Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia,
sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum dilakukan
diberbagai tingkat fasilitas kesehatan. Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada
pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang
Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Hal
itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai
dengan data. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan
yang efektif banyak tersedia. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol
seperti Stroke, Penyakit Jantung Koroner, Diabetes, Gagal Ginjal dan Kebutaan. Stroke
(51%) dan Penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi.
Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya
peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan
1
tidak diobati. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lai notak, mata, jantung, ginjal,
dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri periferitu sendiri. Selain itu
terbanyak pada tingkat menengah bawah (27,2%) dan menengah (25,9%).2 Menurut data
Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi dengan komplikasi
(5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua umur. Data World Health
sampai sedang.2 Prevalensi Hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun
2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena Hipertensi. Hipertensi telah
mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian terjadi di
Asia Tenggara yang 1/3 populasi nya menderita Hipertensi sehingga dapat menyebabkan
2013 sebesar 25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di
Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami
hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan
hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat Hipertensi. Hal ini
Menurut profil kesehatan Lombok tengah pada tahun 2019, kasus tertinggi penyakit
tidak menular pada tahun 2019 adalah penyakit hipertensi esensial, yaitu sebanyak 137.852
provinsi NTB (7,19%) dan angka nasional (8,36%). Di perkirakan penderita Hipertensi usia ≥
18 tahun di Provinsi NTB sebanyak 758.051 jiwa dan mendapat pelayanan sebesar 321.388
2
(42,40%). Lebih dari setengah penderita Hipertensi tidak kontak dengan pelayanan
Mataram sebesar 100% dan terendah terdapat di Kabupaten Lombok Timur sebesar 12,86%.2
Angka kejadian hipertensi ini menunjukkan bahwa penyakit hipertensi menjadi salah
satu prioritas utama masalah kesehatan yang terjadi di Kecamatan Pringgarata tersebut.
Penyakit hipertensi ini bagi masyarakat sangat penting untuk dicegah dan diobati. Hal ini
dikarenakan dapat menjadi pencetus terjadinya stroke yaitu kerusakan pembuluh darah di
otak.
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan factor gaya hidup dan pola makan. Gaya
hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan seseorang yang mempunyai
pengaruh positif maupun negative pada kesehatan. Hipertensi belum banyak diketahui
sebagai penyakit yang berbahaya, padahal hipertensi termasuk penyakit pembunuh diam-
diam, karena penderita hipertensi merasa sehat dan tanpa keluhan berarti sehingga
dilakukan pemeriksaan rutin/saat pasien dating dengan keluhan lain. Dampak gawatnya
hipertensi ketika telah terjadi komplikasi, jadi baru disadari ketika telah menyebabkan
gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi
Penyakit ini menjadi muara beragam penyakit degeneratif yang bisa mengakibatkan
kematian. Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi juga berdampak
kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderitanya.3
Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup. Bila
seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan secara rutin
dan pengontrolan secara teratur, maka hal ini akan membawa penderita kedalam kasus-kasus
serius bahkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus mengakibatkan kerja
3
jantung ekstra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadi kerusakan pembuluh darah
contoh bagaimana kebiasaan yang salah tetap dilaksanakan. Pengetahuan yang kurang dan
kebiasaan yang masih kurang tepat pada lansia hipertensi dapat mempengaruhi motivasi
lansia dalam berobat. Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang
cukup banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Namun banyak orang tidak menyadari
bahwa dirinya menderita hipertensi. Ada beberapa faktor risiko terjadinya hipertensi, baik
faktor yang dapat diubah maupun faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang
tidak dapat dihindarkan atau tidak dapat diubah meliputi umur, genetik, dan suku / ras.
Sedangkan faktor risiko hipertensi yang dapat dihindari / diubah antara lain : rokok,
kegemukan, kopi, alkohol, hiperkolesterolemia, obesitas, stress dan diet tinggi garam.1
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah kesehatan adalah dengan pencegahan
terjadinya hipertensi bagi masyarakat secara umum dan pengendalian pada penderita
hipertensi pada khususnya. Pencegahan hipertensi perlu dilakukan oleh semua penderita
hipertensi agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah yang lebih parah. Tetapi sayangnya
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pola Hidup, Dan Obesitas Di Posyandu Keluarga Desa
Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pola Hidup, Dan Obesitas Di Posyandu
4
1.3 Tujuan Penelitian
usia, pola hidup, dan obesitas di Posyandu Keluarga Desa Sintung Puskesmas Bagu.
