Anda di halaman 1dari 12

MENGENAL KITAB TAFSIR ATH-THABARI KARYA MUHAMMAD BIN JARIR

BIN YAZID BIN KATSIR

Yusran Djama
yusrandjama@gmail.com
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Dakwah & Ushuluddin
Insitut KH Abdul Chalim

A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah firman allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
melalui perantaraan Malaikat Jibril Alaihissalam, dengan diturunkan Al-Qur’an
merupakan Mukjizat yang paling terbesar umat manusia. Karena kesuciaan nya,
keasliannya, dan kebenarannya terjaga sampai dengan sekarang bahkan sampai pada
hari akhir (kiamat). Sebagaimana firman Allah SWT :

‫الذ ْك َر َوإِنَّا لَهُ لَ َحافِظُو َن‬


ِّ ‫إِنَّا نَ ْح ُن َن َّزلْنَا‬

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan


sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya

Al-Qur’an juga merupakan kitab yang diyakini umat Islam sebagai sumber
utama dalam ajaran islam. Al-Quran yang diturunkan dalam bahasa arab untuk
memfungsikan Al-Qur’itu sebagai pedoman dalam menjalani hidup. Umat manusia
memerlukan penjelasan dari Al-Qur’an apalagi kita yang bukan bangsa arab
khususnya di indonesia sebagai orang yang awam.
Sejarah tafsir al-Qur’an tidak lepas dari awal muncul nya (sejarah),
perutumbuhan dan perkembangan nya. Upaya penafsiran di mulai sejak pada masa
Nabi muhammad sebagai orang yang pertama kali menafsirkan Al-Qur’an, kemudian
dilanjutkan para sahabatnya, tabiin, dan para ulama sampai dengan saat ini. dengan
bahasa Al-Qur’an yang sulit untuk dipahami maka Allah ini butuh dengan tafsiran.
Rasulullah SAW bertugas untuk menyampaikan risalah dari Allah. Setelah Nabi
wafat, para sahabat yang melanjutkan penafsiran seperti sahabat Ibnu Abbas yang
pernah di doakan langsung oleh rasulullah “Allahumma faqqihhu ad-din wa allimhu
ta’wil” (ya allah berikanlah pemahaman tentang agama dan ajarilah tentang ta’wil).
Setelah generasi sahabat.para tabiin yang melanjutkan tafsir dan belanjut
pada tabi-tabi’in. Sejak pada masa tabi-tabi’in muncul lah induk kitab tafsir ibnu jari
Ath-Thabari yang diberi nama Jami’ul Bayan. Dalam dunia tafsir, kitab jami’ul
bayan merupakan kitab yang pertama kali di bukukan dari abad pertengahan sampai
dengan saat ini.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Imam Ath-Thabari
Nama lengkap beliau adalah Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Bin Yazid ibn
Khalid iAth-Thabari.1 Dalam permasalahn nama ini terdapat beberapa pendapat ada
juga yang mengatakan nama dari Ath-Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad Bin
Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib Ath-Thabari. 2 Lahir di Amul, Thabaristan pada
tahun 224 H atau tahun 225 H. Tahun kelahirannya beliau tidak jelas karena pada
waktu itu mereka tidak menggunakan Angka-angka tahun melainkan kejadian-jadian
besar. Tetapi yang lebih masyhur kelahirannya pada tahun 224 H. 3 Beliau wafat pada
hari sabtu tahun 310 H/ 923 M. kemudian dimakamkan di rumahnya pada hari ahad
di bulan syawal tahun 310 H.4
Adapun dengan nama daerah laqab thabari dinisbatkan kepadanya, karena
nama daerah nya adalah Thabrastan kadang is dinisbatkan dengan Thabari Amul yang
berasal dari keturunan Arab meskipun ia dilahirkan dari daerah Thabrastan.
Penisbatan ini diambil dari nama tempat ia lahir bukan dari katurunannya. 5 Pada usia
8 tahun dipercayai masyarakat untuk imam sholat dan pada umur 9 tahun gemar
dalam bidang Hadits.6
Ayah dari Ath-thabari merupaka orang dikenal dengan pencinta ilmu dan
ulama juga. Ayahnya sangat mensupport anaknya dalam bidang agama. Ath-Thabari
punmengikuti perintah ayahnya. Ath-thabari menegur Ibnu kamil yaitu muridnya
karena melarang anak nya berusia 9 tahun untuk belajar ilmu hadits dengan alasan
usia anak masih terlalu dini.
Imam Ath-Thabari seorang ilmuwan yang mampu mencapai tingkat tertimggi
dalam berbagai ilmu diantara lain fiqh (Hukum Islam) 7 selain ahli tafsir beliau ahli
dalam bidang hadits, Ath-Thabari memiliki kunniyah ja’far kaena salah satu
penghormatan pada beliau dan hal ini sudah menjadi tradisi Arab ketika banyak yang

