Anda di halaman 1dari 13

Pembangunan Infratuktur di kecamatan Sarasan,

Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau


Bab I
Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Masalah

Wilayah perbatasan sebagai batas kedaulatan suatu negara secara universal memiliki
peran strategis dalam penentuan kebijakan pemerintah baik untuk kepentingan nasional maupun
hubungan antar negera (internasional). Posisi geografis Repulik Indonesia yang diapit oleh dua
benua, mempunyai batas wilayah internasional dengan 10 negara tetangga. Secara faktual,
wilayah perbatasan merupakan pagar NKRI yang wilayahnya harus dimodernisasi untuk dapat
mengontrol dan menguasai batas-batas wilayah kedaulatan negara. Modernisasi wilayah
perbatasan tidak selalu diterjemahkan dalam pengertian fiskal. Modernisasi wilayah perbatasan
dapat dilakukan dengan pendekatan resources karena tidak sedikit pulau-pulau perbatasan
maupun daratan diperbatasan, memiliki potensi sumberdaya kelautan yang dapat dikembangkan
secara ekonomi perbatasan (Mukti, dalam Hadiwijoyo, 2009 “ Batas Wilayah Negara
Indonesia”).

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana
Pembanguan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 disebutkan bahwa “Program
Pengembangan Wilayah Perbatasan bertujuan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui
penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta
keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga”.
Pembangunan kawasan perbatasan dilakukan dengan pendekatan ekonomi dan pertahanan.
Berbagai konflik didaerah perbatasan yang kesekian-kalinya mengganggu NKRI, yang
disebabkan ketertinggalan dari sisi ekonomi, sosial dan infrastruktur wilayah. Atas dasar
ketertinggalan itu maka pengaruh ekonomi dan sosial negara tetangga terhadap wilayah di
perbatasan menjadi dominan. Dalam kaitannya dalam pembangunan sumberdaya pesisir dan
lautan, pemerintah dan bangsa Indonesia telah membuat suatu kebijakan yang strategis dan
antisipasif, yaitu dengan menjadikan matra laut sebagai sektor tersendiri dalam RPJM Tahun
2010, yang sebelumnya merupakan bagian bagian dari berbagai sektor pembangunan.

Berdasarkan UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982),
Indonesia diberi hak berdaulat memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km2 yang
menyangkut eksplorasi, eksploitasi, dan pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati,
penelitian dan juridiksi mendirikan instalasi atau pulau buatan. Batas terluar dari ZEE adalah 200
mil dari garis pangkal pada surut rendah. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan
kekayaan dan keaneka ragaman sumberdaya alamnya, baik dalam sumberdaya yang dapat pulih
(seperti perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang) maupun sumberdaya yang tidak dapat
pulih (seperti minyak bumi dan gas, serta mineral atau bahan tambang lainnya).

Indonesia sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State) dan memiliki luas perairan 2,8
x 10 juta km, dengan panjang garis pantai 80,791 km. Luas keseluruhan Indonesia terdiri atas
luas daratan seluas 1.919.000 km dan lautan seluas 5.800.000 km (Encarta; Boston dalam
Dahuri, 2001). Pulau-pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki potensi
sumberdaya kelautan yang luar biasa besarnya. Potensi sumberdaya kelautan ini merupakan
peluang sekaligus tantangan dalam upaya melaksanakan akselerasi, percepatan pembangunan
sektor perikanan & kelautan, termasuk di dalamnya pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan.
Kondisi ini telah menghantar konsensus politik nasional untuk mengembangkan sektor kelautan
& perikanan sebagai salah satu andalan bagi Pemasukan Negara (leading sector) dalam rangka
mendukung dan mengembangkan pembangunan nasional secara komprehensif yang
berkelanjutan (sustainable development). Akan tetapi potensi tersebut tidaklah berarti, bilamana
wilayah perairannya tidak memiliki batas wilayah laut. Hal ini menunjukkan bahwa batas
wilayah memiliki nilai strategis yang sangat penting di sektor kelautan dalam rangka
pemanfaatan/eksplorasi sumberdaya yang terkandung di dalamnya, mengingat sebagian wilayah
perbatasan negara kita berada dilaut dan pulau-pulau kecil (terluar). Menurut Konvensi PBB
Tentang Hukum Laut No.17 Tahun 1985, Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dilaut berupa
batas Laut Teritorial (LT), batas Landas Kontinen (LK) serta batas Zone Ekonomi Eksklusif
(ZEE).
Ruang laut dan pesisir sebagai wadah dari sumberdaya kelautan dan pesisir tersebut
memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap terhadap gangguan yang 3 ditimbulkan oleh
setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangan di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
Selain mengandung beraneka ragam sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang telah dan
sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut
keterbatasan dan konflik dalam penggunaannya. Pengaturan ruang laut sebagai salah satu upaya
pengelolaan sumberdaya nasional yang tersedia di wilayah kabupaten/kota merupakan suatu
kewenangan daerah, yang di dalamnya sekaligus mencakup eksplorasi, eksploitasi, konservasi,
pengaturan administratif dan penegakan hukum (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah).