1.4 Manfaat
Puskesmas Bagu
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia,
sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum dilakukan
Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu
dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the American Society of
6
2.3 Etiologi Hipertensi
dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada
1. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
7
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
2. Usia
Tekanan darah pada usia lanjut (lansia) akan cenderung tinggi sehingga lansia
darah meningkat karena dinding arteri pada usia lanjut akan mengalami penebalan
yang akan mengakibatkan penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Usia
berkaitan dengan tekanan darah tinggi oleh karena semakin tua seseorang maka
semakin besar resiko seseorang itu terkena hipertensi. Salah satu penelitian pada
tahun 2009 menemukan bahwa pada lansia usia 55-59 tahun dengan umur 60-64
tahun terjadi peningkatan hipertensi sebesar 2,18 kali, umur 65-69 tahun 2,45 kali dan
umur >70 tahun 2,97 kali. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, karena itu darah pada setiap deyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan
3. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi.4 Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
8
4. Penggunaan Natrium Dengan Hipertensi
(ekstrasel). Natrium yang mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak
keluardari darah dan masuk kedalam sel. Bila jumlah natrium didalam sel meningkat
secara berlebihan, air akan masuk kedalam sel, akibatnya sel akan membengkak.
Keseimbangan cairan juga akan tengganggu bila seseorang kehilangan natrium. Air
akan memasuki sel untuk mengencerkan natrium dalam sel. Cairan ekstraseluler akan
menurun. Perubahan ini akan menurunkan tekanan darah, natrium juga dapat menjaga
keseimbangan asam basa didalam tubuh, kepekaan otot dan saraf, yaitu berperan
dalam transmisi saraf yang menghasilkan terjadinya kontraksi otot, berperan dalam
absorbsi glukosa dan berperan sebagai alat angkut zat-zat gizi melalui membran
dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter dari arteri, sehingga jantung
harus memompa lebih keras dan mendorong volume darah yang meningkat melalui
ruang yang semakin sempit dan akan menyebabkan tekanan darah meningkat.
cairan intraseluler ditarik keluar dan mengakibatkan meningkatnya volume darah dan
9
5. Obesitas
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health
USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance. Apabila
terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat
perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex
kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf
pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga
intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan
sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem
10
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus.ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin.Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin
ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun.
Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang
11
disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur
akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf,
nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan
pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang
bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan
tajam penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga
harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil. Algoritme
diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension Education Program. The Canadian
Gambar 1. Algoritma diagnosis hipertensi (diadaptasi dari Canadian Hypertension Education Program:
TheCanadian Recommendation for The Management of Hypertension 2014)
12
2.8 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal
jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak
diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup
sebesar 10-20 tahun. 20 Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya
tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian
yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal
ginjal.9
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak.Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan.Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat
selain kelainan koroner dan miokard.Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi
kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia
otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai
komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.8
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena
efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress
oksidatif. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap
garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan
1. Otak
13
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi.Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak
juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset
2. Kardiovaskular
atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui
3. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran
glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering
14
dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang.
4. Retinopati
pada retina.Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut
berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain
pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik
neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri
dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita
retinopati hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi maligna,
di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis akibat hipertensi
maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala, double vision, dim
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,
tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.5
15
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah:
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga
pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya
harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alkohol semakin hari semakin
kota besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per
e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu
16
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan
2.9.2 Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan
menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa
prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan
Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia
17
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki
persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum,
yang diatur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the
1. Betablocker
pasien dengan penyakit jantung koroner terutama yang menyebabkan timbulnya gejala
angina. Obat ini akan bekerja mengurangi iskemia dan angina, karena efek utamanya
jantung maka waktu pengisian diastolik untuk perfusi koroner akan memanjang.
18
terjadinyagagal jantung. Betablocker cardioselective (β1) lebih banyak direkomendasikan
resistensi vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah. Selain itu, CCB juga akan
bahwa walaupun CCB berguna pada tatalaksana angina, tetapi sampai saat ini belum ada
rekomendasi yang menyatakan bahwa obat ini berperan terhadap pencegahan kejadian
Penggunaan ACEi pada pasien penyakit jantung koroner yang disertai diabetes
mellitus dengan atau tanpa gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri merupakan pilihan
utama dengan rekommendasi penuh dari semua guidelines yang telah dipublikasi.
