Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Tempat tinggal yang dipilih. Dalam suatu sengketa dimuka pengadilan, kedua belah pihak yang
berpekara atau salah satu dari mereka dapat memilih tempat tinggal lain dari pada tempat tinggal
mereka yang sebenarnya. Pemilihan tempat tinggal ini dilakukan dengan suatu akta. Diadakannya
tempat tinggal yang dipilih itu dimaksudkan untuk memudahkan pihak lain maupun untuk kepentingan
pihak yang memilih tempat tinggal tersebut.
Bilamana seseorang untuk waktu yang pendek maupun waktu yang lama meninggalkan tempat
tinggalnya, tetapi sebelum pergi ia memberikan kuasa kepada orang lain untuk mewakili dirinya dan
mengurus harta kekayaannya, maka keadaan tidak ditempat orang itu tidak menimbulkan persoalan.
tetapi bilamana orang yang pergi meninggalkan tempat tinggal tersebut sebelumnya tidak memeberikan
kuasa apapun kepada orang lain untuk mewakili dirinya maupun untuk mengurus harta kekayaannya
dan segala kepentingannya, maka keadaan tidak ditempatnya orang itu menimbulkan persoalan, siapa
yang mewakili dirinya dan bagaimana mengurus harta kekayaannyaKetentuan mengenai keadaan tidak
di tempat atau keadaan tak hadir (afwezigheid) termuat dalam BW Buku I pasal 463 s/d 495 dan dalam
Stb. 1946 No. 137 jo Bilblad V dan Stb. 1949 No. 451. Undang-Undang mengatur keadaan tidak ditempat
atas tiga masa atau tingkatan, yaitu masa persiapan (pasal 463 s/d 466), masa yang berhubungan
dengan penyataan bahwa orang yang meninggalkan tempat itu mungkin meninggal dunia (pasal 467 s/d
483) dan masa pewarisan secara difinitif (pasal 484).
Hukum Keluarga
Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda) atau law of familie (inggris).
Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak istri, sedangkan dalam arti luas
keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat dekat Ali Affandi, mengatakan bahwa hukum
keluarga diartikan sebagai “Keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum yang bersangkutan
dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua,
perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir).
sumber hukum yang berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH PerdataPeraturan Perkawinan Campuran (Regelijk op de
Gemengdehuwelijk),Stb.1898 Nomor 158.
AsBerdasarkan hasil analisis terhadap KUH Perdata dan UU Nomor 1 tahun 1974 dirumuskan beberapa
asas yang cukup prinsip dalam Hukum Keluarga, yaitu:
Asas monogamy, asas ini mengandung makna bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
istri, dan seorang istri hanya boleh mempunyai seorang suami.
Asas konsensual, yakni asas yang mengandung makna bahwa perkawinan dapat dikatakan sah apabila
terdapat persetujuan atau consensus antara calon suami-istri yang akan melangsungkan perkawinan.
Asas persatuan bulat, yakni suatu asas dimana antara suami-istri terjadi persatuan harta benda yang
dimilikinya.(Pasal 119 KUHPerdata).
Asas proporsional, yaitu suatu asas dimana hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan di dalam pergaulan masyarakat.( Pasal 31 UUNo.1
Tahun 1974 tentang perkawinanas-Asas Hukum Keluarga
Sebagai suatu hubungan hukum, perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban suami istri. Yang
dimaksud “hak” ialah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri yang
timbul karena perkawinannya. Sedangkan “kewajiban” ialah sesuatu yang harus dilakukan atau diadakan
oleh suami atau istri untuk memenuhi hak dan dari pihak yang lainpasal 50 ayat (1) Undang-undang No.1
tahun 1974 menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk anak yang memperoleh perwalian adalah:
Wali dapat ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia
meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dengan dua orang saksiKEDEWASAAN DAN
PENDEWASAAN
Kedewasaan selalu dihubungkan dengan kematangan mental, kepribadian, pola pikir dan prilaku sosial,
namun dilain hal kedewasaan juga erat hubungannya dengan pertumbuhan fisik dan usia. Kedewasaan
juga kadang dikaitkan dengan kondisi sexual seseorang walaupun kemampuan reproduksi manusia tidak
selalu ditentukan oleh faktor usiaDari beberapa ukuran yang umum digunakan antara lain adalah
keseimbangan mental dan kemapanan sosial sebagai indikator kedewasaan, sedangkan hukum pada
umumnya mengukur suatu kedewasaan dengan patokan usia dan tindakan perkawinan dan Hukum
Islam menentukan kedewasaan dari tanda/ciri biologis tertentu untuk menentukan seseorang telah
memasuki pase “akil baligh”, misalnya pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah (ejaculation),
sedangkan perempuan ditandai dengan datangnya masa haid (menstruasi
HUKUM PERKAWINAN
Defenisi Perkawinan
Berbicara tentang defenisi perkawinan maka kita tidak akan pernah mendapatkan pengertian
perkawinan dalam BW, karena menurut ketentu bw dalam pasal 26 dikatakan bahwa: perkawinan itu
hanyalah hubungan-hubungan perdata saja, untuk itu perkawinan itu dianggap sebagai persetujuan
antara dua pihak tanpa melibatkan hukum agama, karena menurut ketentuan pasal 81 BW
mengatakan bahwa:
Tidak boleh suatu upacara agamapun boleh dilakukan sebelum kedua belah pihak kepada pejabat
agama mereka membuktikan, bahwa perkawinan di hadapan pencatatan sipil telah dilakukanUntuk itu
suatu perkawinan yang dilakukan belum dicatatkan pada kantor catatan sipil dianggap tidak sah
walaupun telah memenuhi prosedur dalam hukum agama. Defenisi perkawinan akan kita temui dalam
ketentuan undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 yang diundangkan pada tanggal 1 oktober 1975
dalam Pasal 1mengatakan bahwa perkawinan adalah: Ikatan lahir batin antara seorang perempuan dan
laki-laki sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal b erdasarkan
ketuhanan yang maha Esa
Syarat-syarat perkawinan
Perkawinan itu sah bila memenuhi syarat-syarat perkawinan yang ditentukan dalam Undang-undang
yaitu:
Ijin dari kedua orang tua bagi mempelai yang belum berumur 21 tahun.
Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan mempelai perempuan 16 tahun.
Bagi suami-isteri yang bercerai untuk kedua kalinya agama dan kepercayaan mereka tidak melarang
mereka kawin untuk ke-tiga kalinya.
Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda.
Setiap orang yang mau melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya kepada
pegawai pencatat perkawinan.
Bagi yang beragama Islam : pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk.
Pegawai pencatat nikah harus segera melakukan penelitian setelah menerima pemberitahuan, apakah
syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi semua dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan
menurut undang-undang.
Akibat Hukum Perkawinan
Harta benda yang merupakan bawaan dibawah penguasaan masing-masing kecuali ditentukan lain
Perkawinan Campuran
Sebelum adanya undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974, perkawinan campuran diatur dalam GHR
Regelling Of de gemangde huwelijken, setelah berlaku undang-undang perkawinan maka perkawinan
campuran yang diatur dalam Pasal 57 adalah campuran dalam arti beda kewarganegaraan
Akibat yang muncul ketika putus ikatan perkawinan antara seorang suami dengan seorang istri dapat
dilihat beberapa garis hukum, baik yang tercantum dalam undang-undang perkawinan maupun yang
tertulis dalam KHI. Akibat talak
Ikatan perkawinan yang putus karena suami mentalak istrinya mempunyai beberapa akibat hukum
berdasarkan pasal 149 KHI,