1
Srifariyati, “manhaj tafsir jami al-bayan karya ibnu jarir Ath-thabari” Jurnal Madaniyah, Volume 7
Nomor 2 Edisi Agustus 2017, hlm. 321
2
Abu ja’far muhammad bin jarir Ath-Thabari, jami al-bayan fi ta’wil ayi Al-Qur’an, Terj. Ahsan Askan
cet. II, juz I ( jakarta : Pustaka Azzam, 2011), hlm. 7

3
Rasihan Anwar, Melacak Unsur-unsur israilliyat dalam Tafsir Ath-Thabari ibn katsi, (Bandung :
Pustaka Setia, 1949), hlm. 58
4
Srifariyati, “manhaj tafsir jami al-bayan karya ibnu jarir Ath-thabari” Jurnal Madaniyah, Volume 7
Nomor 2 Edisi Agustus 2017, hlm. 321
5
Nurjannah ismail, Perempuan dalam pasungan bias laki-laki dalam penafsiran, Cet.1. (Yogyakarta:
LkiS Yogyakarta, 2003), hlmA. 82-83
6
Srifayati, op.cit, 322
7
Asep Abdurrohman “metodologi Ath-Thabari dalam tafsir jamiul bayan fi takwil ayi al-Qur’an”,
kordinat vol. Xvii no.1 2017, hlm. 68
menggunakan kunniya mereka, Ath-thabari selama hidupnya tidak mempunyai istri. 8
Ath-thabari sudah menghafal Al-Qur’an sejak usia 7 tahun, setelah
menempuh pendidikan dasar di daerahnya, Pendidikan pertamanya barawal dari
kampung halaman nya yaitu di Amul. Ia diasuh oleh ayah nya sendiri yaitu Jarir Ibn
Yazid, Ath Thabari dikirim kebebrapa tempat seperti ke Ray, kufah, Bashrah, Mesir,
Syiria. Ia pergi ke Ray untuk berguru ke Abu Abdullah Muhammad Ibn Humayid Ar-
Razi dan Ibn Humayid. Kemudian ia pergi ke Baghdad untuk berguru ke Imam
Ahmad bin Hambal tetapi sampai di Baghda tidak bertemu dengan Imam Ahmad bin
Hambal karena telah wafat. Kemudian beliau menlajurkan untuk pergi ke Bashrah
dan Kufah. Di kufah ia berguru kepada Syaikh Abu Kuraib Muhammad bin Ala’ Al-
Hamdani. Di baghdad ia berguru kepada Muhammad bin Abd Ala Al-san’ani dan
Muhammad bin Musa al-Harasi. Di baghdad menulis hadits dan tinggal di sana
beberapa lama dan mempelajari ilmu fikih. Dalam bidang fikh AtThabari berguru
pada Al-Hasan ibn Muhammad Az-zafarany dan dalam bidang Tafsir beliau berguru
pada Humayd bin Mas’adah dan Basir bin Mu’az al-aqadi. Setelah itu ia pergi ke
Mesir. Dari mesir Ath-thabari kembali lagi ke Baghdad,setelahnya dari baghdad ia
pergi ke kota kelahirannya di Thabrastan. Tidak lama kemudian kembali ke baghdad
tinggal di sana hingga wafat.
Ath-Thabari
Latar belakang beliau menulis karya tafsir karena Ath-Thabari melihat dari
kualitas pemahaman umat islam terhadap Al-Qur’an dengan alasan umat islam hanya
bisa membaca Al-Qur’an tetapi tidak bisa memahami makna dari Al-Qur’an. Kerena
itu, Ath-Thabari mengunkapkan kelebihan al-Qur’an dengan menafsiri ayat-ayat Al-
Qur’an baik itu susunan kebahsaan al-qur’an yang indah seperti dalam nahwu,
baaghah, dan ilmu-ilmu lainnya.9
2. Karya-Karya Ath-Thabari
Mengenai karya-karya dari Imam Ath-Thabari, tidak ada riwayat yang pasti
berapa banyak karya yang pernah ia tulis. Namun ada beberapa riwayat yang
mengatakan imam Ath-Thabari pandai menulis. Ada yang mengatakan bahwa imam
Ath-Thabari menulis 40 lembar setiap harinya sehingga kurang lebih ia menulis
ribuan leembaran yang ia tulis.10
Popularitas dari karya-karya imam Ath-Thabari semakin luas dengan dua
buah karyanya yaitu kitab tarikh al-umam wa al-muluk dan kitab tafsir jami’ bayan fi