Pemberian obat ini secara khusus sangat bermanfaat pada pasien jantung koroner dengan
Pada pasien hipertensi usia lanjut ( > 65 tahun ), pemberian ACEi juga
dan ANBP-2.Studi terakhir menyatakan bahwa pada pasien hipertensi pria berusia lanjut,
diuretik, walaupun kedua obat memiliki penurunan tekanan darah yang sama.
19
4. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Indikasi pemberian ARBs adalah pada pasien yang intoleran terhadap ACEi.
Beberapa penelitian besar, menyatakan valsartan dan captopril memiliki efektifitas yang
sama pada pasien paska infark miokard dengan risiko kejadian kardiovaskular yang
tinggi.2
5. Diuretik
6. Nitrat
Indikasi pemberian nitrat kerja panjang adalah untuk tatalaksana angina yang
belum
20
terkontrol dengan dosis betablocker dan CCB yang adekuat pada pasien dengan
penyakit jantung koroner. Tetapi sampai saat ini tidakada data yang mengatakan
Selalu mencari faktor risiko metabolik ( diabetes, ganguan tiroid dan lainnya)
pada pasien dengan hipertensi dengan atau tanpa penyakit jantung dan pembuluh
darah.12
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih
berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita
hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi
3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh pen de rita hipertensi adalah:13
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-
21
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang,
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani
yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta
22
BAB III
METODE PENELITIAN
gambaran kejadian pasien hipertensi berdasarkan jenis kelamin, usia, pola hidup, dan
obesitas di Posyandu Keluarga Desa Sintung Puskesmas Bagu. Penelitian ini disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi terhadap variabel yang diteliti yaiu variabel jenis kelamin, usia,
Puskesmas Bagu.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi dalam penelitian ini adalah
semua penderita hipertensi yang datang berobat ke Posyandu Keluarga Desa Sintung
Sampel Penelitian adalah populasi target yang masuk dalam kriteria inklusi.
23
3.4 Kriteria Pemilihan Sampel Penelitian
2. Pasien yang tidak kooperatif ( tidak bersedia dan tidak mampu menjawab kuesioner
/wawancara)
Sampling.
A. Data Primer
1. Wawancara
disiapkan.
B. Data Sekunder
24
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat di proses
lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga jika
b. Pengkodean (Coding)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk mengkoreksi
kemungkinan kesalahan.
Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu variabel jenis kelamin,
25
3.7 Jadwal Penelitian
Tanggal
No Jenis kegiatan 20—30 13-20 13
3-4 FEB 1-7 MAR
JAN FEB MAR
1 Pengajuan judul
Konsultasi dengan dokter
pendamping dan studi literatur terkait
Menyusun kuesioner sesuai dengan
2
studi literature
3 Pengumpulan data
4 Analisis data
5 Penyusunan laporan penelitian
8 Presentasi hasil penelitian
BAB IV
26
4.1 Profil Puskesmas Bagu
UPTD Puskesmas Bagu adalah Puskesmas perawatan yang berada di wilayah Desa
kerja lima desa yaitu Desa Bagu, Desa Sintung, Desa Bilebante, Desa Sisik dan Desa
Menemeng. Jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bagu adalah 31.759 jiwa
Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah yang mempunyai wilayah kerja dengan
4.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk di wilayah kerja UPT Puskesmas Bagu adalah 28.920 jiwa dengan
wilayah kerja 16,092 km2. Ini berarti kepadatan penduduk rata-rata adalah 1797 jiwa/km2..
