a) Pengertian Perjanjian
(verbintennis) mempunyai arti lebih luas dari perkataan “perjanjian”. Dalam Buku III
KUH Perdata, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak
bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perikatan yang timbul dari
Tetapi, sebagian besar dari Buku III KUH Perdata ditujukan pada perikatan-
perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum
perjanjian.
1313 KUH Perdata, suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.
atas adalah tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan
itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas karena dapat mencakup
hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan
perjanjian juga.
tersendiri, sehingga hukum pada Buku III KUH Perdata secara langsung tidak
1
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat
dibuat secara lisan dan andaikata dibuat tertulis, maka perjanjian ini bersifat
tertentu, apabila bentuk itu tidak dituruti, perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian,
bentuk tertulis tadi tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja,
syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Adapun kedua syarat terakhir disebut
kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak
kehendak tersebut.
2
2. Teori Pengiriman (Verzendtheorie)
Cacat kehendak dalam perjanjian dapat dibatalkan tertera dalam Pasal 1321
KUH Perdata, yaitu “Jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan
atau penipuan, maka berarti di dalam perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan
antara para pihak dank arena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan.”
(error in personal) dan kekhilafan mengenai suatu barang yang menjadi pokok
perjanjian (error in subtantia). “Paksaan itu terjadi apabila seseorang tidak bebas
sehingga ia membuat perjanjian” (Pasal 1323 s.d. Pasal 1327 KUH Perdata).
“Penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan tipu muslihat berhasil sedemikian
rupa, sehingga pihak yang lain bersedia untuk membuat suatu perjanjian dan
perjanjian itu tidak akan terjadi tanpa adanya tipu muslihat tersebut.” (Pasal 1328
dibatalkan.
3
c) Jenis-Jenis Perjanjian
sebagai berikut:
Adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
salah satu pihak saja. Misalnya, hibah. Perjanjian atas beban adalah perjanjian
terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak
lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
(Onbenoemd, Unspecified)
hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V s.d. Bab XVIII KUH Perdata. Di
perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di masyarakat.
5. Perjanjian Obligatoir
Adalah perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan (transfer of tittle)
Adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah tercapai penyesuaian
4
8. Perjanjian yang Istimewa Sifatnya
dari kewajiban yang ada. Misalnya, pada Pasal 1438 KUH Perdata terkait
oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa
barang pemerintah.
1. Akibat Perjanjian
persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah
tetapi juga meliputi perjanjian tidak bernama. Di dalam istilah “semua” itu,
persetujuan yang menurut hukum atau secara sah mengikat. Yang dimaksud
dengan secara sah di sini adalah bahwa perbuatan perjanjian harus mengikuti
5
2. Wanprestasi dalam Perjanjian
disebut dengan ganti rugi. Selain mengganti kerugian, kreditur dapat pula
membatalkan perikatan. Dari dua hal tersebut terdapat dua akibat berikut:
yang dialami debitur, apakah debitur sengaja melakukan ingkar janji atau lalai
wanprestasi adalah:
3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat. Sifat
berturut-turut. Hal tersebut dapat disebut debitur yang “tidak beritikad baik”
3. Berakhirnya Perjanjian
6
1) Pembayaran;
3) Pembaruan utang;
5) Percampuran utang;
6) Pembebasan utang;
8) Pembatalan perjanjian;
a) Definisi Akad
Terdapat tiga poin penting yang harus diperhatikan dalam akad. Pertama,
akad merupakan pertemuan atau pertalian antara ijab dan qabul yang menimbulkan
akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak,
sedangkan qabul adalah jawaban persetujuan yang dinyatakan pihak lain sebagai
hukum dua pihak, karena akad adalah pertemuan ijab yang mewakili kehendak satu
pihak dan qabul yang menyatakan kehendak pihak lain. Ketiga, tujuan akad adalah
b) Rukun Akad
Akad tidak akan terjadi, kecuali dengan terpenuhinya beberapa rukun dan
syarat. Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu itu
adanya unsur-unsur yang membentuknya, yaitu pondasi, tiang, atap, lantai, dinding
dan lain sebagainya. Dalam ilmu fiqih, unsur-unsur yang membentuk sesuatu itu
disebut “rukun”. Rukun adalah unsur yang harus ada dan merupakan esensi dalam
setiap akad. Jika satu rukun tidak ada, menurut hukum perdata Islam, implikasinya
akad dipandang tidak pernah ada. Adapun syarat adalah sifat yang mesti ada pada
setiap rukun, tetapi bukan merupakan esensi. Salah satu contoh syarat dalam akad
7
jual beli adalah kemampuan menyerahkan barang yang dijual. Kemampuan
menyerahkan ini harus ada dalam setiap akad jual beli, namun tidak termasuk
Setiap akad harus memenuhi rukun dan syarat sahnya. Rukun akad yang
dimaksud adalah unsur yang harus ada dan merupakan esensi dalam setiap
kontrak. Jika salah satu rukun tidak ada, maka akad tidak pernah dipandang ada.
