Anda di halaman 1dari 18

8

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan nasional
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya berdasarkan
pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945 (selanjutnya dalam tulisan ini
disebut). Dengan demikian usaha pembangunan berarti humanisasi atau
peningkatan taraf hidup manusia sebagai subjek dan sekaligus objek
pembangunan dan senantiasa menciptakan keselarasan dan keseimbangan dalam
hidupnya, baik secara rohani dan jasmani.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya dalam tulisan
ini disebut NKRI) terbagi atas daerah provinsi, dan provinsi terbagi atas daerah
yang lebih kecil yaitu Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Daerah-
daerah tersebut manjadi satu kesatuan dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu
pembangunan harus tersebar secara merata dari seluruh wilayah NKRI agar
terwujud masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam merealisasikan tujuan pembangunan, maka segenap potensi alam
harus digali, dikembangkan, dan dimanfaatkan sebaik-baiknya, demikian pula
halnya sumber daya manusia harus lebih ditingkatkan sehingga dapat
mengembangkan potensi alam secara maksimal agar tujuan pembangunan dapat
tercapai.
Otonomi Daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah
direvisi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 memiliki arti otonomi
desa bahwa desa mampu berinisiatif dan berkreativitas untuk menjalankan
pemerintahannya sendiri serta menumbuhkan demokratisasi masyarakat dalam
pembangunan, sehingga desa atau setingkat Kelurahan memiliki ruang gerak
yang luas dalam melaksanakan pembangunan, karena tidak terbebani lagi dengan
program-program pembangunan dari kabupaten/kota, provinsi maupun
pemerintah pusat.

Universitas Sumatera Utara


9

Sejalan dengan Program e- KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan


KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat
memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu
yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi
peluang penduduk yang ingin terbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan
mengandakan KTP-nya. Misalnya dapat digunakan untuk:
1. Menghindari pajak
2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat seluruh kota
3. Mengamankan korupsi
4. Menyembunyikan identitas {seperti teroris}
Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintah elektronik (e-
Government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menerapkan suatu
sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi yaitu Kartu Tanda
Penduduk elektronik atau e-KTP.
Menteri Dalam Negeri dalam situs resmi e-KTP mengukapkan bahwa Kartu
Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang diterapkan di Indonesia memiliki
keunggulan dibandingkan dengan e-KTP yang diterapkan di china dan india. e-
KTP di Indonesia lebih komprehensif. Di cina, Kartu identitas elektronik (e-IC)
nya tidak dilengkapi dengan biometrik atau rekaman sidik jari. Di sana, e-IC
hanya dilengkapi dengan chip yang berisi data perorangan yang terbatas.
Sedangkan di india, sistem yang digunakan untuk pengelolaan data kependudukan
adalah sistem UID (Unique Identification Data), sedangkan di Indonesia namanya
NIK (Nomor Induk Kependudukan). UID diterbitkan melalui pendaftaran pada 68
titik pelayanan, sedangkan program e-KTP di Indonesia dilaksanakan di lebih dari
6.214 Kecamatan. Dengan demikian, e-KTP yang diterapkan di Indonesia
merupakan gabungan e-ID china dan UID india, karena e-KTP dilengkapi dengan
biometrik dan chip.
e-KTP atau kartu tanda penduduk elektronik adalah dokumen
kependudukan yang memuat system keamananan / pengendalian baik dari sisi
administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada pada database

