Anda di halaman 1dari 16

Nama : Ezra Gavriel

NIM : 203020303125
Kelas :B
Dosen Pengampu : Neny Fidayanti, M.Si
Mata Kuliah : Ilmu Sosial Budaya Dasar

TUGAS:
Deskripsi wujud kebudayaan berdasarkan daerah masing masing.

JAWABAN:
Nama saya Ezra Gavriel saya berasal dari Kalimantan Tengah dengan Suku Dayak Ngaju. Di
sini sayak akan mendeskripsikan kebudayaan daerah saya, yaitu Kebudayaan Suku Dayak
Ngaju.
1. Sistem peralatan dan pelengkapan hidup (teknologi)
 Huma Betang

Huma (huma yang artinya rumah dalam bahasa Dayak Ngaju) Betang adalah mengedepankan
musyawarah mufakat, kesetaraan, kejujuran dan kesetiaan. Rumah Betang merupakan rumah
adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan. Rumah ini masih sangat
terjaga kelestariannya karena peran masyarakat yang selalu turut serta merawat rumah ini.

Rumah Betang telah berdiri sejak ratusan tahun lalu dan mengambarkan suku Dayak
bukanlah suku yang terbelakang secara kebudayaan. Rumah Betang tidak akan berdiri jika
suku Dayak tidak mampu menyimpulkan apa yang diajarkan alam kepada mereka tentang
bagaimana cara untuk selamat dari bahaya yang mengancam di alam seperti binatang buas
dan lain-lain. Hasil dari cita, rasa dan karsa diolah menjadi sebuah pengetahuan yang rasional
tentang hidup berdampingan dengan alam, secara bersama dan kolektif.

Rumah adat satu ini berbentuk rumah panggung seperti umumnya. Rumah ini juga biasanya
dihuni oleh 5-7 keluarga. Panjang bangunannya bisa mencapai 30 – 150 meter dengan lebar
10 – 30 meter. Rumah betang sendiri dapat dikatakan sebagai rumah suku.

Rumah Betang dibentuk panggung karena untuk menghindari rumah dari banjir karena
lokasinya yang berada di pinggir sungai. Selain itu, panggung tinggi akan melindungi
penghuninya dari binatang buas dan musuh. Hal ini dikarenakan resiko hidup di dekat sungai
yang berdekatan dengan habitat binatang buas seperti buaya dan ular.

 Duhung/Dohong

Duhung/Dohong merupakan senjata khas Dayak Ngaju, sejarahnya Duhung/Dohong dan


Parang sudah digunakan sebelum Mandau. Dalam sejarahnya pemilik senjata ini juga bukan
orang sembarangan, sebab hanya raja dan para leluhur Dayak saja yang memilikinya.

Senjata Duhung/Dohong sekilas memiliki bentuk seperti tombak, dengan ukuran panjang
antara 50-75 cm. Pada bagian mata tombaknya, terdapat bilah yang tajam pada kedua
sisinya.Dan pada umumnya senjata ini dibawa dengan cara diselipkan di bagian depan
pinggung.

Dulunya, alat ini banyak dipakai untuk berburu binatang liar ataupun untuk keperluan
bercocok tanam. Tapi sekarang, senjata tajam ini digunakan sebagai pemotong tali pusar
bayi, penyembelih hewan kurban, menguliti hewan buruan, dan bercocok tanam.

 Mandau

Istilah Mandau, dalam Bahasa Dayak Kalimantan berasal dari kata “Man”, yakni merupakan
akronim dari kata “Kuman” yang berarti “Makan”. Kemudian, kata “Dau” bersal dari kata
“Do”, yang merupakan akronim dari kata “Dohong” yang merupakan pisau belati khas
Kalimantan Tengah. Dari dua kata ini, Mandau dapat diartikan secara harfiah dengan makna
“Makan Dohong” yang maknanya, Dohong yang merupakan senjata awal masyarakat Dayak
Ngaju, kalah popular dengan Mandau.

Bagi masyarakat Dayak Kalimantan, Mandau merupakan senjata yang disakralkan, sehingga
dalam setiap upacara adat pasti dilengkapi senjata parang ini.

