1 SM
1 SM
Abstract
Rambutan peel is one source of biocharcoal production to adsorb metal ions because of the potential of cellulose
content. This study aimed to describe the characteristics of biocharcoal from rambutan peel as well as to determine
biocharcoal adsorption to zinc and copper based on the variation of biocharcoal weight and metal ions concentrations.
The method used in this study was a laboratory experiment, and metals were analyzed using spectrophotometer
spectroDirect. The results showed the moisture and ash levels of the biocharcoal were 0.4% and 5.4%, respectively.
The optimum weight of biocharcoal to adsorb Zn and Cu ions was 40 mg with their percentage adsorption of 98.81%
and 98.94%, respectively. The optimum concentration adsorption of biocharcoal to Zn ions was 40 ppm with the
percentage adsorption of 98.32%, while for the Cu ions was 60 ppm with the percentage adsorption of 98.25%.
sulit untuk diperoleh sehingga adsorpsi merupakan shaker dan pH meter. Sedangkan bahan yang
metode yang relatif sederhana (Marlinawati dkk., digunakan yaitu biocharcoal kulit rambutan, aquades,
2015). serbuk ZnSO4.7H2O (Merck), serbuk CuSO4.5H2O
Teknik adsorpsi terhadap logam berat telah (Merck), larutan HCl (Merck), dan kertas saring
banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai Whatman 41.
macam adsorben, diantaranya adsorben menggunakan
biocharcoal. Penelitian sebelumnya dilakukan Pembuatan biocharcoal kulit rambutan
pemanfaatan biocharcoal dari kulit pisang kepok Kulit rambutan bersih dikeringkan di bawah
sebagai penjerap ion timbal dan zink (Rudin, 2011), paparan sinar matahari selama ± 5 hari. Sampel kulit
batang pisang sebagai penjerap ion kromium rambutan yang telah kering dimasukan ke dalam
(Widihati dkk., 2012), kulit durian sebagai penjerap tanur. Sampel tersebut dibakar (pirolisis) pada suhu
ion cadmium (Napitupulu, dkk., 2018), biji salak 350 °C. Setelah menjadi arang, sampel didiamkan
sebagai penjerap ion kromium (Pongenda dkk., sampai dingin. Biocharcoal dihaluskan dengan
2015), kulit kakao sebagai penjerap ion timbal menggunakan lumpang dan alu, setelah itu diayak
(Podala dkk., 2015), serbuk gergaji kayu cempaka dengan ayakan 200 mesh.
sebagai penjerap zink dan tembaga (Susilawati dkk., Karakteristik Biocharcoal kulit rambutan
2015). Biocharcoal ditimbang dengan teliti sebanyak 5
Biocharcoal merupakan padatan yang dapat gram di dalam cawan porselin yang telah diketahui
berbentuk serbuk dan butiran yang merupakan suatu beratnya dan telah dipanaskan sebelumnya sampai
senyawa karbon yang mempunyai ciri-ciri khas berat konstan. Kemudian dipanaskan dalam oven
berupa permukaan pori yang luas dan dalam jumlah pada temperatur 105 °C selama kurang lebih 3 jam.
yang banyak. Bahan baku pembuatan biocharcoal Setelah itu didinginkan dalam desikator dan
umumnya adalah residu biomasa pertanian atau ditimbang. Perlakuan yang sama diulangi sampai
kehutanan, termasuk potongan kayu, tempurung diperoleh berat konstan.
kelapa, kulit-kulit kayu, serta bahan organik yang Biocharcoal ditimbang dengan teliti sebanyak 5
berasal dari sampah kertas, sampah kota dan kotoran gram dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan
hewan (Gani, 2010). Pembuatan biocharcoal telah dipanaskan sebelumnya sampai berat konstan.
umumnya sangat sederhana karena bahan dasarnya Kemudian diabukan dalam tanur pada temperatur
mudah ditemukan dimana salah satunya seperti kulit 700 °C selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam
rambutan. desikator dan ditimbang. Perlakuan yang sama
Rambutan (nephelium lappaceum L.) diulangi sampai diperoleh bobot yang tetap.