8
Ibid, hlm 69.
9
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an , (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. 2008), hlm.
69.
10
Asep Abdurrohman “metodologi Ath-Thabari dalam tafsir jamiul bayan fi takwil ayi al-Qur’an”,
kordinat vol. Xvii no.1 2017, hlm. 73
takwil ayi al-Qur’an.11 Kitab tafsir jami’ bayan fi takwil ayi al-Qur’an terdiri dari 30
jilid.

Karya imam Ath-Thabari diperkirakan lebih dari 40 karya:


a) Diantara karyanya di bidang hukum :
1) Adab al Manasik, al Adar fi al Ushul,
2) Basith al Qaul fi Ahkam Syara’i al Islam (belum sempurna ditulis),
3) Al Khafif Fi Ahkami Syara’i al Islam,
4) Radd ‘Ala Ibn ‘Abd al Hakam ‘Ala Malik, Adab al- Qudhah al-Radd ‘Ala Dzi
al Asfar (berisi bantahan terhadap Ali Dawud bin Ali al-Dhahiry), Ikhtiyar
min Aqawil Fuqaha.
b) Dalam bidang al- Qur’an dan tafsirnya :
1) Fashl Bayan Fi Tafsir al-Qur’an, Jami’ al Bayan Fi Tafsir al Qur’an,
2) kitab al Qira’at.
c) Dalam bidang hadits :
1) Fi‘Ibarah al Ru’ya Fi al Hadits,
2) Al Musnad al-Mujarad,
3) Musnad Ibn‘ Abbas, Syarih al-Sunnah.
d) Dalam bidang teologi :
1) alalah,
2) Fadhail Ali ibn Abi Thalib, al Radd ‘Ala al Harqussiyah,
3) Syarih dan Tabsyir atau al- Basyir Fi Ma’alim al Din.
e) Dalam bidang etika keagamaan :
1) Adab al-Nufus al-Jayyidah wa al-Akhlaq Wa al-Nafisah,
2) Adab al-Tanzil (berupa risalah).
f) Dalam bidang sejarah :
1) Dzayl al-Mudzayyil,
2) Tarikh al-Umam Wa al Muluk dan Tahdzib al Ashar.
Namun, kitab kitab Imam Ath-Thabari tidak ada yang sampai pada kita selain
dari kitab tarikh dan kitab Jami’ul bayan.12 Dalam masalah ideologi imam Ath-
Thabari menganut madzhab Ahlusunnah wal jamaah karena pada masanya ia belajar
kepada para ulama Ahlusunnah wal jamaah. Hal ini Bisa dilihat juga pada karangan
tafsirnya yang tidak melenceng dari aliran Ahlusunnah wal jamaah. 13

11

12
Achmad Sudaisi, dkk, Mengenal tafsir dan mufassir, cet. I ( jawa timur : Pustaka Sidogiri pondok
pesantren sidogiri, 1438 H), hlm. 40
13
Ibid., hlm 41
3. Metodologi kitab Tafsir Ath-Thabari