Adapun jarak tempuh dan waktu tempuh terjauh dengan puskesmas adalah Desa Sintung
yaitu 8 km dengan waktu tempuh sekitar 20 menit menggunakan sepeda motor, sedangkan
jarak dan waktu tempuh terdekat adalah Desa Bagu yaitu 1 km dengan waktu tempuh sekitar
5 menit menggunakan sepeda motor. Ratio antara penduduk penduduk yang dilayani oleh
Puskesmas adalah 1 : 28.920 jiwa, maka beban kerja UPTD Puskesmas Bagu masih termasuk
normal karena idealnya ratio tenaga puskesmas dengan jumlah penduduk yang dilayani
27
4.1.3 Data 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Bagu
Gambaran Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dan rawat inap di
UPTD Puskesmas Bagu tahun 2019 menunjukkan bahwa kasus terbanyak adalah Infeksi akut
lain pada saluran pernapasan bagian atas, rincian 10 penyakit terbanyak dapat dilihat pada
tabel beikut :
Tabel Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dan rawat inap di UPTD Puskesmas
Bagu Tahun 2019
NO KODE ICD DIAGNOSA JUMLAH TOT
LAKI-LAKI PEREMPUAN
10 AL
1 I10 Hipertensi 430 485 915
primer/essensial
2 J06.9 Infeksi saluran pernapasan atas 312 550 862
(ISPA), tidak spesifik
3 M79.1 Myalgia 220 258 478
4 R50.9 Fever, unspecified 198 203 401
5 K30 Dispepsia 218 12 5 343
6 E11.9 Non-insulin-dependent diabetes 125 200 325
mellitus without complications
7 A09 Diarrhoea and gastroenteritis of 106 120 226
presumed infectious origin
8 J39.8 Other specified diseases of 111 114 225
upper respiratory tract
28
TOTAL 1907 2237 4144
4.1.4 Kasus Hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Bagu Berdasarkan Data IKS 2019
Desa Jumlah
BAGU 48
SINTUNG 86
BILEBANTE 80
MENEMENG 85
Pada hasil penelitian ini akan diuraikan mengenai gambaran kejadian pasien hipertensi
berdasarkan jenis kelamin, usia, pola hidup dan obesitas di Posyandu Keluarga Desa Sintung
Puskesmas Bagu. Dimana penelitian ini telah dilaksanakan dengan jumlah responden
sebanyak 50 orang.
Analisis univariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi
usia, pola hidup dan obesitas di Posyandu Keluarga Desa Sintung Puskesmas Bagu.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis
Kelamin Di Posyandu Keluarga Desa Sintung Puskesmas Bagu Tahun 2021
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Perempuan 40 80
Laki-Laki 10 20
Total 50 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 50 responden didapatkan jumlah
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia
Di Posyandu Keluarga Desa Sintung Puskesmas Bagu Tahun 2021
Usia (tahun) Frekuensi Presentase
Lansia (≥50) 37 74
29
Tidak Lansia (<50) 13 26
Total 50 100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 50 responden didapatkan jumlah
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pasien Hipertensi Berdasarkan Pola
Hidup Di Posyandu Keluarga Desa Sintung Puskesmas Bagu Tahun 2021
Berdasarkan tabel 4.3.1 dapat dilihat bahwa dari 50 responden didapatkan jumlah
sebanyak 44 (88%) yang mengonsumsi garam berlebih dan 6 (12%) yang mengonsumsi
garam normal.
Berdasarkan tabel 4.3.2 dapat dilihat bahwa dari 50 responden didapatkan jumlah
sebanyak 14 (28%) yang merokok dan 36 (72%) yang tidak merokok.
30
Berdasarkan tabel 4.3.3 dapat dilihat bahwa dari 50 responden didapatkan jumlah
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 50 responden didapatkan jumlah
sebanyak 26 (52%) yang obesitas, sebanyak 11 (22%) yang overweight, sebanyak 5 (10%)
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil analisis menunjukan bahwa
persentase 80%.
tekanan darah tinggi (hipertensi) setelah menopause yaitu usia diatas 45 tahun. Perempuan
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
31
meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein). Kadar kolesterol HDL rendah dan
aterosklerosis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarasati (2011) yang
membuktikan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan hipertensi. Pada penelitian
tersebut didapatkan presentase penderita hipertensi berjenis kelamin perempuan lebih banyak
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil analisis menunjukan bahwa
mayoritas responden yang menderita hipertensi berusia lansia (≥50 tahun) dengan persentase
74%.
