Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KIMIA ANALITIK

METODE MOHR, VOLHARD, FAJAN

Disusun Oleh:
1) Corry Aprilia Putri (19650253)
Kelas : 2A
Dosen Pengampu : Datin An Nisa, M.Sc

PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2020
KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Metode Mohr,”
dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Kimia Analitik yang dibimbing oleh Ibu Datin An Nisa, M.Sc
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan
kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi. Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif
dari pembaca. Demikian apa yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk masyarakat umumnya, dan para pembaca khususnya

Kediri, 7 April 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................1
METODE MOHR......................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................4
METODE VOLHARD...............................................................................................................4
BAB III........................................................................................................................................7
METODE FAJANS....................................................................................................................7
BAB IV......................................................................................................................................11
PENUTUP.................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................12

ii
BAB I

METODE MOHR

Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida.
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion
klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan
bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat
merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat
menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan
larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses
titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua
ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan
bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini
disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode Mohr.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Ag+(aq)  + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)


Ag+(aq)  +  CrO42-(aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
(indigomorie, 2009)

Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan dengan metode Volhard
dan Fajans dimana dengan metode ini hanya dapat dipakai untuk menentukan
konsentrasi ion Cl- , CN-, dan Br-.
Titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak dipakai untuk menentukan kandungan
klorida dalam berbagai contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur, air hasil
pengolahan industri sabun, dan sebgainya.

Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr adalah titrasi
dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH dengan kisaran 7-10 disebabkan ion
kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh sebab itu jika pH dibawah 7 maka
ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan
akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion kromat akan terlalu
kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat
pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH
yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi
pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium

1
karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersebut atau dapat juga dilakukan dengan
menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan natrium hydrogen karbonat.
Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu maka semua titrasi
dilakukan pada temperatur yang sama. Pengadukan / pengocokan selama larutan standar
ditambahkan sangat dianjurkan, karena dapat mempermudah pengamatan pencapaian
titik akhir titrasi dan perak kromat yang terbentuk sebelum titik akhir titrasi dicapai
dapat dipecah sehingga terlarut kembali.
Larutan silver nitrat dan endapan perak klorida yang terbentuk harus dilindungi dari
sinar matahari hal ini disebabkan perak klorida dapat terdekomposisi menurut reaksi
berikut:

AgCl(s)  -> Ag(s)  + ½ Cl2(g) (indigomorie, 2009)


Konsentrasi ion perak pada saat terjadi titik equivalent titrasi klorida ditentukan dari
harga Ksp AgCl yaitu:

[Ag+] = (Ksp AgCl)exp1/2 = 1.35 x 10-5 M (indigomorie, 2009)


Dan konsentrasi ion kromat yang diperlukan untuk inisiasi terbentukanya endapan perak
kromat adalah sebagai berikut:

[CrO42-] = Ksp / [Ag+]exp2 = 0,0066 M (indigomorie, 2009)


Pada dasarnya untuk mencapai terbentuknya endapan perak kromat maka konsentrasi
ion kromat sejumlah tersebut harus ditambahkan akan tetapi konsentrasi ion kromat
sejumlah tersebut menyebabkan terbentuknya warna kuning yang sangat intensif pada
larutan analit sehingga warna perak kromat akan susah sekali untuk diamati oleh sebab
itu maka konsentrasi dibawah nilai tersebut sering digunakan.

Konsekuensi dari penurunan nilai konsentrasi ion kromat ini akan menyebebabkan
semakin banyaknya ion Ag+ yang dibutuhkan agar terbentuk endapan Ag2CrO4 pada
saat terjadinya titik akhir titrasi, dan hal lain yaitu tidak mudahnya pengamatan warna
Ag2CrO4 diantara warna putih AgCl yang begitu banyak akan mendorong semakin
besarnya jumlah Ag2CrO4 yang terbentuk.
Dua hal ini akan mempengaruhi keakuratan dan kepresisian hasil analisis oleh sebab itu
diperlukan blanko untuk mengoreksi hasil ditrasi. Blanko diperlakukan dengan metode
yang sama selama analisis akan tetapi tanpa kehadiran analit.

Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah
dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan yang
alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebihan
CaCO3. (Gandjar dan Rohman, 2007)

2
Kerugian metode Mohr adalah:

A. Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi
untuk iodide dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena
endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat,
sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
B. Adanya ion-ion seperti sulfide, fosfat, dan arsenaat juga akan mengendap.
C. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
D. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil
yang rendah sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir titrasi
diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.