merupakan salah satu komoditas buah tropis yang
digemari oleh masyarakat, baik dalam negeri maupun Pengaruh berat biocharcoal
luar negeri. Konsumsi rambutan di Kecamatan Poso Biocharcoal masing-masing dengan berat 20,
Pesisir Utara termasuk dalam tingkatan yang cukup 40, 60, 80 dan 100 mg dimasukan dalam 5 buah
tinggi, sehingga kemungkinan menghasilkan kulit Erlenmeyer dibuat dalam dua deret. Deret pertama
rambutan dalam jumlah yang besar, yang pada
akhirnya menjadi limbah. Limbah tersebut jika ditambahkan 25 mL larutan zink 100 ppm pada pH
dibiarkan begitu saja akan mengganggu kebersihan 6 dengan penambahan larutan HCl. Deret kedua
lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnya ditambahkan 25 mL larutan tembaga 100 ppm.
sarang penyakit dan jika dibakar akan menimbulkan Erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil
pencemaran udara.
Dari karakteristik yang dimiliknya, kulit dan dikocok menggunakan shaker selama 1 jam.
rambutan memiliki senyawa kimia yang cukup Filtrat dan residu dipisahkan dengan penyaringan
beragam seperti, antosianin, flavonoid, tanin, dan menggunakan kertas saring Whatman 41. Konsentrasi
saponin (Hanum, 2008). Kulit rambutan juga larutan filtrat diukur menggunakan spektrofometer
mengandung lignin 35% dan selulosa 24% (Oliveira spektroDirect.
dkk., 2016). Keberadaan senyawa kimia ini
menjadikan kulit rambutan sebagai bahan baku yang Pengaruh konsentrasi larutan zink dan tembaga
potensial untuk pembuatan biocharcoal. Jika kulit Larutan zink dan tembaga dibuat sebanyak
rambutan mengalami pembakaran tidak sempurna
25 mL dengan konsentrasi berturut-turut 20, 40, 60,
maka akan dapat menghasilkan karbon yang cukup
besar. 80 dan 100 ppm. Larutan zink pada pH 6 dengan
Artikel ini dimaksudkan untuk penambahan larutan HCl. Masing-masing larutan
mendeskripsikan karakteristik biocharcoal dari kulit tersebut ditambahkan biocharcoal dengan berat
rambutan; berat optimum biocharcoal terhadap optimum yang diperoleh pada langkah sebelumnya.
adsorpsinya pada zink dan tembaga; dan konsentrasi
optimum zink dan tembaga dalam larutan terhadap Erlenmeyer ditutup menggunakan aluminium foil
adsorpsi biocharcoal. dan selanjutnya dikocok menggunakan shaker selama
1 jam. Filtrat dan residu dipisahkan dengan
penyaringan menggunakan kertas saring Whatman
Metode
Alat utama yang digunakan yaitu 41. Konsentrasi larutan filtrat diukur menggunakan
Spektrofotometer spektroDirect (Lovibond), tanur, spektrofometer spektroDirect.
194
Volume, 7, No. 4, 2018, 193-198 Jurnal Akademik Kimia
195
I Ketut Ardi Setiawan Biocharcoal dari Kulit Rambutan.................................
ion logam (Wahyuni dkk., 2015). Semakin Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 2 yaitu
bertambahnya interaksi biocharcoal dengan ion logam menunjukkan penjerapan ion Zn (biru) dan Cu
akan membuat semakin banyaknya ion zink dan (merah) dipengaruhi oleh konsentrasi larutan.
tembaga yang terjerap. Dimana bertambahnya sisi
aktif adsorpsi dan efesiensi penjerapannya pun
% Zn dan Cu
meningkat dengan bertambahnya massa adsorben
Terjerap
(Apriliani, 2010).