Universitas Sumatera Utara


10

kependudukan nasional. Penduduk hanya di perbolehkan memiliki 1 (satu) KTP


yang tercantum Nomor induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas
tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK yang ada di e-
KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan paspor, surat Izin
mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat
atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (sumber : Pasal 13 UU
No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk).1
e-KTP merupakan KTP Nasional yang diatur dalam UU No. 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009
tentang penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional,
dan Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan Peraturan Presiden
No. 26 Tahun 2009. Dengan peraturan tersebut maka E-KTP berlaku secara
nasional, dengan demikian mempermudah masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan dari lembaga Pemerintah dan Swasta karena tidak lagi memerlukan
KTP setempat.
Penetapan pelaksanaan program e-KTP secara nasional sudah diluncurkan
sejak tahun 2009 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan KTP Berbasis NIK Secara Nasional yang diubah dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis NIK
Secara Nasional yang selanjutnya disebut Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun
2010. Ketentuan mengenai penerapan KTP berbasis NIK secara Nasional yang
menjadi landasan pembentukan e-KTP dalam Peraturan Presiden Nomor 26
Tahun 2009 ditetapkan pada Pasal 1 angka 3 yang bunyinya sebagai berikut:
“KTP berbasis NIK adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP
Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi
yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana”. Dengan sistem pengamanan khusus
dalam peraturan ini adalah suatu sistem kemananan yang dimiliki oleh pemerintah
dalam bentuk kode-kode tertentu yang dibuat untuk melindungi data dan
informasi pribadi penduduk.
                                                            
1
www.Wikipedia.com, diakses tanggal 1 Mei 2014

Universitas Sumatera Utara


11

Kode keamanan yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 3 diatur dalam Pasal
1 Angka 8 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 yang menentukan bahwa
kode keamanan adalah alat identifikasi jati diri yang menunjukkan identitas diri
penduduk secara tepat dan akurat sebagai autentikasi diri yang memastikan
dokumen kependudukan sebagai milik orang tersebut. Berdasarkan pasal 1 Angka
3 tersebut, dalam Pasal 2 Angka 1 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 juga
menyebutkan mengenai spesifikasi perangkat-perangkat yang diperlukan dalam
pembuatan e-KTP, yaitu: Untuk keperluan penerapan KTP berbasis NIK secara
nasional, Pemerintah menyediakan perangkat keras, perangkat lunak, dan blangko
KTP berbasis NIK yang dilengkapi kode keamanan dan rekaman elektronik, serta
pemberian bimbingan teknis pelayanan KTP berbasis NIK. Penyebutan kata
elektronik dalam kartu tanda penduduk berbasis elektronik didasarkan atas
dibuatnya rekaman elektronik dan kode keamanan tertentu dalam blangko KTP
berbasis NIK yang nanti akan diberikan kepada penduduk, sehingga yang
dimaksud dengan KTP berbasis NIK tidak lain adalah KTP berbasis elektronik (e-
KTP) itu sendiri.
Dalam Perubahan Pertama Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009
disebutkan mengenai batas waktu proses penyesuaian dari KTP lama menjadi
KTP berbasis NIK yakni paling lambat akhir tahun 2012 yang sebelumnya pada
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 ditargetkan paling lambat akhir tahun
2011. Batas waktu tersebut dimuat dalam Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 35
Tahun 2010 yang bunyinya : “Pada saat Peraturan Presiden ini ditetapkan, KTP
yang belum berbasis NIK tetap berlaku dan harus disesuaikan dengan Peraturan
Presiden ini paling lambat akhir tahun 2012”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa
pemerintah harus segera menginformasikan kepada penduduk dan segera
menyesuaikan KTP lama yang dimiliki oleh penduduk agar disesuaikan dengan
sistem KTP berbasis NIK berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010
dan semua itu harus sudah selesai pada awal tahun 2013
Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul tinjauan
yuridis terhadap tugas dan wewenang lurah dalam hal pembuatan e-KTP

Universitas Sumatera Utara


12

Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kelurahan Gedung


Johor Kota Medan)

B. Perumusan Masalah
Dalam menyusun skripsi merumuskan beberapa masalah yang berkaitan
dengan :
1. Bagaimana tugas dan wewenang lurah ?
2. Bagaimana pembuatan e-KTP di Kelurahan Johor Kota Medan ?
3. Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan e-KTP di Kelurahan Johor
Kota Medan

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


1. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui tugas dan wewenang lurah
b. Untuk mengepembuatan e-KTP di Kelurahan Johor Kota Medan
c. Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan e-KTP di Kelurahan
Johor Kota Medan