Kabupaten Natuna terletak di wilayah perbatasan yang dikaruniai potensi SDA yang
besar, maka kawasan Pulau Natuna dan sekitarnya telah ditetapkan sesuai PP No. 26 Tahun 2008
tentang RTRW Nasional menjadi salah satu Pusat Kegiatan Strategis Nasional yaitu kawasan
yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya
diprioritaskan, di mana usaha dan atau kegiatannya berdampak besar terhadap kondisi geopolitis
dan pertahanan keamanan nasional serta regional. Beberapa kriteria kawasan tertentu yang dapat
terpenuhi di Kawasan Natuna antara lain karena mempunyai: Potensi SDA yang besar dan
berpengaruh terhadap pengembangan Poleksos-budhankam dan pengembangan wilayah
sekitarnya. Potensi SDA yang besar serta usaha/kegiatannya berdampak besar dan penting
terhadap kegiatan sejenis maupun kegiatan lain, baik di wilayah bersangkutan, wilayah sekitar
maupun wilayah negara.

Selain letaknya yang strategis Kabupaten Natuna pada hakikatnya dikaruniai serangkaian
potensi sumber daya alam yang belum dikelola secara memadai atau ada yang belum sama
sekali, yang meliputi sumber daya perikanan laut yang mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun
dengan total pemanfaatan hanya 36%, yang hanya sekitar 4,3% oleh Kabupaten Natuna (Sumber:
BPS Kabupaten Natuna 2009). Pertanian & perkebunan, Objek wisata, kandungan minyak dan
gas bumi Wilayah Perairan Kabupaten Natuna memiliki potensi kandungan minyak dan gas
bumi yang sangat besar. Lapangan gas Natuna ditemukan pada tahun 1973 terletak di laut
Natuna, tepatnya pada posisi timur laut dari Pulau Natuna. Sumber gas di Natuna merupakan
salah satu yang terbesar didunia ditinjau dari sisi volume gas dan hidrokarbonnya. Namun
Potensi kandungan minyak dan gas bumi di Kabupaten 4 Natuna ini belum dimanfaatkan
(Dep.ESDM-RI dalam Laporan Rakeppres Jakstra Spasial Pengembangan Kawasan Perbatasan
Tahun 2011). Dilihat dari sumberdaya pesisir dan kelautan, Kabupaten Natuna memiliki potensi
sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik.

Dengan lokasi yang strategis dan adanya potensi SDA yang sedemikian besar menjadi
daya tarik tersendiri bagi lingkungan regional dan internasional untuk memanfaatkannya bagi
kepentingan masing-masing berupa eksploitasi sumber daya perikanan, kehutanan, minyak, gas,
tambang, air tanah dan lain-lain. Kabupaten Natuna secara geografis terletak pada di tengah-
tengah Kawasan Asia Tenggara dan secara Hankam Kabupaten Natuna sangat rawan konflik
Laut Cina Selatan, penyelundupan, serta pencurian sumber daya laut. Kawasan Natuna wilayah
perairannya membelah wilayah barat dan wilayah timur negara Malaysia, karena letak kawasan
ini yang sangat menjorok ke utara (RTRW Kab. Natuna Tahun 2009). Pengaturan dan
pemanfaatan tata ruang laut sangat relevan bagi Kabupaten Natuna mengingat daerah ini
merupakan daerah yang memiliki wilayah laut yang cukup luas dengan potensi kekayaan alam
kelautan yang sangat besar. Melihat luasan laut yang mencapai 97,3 % maka sudah seharusnya
laut dijadikan halaman bagi masyarakat sebagai tempat mencari kehidupan.