Peningkatan penjerapan akan terus bertambah
dengan adanya pertambahan berat biocharcoal sampai
pada batasan berat tertentu. Hal ini juga menyatakan
bahwa pada saat peningkatan massa adsorben, maka
mengakibatkan peningkatan persentase efisiensi 0 20 40 60 80 100 120
penjerapan dan penurunan kapasitas penjerapan Konsentrasi Larutan (mg/L)
(Barros dkk., 2003). Proses adsorpsi berlangsung pada
lapisan permukaan adsorben, dimana pada adsorben Gambar 2. Kurva hubungan antara konsentrasi
mempunyai situs-situs yang bermuatan berlawanan larutan terhadap persen ion Zn ()dan Cu ()terjerap
dengan muatan ion logam sehingga interaksi pasif dan
relatif cepat. Partikel dari adsorben memiliki sisi aktif Data yang diperoleh menunjukan terjadinya
yang bermuatan negatif yang berinteraksi dengan ion peningkatan presentasi jerapan ion Zn pada
logam yang bermuatan positif (Mahvi dkk., 2005). konsentrasi 20 ppm dan 40 ppm, namun pada
Peningkatan adsorpsi meningkat dengan adanya konsentrasi 60 ppm mengalami penurunan
peningkatan jumlah adsorben samapai pada titik penjerapan. Pada konsentrasi 80 ppm mengalami
jenuh. Jerapan ion Zn dan Cu cenderung menurun kenaikan penjerapan, namun tidak melebihi
pada berat biocharcoal 60 mg, 80 mg dan 100 mg. penjerapan pada konsentrasi 40 ppm. Selanjutnya
Penurunan adsorpsi secara perlahan pada tingkat pada konsentrasi 100 ppm mengalami penurunan
berat yang lebih tinggi menunjukan adanya tumpang persentasi penjerapan. Untuk ion Cu terjadi
tindih atau pengumpulan dari situs-situs adsorpsi, peningkatan jerapan dari konsentrasi 20, 40 dan 60
sehingga menyebabkan penurunan area permukaan ppm. Namun pada konsentrasi 80 ppm dan 100 ppm
adsorben dalam menjerap ion logam (Kiliҫ dkk., mengalami penurunan jerapan.
2013). Selain itu, dapat terjadi karena permukaan Jerapan dipengaruhi oleh konsentrasi larutan,
adsorben sudah dalam keadaan jenuh dengan ion-ion semakin besar konsentrasi larutan maka jerapan ion
Zn dan Cu, sehingga peningkatan berat adsorben Zn dan Cu juga akan semakin bertambah sampai
relatif tidak lagi mempengaruhi peningkatkan batas konsentrasi tertentu. Dalam hal ini adsorben
penjerapan ion logam oleh adsorben (Rudin, 2011). belum jenuh dengan zat terjerap yaitu ion Zn dan Cu
Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui berat maka dengan memperbesar konsentrasi ion logam Zn
optimum biocharcoal untuk menjerap kedua ion Zn dan Cu jumlah ion logam yang terjerap akan
dan Cu yaitu 40 mg, dimana persentase untuk ion Zn meningkat secara linear. Selanjutnya jika pusat aktif
yaitu 98,81%, sedangkan untuk ion Cu yaitu telah jenuh dengan ion logam maka peningkatan
98,94%. konsentrasi ion logam relatif tidak meningkatkan
penjerapan ion logam oleh adsorben (Rudin, 2011).
Variasi konsentrasi larutan terhadap adsorpsi zink Dengan meningkatnya konsentrasi ion logam, maka
dan tembaga efesiensi penjerapan semakin berkurang. Hal ini
Kemampuan penyerapan suatu adsorben juga disebabkan pada konsentrasi yang lebih tinggi, jumlah
ion logam dalam larutan tidak sebanding dengan
dipengaruhi oleh konsentrasi dari larutan ion logam jumlah partikel biocharcoal yang tersedia sehingga
tersebut. Perbedaan konsentrasi akan mempengaruhi permukaan biocharcoal akan mencapai titik jenuh
jumlah partikel-partikel yang terdapat dalam dan kemungkinan akan terjadi proses desorpsi atau
larutannya. Semakin besar konsentrasi suatu larutan, pelepasan kembali antara adsorben dengan adsorbat
maka semakin banyak pula partikel-partikel yang (Pongenda dkk., 2015). Jika konsentrasi dinaikan
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah ion
terkandung di dalamnya dan akan mempengaruhi yang terikat pada adsorben sehingga nilai kapasitas
proses adsorpsi (Wahyuni dkk., 2015). penjerapan meningkat (Apriliani, 2010).