Menurut mayoritas ulama fiqih, rukun akad terdiri atas tiga unsur yaitu, pernyataan
ijab qabul (shighat), para pihak yang melakukan akad (‘aqidain), dan objek
mengenal asas kebebasan berkontrak, asas personalitas dan asas itikad baik,
sedangkan dalam hukum adat mengenal asas terang, tunai dan riil. Hukum Islam
juga mengenal asas-asas hukum perjanjian. Adapun asas-asas itu adalah sebagai
berikut:
1) Al-Hurriyah (Kebebasan)
Asas ini merupakan prinsip dasar hukum perjanjian Islam, dalam arti para
ketentuan syariat Islam. Dalam membuat perjanjian ini tidak boleh ada unsur
paksaan, kekhilafan dan penipuan. Dasar hukum mengenai asas ini tertuang
8
term on condition dari suatu akad atau perjanjian, setiap pihak mempunyai
Dasar hukum mengenai asas persamaan ini tertuang dalam Q.S. Al-
Hujurat ayat 13 yang dari ketentuan tersebut, Islam menunjukkan bahwa semua
the law), sedangkan yang membedakan kedudukan antara orang satu dengan
3) Al-‘Adalah (Keadilan)
Pelaksanaan asas ini dalam surat perjanjian atau akad menuntut para
4) Al-Ridha (Kerelaan)
kesepakatan bebas dari para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan,
kerelaan dalam pembuatan perjanjian dapat dibaca dalam Q.S. An-Nisa ayat 29.
Dasar hukum mengenai asas ini, dapat kita baca dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 70.
6) Al-Kitabah
yang dilakukan benar-benar berada dalam kebaikan bagi semua pihak. Bahkan
9
saksi-saksi (syahadah), gadai untuk kasus tertentu (rahn) dan prinsip tanggung
jawab individu.
dalam Islam, ketika seorang subjek hukum hendak membuat perjanjian dengan
subjek hukum lainnya, selain harus didasari dengan adanya kata sepakat,
perjanjian secara tertulis juga akan sangat bermanfaat ketika di kemudian hari
timbul sengketa, sehingga terdapat alat bukti tertulis mengenai sengketa yang
terjadi.
dari berbagai macam klasifikasi, maka dalam hukum perjanjian Islam pun terkait
dengan akad atau perjanjian yang dapat digolongkan menjadi beberapa klasifikasi.
Akad Shahih
akibat hukum yang ditimbulkan akad itu berlaku mengikat bagi pihak-
sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat
- Artinya, akad yang dapat di-fasakh oleh dua pihak atau oleh satu pihak.
10
3. Akad Dilihat dari Bentuknya
- Yaitu, akad yang dibuat secara lisan saja dan biasanya terjadi pada akad
Akad Tertulis
- Yaitu, akad yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau akta, baik akta
autentik maupun akta di bawah tangan. Akad yang dibuat secara tertulis,
publik. Misalnya, akad wakaf, akad jual beli ekspor-impor dan lain
sebagainya.
Akad Tabarru’
- Yaitu, jenis akad yang berkaitan dengan transaksi non profit atau
atau keuntungan. Yang termasuk dalam akad tabarru’ ini adalah al-Qard,
Shadaqah.
tertentu atau dengan kata lain, akad ini menyangkut transaksi bisnis
akad mu’awadah ini adalah akad berdasarkan prinsip jual beli (bai’ al-
Dalam konteks hukum Islam, perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan
Biasanya dalam sebuah perjanjian telah ditentukan saat kapan suatu perjanjian
perjanjian akan berakhir, kecuali kemudian ditentukan lain oleh para pihak.
11
2. Dibatalkan oleh Pihak-Pihak yang Berakad
Hal ini biasanya terjadi jika salah satu pihak yang melanggar ketentuan
perjanjian atau salah satu pihak mengetahui, jika dalam pembuatan perjanjian
Hal ini berlaku pada perikatan untuk berbuat sesuatu, yang membutuhkan
adanya kompensasi khas. Adapun jika perjanjian dibuat dalam hal memberikan
sesuatu, katakanlah dalam bentuk uang atau barang, maka perjanjian tetap
berlaku bagi ahli warisnya atau sebagai contohnya ketika orang yang membuat
[Disadur dari: Neni Sri Imanayati dan Panji Adam Agus Putra, Hukum Bisnis
TUGAS!
- Analisislah perbedaan pokok antara hukum perjanjian menurut KUH Perdata dan
- Tugas dikerjakan dan dikumpulkan dengan format portable document format (.pdf)
melalui media aplikasi WhatsApp Group kelas, terakhir pada Kamis, 1 April 2021
12