dan daya tahan tubuh yang terjadi karena proses penuaan yang dapat menyebabkan seseorang
Salah satu penelitian pada tahun 2012 menemukan bahwa pada lansia usia 55-59
tahun dengan umur 60-64 tahun terjadi peningkatan hipertensi sebesar 2,18 kali, umur 65-69
tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97 kali. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut arteri
besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, karena itu darah pada setiap deyut jantung
dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
sulistyowati (2010) dan artianingrum (2015) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
umur dengan kejadian hipertensi. Pada penelitian tersebut menemukan bahwa umur >40th
memiliki resiko terkena hipertensi sebesar 11,71 kali dibandingkan dengan umur <40th. 12
32
4.3.3.1 Gambaran kejadian hipertensi berdasarkan kebiasaan konsumsi garam
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil analisis menunjukan bahwa
mayoritas responden yang menderita hipertensi dengan kebiasaan konsumsi garam berlebih
Mike Rahayu Susanti (2017), Natrium berhubungan dengan kejadian darah tinggi
karena konsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter dari arteri,
sehingga jantung harus memompa lebih keras dan mendorong volume darah yang meningkat
melalui ruang yang semakin sempit dan akan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Pengaruh asupan natrium terhadap tekanan darah tinggi terjadi melalui peningkatan volume
plasma dan tekanan darah. Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler yang
berperan penting dalam mempertahankan volume plasma dan ekstraseluler. Asupan tinggi
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mike Rahayu
Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa lansia yang memiliki asupan natrium lebih
cenderung memiliki tekanan darah yang masuk ke dalam kategori tinggi yaitu sebanyak
50,9%.
Berdasarkan tabel 4.3.2 dapat dilihat bahwa dari 50 responden didapatkan jumlah
Penelitian ini menyatakan bahwa faktor kebiasaan merokok tidak signifikan dalam
berperan dalam kejadian hipertensi. Karena pada penelitian ini responden lebih banyak
33
perempuan daripada laki-laki sedangkan yang biasanya merokok adalah laki-laki.
Pada perokok, risiko untuk terkena hipertensi lebih besar daripada yang tidak merokok,
hal ini disebabkan karena merokok dapat merangsang system adrenergik yang dapat
meningkatkan tekanan darah, tapi hal ini belum dibuktikan secara signifikan ( Gunawan,
2011).13
Dari hasil penelitian lansia yang mempunyai kebiasaan olahraga sebagian besar 88%
menderita hipertensi sedangkan yang tidak melakukan aktivitas olahraga yang menderita
Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa responden banyak melakukan aktivitas fisik
sehari-hari seperti bertani / berkebun. Aktivitas olahraga tidak signifikan dan tidak bisa
jenis olahraganya.
Menurut Suryati (2011), Olahraga yang dilakukan dengan intensitas 40 -70 % denyut
nadi maksimal dengan frekwensi 3-5 kali seminggu selama 20-60 menit seperti jalan kaki,
jogging, berenang dan senam aerobik akan menurunkan tekanan darah sebanyak 11/9 mmHg
sedangkan jika latihan tersebut sebanyak 7 kali seminggu akan menurunkan tekanan darah
olahraga yang baik bagi lansia dalam memelihara kesehatan kebugaran fisiknya antara lain
berjalan – jalan, jalan cepat, berenang dan bersepeda. dalam melakukan olahraga jalan cepat
frekwensi 3 – 5 kali seminggu selama 15 – 30 menit, dilakukan tidak kurang dari 2 jam
setelah makan dan apabila nafas sudah mulai susah atau dada sakit maka harus berhenti.
Intensitas 60 – 80 % dari denyut nadi maksimal. Denyut nadi maksimal adalah denyut nadi
34
dikurangi dengan umur yang bersangkutan.14
Menurut penelitian, olah raga secara teratur seperti gerak jalan dan naik sepeda dapat
menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol dari pembuluh nadi (Gunawan, 2001).
Menurut WHO dalam Padmawinata (2001) bahwa orang yang tidak suka berolahraga
cenderung tidak bugar dan mempunyai risiko hipertensi 20-50% dibandingkan dengan orang
yang suka berolahraga. Menurut Depkes RI (2012) kegiatan olahraga secara teratur sesuai
kemampuan sangat dianjurkan bagi lansia. Olahraga teratur dapat membantu pembakaran
kalori, mengaktifkan otot jantung dan pernafasan serta membantu menghilangkan stress.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil analisis menunjukan bahwa
Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah
tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria
dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 ( status gizi normal menurut standar internasional).