2. Manfaat penulisan
Dari rumusan tujuan penulisan di atas, maka manfaat dari penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Segi teoritis
Memberikan sumbangan teoritis bagi perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan, dalam hal ini perkembangan dan kemajuan ilmu
dibidang Hukum Administrasi Negara. Diharapkan penulisan ini
dapat dijadikan referensi tambahan bagi para akademisi, penulis dan
kalangan yang berminat dalam bidang kajian yang sama.
b. Segi praktis
Dijadikan masukan dan sumber informasi bagi pemerintah dan
lembaga yang terkait. Bagi masyarakat luas, penulisan ini dapat

Universitas Sumatera Utara


13

dijadikan sumber informasi dan sedikit referensi untuk menambah


pengetahuan tentang penyelenggaraan Elektronik Kartu Tanda
Penduduk yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan

D. Keaslian Penulisan
Karya ilmiah ini disusun berdasarkan literatur yang diperoleh dari
perpustakaan dan dari media massa baik media cetak maupun media elektronik.
Skripsi ini merupakan hasil karya yang belum pernah diangkat oleh mahasiswa
sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data yang terdaftar disekretariat
jurusan Hukum Administrasi Negara.
Adapun judul yang ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara adalah
Zola Sondra Siregar (2014) dengan judul Proses Pendataan Perolehan
Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) Di Kecamatan Medan Amplas
Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara, permasalahan dalam penelitian ini
adalah Bagaimana Pengaturan Tentang Kependudukan? Bagaimana Implementasi
Kebijakan e-KTP Di Kecamatan Medan Amplas? Bagaimana hambatan dalam
Pendataan Elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) di Kecamatan Medan
Amplas Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara? Sedangkan judul yang akan
diteliti adalah Tinjauan yuridis terhadap tugas dan wewenang lurah dalam hal
pembuatan e-KTP ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kelurahan
Gedung Johor Kota Medan) dengan permasalahan sebagai berikut Bagaimana
tugas dan wewenang lurah ? Bagaimana pembuatan e-KTP di Kelurahan Johor
Kota Medan ? Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan e-KTP di Kelurahan
Johor Kota Medan. Sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu

Universitas Sumatera Utara


14

pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.2


Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian
yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan
hukum.3
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang
bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,
4
menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum. Dengan
menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini
dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini.
Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Statute Approach)5 Tugas dan Wewenang Lurah Dalam hal Pembuatan e-KTP
Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi di Kelurahan Gedung Johor
Kota Medan)

2. Sumber Data
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
yang diteliti, antara lain; buku-buku literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli,
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam
penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar
penelitiannya, penulis menggunakan data primer dan sekunder, yakni bahan-
bahan yang diperoleh dari bahan pustaka lazimnya. Data sekunder yang
digunakan sebagai bahan dasar penelitian ini terdiri atas:6
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum
yang terdapat pada peraturan perundang-undangan atau berbagai perangkat
hukum, seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-

                                                            
2
Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009, hal 1.
3
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010, hal
87.
4
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal 10.
5
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., hal 96
6
Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Op. Cit., hal 13.

Universitas Sumatera Utara


15

undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah direvisi dengan Undang-undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Kependudukan, UU No.23 Tahun 2006 tentang
Adminduk dan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Medan nomor 3 tahun 2009 tentang
pembentukan organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan dalam
penelitian semacam ini, hukum ditempatkan sebagai terikat dan faktor-faktor non-
hukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas dan
peraturan lainnya. 7 Selain itu, hasil wawancara yang didapatkan melalui studi
lapangan pihak Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor, Kota Medan
yang menjadi bahan hukum primer yang membantu dalam mengkaji masalah
dalam penelitian ini.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku
teks, jurnal-jurnal, karya ilmiah, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian, dan
bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut
atas bahan hukum primer.8
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier memberikan petunjuk/penjelasan bermakna terhadap
bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan
lainnya.9

