Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak-anak pada masa usia sekolah dan remaja mengalami pertumbuhan baik mental,
intelektual, fisik, dan sosial. Golongan umur ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus. Oleh
karena itu pemerintah mengeluarkan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992, khususnya pasal 17
untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang dimulai saat masa dalam
kandungan, masa balita, usia pra sekolah, dan usia sekolah. Masih tingginya prevalensi anak
pendek yang menunjukkan masalah gizi di Indonesia merupakan masalah kronis yang berkaitan
dengan kemiskinan, rendahnya pendidikan, serta kurang memadainya pelayanan dan kesehatan
lingkungan. Masalah gizi oleh banyak faktor yang saling terikat secara langsung dapat
dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kualitas maupun kuantitas,
sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan,
pola asuh anak yang kurang memadai, sanitasi lingkungan, serta rendahnya ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga.

Stunting adalah bentuk dari proses pertumbuhan anak yang terhambat. Sampai saat ini
stunting merupakan salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian. Prevalensi nasional
untuk kurang gizi kronis (stunting) berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2010 pada anak usia 6—12 tahun sebesar 35.6%, angka ini tergolong tinggi untuk tingkatan
kesehatan masyarakat Rekomendasi dari berbagai hasil penelitian sebelumnya menyimpulkan
bahwa hambatan pertumbuhan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baker (2008)
menambahkan bahwa faktor yang dapat berpengaruh adalah faktor lingkungan dan genetik serta
interaksi keduanya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Stunting ?

2. Apa yang menjadi penyebab kejadian Stunting ?

3. Apa-apa saja factor yang mempengaruhi terjadinya Stunting ?

4. Apa dampak dari Stunting ?

5. Bagaimana cara mencegah Stunting ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Stunting.

2. Untuk mengetahui penyebab kejadian Stunting.

3. Untuk Mengetahui factor yang mempengaruhi terjadinya Stunting.

4. Untuk Mengetahui dampak dari Stunting.

5. Untuk Mengetahui cara mencegah Stunting.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stunting

Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai
akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000).1 World Health
Organization (WHO) Child Growth Standart mendiagnosis stunting berdasarkan pada indeks
antropometri panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)
dengan batas (zscore) di bawah standar deviasi ( < - 2 SD ). Masalah gizi dapat terjadi pada
semua kelompok umur. Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan
penyakit, hal ini disebabkan karena anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan
bayi ke makanan dewasa. Stunting pada balita merupakan faktor risiko meningkatnya angka
kematian, menurunkan kemampuan kognitif dan perkembangan motorik rendah serta
fungsifungsi tubuh yang tidak seimbang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
stunting pada anak yakni faktor langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi serta
faktor tidak langsung seperti pengetahuan gizi (pendidikan orang tua, pengetahuan tentang gizi,
pendapatan orang tua, distribusi makanan, besar keluarga). Masalah anak pendek merupakan
cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Karena masalah gizi pendek diakibatkan
oleh keadaan yang berlangsung lama, maka ciri masalah gizi yang ditunjukkan anak pendek
adalah masalah gizi yang sifatnya kronis.

Stunting (kerdil) adalah gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat, berupa penurunan
kecepatan pertumbuhan dalam perkembangan manusia yang merupakan dampak utama dari gizi
kurang. Gizi kurang merupakan hasil dari ketidakseimbangan faktor-faktor pertumbuhan (faktor
internal dan eksternal) (Tanuwidjaya, 2002). Gizi kurang dapat terjadi selama beberapa periode
pertumbuhan, seperti masa kehamilan, masa perinatal, masa menyusui, bayi dan masa
pertumbuhan (masa anak). Hal ini juga bisa disebabkan karena defisiensi dari berbagai zat gizi,
misalnya mikronutrien, protein atau energi (Anonimb, 2008).

3
2.2 Penyebab Stunting 

Kondisi stunting ini terjadi bukan karena keturunan namun karena masalah kekurangan gizi
dalam jangka waktu cukup lama terutama sejak dalam kandungan hingga berumur 2 tahun
(1000 hari pertama kehidupan). Periode sampai dengan umur 2 tahun ( 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi) inilah yang menjadi penentu tingkat
pertumbuhan seseorang (masa emas kehidupan).  

Menurut Adriani (2012) mengungkapkan bahwa kejadian stunting pada anak merupakan
suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus
kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunting pada anak dan peluang
peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum dan
selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin.

 Karakteristik Stunting pada Anak

Adriani (2012) menjelaskan tentang beberapa karakteristik anak stunting sebagai berikut:

1. Anak yang stunting, pada usia 8-10 tahun lebih terkekang/tertekan (lebih pendiam, tidak
banyak melakukan eye-contact) dibandingkan dengan anak non-stunting jika ditempatkan
dalam situasi penuh tekanan.
2. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun decimal.