Pemanfaatan ruang laut dan pesisir secara berkelanjutan sebagaimana dipaparkan


sebelumnya diatas, tentunya merupakan hal yang sangat relevan dan signifikan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat Natuna. Hal ini di dasari oleh wilayah laut dan pesisir Kabupaten
Natuna yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiviersity), yang tercermin pada
keberadaan ekosistem laut dan pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, pulau-pulau
kecil dan berjenis-jenis biota endemik dan biota laut lainnya yang membutuhkan pengembangan
yang tepat sehingga dapat dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan pembangunan dalam
mendukung pengembangan kawasan strategis. Untuk tetap menjaga potensi sumber daya pesisir
dan laut Kabupaten Natuna, maka diperlukan suatu pengaturan dan pemanfaatan yang dilakukan
secara terpadu dan berkesinambungan agar sumber daya yang ada tersebut tetap terjaga.
I.2. Tujuan Kajian

Maksud di lalukakan pembangunan di kecamatan Sarasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan


Riau adalah

1. Mengetahui perkembangan ekonomi di di kecamatan Sarasan, Kabupaten Natuna,


Kepulauan Riau.
2. Mengetahui perkembangan infratuktur di kecamatan Sarasan, Kabupaten Natuna,
Kepulauan Riau
3. Mengetahui Keamanan di kecamatan Sarasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau
Bab II
Teori

Kabupaten Natuna merupakan kawasan tertentu yang juga sekaligus merupakan kawasan
perbatasan yang mempunyai posisi strategis di mana usaha dan atau kegiatannya berdampak
besar terhadap kondisi geopolitis dan pertahanan keamanan nasional serta regional. Dengan
lokasi yang strategis dan adanya potensi SDA yang sedemikian besar menjadi daya tarik
tersendiri bagi lingkungan regional dan internasional untuk memanfaatkannya. Paradigma
pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai ”halaman belakang” wilayah NKRI
membawa implikasi terhadap kondisi Kabupaten Natuna sebagai kawasan perbatasan yang
dikategorikan kawasan tertinggal (Peraturan Mentri No.6 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis
Daerah Tertinggal)

Pada kali ini akan mendalami tentang Kecamatan Serasan merupakan salah satu
kecamatan lama dari 12 Kecamatan seluruh yang ada di Kabupaten Natuna, terbentuk sebelum
pemekaran Kabupaten Natuna – Provinsi Kepulauan Riau. Dahulu, orang-orang akrab menyebut
Kecamatan Serasan, sebagai salah satu Pulau 7 (Tujuh) yang ada di Kepualuan Riau.
Hal ini merujuk pada Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia, Provinsi Sumatera Tengah,
Tanggal 18 Mei 1956 yang menggabungkan diri ke dalam Wilayah Republik Indonesia, dan
Kepulauan Riau kemudian diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai Bupati
sebagai Kepala Daerah, yang membawahi 4 (empat) Kewedanaan.

Kewedanaan yang dimaksud antara lain :

 Kewedanaan Tanjung Pinang, meliputi Kecamatan Bintan Selatan (termasuk Bintan


Timur, Galang, Tanjung Pinang Barat dan Tanjung Pinang Timur).
 Kewedanaan Karimun, meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan Maro.
 Kewedanaan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
 Kewedanaan Pulau Tujuh, meliputi Wilayah, Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai,
Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Dengan adanya pemekaran daerah pada tahun 1999, wilayah Kepulauan Riau kemudian
dimekarkan salah satunya adalah dengan membentuk kabupaten baru yaitu Kabupaten Natuna
melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999. Pada awal berdirinya, Kabupaten
Natuna meliputi enam Kecamatan, yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja,
Siangan, Midai dan Serasan serta satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan.

Kecamatan Serasan sendiri kemudian mengalami pemekaran pada tahun 2008, dimana
Kecamatan Serasan terbagi atas dua, yaitu Kecamatan Serasan (biasa di sebut dengan Kecamatan
Serasan Induk) dan Serasan Timur (Kecamatan pemekaran). Dewasa ini Kecamatan Serasan
yang berkedudukan di Pulau Serasan, memiliki luas wilayah ± 226,58 km² dengan luas daratan ±
96,58 km² dan luas lautan ± 130 km², dengan jumlah penduduk 5.231 jiwa.