3. Pengumpulan data
Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai bahan dasar
penelitian dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumen (documents study)
atau studi kepustakaan (library research) sebagai alat pengumpul data. 10 Studi
dokumen tersebut merupakan penelitian bahan hukum primer, yaitu peraturan
peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan hukum perbankan,

                                                            
7
Ibid
8
Ibid
9
Ibid
10
Ibid., hal 66.

Universitas Sumatera Utara


16

khususnya mengenai analisis hukum atas timbulnya kredit macet pada perjanjian
kredit perbankan ditinjau dari segi hukum jaminan.
Selain studi dokumen, penulis juga menggunakan studi lapangan (field
research) melalui alat wawancara sebagai alat pengumpul data guna mendapat
data primer sehingga mampu untuk mendukung dan menguatkan bahan hukum
primer yang telah pedomani sebelumnya.

4. Analisis data
Data yang di peroleh dari hasil penelitian kemudian di analisa dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif, berdasarkan disiplin ilmu hukum
dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada di lapangan. Kemudian di
kelompokkan, di hubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan hukum yang
berkaitan dengan kredit pada perbankan. Dengan demikian, kegiatan analisis ini
akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini baik secara
normatif maupun secara faktual di lapangan.

F. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian E-KTP dan Struktur dari E-KTP
Kata Elektronik dalam kamus bahasa Indonesia mengandung pengertian
yaitu alat-alat yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip elektronika, hal atau benda
yang mempergunakan alat – alat yang dibentuk atau bekerja atas dasar
elektronika.11 Pengertian dari kartu dalam kamus bahasan Indonesia ialah kertas
tebal berbentuk persegi panjang (untuk berbagai keperluan, hampir sama dengan
karcis).12 Tanda memunyai pengertian yaitu bukti, pengenal, ciri-ciri, isyarat atau
gelagat.13
Penduduk dalam UUD NKRI 1945 pada Pasal 26 ayat 2 mengandung
pengertian yaitu warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia Sedangkan kartu tanda penduduk atau KTP memiliki pengertian

                                                            
11
Kamisa, 1997, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Besar. Kartika, Surabaya, hlm154
12
Ibid., hlm 285
13
Ibid., hlm 515

Universitas Sumatera Utara


17

yaitu identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi
pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah suatu Negara.
Jadi, secara keseluruhan pengertian dasar dari elektronik kartu tanda
penduduk (e-KTP) adalah kartu identitas yang dimiliki oleh seorang warga negara
sebagai tanda pengenal dirinya dengan menggunkan alat elektronika dengan
sistem biometrik yang ada didalamnya dalam membangun database
kependudukan secara nasional.
Penduduk hanya diperbolehkan memiliki satu Kartu Tanda Penduduk
(KTP) yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan
identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku untuk seumur hidup.
Nomor NIK yang ada di E-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam
penerbitan yaitu :14
a. Pasport
b. Surat Izin Mengemudi (SIM)
c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
d. Polis Asuransi
e. Sertifikat atas Hak Tanah
f. Penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU No.23 Tahun 2006
tentang Adminduk
e-KTP ini telah banyak digunakan di negara-negara di Eropa antara lain
Austria, Belgia, Italia, Finlandia, Serbia, Spanyol, dan Swedia. Di Timur Tengah
yaitu, Ara Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Maroko. Dan Asia yaitu India dan
China. sedangkan untuk di Indonesia e-KTP sudah anyak diterapkan di 197
Kabupaten/Kota. Namun, pembuatan e-KTP disetiap kabupaten tetap dilayani
secara regular dan belum dipungut biaya apapun. Proyek e-KTP ini dikerjakan
dalam dua tahapan. Tahap pertama dimulai pada 2011 dan berakhir 30 April 2012
yang mencakup 67 juta penduduk di 197 kabupaten/kota. Tahap kedua dilakukan
di 300 kabupaten/kota lain di Indonesiassepanjang 2012 untuk 105 juta penduduk.
Secara keseluruhan , pada akhir 2012, setidaknya 172 juta penduduk sudah