Pada penentuan konsentrasi larutan optimum Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui
terhadap adsorpsi zink dan tembaga oleh adsorben konsentrasi larutan optimum untuk ion Zn yaitu 40
biocharcoal kulit rambutan dilakukan pada variasi ppm dan ion Cu yaitu 60 ppm. Persentase jerapan
konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm. Penentuan untuk ion Zn yaitu 98,32% sedangkan untuk ion Cu
konsentrasi larutan optimum ini bertujuan untuk yaitu 98,25%.
mengetahui konsentrasi larutan optimum terhadap
adsorpsi ion zink dan tembaga oleh adsorben
biocharcoal. Berat adsorben yang digunakan yaitu Kesimpulan
berat optimum yang diperoleh dari variasi berat Karakteristik biocharcoal kulit rambutan
biocharchoal dimana masing-masing untuk logam Zn varietas binjai yang berasal dari Desa Trimulya,
dan Cu yaitu 40 mg adsorben. Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso,
196
Volume, 7, No. 4, 2018, 193-198 Jurnal Akademik Kimia
Sulawesi Tengah memiliki kadar air sebesar 0,4% dan Junary, E., Pane, P. J., & Herlina, N. (2015).
kadar abu biocharcoal sebesar 5,4%. Berat optimum Pengaruh suhu dan waktu kontak karbonisasi
biocharcoal kulit rambutan untuk menjerap kedua terhadap nilai kalor dan karakteristik pada
ion Zn dan Cu adalah sebesar 40 mg, dengan pembuatan bioarang berbahan baku pelepah aren
persentase jerapan 98,81% dan 98,94%. Daya (Arenga pinnata). Jurnal Teknik Kimia USU,
adsorpsi optimum pada variasi konsentrasi larutan 4(2), 46-52.
untuk ion Zn yaitu pada konsentrasi 40 ppm dengan Kiliҫ, M., Kirbiyik, Ҫ., Ҫepelioǧullar, Ȍ., & Pűtűn,
persentase jerapan 98,32% dan untuk ion logam Cu A. E. (2013). Adsorption of heavy metal ions
yaitu pada konsentrasi 60 ppm dengan persentase from aqueous solutions by bio-char, a by-product
jerapan 98,25%. of pyrolysis. Applied Surface Science, 283 (2013),
856-862.
Ucapan Terima kasih Lebu, M. (2009). Pembuatan arang aktif dari tulang
Penulis mengucapkan terima kasih yang sapi dan aplikasinya pada pemucatan crude palm
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah oil (CPU). Skripsi Sarjana Palu: Universitas
membantu dalam melakukan penelitian ini, Tadulako.
khususnya kepada kepada Tasrik selaku laboran Mahvi, A., Naghipour, D., Vaezi, F., & Nazmara, S.
Laboratorium FKIP Universitas Tadulako. (2005). Teawaste As An Adsorbent For Heavy
Metal Removal From Industrial Wastewater.
American Journal of Applied Science, 2(1), 372-
Referensi 375.
Apriliani, A. (2010). Manfaat arang aktif dari ampas Marlinawati, Yusuf, B., & Alimuddin. (2015).
tebu untuk menyerap ion logam Cd, Cr, Cu dan Pb Pemanfaatan Arang Aktif Dari Kulit Durian
dalam air limbah. Jakarta: Universitas Indonesia (Durio zibethinus L) Sebagai Adsorben Ion
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Logam Kadmium(II). Jurnal Kimia Mulawarman,
Barros, J. L., Macedo, G. R., Duarte, M. M., Silvia, 13(1), 23-27.
E. P., & Lobato. (2003). Biosorpstion cadmium Mutmainnah. (2012). Pembuatan Arang Aktif Tongkol
using the fungus aspergillus niger. Brazilian Jagung dan Aplikasinya Pada Pengolahan Minyak
Journal of Chemical Engineering, 20(3), 1-17. Jelantah. Skripsi Sarjana Palu: Universitas
Darmayanti, Rahman, N., & Supriadi. (2012). Tadulako.