3. Tanda tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut ketiak,
panjangnya testis dan volume testis.

4. Wajah tampak lebih muda dari umurnya.

5. Pertumbuhan gigi yang terlambat.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting 

4
Menurut Suhardjo (2003) yang di kutip oleh fitri (2012) , makanan merupakan sumber
energi untuk menunjang semua aktivitas manusia. Adanya pembakaran karbohidrat, protein,
dan lemak menghasilkan energi pada tubuh manusia. Maka dari itu, agar manusia mencukupi
energinya dibutuhkan makanan yang masuk kedalam tubuh secara adekuat.

Asupan zat gizi yang tidak adekuat, terutama dari total energi,protein, lemak dan zat gizi
mikro, berhubungan dengan defisit bertumbuhan fisik di anak pra sekolah (ACC/SCN, 2000).
Namun konsumsi, diet yang cukup tidak menjamin pertumbuhan fisik yang normal, karena
kejadian penyakit lain, seperti infeksi akut atau kronis, dapat mempegaruhi proses yang
kompleks terhadap terjadinya atau pemiliharaaan defisit pertumbuhan pada anak

Kecukupan total makanan yang di konsumsi merupakan penentu utama pertumbuhan. Hal
ini karena , sebagian nutrisi dapat didistribusikan secara luas di berbagai jenis makanan.
Makanan yang memadai dari segi kuantitas sangat penting karena energi (kilokalori) yang di
sediakan di dalamnya dan berbagai jenis makanan dapat menjadi substitusi stu sama lain untuk
menghasilkan energi . Selama bertahun –tahun sejak lahir sampai dewasa, tubuh manusia
membutuhkan energi untuk beberapa proses , yang dapat diringkas dalam rumus berikut

Dimana pemeliharaan brarti energi yang di gunakan untuk mengembalikan sel, jaringan atau
system setelah adanya penyakit atau kerusakan , dan kerja berarti energi yang digunakan dalam
kegiatan luar hal tersebut. Setelah persyaratan tersebut terpenuhi energi yang masih tersisa dapat
di gunakan untuk pertumbuhan (bogin,1999).

Malnutrisi pada manusia tidak hanya cenderung kekurangan energi, tapi juga kurangnya
bahan makanan tertentu, dan tidak mungkin untuk memisahkan kedua faktor tersebut. Berbagai
experiment pemberian diet energi rendah telah dilakukan, namun kebanyakan dari penelitian
tersebut dilakikan pada hewan untuk mengetahui relasi dari zat gizi terhadap pertumbuhan.
Perlakuan experimental pada tikus yang diberikan diet rendah energi, membuat mereka berheni
tumbuh, namun pertumbuhannya dapat berlanjut lagi saat asupan energi tercukupi (Sinlair,
1986).

5
Stunting bisa disebebkan dari beberapa faktor baik individu dan maupun lingkungan
terutama infeksi parasit . Dalam analisis regresi multivariabel logistik yang di gunakan untuk
menilai pengaruh independen dari asupan makanan, menunjukan rendahnya konsumsi lemak
memberikan kontribusi signifikan terhadap stunting. Dalam populasi pedesaan di brazil
rendahnya konsumsi lemak memiliki dampak yang paling signifikan pada ketersediaan energi
dari makanan (Assis al., 2004).

Menurut hasil penelitian di kabupaten bogor menunjukan bahwa tingkat asupan energi
kelompok anak normal hampir sebagian tercukupi,sementara pada kelompok anak stunting
masih rendah (Astari, Nasoetion, dan Dwiraini 2006). Analisis daa RISKESDAS tahun 2010
yang di lakukan oleh fitri (2012) menunjukan ada hubungan yang signifikan antara konsumsi
energi dengn kejadian stunting pada balita usia 12 – 59 bulan di sumatera. Pada penelitian di
Kalimantan barat dan Maluku, di peroleh hasil bahwa konsumsi energi behubungan dengan
kejadianstunting pada balita (Damanik, Ekayanti, & Haryadi, 2010 dan Asrar, Hadi, &
Boediman, 2009).

1. Asupan Energi

Gizi yang baik dan kesehatan adalah bagian penting dari kualitas hidup yang baik (Arora,
2009). Menurut Ramli. Et al (2009), Gizi yang cukup diperlukan untuk menjamin pertumbuhan
optimal dan pengembangan bayi dan anak. Kebutuhan gizi sehari-hari digunakan untuk
menjalankan dan menjaga fungsi normal tubuh dapat dilakukan dengan memilih dan mengusap
makanan yang baik (kualitas dan kuantitasnya (Almatsier, 2001).