Metodologi kitab jami’ul bayan fi takwil ayi al-qur’an ini menggunakan


metode Systym isnad yang berpijak pada hadis14 dan metode tahlili.15 Yaitu dari
peryataan sahabat dan tabiin. Dengan metode ini sang maufassir berusaha untuk
menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an dari berbagai dengan memperhatikan runtutan
ayat al-Qur’an sesuai dalam mushaf. Metode ini diikitui kitab Al-dhur al-Mansur fi
tafsir Al-mathur karya dari Ibnu katsir. Metode ini terkenal dengan tafsir bil- ma’tsur.
16
Karena kitab Ath-Thabari masuk pada tafsir periode pertengahan hingga abad ke-
20 muncul lah beberapa literasur tafsir. Dr. Fahd Ibn Muhammad Ibn Abd rahman
Ibn Sulayman menulis literatur tafsir ada 7 manhaj tafsir : tafsir bil-Ma’tsur, tafsir al-
Fiqh, tafsir al-ilm, tafsir rasional, tafsir sosial (ijtimai’), tafsir al bayani, dan tafsir
dengan metode intutitif dalam buku nya Buhuts fi Ushul al-Tafsir wa Manahijuhu.17
Tetapi Dr. H. Abdul mustaqim membagi literatur tafsir (corak tafsir) adaa 6 literatur :
corak lingusitik (tafsir lughawi), corak fikih, corak teologis, corak sufistik, corak,
falsafi, corak ilmi.18 Kitab tafsir Ath-thabari ini menggunakan metode bi al-ma’tsur
yaitu penafsirandengan menggunakan ayat al-Quran,sunnah, perkataan sahaban, dan
tabiin.
Cara penyajian tafsir yang dilakukan oleh Imam Ath-Thabari sebelum
menafsiri suatu ayat, beliau mengatakan “al-qaulu fi ta’wil ta’ala kadza wa kadza”
kemudian beliau memulai penafsiran nya melalui sanad baik dari sahabat maupun
tabiin.19
Apabila dalam suatu penafsiran dari kitab jami’ul bayan ada dua pendapat
atau lebih dari dua ayat, maka Ath-Thabari menampilkan semuanya, kemudian
memperkuat dengan tafsir bil-ma’tsur-nya, dan ini menjadi sebagai persoalan
penggalian hukum. Beliau juga menolak tafsiran yang menggunakan dengan nalar

14
Asep Abdurrohman “metodologi Ath-Thabari dalam tafsir jamiul bayan fi takwil ayi al-Qur’an”,
kordinat vol. Xvii no.1 2017, hlm. 77
15
Motedo tahlili adalah metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang melalui pendeskripsian makna
yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan aturan susunan ayat-ayat dan surah-surah dalam
al-Qur’an nama lain dari metode tahlili adalah mwtode tajzi’i, metode ini adalah metode yang paling
tertua. Ahmad izzan, metodologi ilmu tafsir, (Bandung : tafakur), hlm. 103
16
Asep Abdurrohman “metodologi Ath-Thabari dalam tafsir jamiul bayan fi takwil ayi al-Qur’an”,
kordinat vol. Xvii no.1 2017, hlm. 77
17
Sofyan Saha. Perkembangan Penulisan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Era Reformasi. Jurnal Lektur
Keagamaan, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Balitbang Kemenag. Vol. 13 No. 1. H, 61-62
18
Abdul mustaqim, Dinamika Sejarah tafsir Al-Quran, (Yogyakarta : idea press yogyakrta, 2016), hlm.
113-136
19
Ibid., hlm 43
tanapa berpedoman pada riwayat-riwayat. Pendukung dari kitab jami’ul bayan dalam
proses penafsiran megggunakam beberapa hal berikut :
a) Ijma (kesepakatan) ulama. Hal ini memberikan proses terbesar dalam penafsiran
b) Qiraat, imam Ath-Thabari salah satu ahli dalam qiraat sehingga beliau menolak
apabila ada qiraat yang tidak didasarkan pendapat ulama yang bisa dijadikan
sebagai hujjah.
c) Linguistik, hal ini merupakan penyebab keistimewaan dari kitab tafsir jami’ul
Bait-bait syatir, diperkirahan ada seribu bait syair yang ia masukan dalam tafsir.
Hal ini bertujuan bayan.
d) untuk mendukung makna dari sebuah kalimat.
e) Ilmu tata bahasa arab (qaidah-qaidah bahasa arab).
4. Sistematika penulisan kitab jami’ul bayan
kitab jamiul bayan terdiri dari 30 juz dan 26 jilid. Terjedi banyak perbedaan
tenang masalah jilid. Tergantung dari cetakan yang di terbitkan.seperti cetakan
Mu’asssah ar-risalah Beirut itu hanya 7 jilid Kitab jamiul bayan dicetak pertama
kali pada umur 60 tahun. Dengan dicetaknya kitab jamiul bayan ini maka
terbukalah keilmuwan tafsir .