3
BAB II

METODE VOLHARD

Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia
dari Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih
ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan
ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau
NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi
antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih. Kelebihan titran menyebabkan reaksi
dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato ferrat (III) yang berwarna
merah.
Metoda ini ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan pada
pengendapan perak tiosianat dalam AgNO3 dengan menggunakan besi (III). Berikut
reasksi yang terjadi pada metoda Volhard :
Ag+  + SCN-    →    AgSCN
Fe3+ + SCN-     →    Fe(SCN)2+
Titrasi volhard dilakukan dalam suasana asam. Jika dalam suasana netral, indikator akan
terhidrolisa.
Fe3+ + OH-     →      Fe(OH)3
Fe3+ + H2O     →      Fe(OH)3 + H+
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl -, Br-, dan I- dengan penambahan larutan
standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk
menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar
berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator
yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion
Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSC
A. Prinsip
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih
ke dalam larutan yang mengandung ion halida (X-).Sisa larutan standar AgNO3 yang
tidak bereaksi dengan Cl- dititrasi dengan larutan standar tiosianat (KSCN atau
NH4SCN) menggunakan indikator besi (III) (Fe3+). Reaksinya sebagai berikut ;
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah sebagai
berikut:

4
Ag+(aq)  + Cl-(aq) àAgCl(s)  (endapan putih)
Ag+(aq)  + SCN-(aq) à AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq)  + SCN(aq) à Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Sample yang mengandung ion halida (X-) ditambahkan larutan baku AgNO3 berlebih.
Kelebihan AgNO3 dititrasi kembali dengan larutan thiosianat (KSCN atau NH4SCN).
Titik akhir titrasi bila warna merah telah terbentuk..
B. Indikator
Indikator yang digunakan dalam metode volhard adalah garam feri amonium  sulfat
FeNH4(SO4)2, indikator besi (III) (Fe3+) atau dapat juga digunakan larutan besi (III)
nitrat.
C. Reaksi
Reaksi yang terjadi pada saat titrasi :
1.      Ag+ (berlebih) + X-à AgX↓+ sisa Ag
2.      Ag+ (sisa) + SCN- (titrant) à AgSCN↓ (endapan putih)
3.      SCN- (kelebihan titran) + Fe3+ (indikator) à FeSCN2 (endapan merah)
Titrasi Ag+ dengan SCN- dalam suasana asam dengan menggunakan indikator Fe3+,
dapat terjadi perubahan warna sebelum titik ekuivalen karena :

 AgSCN  mengabsorpsi ion Ag+  


 Ag+ dalam larutan menjadi berkurang
 Penambahan larutan SCN- juga berkurang sehingga perubahan warna nampak
terjadi lebih awal hal ini dapat diatasi dengan pengocokan (homogenesasi) yang
lebih baik selama titrasi sehingga ion Ag+ yang teradsorpsi dapat terlepas.

E. Kelebihan Metode Volhard


 Penetapan kadar : Cl-, Br- dan SCN- dalam suasana asam.
 Penetapan kadar senyawa halida yang tidak dapat dititrasi dengan metode mohr
ataupun menggunakan indikator adsorbsi (metode fajans).
 Penetapan kadar Br- dan I- tidak perlu dilakukan penyaringan terhadap endapan
AgBr atau AgI sebelum dilakukan titrasi terhadap kelebihan Ag+.
 Dapat digunakan untuk penetapan kadar halida secara volumetri dalam suasana
asam kuat.

5
 Dapat dipakai untuk penetapan kadar anion yang garam Ag-nya sukar larut
dalam air tetapi larut dalam asam seperti : oksalat, fosfat, arsenat, kromat dan
sulfide.

Caranya : 
1. Anion diendapkan dengan larutan Ag+ berlebih.
2. Kelebihan Ag+ dititrasi kembali dgn SCN- dan indikator Fe3+  setelah dilakukan
penyaringan atau endapannya dilarutkan kembali dalam HNO3 dan Ag+ yg
dibebaskan di titrasi dengan CNS- dan indikator Fe3+.

D. Syarat titrasi
volhard adalah harus asam dan merupakan kelebihan dibandingkan dengan penggunaan
cara-cara lain untuk penentuan ion halogenida karena ion karbonat, oksalat dan arsenat
tidak mengganggu reaksi sebab garamnya larut dalam keadaan asam.

F. Contoh senyawa yang digunakan dalam metode Volhard


 Standarisasi larutan ammonium tiosianat (NH4SCN) dengan larutan standar
AgNO3
 Penentuan kadar NaCl dalam garam dapur
 Penentuan konsentrasi klorida dalam air laut