2. Asupan protein

Protein merupakan zat pengatur dalam tubuh manusia. Pada balita protein di butuhkan untuk
pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh, dan untuk sintensis jaringn baru. Selain itu,
protein juga dapat membentuk antibodi untuk menjaga daya tahan tubuh terhadap infeksi dan
bahan- bahan asing yang masuk kek dalam tubuh (Almatsier, 2001; Trahms & Pipes, 2000).

3. Penyakit infeksi

6
Penyebab langsung malnutris adalah diet yang tidak adekut dan penyakit. Infeksi malnutrisi
ini di sebebkan oleh perbedaan antara jumlah zat gizi yang di serap dari makanan dan jumlah
zat gizi di butuhkan oleh tubuh. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari terlalu sedikit
mengkonsumsi makanan atau mengalamai infeksi , yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan
zat gizi, mengurangi nafsu makan, atau mempengaruhi penyerapan zat gizi di usus.

4. Pemberian ASI eksklusif

ASI merupakan bentuk makanan yang ideal untuk memenuhi gizi anak, karena ASI sanggup
memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk hidup selama 6 bulan pertama kehidupan. Meskipun
setelah itu, manan tambahan yang di butuhkan sudah mulai dikenalkan pada bayi, ASI
merupakan sumber makanana yang penting bagi kesehatan bayi. Sebagian besar bayi di Negara
yang bepenghasilan rendah, membutuhkan ASI untuh pertumbuhan dan tak dipungkiri agar bayi
dapat bertahan hidup , karena merupakan sumber protein yang berkualitas baik dan mudah di
dapat. ASI asi dapat mempengaruhi tiga perempat dari kebutuhan protein bayi usia 6 – 12
bulan, selain itu ASI juga megandung semua asam amino essensial yang di butuhkan bayi
(Breg, A.& Muscat, R.J.,1985).

5. Status Imunisasi

Imunisasi merupakan proses menginduksi imunitas secara buatan baik dengan Vaksinai
( imunisasi Aktif) maupun dengan pemberian antibody (imunisasi pasif). Dalam ha ini,
imunisasi aktif menstimulasi system imun untuk membentuk antidodi dan respon imun seluler
yang dapat melawan agen penginfeksi. Lain halnya dengan imunisasi pasif, imunisasi ini
menyebabkan proteksi sementara melalui pemberian antibodi yang di produksi secara eksogen
maupun transmisi transplasenta dari ibu ke janin (Peter, 2003 dalam permata, 2009).

6. Usia Balita

Masa balita merupakan usia paing rawan, karena pada masa ini balita sering terkenan
penyakit infeksi sehingga menjadi anak beresiko tinggi menjadi kurang gizi. Pada usia pra
sekolah yaitu usia 2- 6 tahun anak mengalami pertumbuhan yang stabil, terjadi perkembangan
dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan menigatnya keterampilan dan proses berfikir

7
(Narendra, et al., 2002). Pertumbuhan pada usia balita dan prasekolah lebih lambat di
bandingkan pada bayi namun pertumbuhannya stabil.Memperlambatnya kecepatan
pertumbuhan ini tersermin dalam penurunan nafsu makan, padahal dalam masa ini anak- anak
membutuhkan kalori dan zat gizi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan akan zat gizi mereka
(Bown, 2008).

7. Jenis kelamin balita

Studi khotr di Ethiopia menunjukan bayi dengan jenis kelamin laki-laki memiliki risiko
dua kali lipat menjadi stunting di bandingkan bayi perempuan pada usia 6 dan 12 bulan
(Medhin, 2010). Anak laki –laki berisiko stunting dan atau underweight di bandingkan anak
perempuan beberapa penelitian di subsara Afrika menunjukan bahwa anak laki- laki prasekolah
lebih beresiko stunting dari pada rekan perempuannya. Dalam hal ini, tidak di ketahui apa
alasannya (Lesiapet, et al.,2010).

8. Berat lahir Balita

Berat lahir balita pada kasusnya sangat terkait dengan kematian janin,neonatal, dan
postneonatal; mordibitas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan jangka panjang.
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh durasi kehamilan dan laju
pertumbuhan janin. Maka dari itu, bayi dengan berat lahir<2500 gr bisa dikerenakan dia lahir
secara prematur atau karena terjadi retardasi pertumbuhan (Semba dan Bloem, 2001).

9. Pendidikan orang tua

Pada penelitian Astari,Nasoetion, dan Dwiriani(2005), tingkat pendidikan ayah pada anak
stunting lebih rendah di bandingkan dengan anak normal. Hal ini menunjukan, pendidikan
orang tua akan berpengaruh terhadap pengasuhan anak, karena dengan pendidikan yang tinggi
pada orang tua akan memahami pentingnya peranan orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain
itu, dengan pendididkan yang baik, diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula. Ibu
dengan pengetahuan hizi yang baik akan tahu bagaimana mengelola makanan, mengatur menu
makanan, serta menjaga mutu dan kebersihan makanan dengan baik . Menurut penelitian yang
dilakukan pada balita di desa mulya harja, diketahui bahwa lamanya pendidikan ibu

8
berhubungan signifikat poitif dengan status gizi batita indeks TB/U (Masithah, Soekirman, dan
Martiano, 2005).