Jilid I : Berisi muqaddimah tahqiq, muqaddimah penulis, dan manuskrip


kitab dan tafsir surah al-fatiha sampai dengan surah al-baqarah ayat 223 dengan
halaman 605

Jilid II : Berisi tafsir surah al-baqarah ayat 223- surah An-nisa ayat 176 624
dengan 765 halaman.

Jilid III : berisi tafsir sursh Al-maidah-surah Al-Araf ayat 206 dengan
halaman 549.

Jilid IV : Berisi tafsir surah Al-Anfal-surah An-Nahl ayat 128 dengan


halaman 573.

Jilid V : Berisi tafsir surah Al-Isra-Surah An-Naml dengan halaman 589.

Jilid VI : Berisi tafsir surah Al-Qasas- surah Al-jatsiyah dengan halaman 579.

Jilid VII : Berisi tafsir surah Al-Ahqaf-surah An-Naas.

5. Objek kajian kitab Tafsir Ath-Thabari


Kitab tafsir jami’ul bayan corak nya lebih ke dalam masalah fikih, karena
setiap ayat yang berkaitan dengan fikih beliau menjelaskan pendapat para
sahabat, tabiin, dan mujtajid. Kemudian beliau dimenjelaskan dengan pendepat
beliau pilih sebagai pendapat yang tarjih. Ath-Thabari sering menyinggung
masalah tauhid (akidah), hal-hal yang ghaib, dan sifat-sifat allah, dan selalu
merujuk pada akidah Ahlusunnah wal jamaah. Beliau juga sering mengkritisi
apabila ada yang keliru dan sesat dalam memahami arti al-Qur’an.
Qiraat juga salah satu perhatian dari at-Thabari, apabila setiap ayat al-Qur’an
berbeda dengan pendapat ulama satu sama lain, maka dalam hal inni ath-Thabari
menyebutkan sesuatu yang menjadi pendukung dari Qiraat tersebut dan men
tarjih kan pendapat, hadits yang shahih di antara pendukungnya. Bahkan
menyertakan keistemewaan dari qiraat tersebut.
Dalam hal ini penulis akan mengangkat isu-isu fikih dalam kitab jami’ul
bayan. Tetapi sebelumnya penulis akan memberikan contoh dari 5 metode yang
beliau gunakan.
1. Metode kesepakatan ulama tentang nikah :

‫اج َعا إِ ْن‬ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫اح َعلَْي ِه َما أَ ْن َيَتَر‬
َ َ‫فَإ ْن طَلَّ َق َها فَاَل حَت ُّل لَهُ م ْن َب ْع ُد َحىَّت َتْنك َح َز ْو ًجا َغْيَرهُ فَإ ْن طَلَّ َق َها فَاَل ُجن‬
‫ فأي النكاح حني عىن اهلل‬: ‫ود اللَّ ِه يَُبِّيُن َها لَِق ْوٍم َي ْعلَ ُمون فإن قال‬ َ ‫ود اللَّ ِه َوتِْل‬
ُ ‫ك ُح ُد‬
ِ
َ ‫ظَنَّا أَ ْن يُق‬
َ ‫يما ُح ُد‬
‫ )) فال حتل له من بعد حىت تنكح زوجا غريه )) النكاح الذي هو مجاع أم انكاح الذي خو‬: ‫بقوله‬