Adsorpsi timbal (Pb) dan zink (Zn) dari Napitupulu, M., Walanda, D. K., Kusuma, G. Y. N.,
larutannya menggunakan arang hayati Basir, M., & Mahfudz. (2018). Adsorption
(biocharcoal) kulit pisang kepok berdasarkan capacity of biocharcoal from durian barks on
variasi pH. Jurnal Akademika Kimia, 1(4), 159- cadmium(II) ion. Journal of Surface Science and
165. Technology, 33(1-2), 30-36.
Darmono. (1995). Logam dalam sistem biologi mahluk Ni'mah, Y. L., & Ulfin, I. (2007). Penurunan kadar
hidup. Jakarta: Universitas Indonesia Press. tembaga dalam larutan dengan menggunakan
Diantariani, N. (2006). Penentuan kandungan logam biomassa bulu ayam. Akta Kimindo, 2(1), 57-66.
pb dan cr pada air sedimen di sungai ao desa sam- Oliveira, E. I. S., Santos, J. B., Gonçalves, A. P. B.,
sam kabupaten Tabanan. Denpasar: Universitas Mattedi, S., & José, N. M. (2016).
Udayana. Characterization of the rambutan peel fiber
Feng, Y., Yang, W., & Chu, W. (2014). Contribution (nephelium lappaceum) as a lignocellulosic
of Ash Content Related to Methane Adsorption material for technological applications. Chemical
Behaviors of Bituminous Coals. from Engineering Transactions, 50, 391-396.
https://www.hindawi.com/journals/ijce/2014/956 Podala, K., Walanda, D. K., & Napitupulu, M.
543/ (2015). Biocharcoal dari kulit kakao (theobroma
Gani, A. (2010). Multiguna arang-hayati biochar: cacao l) untuk mengadsorpsi ion logam timbal
SINAR TANI Edisi 13 – 19 Oktober 2010. (Pb). Jurnal Akademika Kimia, 4(3), 136-142.
Gaya, U. I., Otene, E., & Abdullah, A. H. (2015). Pongenda, R. C., Napitupulu, M., & Walanda, D. K.
Adsorption of aqueous Cd(II) and Pb(II) on (2015). Biocharcoal dari biji salak (salacca edulis)
activated carbon nanopores prepared by chemical sebagai adsorben terhadap ion logam kromium.
activation of doum palm shell. SpringerPlus, 4(1), Jurnal Akademika Kimia, 4(2), 84-90.
458-476. Rudin, R. L. (2011). Pembuatan biocharcoal dari kulit
Hanum, C. (2008). Teknik budidaya tanaman Jilid 2. pisang kepok untuk penyerapan logam timbal (Pb)
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah dan logam seng (Zn). Skripsi Sarjana Palu:
Menengah Kejuruan. Universitas Tadulako.
Herwana, E., Surjawidjaja, J. E., Lesmana, M., & Suryati, T., & Priyanto, B. (2003). Eliminasi logam
Hidayat, A. (2006). Efek hambatan zink sulfat berat kadmium dalam air limbah menggunakan
terhadap pertumbuhan Shigella spp. Universa tanaman air. Jurnal Teknologi Lingkungan, 4(3),
Medicina, 25(1), 1-6. 143-147.
197
I Ketut Ardi Setiawan Biocharcoal dari Kulit Rambutan.................................
Susilawati, N. E., Walanda, D. K., & Napitupulu, M. Wahyuni, S., Ningsih, P., & Ratman. (2015).
(2015). Biocharcoal dari serbuk gergaji kayu Pemanfaatan arang aktif biji kapok (ceiba
cempaka (elmerrillia ovalis miq) serta daya pentandra l.) sebagai adsorben logam timbal (Pb).
adsorpsinya pada zink dan tembaga. Jurnal Jurnal Akademika Kimia, 5(4), 191-196.
Akademika Kimia, 4(2), 71-77. Widihati, I. A. G., Suastuti, N. G. A. M. D. A., &
Talunoe, O. (2014). Pemanfaatan arang aktif kulit Nirmalasari, M. A. Y. (2012). Studi kinetika
kacang tanah sebagai adsorben besi (Fe) pada Air adsorpsi larutan ion logam kromium (cr)
sumur di desa Pendolo Kecamatan Pamona Selatan menggunakan arang batang pisang (Musa
Kabupaten Poso. Skripsi Sarjana Palu: Universitas paradisiaca). Jurnal Kimia, 6(1), 8-16.
Tadulako. Widowati, W., Sastino, A., & Jusuf, R. (2008). Efek
Tong, X., Li, J., Yuan, J., & Xu, R. (2011). toksik logam. Yogyakarta: Andi Publiser.
Adsorption of Cu(II) by biochars generated from
three crop straws. Chemical Engineering Journal,
172(2-3), 828-834.
198