                                                            
14
http://munabarakati.blogspot.com/2014/02/makalah-pelayanan-ktp.html, diakses
tanggal 1 Mei 2014

Universitas Sumatera Utara


18

memiliki e-KTP. Kendati pengerjaan tahap pertama sudah selesai, Menteri Dalam
Negeri Gamawan Fauzi menegaskan, warga yang sudah berusia 17 tahun, baru
pindah ke daerah tersebut, atau belum memproses e-KTP, tetap dapat merekam
datanya. Penyediaan blangko dan pencetakan e-KTP, sepanjang belum mencapai
172 juta, juga bebas biaya. Direktur Jendral Administrasi Kependudukan Dan
Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Irman mengatakan, biaya pengadaan
E-KTP selanjutnya lebih rendah sebab hanya untuk blangko Rp. 16.000. 15

2. Kewenangan
Masalah kewenangan tentu saja adalah bahasan yang sangat luas, karena
berkembang dari hari ke hari, dan begitu banyak teori yang menggambarkan dan
merefleksikan tetntang teori kewenangan.
Dalam ilmu Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, istilah
“kekuasaan” dan “wewenang” terkait erat dengan pelaksanaan fungsi
pemerintah.16
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia17 kata wewenang memiliki arti :
a. Hak dan kekuasaan bertindak
b. Kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan
tanggung jawab kepada orang lain
c. Fungsi yang boleh tidak dilaksanakan
Sedangkan kewenangan memiliki arti :
a. Hal wewenang
b. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu
Kewenangan merupakan salah satu konsep inti dalam Hukum
Administrasi Negara. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal,
kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberikan oleh UU) atau dari
kekuasaan eksekutif administrasi.

                                                            
15
Ibid.
16
Indroharto, 1996, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan TataUsaha
Negara Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta
17
Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1955 Percetakan Balai Pustaka, Jakarta

Universitas Sumatera Utara


19

Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah


kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, misalnya wewenang
menandatangani/menerbitkan surat-surat izin dari seorang pejabat atas nama
menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan menteri.
Teori kewenangan, ada banyak ahli memberikan tentang itu. Pada kamus
besar bahasa Indonesia kata kewenangan disamakan dengan kata wewenang, yang
diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat
keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan
lain.18
Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya memngambarkan hak untuk berbuat dan
tidak berbuat. Dalam hukum wewenang berarti hak dan kewajiban.19 Sedangkan
menurut Lubis, istilah kewenangan berasal dari kata wewenang. Beliau
menguraikan pengertian kewewenang dengan membedakan tugas (functie) adalah
satuan urusan pemerintah yang dibebankan kepada organ tertentu untuk
dilaksanakan, dan wewenang adalah pelaksanaan tekhnik urusan yang
dimaksud.20
Soerjono Soekanto, menguraiakan bahwa beda antara kekuasaa dan
wewenang adalah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
dapat dinamakan kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada
pada seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau
memndapat pengakuan dari masyarakat.21
Wewenang dalam bahasa inggris disebut authority. Wewenang adalah
otoritas yang dimiliki suatu lembaga untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Menurut Roobert Bierttedt, bahwa wewenang adalah
institutionalized power (kekuasaan yang dilembagakan). Sementara itu menurut
                                                            
18
Anton Meliono dkk, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm
101
19
Ridwan HR, 2007, Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), Rajagrafindo Persada,
Jakarta, hlm 99-100
20
M. Solly, Lubis 2002, Pergerseran Garis Politik dan Perundang-undangan Mengenai
Pemerintah Daerah, Bandung, hlm. 56
21
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Univeristas Indonesia
(UI-Press), hlm. 30