Mandau memiliki 3 bagian pokok, yang terdiri dari Pulang/Hulu, Isin/Loneng, dan
Sarung/Kumpang.

Pulang/Hulu = Pulang ini adalah mempunyai bentuk paruh burung atau kepala naga. Pada
bagian pangkalnya, juga dilengkapi ukiran menarik sesuai kebudayaan suku pemiliknya. Tak
hanya itu, umumnya ujung Pulang ini juga disatukan dengan pangkal Mandau, yang
kemudian dihias cincin Kamang/Sopak serta rambut manusia yang dinamakan Takan.

Isin/Loneng = Isin adalah bagian bilah pada Mandau, yang biasanya dibuat memakai biji
besi dengan panjang 50 cm, lebar pangkal 2 cm, lebar ujung 5 cm, dan berat 335 gram. Pada
bagian punggung sendiri, terdapat ukiran-ukiran cantik untuk menghias Mandau. Pada bagian
bilah ini pula, terkadang dibuat lubang-lubang kecil, yang kemudian ditutup dengan tembaga
atau kuningan.

Sarung/Kumpang = Bagian ini difungsikan untuk melindungi bilah dan memudahkannya


saat dibawa. Bagian Sarukng umumnya dibuat dari kayu, yang dilengkapi beragam hiasan
dan ukiran. Selain itu, Sarung juga bisa dibuat dari anyaman rotan, yang disebut Pusat
Belanak atau Tempuser Undang.

 Talawang

Sebagai pelengkap senjata Mandau, suku dayak juga menggunakan Talawang atau tameng
untuk berperang. Umumnya, senjata Talawang dibuat memakai material kayu ulin atau kayu
beli yang terkenal kuat dan awet. Tapi, selain itu ada juga yang membuatnya dari kayu liat.

Umumnya, Talawang ini memiliki panjang berkisar anatra 1-2 meter dan lebar tak lebih dari
50 cm. Seperti perisai yang ada pada umumnya, Talawang dibuat dalam bentuk persegi
panjang, dengan bentuk runcing pada ujung atas dan bawahnya. Pada sisi luar Talawang,
banyk dihias dengan ukiran-ukiran indah yang merupakan ciri khas kebudayaan Dayak,
sedangkan untuk sisi dalamnya dilengkapi sebuah pegangan.
 Sipet

Sumpit, di wilayah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama Sipet, yakni sebuah
senjata tradisional yang difungsikan untuk berperang, berburu hewan, ataupun sebagai alat
pembunuh secara diam-diam. Sebab, senjata ini cukup dipakai dengan cara ditiup, sehingga
dapat dipakai sebagai senjata pembunuh jarak jauh.

Senjata Sumpit dibuat memakai bahan kayu dan tabung bambu, yang panjangnya berkisar 1-3
meter. Sementara, untuk anak sumpitnya, yang dipakai sebagai peluru, dibuat dalam bentuk
bulat dengan diameter 1 cm.

Anak sumpit, atau yang juga dikenal dengan istilah Damek, juga bisa dibuat dalam bentuk
kerucut dari bahan bambu. Atau, jika mau menggunakan bahan kayu, harus dipilih yang
massanya ringan, seperti Kayu Pelawi. Hal ini menjadi penting, supaya anak sumpit bisa
melesat dalam gerakan yang lurus. Untuk bagian ujung Sumpit, dibuat dengan bentuk runcing
dan biasanya diberikan cairan racun untuk membunuh binatang buruan.

Racun yang digunakan merupakan racun yang dibuat dari getah tumbuhan hutan ini, yang
sangat susah mencari penawarnya atau belum ada obat penawarnya sampai sekarang.

 Kancip

Kancip merupakan alat sejenis gunting atau alat pemotong, yang banyak dipakai untuk
memotong buah pinang.
 Pakaian Adat Pria

Untuk pakaian adat pria, Dayak Ngaju biasanya menggunakan warna merah sebagai warna
dominan, kain atau rompi dari kulit kayu, serta menggunakan bulu burung enggang dan ruai
sebagai hiasan kepala.