10. Pekerjaan orang tua

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pangan,
karenan pekerjaan berhubungan dengan pendapatan. Dengan demikian, terdapat asosiasi anatara
pendapatan. Dengan demikian, trdapat asosiasi anatara pendapatan dengan gizi, apabila
pendapatan meningkat maka bukan tidak mugkin kesehatan dan masalah keluarga yang
berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan (Suhardjo, 1989).

11. Status ekonomi keluarga

Dengan adannya pertumbuhan ekonomi dan adanya peningkatan penghasilan yang berkaitan
dengan itu maka perbaikan gizi akan tercapai degan sendirinya. Penghasilan merupakan faktir
palng penting dalam penentuan kualitas dan kuantitas makanan dalam suatu keluarga. Terdapat
hubungan antara endapatan dan gizi yang dimenguntungkan, yaitu pengaruh peningkatan
pendapatan dapat menimbulkan perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga yang menimbulkan
interaksi status gizi . Di Negara berkembang, biasanya masyarakat yang berpenghasilan rendah,
membelanjakan sebagian besar dari pendapatannnya untuk membeli makanan. Tingkat
penghasilan juga menentukan jenis pangan yang akan dikonsumsi. Biasanya di Negara yang
pendapatan rendah mayoritas pengeluaran pangannya untuk membeli serealia, sedangkan di
Negara yang memiliki pendapatan per-kapitan tinggi, pengeluaran bahan pangan protein akan
meningkat (Breg & MuscaT, 1985).

2.4 Dampak Stunting

Kusuma dalam artikel Ilmu Gizi Universitas Diponegoro (2013), mengatakan bahwa
Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat perkembangan
fisik dan mental anak. Stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian
serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan mental. Balita yang mengalami
stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan
peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang.

9
Menurut laporan UNICEF Indonesia (2012) menjelaskan beberapa fakta terkait stunting dan
dampaknya adalah sebagai berikut:

1. Stunting pada anak-anak akan menjadikan defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik
dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan
anak-anak dengan tinggi badan normal. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap
kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.
2. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak.
3. Anak stunting dapat mengalami kegagalan pertumbuhan yang berlanjut pada masa remaja
dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara
langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan
anak dengan BBLR.

2.5  Cara Mencegah Stunting 

Dalam upaya untuk menurunkan angka stunting di Indonesia, Kemenkes melalui Infodatin
(2016) mencanangkan bahwa pembangunan kesehatan Indonesia dalam periode tahun 2015-
2019 difokuskan pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi,
penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan
pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk
penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang
tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015-2019.

Upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara
langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara
tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sektor
kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70% nya merupakan kontribusi
intervensi gizi sensitif.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai
akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000). Penyebab Stunting adalah
kondisi stunting ini terjadi bukan karena keturunan namun karena masalah kekurangan gizi dalam jangka
waktu cukup lama terutama sejak dalam kandungan hingga berumur 2 tahun (1000 hari pertama
kehidupan). Periode sampai dengan umur 2 tahun ( 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi) inilah yang menjadi penentu tingkat pertumbuhan seseorang (masa emas
kehidupan).  

Pencegahan stunting yang dilakukan adalah dalam upaya untuk menurunkan angka stunting
di Indonesia, Kemenkes melalui Infodatin (2016) mencanangkan bahwa pembangunan
kesehatan Indonesia dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas
yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting),
pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan
status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas
pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka
Menengah Tahun 2015-2019.

3.2 Saran
Pentingnya peningkatan pengetahuan ibu tentang pencegahan penyakit infeksi pada
balita,guna menurunkan angka morbiditas yang dapat mengakibatkan stunting pada balita

11
Daftar Pustaka

Beatrix,Soi. (2012). Hubungan Antara Keamanan Protein, Energi, Dan Vitamin A Terhadap
Status Gizi Siswa Baru Sekolah Dasar Di Pantai Lasiana Kota Kupang. Jurnal Info Kesehatan,
Vol 15, No.1.

Kusuma, KE. 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-3 Tahun (Studi di
Kecamatan Semarang Timur). Skripsi. Prodi Gizi –Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

Paramitha,Anisa. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada


Usia 25-60 Bulan (Studi di Kelurahan Kalibaru Depok). Skripsi. Prodi Gizi – Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Lidya,Noviza. 2014. Hubungan Konsumsi Zinc Dan Vitamin A Dengan Kejadian Stunted
Pada Anak Batita (Studi di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan). Karya Tulis Ilmiah.
Prodi Gizi – Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

12

Anda mungkin juga menyukai