Universitas Sumatera Utara


20

Mirriam Budiardjo, wewenang adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah


laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku terakhir sesuai degan
keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.22
Terkait dengan sumber kekuasaan atau kewenangan, Aristoteles
menyebutkan hukum sebagai sumber kekuasaan. Dalam pemerintahan yang
berkonstitusi hukum haruslah menjadi sumber kekuasaan bagi para penguasa agar
pemerintah terarah untuk kepentingan, kebaikan dan kesejahteraaan umum.
Dengan meletakan hukum sebagai sumber kekuasaan, para penguasa harus
menaklukan di di dalam hukum. Pandangan ini berbeda dengan pandangan
pendahulunya yang meletakan pengetahuan sebagai sumber kekuasaan, karena
menurut Plato, pengetahuan dapat membimbing dan menuntun manusia
kepengenalan yang benar.23
Bila dilihat dari sifatnya, Marbun berpendapat bahwa wewenang
pemerintah dapat dibedakan atas exprerssimlied dan vrij bestuur. Wewenang
pemerintah yang bersifat exprerssilimed adlah wewenang yang jelas maksud dan
tujuannya, terkait pada waktu tertentu dan tunduk pada batasan- batasan hukum
tertulis dan tidak tertulis, isinya dapat bersifat umum dan dapat pula ber5sifat
individual konkrit. wewenang pemerintah yang bersifat vrij bestuur adalah
wewenang yang peraturan dasarnya memberikan ruanglingkup yang longgar
kepada pejabat tata usaha negara untuk mempergunakan wewenang yang
dimilikinya.
Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu (1) atribusi yakni pemberian
wewenangan pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ
pemerintahan, (2) delegasi yakni pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu
organ pemerintahan kepada organ pemrintahan yang lain dan, (3) mandat yakni

                                                            
22
Romi Librayanto, 2008, trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan Indonseia,
Pukap:Makassar. hlm 11
23
Ibid. hlm 13

Universitas Sumatera Utara


21

kewenangan yang terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya


dijalankan oleh organ lain.24
Dalam kajian Hukum administrasi Negara, mengetahui sumber dan cara
memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan
pertanggungjawaban hukum dalam penggunaan wewenang tersebut, seiring
dengan salah satu prinsip dalam Negara hukum ; “geen beveegdheid zonder
verantwoordelijkheid atau there is no authority without responsibility “ (tidak ada
kewenangan tanpa pertanggungjawaban).25
Berdasarkan keterangan tersebut diatas, tampak bahwa wewenang yang
diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-
undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara
langsung dari redaksi pasal tertentu dari suatu peraturan perundang-undangan.
Dalam hal atribusi, penerima kewenangan dapat menciptakan wewenang baru
atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan
ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada
penerima wewenang. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun hanya
ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain.
Tanggungjawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi, tetapi beralih
kepada penerima delegasi. Sementara itu pada mandat, penerima mandat hanya
bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat, tanggungjawab akhir keputusan
yang diambil mandataris tetap berada pada pemberi mandat. Hal ini karena pada
dasarnya, penerima mandat ini bukan pihak dari mandat.
Sementara itu, Mabrun memberikan pengertian berbeda anatara kewenangan
dan wewenang. Menurutnya kewenangan adalah kekuasaan yang diformalkan
baik terhadap segolongan orang tertentu maupun terhadap suatu bidang secara
bulat. Sedangkan wewenang hanya mengikuti bidang tertentu saja. Dengan
demikian kewenangan berarti kumpulan dari wewenang-wewenang, menunrut
Mabrun wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan publik

                                                            
24
Ridwan H R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm
108
25
Ibid. hlm 13

Universitas Sumatera Utara


22

atau kemampuan bertindak yang diberikan noleh undang-undang untuk


melakukan hubungan hukum.26
Secara garis besar, istilah kewenangan tidak bisa disamakan dengan istilah
urusan pemerintahan, karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak atau
kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi manajemen (pengaturan,
perencanaan, pengorganisasian, pengurusan, pengawasan) atas suatu objek
tertentu yang ditangani oleh pemerintah.
Lahirnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah adalah era baru bagi keberlangsungan pemerintah di daerah. Dalam UU
tersebut terkandung makna distribusi kekuasaaan (distribution of power), daerah
diberikan keleluasaan untuk mengatur serta mengurus pemerintahannya sendiri.
Ada pun kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam UU ini
adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2. Perencanaan, Pemanfaatan dan pegawasan tata ruang
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum
5. Penanganan bidang kesehatan
6. Penyelenggaraan pendidikan
7. Penanggulangan masalah sosial
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
10. Mengendalian lingkungan hidup
11. Pelayanan pertanahan
12. Pelayanan Kependudukan dan catatan sipil
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
14. Pelayanan administrasi penanaman modal
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