Warna merah merupakan simbol semangat hidup masyarakat suku Dayak yang memilik
makna yaitu abadi, tak pernah luntur maupun berubah. Dan hiasan bulu serta paruh burung
enggang adalah mahkota untuk masyarakat Dayak laki – laki yang menyiratkan lambang
pasukan perang. Dan untuk pimpinannya memakai mahkota dengan jumlah helai bulu
enggang yang lebih banyak. Panglima tersebut hanya datang pada saat terjadinya perang.

Hiasan kepala burung ini juga dipakai hanya untuk masyarakat Dayak terhormat.

 Pakaian Adat Wanita


Untuk pakaian adat wanita berupa baju rompi, bawahan (rok), gelang tagan, ikat pinggang,
kalung ikat kepala berhias bulu enggang dan kalung serta manik-manik. Pembuatan
busananya dari kayu siren, ada juga yang dari kayu nyamu dengan berbagia corak, warna dan
dihias. Selain itu bahan untuk Baju adat ada juga yang berasla dari serat alam yang disebut
sebagai adat kain tenun halus.

 Kecapi

Kecapi adalah alat musik tradisional khas yang dipergunakan oleh masyarakat suku dayak di
Kalimantan Tengah. Alat musik kecapi dari Kalimantan Tengah ini memiliki bentuk dan
fungsi yang sama dengan alat musik sampe yang berasal dari Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur atau Kalimantan Utara. Akan tetapi, kecapi dari daerah Kalimantan Tengah khususnya
dari suku dayak memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dari alat musik sampe.

Perbedaan sampek dan kecapi khas dayak Kalimantan Tengah antara lain dari segi nada, nada
Sampek adalah mayor, dan di mainkan dengan beat yang slow. Sedangkan Kecapi memiliki
nada minor dengan jumlah 2 senar untuk rhythm dan 3 senar untuk lead nya, dimana pada
sampek terdiri dari 5 senar.

 Rabab/Rebab

Rabab atau rebab adalah alat musik gesek seperti yang terdapat di pulau Jawa atau di daerah
lainnya, dahulu Rabab biasa dimainkan pada saat upacara Nyangiang di suku Dayak Ngaju
( kapuas, katingan, kahayan), kini rabab dapat juga dimainkan sebagai instrumen tambahan
dalam permainan musik Kacapi.
Rabab ini memiliki dua buah senar yang saat ini telah menggunakan senar berbahan kawat,
pada bagian perut yang bermembran terdapat sebuah pengangkat atau penahan senar (bridge),
pengangkat atau penahan senar ini dapat digeser sehingga dapat menentukan standar nada
yang diinginkan selain menggunakan palutar (pemutar senar) yang juga berjumlah dua buah.

Rabab dimainkan dengan menggunakan penggesek senar (bow) seperti pada biola, batang
penggesek terbuat dari bahan kayu, berbentuk seperti busur panah, pada ujung-ujungnya
dibentangkan beberapa helai senar nilon yang digesekkan dengan senar rabab.

 Gandang Tatau

Gandang tatau merupakan alat musik jenis tabuh atau alat musik jenis pukul layaknya
gendang, Maka dari itu alat musik ini disebut dengan sebutan gandang dalam bahasa
Kalimantan tengah atau lebih tepatnya gandang tatau.

Gandang tatau memiliki bentuk yang sangat mirip dengan kendang yang bisa kita temui di
Indonesia di daerah manapun, ukuran dari gandang tatau ini biasanya lebih panjang dari
kendang pada umumnya yakni bisa mencapai panjang hingga 2 meter dengan diameter 40 cm

Bahan untuk membuat gandang tatau ini umumnya dibuat dengan menggunakan kulit sapi,
kulit rusa bahkan kulit panganen (kulit ular piton).

Biasanya alat musik gandang tatau ini digunakan pada acara-acara adat oleh masyarakat
Kalimantan tengah, Seperti contohnya untuk upacara kematian dan upacara penyambutan jika
ada tamu datang.

 Suling Bahalang
Suling yang satu ini memiliki banyak kemiripan dengan suling pada umumnya, karena
hampir setiap daerah di Indonesia memiliki suling sebagai alat musik khasnya. Suling
bahalang ini biasanya terbuat dari bambu dan memiliki tujuh lubang di sisinya.

Suling bahalang ini juga biasa digunakan untuk hiburan masyarakat Kalimantan tengah untuk
sekedar mengisi waktu dan bercengkrama.

 Garantung/Gong

Garantung atau gong merupakan salah satu alat musik yang paling banyak terdapat dan
digunakan masyarakat Suku Dayak. Selain Garantung dalam istilah masyarakat suku Dayak
Ngaju atau yang berbahasa Ngaju, masyarakat Dayak juga menyebutnya dengan gong dan
agung.

Dalam komunitas masyarakat Suku Dayak, Garantung juga digunakan untuk memberi tahu
masyarakat luas tentang adanya suatu acara atau pesta yang dilaksanakan oleh salah satu
keluarga, dan dari salah satu kampung ke kampung lain.

 Katambung

Katambung, merupakan salah satu alat musik tetabuhan dari kelompok membranophone
tradisional suku Dayak, selain gondang tatau dan gondang bontang yang berukuran lebih
besar. Katambung umumnya dibuat dari berbagai jenis kayu yang kuat namun ringan, tetapi
ada juga katambung yang dibuat dari kayu ulin.

Alat musik katambung biasanya dimainkan secara berkelompok yang terdiri atas lima sampai
tujuh orang dengan pemimpin kelompok yang disebut upu. Pemimpin ini duduk atau berada
di tengah kelompok pemusik dan diapit oleh para pendamping  di kiri-kanan upu yang
disebut panggapit.

2. Sistem Mata Pencaharian

 Berburu Hewan

Suku Dayak sangat menghormati alam. Karena bagi mereka alam memberikan mereka semua
kebutuhan yang mereka perlukan tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan
mengelolanya. Maka mereka tidak pernah menjual daging hewan buruan mereka.

Suku Dayak hanya menggunakan tombak atau sumpit yang dalam bahasa dayak disebut sipet
sebagai alat berburu. Bagi suku Dayak, sumpit merupakan senjata berburu yang paling
efektif. Dengan bahan dari kayu, senjata sumpit bisa tersamar di antara pepohonan. Sumpit
juga tidak mengeluarkan bunyi ledakan seperti senapan, sehingga binatang buruan tidak bakal
lari. Selain itu, dari jarak sekitar 200 meter, anak sumpit masih efektif merobohkan hewan
buruan.

 Menangkap Ikan

Dalam mencari makanan Suku Dayak tidak hanya berburu dihutan, tetapi juga di sungai cara
Suku Dayak menangkap ikan pada zaman lokal bukannya merusak malahan bersahabat
dengan lingkungan contohnya menangkap ikan di sungai. Dengan cara memancing,
marengge, manyauk, malunta, pasat, dan buwu.

 Berladang dan Bercocok Tanam

Dalam berladang pada suku Dayak umumnya yang menjadi perioritas utama bukan
produktivitas tetapi adanya keanekaragaman tanaman yang ditanam. Hal ini dapat dipahami
karena suku dayak bersifat subsisten. Keanekaragaman ini diperlakukan dalam semua jenis
usaha pertanian termasuk juga dalam usaha kebun karet. Dalam kegiatan berladang yang
ditanam tidak hanya tanaman padi, tetapi juga ditanam berbagai jenis sayur-mayur yang
umurnya relatif pendek dibandingkan dengan umur padi.

3. Sistem Kemasyarakatan
 Gotong Royong

Masyarakat Suku Dayak dalam melakukan beberapa aktivitas biasnya dilakukan bersama
atau gotong royong baik dari berburu, membuat makanan, membuat rumah, dan lain-lain.
Salah satu bukti bentuk kuatnya rasa kebersamaan gotong royong masyarakat Suku Dayak
adalah dalam membangun Huma Betang.

 Kerukunan

Kerukunan dalam Suku Dayak merupakan bukti filosofi dari Huma Betang yang dibangun
dengan cara Gotong Royong. Karena Huma Betang adalah nilai gotong royong, kebersamaan,
toleransi, rukun, dan hidup berdampingan yang telah menggambarkan filosofi hidup
masyarakat suku Dayak sejak jaman dahulu hingga saat ini.

4. Bahasa

Bahasa Dayak Ngaju merupakan bahasa yang dituturkan oleh sebagian besar penduduk
Kalimantan Tengah. Penutur bahasa tersebut dapat dijumpai hampir di sepanjang daerah
aliran sungai di Kalimantan Tengah, kecuali Kabupaten Kotawaringin Barat. Wilayah
tuturnya meliputi Kabupaten Kapuas bagian tengah, Kabupaten Gunung Mas dan Pulang
Pisau bagian tengah hingga ke Kota Palangkaraya, sebagian Sungai Mentaya, Kabupaten
Barito Selatan bagian selatan, serta Kabupaten Katingan bagian hilir.

Terdapat perbedaan dialek antara sub etnis yang ada dalam suku Dayak ngaju seperti antara
pengguna dialek Kapuas / Kahayan, katingan dengan Bakumpai, Seruyan, Mendawai dan
Mengkatip. Perbedaan ini umumnya dalam pilihan kata tetapi mengandung arti yang sama,
tetapi umumnya dapat dipahami dengan mudah.

5. Kesenian

 Tari Manasai

Tari Manasai merupakan tarian khas Kalimantan Tengah yang lahir sebagai salah satu produk
seni tradisi suku Dayak Ngaju. Penyajiaannya secara bersama-sama dalam formasi
melingkar. Formasi bisa semakin membesar ketika banyak orang ikut menarikannya. Di
tengah lingkaran biasanya terdapat guci atau media lain seperti bambu hias yang terikat
selendang. Tarian mulai ketika semua penari telah menghadap media itu.
 Tari Kinyah Mandau

Di daerah Kalimantan Tengah seni bela diri bukan hanya untuk melindungi diri dari sesuatu
yang membahayakan diri kita. Tetapi juga menjadi ajang untuk mempertunjukan tarian adat
yang memiliki gerakan-gerakan yang indah dan cenderung berbeda dengan tarian tradisional
dari daerah-daerah lain. Tarian ini biasa masyarakat kenal juga dengan nama Tari Kinyah
Mandau.

Tarian ini berawal dari tradisi suku Dayak jaman dahulu yang di sebut kinyah, yang
merupakan tarian perang sebagai persiapan untuk membunuh dan memburu kepala musuh.
Pada masa itu para pemuda Dayak harus melakukan pemburuan kepala untuk berbagai alasan
yang berbeda di setiap sub sukunya. Sebagai persiapan fisik untuk pemburuan itu maka di
lakukan kinyah atau tarian perang.

 Tari Hetawang Hakangkalu

Tari Hetawang Hakangkalu selain menceritakan tentang keceriaan warga Kalimantan Tengah
menyambut panen raya dari hasil pertanian. Selain itu tarian ini mempunyai nilai dan jejak
history yang tinggi dan esensial dalam filosofis masyarakat Dayak dalam bekerjasama dan
bergotong royong.

Tarian ini juga mengandung nilai filosofis dari laku hidup masyarakat Dayak, bisa kita
menyimak dimulai dari formasi menggigit Mandau sebagai senjata khas Dayak, tingkat
kesulitannya dapat kita lihat antara ketajaman Mandau yang diselipkan diantara bibir,
sedangkan penari masih bisa menyunggingkan senyum.
 Tari Deder

Menurut istilah dayak ngaju,arti dari kata deder yaitu menyanyi,tari deder ini adalah tari
pergaulan.Jadi apabila diartikan tari deder ini adalah menari juga menyanyi,tarian ini juga
dilantunkan pantun secara bersahut sahutan.Oleh sebab itu tarian ini digunakan para pemuda
pemudi untuk ajang percintaan.

 Tari Kayau

Tari Kayau ialah salah satu tarian sakral dan ikonik bagi Suku Dayak dan masyarakat
Kalimantan. Tarian Adat Kalimantan Tengah ini merupakan bagian dari sejarah dan tradisi
memenggal kepala musuh untuk menunjukkan kekuasaan, keberanian, kegagahan dari Suku
Dayak. Tarian ini juga menggambaran bahwa orang-orang Dayak merupakan petarung yang
tangguh dan tak mengenal takut kepada siapapun musuh. Mandau menjadi bagian penting
dalam tradisi ini karena merupakan senjata tradisional yang dipakai untuk menganyau kepala
musuh.