Pemerintahan Kecamatan Serasan terdiri atas 1 (satu) kelurahan dan 6 (enam) desa, yaitu;
Kelurahan Serasan, dengan Desa : Kampung Hilir, Batu Berian, Tanjung Setelung, Tanjung
Balau, Pangkalan dan Desa Jermalik. Kecamatan Serasan secara geografis terletak di Selatan
Natuna yang memiliki batas wilayah :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Subi.


 Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Perairan Kecamatan Tambelan dan
Provinsi Kalimantan Barat.
 Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Wilayah Perairan Midai.
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Serasan Timur dan perairan Negara
Malaysia bagian Timur.

Dengan letaknya tersebut, maka Serasan juga sangat dekat dengan Laut Cina Selatan,
sehingga pada bulan-bulan tertentu sangat terkenal dengan ombaknya yang besar (tinggi) dan
ganas.serta maraknya Aksi kapal ikan asing yang mengambil ikan di perairan Natuna dan
Sebagai wilayah yang berada di perairan, maka untuk menjangkau Serasan hanya dapat
ditempuh dengan melalui jalur udara dan laut saja.
Dengan letaknya tersebut, maka Serasan juga sangat dekat dengan Laut Cina Selatan,
sehingga pada bulan-bulan tertentu sangat terkenal dengan ombaknya yang besar (tinggi) dan
ganas.serta maraknya Aksi kapal ikan asing yang mengambil ikan di perairan Natuna dan
Sebagai wilayah yang berada di perairan, maka untuk menjangkau Serasan hanya dapat
ditempuh dengan melalui jalur udara dan laut saja.
Bab III
Permsalaahan

Berdasarkan Pembahasan diatas, maka Permasalahan yang ada pada kawasan laut dan
pesisir Sarasan, Kab.Natuna, Kep Riau, antara lain:

1. Pembangunan Infartuktur apa saja yang sudah di bangun di sarasan


2. Keamanan Kawasan Perbatasan yang berada di Kecamatan Sarasan Kabupaten
Natuna Kabupaten Riau
3. Pengembangan Ekonomi di Kecamatan Sarasan Kabupaten Natuna Kabupaten Riau
Bab IV
Solusi

Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang muncu adalah


sebagai berikut :

1. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memulai


pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Serasan yang berada di
Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. PLBN Terpadu Serasan termasuk PLBN
dengan kategori Laut, sehingga hanya dapat diakses melalui jalur perairan. Dari data
yang ada jumlah pelintas PLBN Serasan sekitar 30 orang/minggu. Namun keberadaan
PLBN Terpadu Serasan memiliki nilai strategis sebagai beranda terdepan Indonesia
karena berbatasan langsung dengan Negara Vietnam dan Kamboja di sebelah utara,
Singapura dan Malaysia bagian barat dan timur.
Konstruksi PLBN Terpadu Serasan mulai dikerjakan Kementerian PUPR melalui Balai
Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Kepulauan Riau, Direktorat Jenderal
Cipta Karya sejak 5 November 2020 dan ditargetkan selesai 27 Februari 2022. Saat ini
tengah dilakukan pekerjaan persiapan dan mobilisasi alat serta material antara lain tiang
pancang, pasir, batu split, besi cor, dan alat batching plant dengan progres fisik MYC
3,45% atau 81,26% untuk TA 2020.
Selanjutnya untuk meningkatkan kualitas layanan PLBN dibangun berbagai fasilitas
diantaranya gudang barang, gudang transit, mess dan wisma pegawai. Kemudian juga
kantor administrasi, tower air, tempat cuci mobil, 4 rumah dinas, pos jaga, power house,
tempat pengelolaan sampah, rumah pompa air, dan bangunan penunjang lainnya. Total
nilai kontrak pembangunan PLBN Serasan sebesar Rp 133,1 miliar yang bersumber dari
APBN tahun 2020-2021 (MYC).
Kedepan pembangunan kawasan perbatasan PLBN Terpadu Serasan tidak hanya
bangunan pos lintas batas saja, namun juga Kantor Syahbandar untuk mendukung
pengawasan transportasi laut. PLBN Serasan berjarak sekitar 536,61 Km dari Pelabuhan
Sri Bintan Pura, Kota Tanjung Pinang.
Pengembangan PLBN merupakan wujud nyata implementasi dalam membangun
Indonesia dari pinggiran dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Untuk itu, pembangunan infrastruktur tidak hanya terkonsentrasi di
Pulau Jawa atau kota-kota besar saja, melainkan juga di kawasan perbatasan maupun di
pulau-pulau terdepan Nusantara, termasuk di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