                                                            
26
Mabrun, 2001, DPRD dan Otonomi Daerah setelah Amandeme UUD 1945 dan UU
Otonomi DaerahI, Pusaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm 41

Universitas Sumatera Utara


23

Menurut Humes IV dalam buku Nurcholis menjelaskan bahwa, dasar


pendistribusian kewenangan antara pusat dan daerah terdiri atas dua pendekatan
yaitu pendisribusian kewenangan berdasarkan pada kewilayahan (teritorial) dan
berdasarkan pada basis fungsional.27

3. Kedudukan Hukum Administrasi Negara dalam Hukum


Dalam ilmu hukum terdapat pembagian hukum ke dalam dua macam yaitu
Hukum Privat dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam Hukum Privat dan
Hukum Publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur, hubungan
mana bersumber dari kepentingan- kepentingan yang hendak dilindungi.
Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan (individu/ privat) tetapi ada pula
yang bersifat umum (publik). Hubungan hukum itu memerlukan pembatasan yang
jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari dan
terhadap siapa orang itu berhubungan.
Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur tiap – tiap hubungan di antara
negara atau alat-alat negara sebagai pendukung kekuasaan penguasa di satu pihak
dengan warga negara pada umumnya di lain pihak atau setiap hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya, begitu pula
hubungan antara alat-alat perlengkapan negara yang satu dengan alat-alat
perlengkapan negara yang lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hukum
Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara atau
perlengkapannya dengan perseorangan (warga negara) yang satu dengan
warganya atau hukum yang mengatur kepentingan umum, seperti Hukum Pidana,
Hukum Tata Negara dan lain sebagainya. 28 Hukum Privat adalah hukum yang
mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain atau mengatur
kepentingan individu, seperi Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lain
sebagainya. Hukum Administrasi Negara itu merupakan bagian dari Hukum
Publik karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah-masalah

                                                            
27
Hanif Nurcholis, 2007, Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah (cetakan
kedua), Grasindo, Jakarta hlm. 34
28
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Sinar Grafik, 1992), hal 195.

Universitas Sumatera Utara


24

kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan


nasional (bangsa), masyarakat dan Negara.

G. Sistematika Penulisan
Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya
tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika
penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan
satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bagian bab ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan
BAB II TUGAS DAN WEWENANG LURAH
Pada bab ini akan membahas tentang makna dan fungsi
pemerintah, pelayanan masyarakat sebagai fungsi utama
pemerintah dan tugas serta wewenang lurah.
BAB III PEMBUATAN e-KTP DI KELURAHAN GEDUNG JOHOR
KOTA MEDAN
Bab ini berisikan gambaran umum Kelurahan Gedung Johor Kota
Medan, Kependudukan menurut Undang-Undang Kependudukan
dan Pembuatan e-KTP di Kelurahan Gedung Johor.
BAB IV PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM PEMBUATAN
e-KTP DI KELURAHAN GEDUNG JOHOR KOTA MEDAN
Pada bab ini berisikan tentang masalah yang belum memiliki e-
KTP, kendala Kelurahan Gedung Johor Kota Medan dalam
pembuatan e-KTP dan upaya yang dilakukan Kelurahan Gedung
Johor dalam mengatasi kendala pendistribusian e-KTP

Universitas Sumatera Utara


25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan dan saran merupakan penutup dalam skripsi ini, dalam
hal ini menyimpulkan pembahasan-pembahasan sebelumnya dan
dilengkapi dengan saran-saran. Bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab
yaitu Kesimpulan dan Saran.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai