009;70:1009‑16.

22

Anda mungkin juga menyukai