2. Kementerian Pertahanan melakukan sejumlah pembangunan sarana dan


prasarana pertahanan negara di wilayah terdepan Indonesia di Pulau Natuna,
Provinsi Kepulauan Riau. Pembangunannya dilaksanakan mulai sejak tahun 2015
hingga tahun 2019 yang salah satunya adalah pembangunan pelebaran Runway
Lanud R. Sajad, Ranai.
“Berawal dari kunjungan Menhan pada tahun 2015, beliau punya gagasan karena
Pulau Natuna merupakan wilayah strategis dan berdekatan dengan Laut China
Selatan, sehingga Runway Lanud R. Sajad, Ranai perlu diperlebar agar bisa
didarati dua pesawat tempur sekaligus”, jelas Kapuskon Baranahan Kemhan
Brigjen TNI Bambang Kusharto kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan
Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto saat melalukan peninjauan
perkembangan pembangunan sejumlah infrastruktur di Pulau Natuna, Kepulauan
Riau, Rabu (8/3).
Lebih lanjut dijelaskan Kapuskon Baranahan Kemhan, pada tahun 2016 Kemhan
telah melaksanakan pelebaran Runway Lanud R. Sajad, Ranai sepanjang 2300
meter, masing-masing kiri enam meter, kanan enam meter, sehingga yang
semula lebarnya 32 meter menjadi 46 meter, diharapkan dua pesawat tempur
sekaligus bisa landing maupun takeoff.
Pada tahun 2017, Kemhan juga akan melanjutkan lagi pelebaran Runway Lanud
R. Sajad, Ranai tersebut, kemudian juga pembangunan Apron dan Sarpras Lanud
R. Sajad, Ranai. Sedangkan tahun 2018 Kemhan sudah merencanakan
pembangunan Shelter Siaga Pesawat Tempur dan Sarpras Lanud R. Sajad, Ranai
serta pembangunan sarana akomodasi Prajurit TNI berupa Barak dengan
kapasitas 200 orang.
Selain pembangunan Sarpras TNI AU, Kemhan juga melakukan pembangunan
Sarpras untuk TNI AL yaitu pembangunan Dermaga Penagi Pulau Natuna,
Perpanjangan dan Pelebaran Dermaga Sebang Mawang Pulau Natuna dan
Pembangunan Akomodasi Prajurit TNI berupa Barak dengan kapasitas 200
orang.
Sedangkan untuk Sarpras TNI AD, Kemhan berencana melakukan pembangunan
Mako dan Batalyon Raider. Pembangunannya yang direncanakan dilaksanakan
tahun 2016, saat belum dapat terealisasi karena masih terkendala dalam proses
pembebasan lahan.
Dalam kunjungan tersebut, Menko Polhukam yang juga didampingi Menteri
Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuldjono, Menteri
Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Menteri Perhubungan Budi Karya
Sumadi berkesempatan meninjau kemanjuan pembangunan sejumlah
infrastruktur yaitu pembangunan Palapa Ring oleh Kemenkominfo, Terminal
Bandara Ranai dan Pelabuhan Ro Ro oleh Kementerian Perhubungan.
Kunjungan ini dalam rangka Pencanangan Penetapan Kebijakan Program
Gerakan Pembangunan Terpadu Kawasan Perbatasan (Gerbangdutas) Tahun
Anggaran 2017 dan peresmian program dan kegiatan yang telah selasai
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga pada TA. 2016 di Kabupaten Natuna.

3. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan, pengembangan kawasan


perbatasan tidak hanya dengan membangun PLBN, namun kawasan tersebut juga
akan didorong menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Dengan demikian
kehadiran PLBN akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Pembangunan PLBN tidak hanya sebagai gerbang masuk, namun menjadi embrio
pusat pertumbuhan ekonomi kawasan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perbatasan. Pembangunan PLBN Aruk tahap 1 meliputi zona inti
yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Maret 2017.
Zona inti PLBN Aruk dibangun di atas lahan 9,1 ha dengan total luas bangunan
7.619 m3 dan anggaran sebesar Rp 131 miliar.
Bangunan yang berada pada zona inti meliputi bangunan utama PLBN, bangunan
pemeriksaan terpadu, rumah pompa, bangunan gudang sita, car wash, checkpoint,
serta hardscape dan landscape kawasan yang diharapkan dapat melayani hingga
360 pelintas per hari sampai dengan 2025.
Bab IV
Solusi

Anda mungkin juga menyukai