Anda di halaman 1dari 3

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAMPUS


SULAWESI SELATAN
➢ NAMA : FAISAL TANJUNG

➢ NO. ABSEN : 10

➢ NPP : 29.1579

➢ SEMESTER : VI

➢ MATA KULIAH : ETIKA PEMERINTAHAN

➢ HARI/TANGGAL : SENIN, 29 MARET

➢ TANDA TANGAN :

Etika pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan
dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan
yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
1. Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
2. kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya(honesty).
3. Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap
orang lain.
4. kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan(fortitude).
5. Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
6. Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak
secara profesionalisme dan bekerja keras.
Keberhasilan mewujudkan suatu pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh sejauh mana
moral dan etika yang dimiliki pemerintah sebagai pedoman bagi keberhasilan pembangunan
nasional. Fenomena yang sering terlihat saat ini adalah masih adanya penyalahgunaan wewenang
oleh aparat pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam bentuk tindakan korupsi,
kolusi dan nepotisme dalam segala bidang.
Kumorotomo (2005) mengutip pendapat Flippo yang mengemukakan 10 bentuk penyalahgunaan
wewenang yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai negara atau aparatur selama
menjalankan tugasnya, yaitu:
1. Ketidakjujuran, dimana para pejabat negara selalu mempunyai peluang untuk melakukan
tindakan-tindakan yang tidak jujur dalam tugas-tugasnya. Berbagai pungutan liar adalah contoh
paling nyata yang sering kita jumpai.
2. Perilaku buruk, di mana dalam peraturan-peraturan yang berlaku sering terdapat celah-celah
yang memungkinkan para pejabat yang kurang memiliki moral baik untuk melakukan
penyimpangan, penyuapan atau gratifikasi, pemberian uang sogok atau suap merupakan contoh
perilaku buruk.
3. Konflik kepentingan, di mana pejabat publik seringkali dihadapkan pada posisi yang dipenuhi
konflik kepentingan. Dalam situasi seperti ini, hukum sering tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
4. Melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana seorang pejabat mungkin
tidak pernah menerima uang sogok, uang pelicin dan sebagainya. Tetapi bisa saja terjadi bahwa
tanpa sadar dia telah bertindak menyalahi wewenang yang dimilikinya dalam arti dia tidak
melakukan tindakan-tindakan yang buruk, tetapi dia telah melanggar peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Perlakuan tidak adil terhadap bawahan, di mana seorang pegawai sering diberhentikan oleh
atasannya dengan alasan yang tidak berhubungan dengan tindakannya yang tidak efisien atau
kesalahan lainnya. Mungkin pejabat yang berwenang tersebut memiliki alasan-alasan yang kuat
untuk memberhentikannya, tetapi bawahan mengetahui alasan tersebut setelah ia diberhentikan.
Di sini pejabat tersebut telah menghapus peluang bawahan untuk memperbaiki diri, bahkan rasa
suka atau tidak suka turut mempengaruhi tindakan pemberhentian tersebut.
6. Pelanggaran terhadap prosedur, di mana prosedur yang ditetapkan pemerintah kadang-kadang
tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan, tetapi sesungguhnya prosedur tersebut
memiliki kekuatan seperti peraturan perundang-undangan sehingga setiap instansi akan lebih
baik jika melaksanakannya secara konsisten.
7. Tidak menghormati kehendak pembuat peraturan perundang-undangan di mana pejabat negara
dalam tindakannya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prosedur yang
berlaku, namun tidak mungkin bahwa mereka sebenarnya gagal dalam mengikuti kehendak
pembuat peraturan. Peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk memelihara kepentingan
umum merupakan hal yang harus dipegang oleh pejabat negara.
8. Inefisiensi atau pemborosan, di mana inventaris adalah milik negara yang juga berarti milik
masyarakat. Oleh karena itu, pemborosan dana, waktu, barang atau sumber daya milik organisasi
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
9. Menutup-nutupi kesalahan, di mana pejabat publik seringkali menolak untuk memberikan
keterangan yang sesungguhnya kepada badan-badan legislatif. Dalam organisasi, mungkin telah
terjadi penyelewengan-penyelewengan berat, tetapi pejabat bisa saja menutup mata dari
penyelewengan tersebut. Hal ini merupakan tindakan yang melanggar norma etika.
10. Kegagalan mengambil prakarsa, di mana pejabat-pejabat sering gagal dalam membuat
keputusan yang positip dalam melaksanakan kewenangan menurut hukum. Tidak adanya
prakarsa dapat disebabkan oleh: ketakutan terhadap kritik yang mungkin terlontar meskipun
organisasi sangat memerlukan perbaikan, perasaan tidak aman untuk berbuat karena enggan
mengambil resiko, dan perasaan bahwa mengambil prakarsa berarti menambah pekerjaan.

Sehingga kemudian mengapa mengapa etika pemerintahan diperlukan dalam praktek


pemerintahan di Indonesia adalah karna dengan diterapkannya etika pemerintahan maka
masyarakat akan semakin puas karna pelayanan yang baik dari orang-orang dalam pemerintahan
sehingga akan tercipta keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara dari segi masyarakat-
pemerintah.
Adapun praktek etika pemerintahan didaerah saya khususnya di Bombana dari pandangam saya
sudah cukup baik salah satu contohnya dimana para penyelenggara pemerintah memberi
pelayanan KTP dengan sangat baik, ramah, dan tidak melihat latar belakang sehingga semua
orang yang ingin mengurus KTP merasa nyaman.

Kendala dalam penerapan Etika pemerintahan adalah etos kerja yang rendah yang berakibat pada
malas-malasan dalam bekerja dan juga kualitas pemberi pelayanan yang rendah, penumpukan
jumlah ASN yang kurang sesuai dengan yang dibutuhkan, rendahnya rasa empati aparatur.

Anda mungkin juga menyukai