‫ مث مل يطأها يف ذلك‬،‫ و ذ لك أن املرأة إذا نكحت زوجا نكاح تزويج‬،‫ كال مها‬: ‫عقد تزويج؟ قيل‬

‫ مل‬،‫ وكذ لك إن وطئها وا طئ بغري نكاح‬،‫انكاح نا كحها و مل جيامعها حىت يطلقها مل حتل لألول‬

‫)) فال حتل له من بعد‬:‫ فمعلوم أن تأويل قوله‬،‫ فإذ كان ذلك كذلك‬.‫حتل لألول إلمجاع األمة مجيعا‬

‫ فإن ذكر اجلماع غري‬:‫ فأن قال‬.‫ مث يطلقها‬،‫ مث جيامعها فيه‬،‫حىت تنكح زوجا غريه )) نكاحا صحيحا‬

‫ الدال لة على ذاك إمجاع‬: ‫ فما الدال لة على أن معناه ماقلت؟ قيل‬،‫موجود يف كتابا اهلل تعاىل ذكره‬

‫األمة مجيعا على أن ذلك معناه‬.

Dalam menafisiri ayat tentang nikah dalam lafadz ‫حتى تنكح زوجا غيره‬

2. Metode dalam seputar qiraah dalam menentukan suatu kata

(‫واختلفة القراء يف قرائة قوله ((ولسليمان الر يح فقرأ ته عامة قراؤ )ولسليمان الر يح عاصفة‬

‫االمصار بالنصب على املعىن الذي ذكرناه وقرأ ذلك عبد الرمحن األرج (( الريح (( رفعا باالم‬
‫يف (( سليمان (( على ابتداء اخلري عن أن سليمان الريح قال ابو جعفر والقراء اليت ال استجيز‬

‫‪.‬القراءة هبا بغريها يف ذلك ما عليخ قراءة االمصار ال مجاع احلجة من القراء عليه‬

‫‪3. Metode dalam menentukan suatu makna dalam suatu kalimat seperti‬‬
‫‪dalam surah Hud ayat 40.‬‬
‫كل زوجين النين‬
‫حتى إذا جاء أمرنا وفارالتنور‪ Y‬قلنا الحمل فيها من ٍ‬
‫‪ imam Ath-Thabari‬التنور ‪Dalam menafsirkan ayat tersebut terdapat lafadz‬‬
‫‪memunculkan berbagai penafsiran kemudian beliau mengutarakan‬‬
‫‪pendapatnya :‬‬

‫((واوىل هذه األقوال عنددنا بتأ ويل قوله ((اتنور)) قوله من قال ‪ :‬التنور ‪ :‬الذى خيتبز‬

‫فيه‪ ،‬ألن ذلك هو املعروف من كال م العرب‪ ،‬و كال م العرب‪ ،‬و كال م اهلل ال يوجه إال‬

‫إىل األغلب األشهر من معانيه عند العرب‪ ،‬إال أن تقوم حجة غلى شيئ منه جبال ف ذلك‬

‫فيسلم هلا‪ ،‬وذلك أنه جل ثناؤه إمنا حاطبهم مبا جا طبهم به لإلفها مهم معىن ما خا طبهم‬

‫به ))‬

‫‪4. Motede dengan munggunakan syair‬‬

‫{‪...‬قَاَل جَتْ َعلُ ْوا لَلّ ِه أَنْ َد ًادا‪ }...‬يقول ما نصه ‪ :‬قال أبو جعفر ‪ :‬و األ نداد مجع ند‪ ،‬و الند ‪:‬‬

‫العدل واملثل ‪ ،‬كما قال حسان ابن ثابت * أهتجوه و لست له بند * فشر كما خلري كما‬

‫الفداء * يعىن بقو له ‪ (( :‬و لست له بند ))‪ (( :‬لست له مبثل وال عدل‪ ،‬و كل شئ كان‬

‫نظريا لشئ وشبيها فهو له ند ))‪.‬‬


‫‪Manfsiri dalam lafatz “andad” yang artinya adalah adil. Hal ini mengacu pada‬‬
‫‪kara “Niddun” dalam syairnya Hassan Bin Tsabit.‬‬
‫‪6. Metode dalam menggunakan Nahwu‬‬