Saat ini Tari Kayau sudah jarang digelar karena kondisi zaman yang sudah berubah. Tidak
sembarangan orang yang dapat bisa melakukan tarian sakral adat Dayak ini. Kepala hewan
seperti babi menggantikan kepala musuh dalam upacara adat menganyau

 Tari Manganjan

Tari Manganjan merupakan ritual yang dilaksanakan pada upacara Tiwah di Suku Dayak
Ngaju, Kalimantan Tengah. Pertama, simbol gerak yaitu: (1) manduan berkat adalah
pengambilan energi spiritual sebagai kekuatan melepaskan roh, (2) malapas pali adalah
penyerahan roh ke sorga, (3) mangambali akan biti adalah terlepasnyapantangan yang
disebabkan oleh kematian. Kedua, simbol musik adalah kebahagiaan atau sukacita manusia
dengan manusia. Ketiga, simbol busana yaitu baju sangkarut adalah simbol kekuatan spiritual
atau energi gaib.  Keempat, properti yaitu selendang memiliki simbol keluhuran dan
keagungan, dalam masyarakat suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.

 Motif Talawang
Ukiran talawang umumnya bermotifkan Burung Enggang. Dan motif lainnya ukiran kamang.
Kamang perwujudan roh leluhur suku dayak. Makna pada motif perisai ini merupakan simbol
pertahanan yang kuat. Karena pada dasarnya talawang atau perisai ini di gunakan sebagai alat
pertahanan oleh masyarakat dayak pada saat berperang.

6. Sistem Pengetahuan

Seperti halnya suku bangsa lainnya di dunia, suku Dayak juga memiliki sistem pengetahuan
tersendiri untuk bertahan hidup (survival). Secara sederhana, pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan.

Adapun sistem pengetahuan masyarakat Dayak Zaman dahulu meliputi:

 Pengetahuan Tentang Alam

Suku Dayak yang merupakan masyarakat asli Kalimantan tentu saja tidak bias lepas dengan
yang namanya alam. Selain alam merupakan sumber pencaharian kebutuhan Suku Dayak,
alam juga merupakan tempat Suku Dayak tinggal atau hidup. Oleh karena itu Suku Dayak
tetap memperhatikan kelestarian alam dan menjaga alam tersebut.

 Pengetahuan Tentang Tumbuh-Tumbuhan Dan Hewan

Suku Dayak yang tinggal dihutan pasti memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan cara
berburu hewan atau mencari tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan. Bahkan terdapat kulit
hewan yang dijadikan pakaian dan tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan racun ataupun
obat.

 Pengatahuan Tingkah Laku Sesama Manusia

Suku Dayak memahami satu sama lain dimana terdapat rasa hormat terhadap sesama suku,
terlebih-lebih terhadap kepala Suku ataupun Panglima Perang dan para leluhur.

 Pengetahuan Seni Dan Musik

Suku Dayak memilik seni dalam kehidupannya, salah satunya tato yang ada pada Suku
Dayak Pria dan para wanita yang memakai manik-manik untuk mempercantik diri, ukiran
dalam senjata,ukiran dalam membuat patung, pakaian yang unik, maupun ukiran pada rumah-
rumah yang dibuat, dan lain-lain. Dan dalam pengetahuan musik Suku Dayak memiliki alat
musik seperti gandang,garantung, dan lain-lain.

 Pengetahuan Hukum Dan Politik

Selain Suku Dayak tinggal didalam hutan pada zaman dulu, kehidupan Suku Dayak diatur
oleh adat istiadat/hukum Suku tersebut. Yang dimana Suku Dayak menjadikan adat/hukum
tersebut sebagai pedoman dalam kehidupan baik dalam melaksanakan upacara adat. Suku
Dayak juga memiliki sistem Kepala Suku dimana Kepala Suku inilah yang memimpin dan
memberi keputusan atas tindakan Perang atau yang lainnya.
 Pengetahuan Sains Dan Merancang

Suku Daya memiliki pehaman tentang membuat ramuan dari tumbuhan atau getah pohon
yang dapat dijadikan obat maupun racum mematikan yang sering digunakan untuk berburu
maupun menyerang suku lain. Suku Dayak juga memiliki pehaman tentang merancang suatu
alat baik dalam pembuatan pakaian, senjata, alat musik, rumah, perahu dan lain-lain.