35
Padmawinata (2012) menyatakan bahwa obesitas dapat menimbulkan terjadinya
hipertensi melalui berbagai mekanisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung. Obesitas dapat menyebabkan peningkatan cardiac output karena semakin besar
massa tubuh semakin banyak pula jumlah darah yang beredar, sehingga curah jantung ikut
meningkat. Sedangkan secara tidak langsung melalui perangsangan aktivitas sistem saraf
simpatis dan Renin Angiotensin Aldosteron Sistem (RAAS) oleh mediator mediator seperti
hormon, adipokin, dan sebagainya. Salah satunya adalah hormon aldosteron yang terkait erat
Hasil penelitian ini sejalan dengan estimasi risiko dari Framingham Heart Study yang
menunjukkan bahwa 78% hipertensi pada laki-laki dan 65% hipertensi pada wanita secara
BAB V
5.1 Kesimpulan
1) Pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki yang menderita
36
2) Usia mempengaruhi kejadian hipertensi dibuktikan dengan banyaknya pasien dengan
usia lanjut
dikarenakan responden lebih banyak perempuan daripada laki – laki. Dan responden
perempuan tidak merokok sedangkan responden laki-laki termasuk dalam perokok berat.
5) Aktivitas olahraga tidak signifikan dan tidak bisa menggambarkan peningkatan kejadian
5.2 Saran
1. Diharapkan penderita hipertensi agar teratur melakukan control tekanan darah sesuai
dapat terjadi.
hipertensi adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan tapi dapat dikontrol
3. Diharapkan penderita hipertensi untuk istirahat yang cukup, menjalankan pola hidup
sehat seperti melakukan aktivitas fisik dan mematuhi diet hipertensi untuk mencegah
a. Tidak adanya waktu untuk datang ke posyandu keluarga pada pagi hari karena
37
c. Malas ke puskesmas
e. Peran keluarga masih kurang dalam mengajak anggota keluarga untuk berobat.
selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada anggota keluarga yang menderita
hipertensi agar selalu rutin minum obat dan senantiasa patuh dalam melakukan
2. Keluarga sebagai pemegang peranan penting pada penderita hipertensi yaitu dengan
cara merawat pasien dengan penuh kasih sayang, mengingatkan pasien untuk
kepada penderita hipertensi untuk menentukan tempat berobat yang diinginkan, tidak
membiarkan penderita hipertensi untuk memakan makanan apa saja yang disukainya
garam. Contohnya diet DASH (Dietary Approaches to stop hypertenson) yang mana
setiap orang disarankan mengkonsumsi natrium kurang dari 2.300 mg (setara dengan
1 satu sendok teh garam) per hari. Sedangkan bagi penderita hipertensi berat
disarankan pembatasan konsumsi natrium harus lebih ketat yaitu sekitar 1.500 mg
natrium setara dengan 2/3 sendok teh garam perhari. Serta membatasi asupan garam
38
masyarakat mengenai penyakit hipertensi (misalnya : x banner, leafleat, lembar balik,
poster)
wilayah untuk mengadakan senam hipertensi diluar hari yang diadakan di puskesmas,
1. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan
perbandingan dan referensi untuk penelitian, dan sebagai bahan pertimbangan untuk
2. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti variabel yang belum diteliti, misalnya:
kepada responden, misalnya : berapa sendok makan anda konsumsi garam dalam satu
hari?, apa jenis olahraga yang anda lakukan?, berapa lama durasi anda melakukan
olahraga tersebut?
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Info Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2014. Hipertensi menjadi tantangan terbesar
di Indonesia. Jakarta. (Diakses dari www.depkes.go.id.)
2. Dinkes NTB, 2018. Profil Kesehatan NTB 2018. Dinas Kesehatan NTB.
40
5.Anarini. 2012. Terapi Nutrisi Pasien Usia Lanjut yang Dirawat di Rumah Sakit. Di dalam:
Harjodisastro D, Syam AF, Sukrisman L, editor. Dukungan Nutrisi pada Kasus Penyakit
Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI.
6.Budijanto, Didik dan Dwi, Anggaeni (2000), Analisis Kecenderungan Hipertensi Dalam
Hubungannya Dengan Usia dan Body Mass Index, Jurnal Kedokteran Trisakti Vol.19 No.1,
Jakarta.
7.Anggraeni, D. M., & Saryono., 2013. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
dalam bidang Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta.
8.Arikunto, S., 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 8, Rineka
Cipta, Jakarta.
9. Bustan, M. N., 2007. Epidemiologi: Penyakit tidak Menular, Cetakan 2, Rineka Cipta,
Jakarta.
10.Aris, S. 2015. Mayo Clinic. Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. PT Intisari
Mediatama : Jakarta.
12. Mustamin. 2010. Asupan Natrium, Status Gizi dan Tekanan Darah Tinggi Usia Lanjut.
Jurnal Media Gizi Pangan. Volume IX. Edisi 1 : Makassar.
41