‫يمو َن الصَّاَل ةَ َومِم َّا‬ ‫امل (‪ )1‬ذَلِك الْ ِكتاب اَل ريب فِ ِيه ه ًدى لِْلمت َِّقني (‪ )2‬الَّ ِذ ِ ِ ِ ِ‬
‫ين يُ ْؤمنُو َن بالْغَْيب َويُق ُ‬
‫َ‬ ‫ُ َ‬ ‫َ َ ُ َْ َ ُ‬
‫َخَر ِة ُه ْم يُوقِنُو َن (‬
‫ك وبِاآْل ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ين يُ ْؤِمنُو َن مِب َا أُنْ ِز َل إِلَْي َ‬
‫ك َو َما أُنْ ِز َل م ْن َقْبل َ َ‬
‫َّ ِ‬ ‫ِ‬
‫اه ْم يُْنف ُقو َن (‪َ )3‬والذ َ‬
‫َر َز ْقنَ ُ‬
‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن (‪)5‬‬
‫ك َعلَى ُه ًدى ِم ْن َرهِّبِ ْم َوأُولَئِ َ‬
‫‪ )4‬أُولَئِ َ‬
‫ )) أولئك على هدى من ر هبم ))ز فقال‬: ‫اختلف أهل اتأويل فيمن عىن اهلل جل ثناؤه بقوله‬

‫ و املؤمنني‬، ‫ املؤمنني بالغيب من العرب‬: ‫ أعين‬، ‫ عىن بذلك أهل الصفتني املقدمتني‬: ‫بعضهم‬

‫ و إياهم مجيعا وصف‬. ‫مبا أنزل إىل حممد صلى اهلل عليه و سلم و إىل من قبله من الرسول‬

‫ بل عىن بذلك الذين يؤمنون مبا‬: ‫ وقال آخرون‬.‫ وأ هنم هم املفلحون‬،‫بأهنم على هدى منه‬

‫ و هم مؤمنو أهل الكتاب‬،‫ و مبا أنزل إىل من قبله‬، ‫أنزل إىل حممد صلى هلل عليه و سلم‬

‫ و كانوا مءمنني من قبل بسائر‬، ‫الذين صدقوا مبحمد صلى اهلل عليه و سلم و مبا جا ء به‬
ِ َّ
َ ‫ين يُ ْؤِمنُو َن مِب َا أُنْ ِز َل إِلَْي‬
‫ك) يف حمل‬ َ ‫األنبياء و الكتبز و على هذا التأويل حيتمل أن يكون ( َوالذ‬
‫ من العطف على مايف‬: ‫ أحدمها‬: ‫ و حمل رفع فيه فأن الرفع فيه فإنه يأتيها من وجهني‬،‫خفض‬

)) ‫ أويكون‬، ‫ أن يكون خرب مبتدأ‬: ‫)) يؤمنون بالغيب )) من ذكر )) الذين )) و الثاين‬

.‫أولئك على هد من رهبم )) مرا غعها‬

Sehubungan dengan ayat di atas, para mufassir berbeda pendapat mengenai


tentang makna dari siapakah yang diberikan petunjuk dari Allah. Salah
satunya adalah orang yang beriman pada al-Qur’an dan kitab-kitab yang
ditirunkan sebelumnya.
Untuk menjelaskan pemahaman dari pendapat yang di atas,