 Pengetahuan Peralatan dan Senjata

Seperti yang kita tahu Suku Dayak memilik senjata khas yaitu Mandau dan Sipet dan terdapat
Talawang yang berguna sebagai perisai. Suku Dayak juga memiliki peralatan yang lain untuk
upacara adat.

7. Sistem Religi

 Tiwah

Upacara Tiwah yaitu prosesi yang dipercaya agama Kaharingan untuk menghantarkan roh
leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan
memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama Sandung.

Upacara adat Tiwah dipercaya bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau
arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga – dalam Bahasa Sangiang) sehingga
bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa.

 Garantung Dipercaya Diturunkan Dari Lewu Tatau ( Surga Atau Khayangan)

Menurut agama Kaharingan Garantung juga dipercaya sebagai salah satu benda adat yang
diturunkan dari Lewu Tatau (surga atau khayangan) sebagai salah satu alat untuk
berkomunikasi dengan roh-roh leluhur. Hingga kini keyakinan itu masih dipegang oleh
masyarakat Dayak yang menganut agama Kaharingan.

 Pemberian Sasajen Untuk Roh Halus Agar Tidak Menggangu Kehidupan

Menurut kepercayaan orang Dayak, bilamana dalam aktivitas berladang terutama dalam
memilih lakosi yang akan digarap, bilamana menjumpai berbagai macam tanda-tanda, seperti
suara burung dan binatang tertentu, maka perlu dilakukan upacara dengan mempersembah
sesajen dengan maksud agar roh-roh halus yang memiliki kekuatan gaib tidak mengganggu
kehidupan mereka baik secara individu ataupun kelompok dalam melakukan.

 Mengangkat Tangga Masuk Rumah Betang Pada Malam Hari

Ketika memasuki rumah Betang kita harus menaiki tangga kecil yang hanya bias dilalui satu
orang, dan bila malam tiba, masyarakat akan mengangkat tangga ini dan memasukkannya ke
dalam rumah. Hal ini dilakukan agar penghuninya terhindar dari serangan hantu kepala
terbang alias ngayau atau kuyang.
Masyarakat Dayak percaya, bila tangga masih terjulur ke luar maka ngayau dapat masuk ke
rumah dan memburu kepala mereka. Ngayau diyakini pula sebagai perwujudan guna-guna
dari musuh.

 Dilarang Memburu Buru Enggang Karena Mahluk Sakral

Dalam masyarakat Dayak, burung Enggang merupakan mahluk sakral/suci yang dimana
mahluk ini dianggap sebagai perwujudan dari Panglima Burung. Oleh sebab itu perburuan
terhadap burung ini sangat dilarang.

 Pengukiran Sandung Yang Sembarangan Dapat Membawa Bala

Sandung, umumnya terbuat dari kayu Ulin, sering juga disebut kayu Tebelian, Belian atau
kayu besi. Selain itu sandung umumnya disertai dengan berbagai jenis ukiran dan hanya
orang-orang tertentu yang bisa melakukannya, karena ukiran tidak dibuat sembarangan, ada
ketentuan tertentu yang harus dipenuhi, karena jika salah dapat menimbulkan semacam bala
(si pembuat atau keluarga, bisa kerasukan bahkan bisa menyebabkan kematian).

 Tidak Boleh Menghina Sandung Baik Dari Perkataan Dan Pikiran

Sandung merupakan salah satu hal sakral dalam Suku Dayak, bagi siapapun yang memiliki
niat kotor atau menghina Sandung tersebut dipercaya oleh masyarakat Dayak bahwa orang
tersebut akan diganggu oleh mahluk halus. Mahluk halus tidak akan berhenti mengganggunya
sampai orang tersebut meminta maaf ke pihak keluarga.

Anda mungkin juga menyukai