kemudian Ath-Thabari mengulas dengan metode nahwu, bahwa kata ‫الذين‬

dalam ayat yang ke-4 itu posisinya bisa sebagai athaf pada dhamir yang

tersimpan dala, kalimat ‫بالغيب‬ ‫ يؤمنون‬dan bisa sebagai Khabar dari mubtada

atau kalimat ‫رهبم‬ ‫ أولئك على هد من‬menjadi amil yang di rafa’ kan.
7. Isu- dalam kitab tafsir jami’ul bayan
a. Antara menunut ilmu dan menikah dalam perspektif Ath-Thabari
Banyaknya para ulama yang membujang selama kehidupannya
menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji, dalam pembahasan
fiqih menikah merupakan salah satu ke- sunnahan dari baginda nabi
Muhammad Salallahu alahi wa salam yang banyak diterangkan dalam
literatur hadist. Lantas bagaimana dengan para ‘ulama yang lebih
memilih membujang (melajang), apakah mereka tidak mengambil ke-
sunnahan nabi ? atau adakah faktor lain yang menyebabkan para ulama
memilih tidak menikah.
1) Menikah
ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫الص احِل‬ ِ ِ
ُ‫ني م ْن عبَ اد ُك ْم َوإِ َم ائ ُك ْم إِ ْن يَ ُكونُوا ُف َق َراءَ يُ ْغن ِه ُم اللَّه‬
َ َّ ‫َوأَنْك ُح وا اأْل َيَ َامى مْن ُك ْم َو‬
ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ِمن ف‬
ٌ ‫ضله َواللَّهُ َواس ٌع َعل‬
‫يم‬ ْ
“ dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dan hamba sahayamu lelaki dan hamba sahayamu
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-nya dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetehui”.
dalam penafsiran nya :
takwil firman Allah : maksud dari ayat di atas adalah, Allah ta’ala berfirman “
wahai orang-orang yang beriman , nikahkanlah ia yang belum menikah, baik dari
laki-laki maupun perempuan yang merdeka , atau orang yang layak untuk
menikah, baik dari budak laki-lakimu maupun budak perempuan.
Lafadz ‫ أأليمى‬merupakan bentuk dari jamak ‫ أيم‬lafadz ‫ أيم‬bentuk jamaknya
adalah ‫امى‬YYY‫ أي‬karena dia mengikuti pola fa’ilatun sebagaimana ‫ اليتيمة‬bentuk
jamaknya adalah ‫يتامى‬. Dikatan bahwa ‫ إمرأة و أيمة‬،‫ رخل ايام‬jika dia tidak memiliki

ِ
suami atau istri. Firman-Nya ;
َ‫إ ْن يَ ُكونُوا ُف َق َراء‬ jika mereka miskin. Jadi maksud

dari lafadz tersebut adalah jika mereka yang kamu nikahkan dari laki-laki atau
wanita, hambasahaymu golongan orang-orang yang miskin, sesumgguhmya Allah
akan memuliakan mereka yamg dengan karunianya, maka janganlah kemiskinan
itu menghalangi mereka umtuk menikah.
2). Menuntut Ilmu
‫فضل العالم على اعابد كفضل القمر على سائر الكواكب وإن العلماء ورثة األنبياء و إن األنبياء لم يورثوا‬
) ‫دينارا وال درهما و إنما ورثما العلم فمن أخذه أخذ بحط وا فر(رواه ابو داود و ترمذى‬
“keutamaan seorang yang berilmu dibanding ahli ibadah (yang tidak berilmu)
seperti keutamaan bulan atau seluruh bintang-bintang, sungguh para ulama adalah
ahli waris para nabi, sesunggguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau
dirham akan tetapi mewariskan ilmu, siapa yang mengambilnya maka hendaklah
mengambil bagian yang banyak.

Dari berbagai keterangan diatas, penulis berpandangan bahwa menikah


merupakan ibadah yang memiliki nilai yang besar. Disisi lain ilmu juga
menduduki posisi yang penting dan memiliki derajat yang paling tinggi setelah
derajatnya para nabi. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah :
‫قل هل يستوى الذين يعلمون و الذين ال يعلمون‬

Artinya : “ apakah sama orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang


tidak mengetahui (berilmu).”

Dalam tafsir Ath-Thobari tidak menjelaskan mengenai keutamaan


membujang (melajang), imam Ath-Thobari juga tidak menyebutkan
permasalahan tersebut dalam tafsirnya. Penulis berpandangan bahwa adanya
fenomena sebagaimana yang telah diterangkan di atas didasarkan pada beberapa
hal, antara lain :

1. Pilihan hidup
2. Sibuknya dalam menuntut ilmu
3. Takutnya terputus nya menuntut ilmu setelah menikah
4. Menjadi tidak leluasa dalam menunut ilmu disebabkan adanya
tanggungan mencari nafkah.
5. Memilih karangan kitab dibandingkan memiliki anak.

Anda mungkin juga menyukai