6
BAB III

METODE FAJANS

Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen,
indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna
kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat
mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh
terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan
perubahan warna indikator tidak jelas. Ion indikator harus teradsorbsi sebelum tercapai
titik ekivalen, tetapi harus segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion
indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, seperti misalnya pada titrasi klorida
dengan indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum titik
ekivalen tercapai (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah, yang bisa disebut dengan HFI. Ketika
fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion FI- tidak diadsorbsi oleh koloid
perak klorida selama ion-ion klorida berlebih. Ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion
FI- dapat tertarik ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif. Agregat yang
dihasilkannya berwarna merah jambu, dan warna ini cukup kuat bagi indikator visual.
 Sejumlah faktor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi yang
cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini antara lain (Day and
Underwood, 2002):
1) AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel
besar pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis
permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator. Sebuah koloid
pelindung, seperti dekstrin, harus ditambahkan untuk menjaga endapan tersebar
luas. Dengan kehadiran dekstrin perubahan warna dapat diulang, dan jika titik
akhir terlampaui, dapat dititrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2) Adsorpsi dengan indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan
meningkat secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok
teradsorpsi secara kuat indikator tersebut mereka sebenarnya menggantikan ion
utama yang diadsorpsi jauh sebelum titik ekivalen tersebut dicapai.

7
3) pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion
dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai
contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7, dan dalam larutan-larutan yang lebih asam
dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI - sangat kecil sehingga tidak ada perubahan
warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat dipergunakan dalam skala pH
sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar 10 -4 dan dapat
dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4) Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang
ditambahkan sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan terjadi
sampai ada kelebihan titran

A. Prinsip
Pada titrasi argentometri dengan metode fajans ada dua tahap untuk menerangkan
titik akhir titrasi dengan indikator absorpsi (fluorescein). Selama titrasi berlangsung
(sebelum TE) ion halida (X-) dalam keadaan berlebih dan diabsorbsi pada permukaan
endapan AgX sebagai permukaan primer.
Setelah titik ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan AgNO3 yang
ditambahkan, Ag+ akan berada pada permukaan primer yang bermuatan positif
menggantikan kedudukan ion halida (X-). Bila hal ini terjadi maka ion indikator (Ind -)
yang bermuatan negatif akan diabsorpsi oleh Ag+ (atau oleh permukaan absorpsi).
Jadi titik akhir titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk.
Selama titrasi berlangsung (sebelum Titik Ekuivalen) ion halida (X -) dalam keadaan
berlebih dan diadsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan primer.
Setelah titik ekivalen tercapai dan pada saat pertama kelebihan AgNO 3 yang
ditambahkan Ag+akan berada pada permukaan primer yang bermuatan positif
menggantikan kedudukan ion halida (X-).  Bila hal ini terjadi maka ion indikator  yang
bermuatan negatif akan diadsorpsi oleh Ag+ (atau oleh permukaan absorpsi). Jadi titik
akhir titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk. Jadi pada titrasi argentometri
dengan metode fajans ada dua tahap untuk menerangkan titik akhir titrasi dengan
indikator absorpsi (fluorescein)

B. Indikator
Indikator yang digunakan pada metode ini adalah indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi
adalah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan
timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain
dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Metode ini menggunakan
indikator absorbsi yang berguna untuk reaksi pengendapan. Selama proses absorbsi
terjadi suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna
yang berbeda.

8
Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi menggunakan
metode fajans :

1. Fluorescein
 Merupakan indikator yang banyak digunakan. Flourescein merupakan asam
lemah dengan konstanta ionisasi = 10-8
 Perubahan warna disebabkan teradsorbsinya fluorescein dalam bentuk ion
 Ion H+ mempengaruhi jumlah ion fluorescein dalam larutan maka titrasi harus
dilakukan pada pH : 7– 10.

2. Dichlorofluorescein
 Merupakan asam yang lebih kuat dari fluorescein, sehingga dapat digunakan
pada titrasi suasana sedikit asam, pH > 4.
 Dapat digunakan pada penetapan kadar Cl- dalam senyawa dengan Cu, Ni, Mn,
Zn dan Al secara titrasi langsung, dimana senyawa-senyawa tadi tidak dapat
dititrasi dgn metoda mohr.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan indikator flourescein dan


dichlorofluorescein : 
1) Lakukan pengocokkan yang merata sehingga akhirnya endapan berwarna
kemerahan.
2) Titrasi harus dilakukan bebas dari cahaya langsung matahari.
3)  Jumlah yang besar dari garam netral mengganggu Titik Akhir Titrasi (TAT).
4) Pada kadar halida yang sangat encer, perubahan warna yang terjadi
tidak berlangsung lama, hal ini disebabkan oleh endapan Ag-halida yang terbentuk
sangat sedikit.
5) Larutan Cl- dengan konsentrasi lebih dari 0,005 N tidak dapat dititrasi dengan
menggunakan indikator Fluorescein ataupun Dichlorofluorescein

3. Eosin Atau Tetrabrom Fluorescein


 Digunakan pada penetapan kadar Br-, I- dan CNS-
 Tidak untuk penetapan kadar Cl- sebab TAT akan jatuh lebih awal dari titik ekivalen.
 Merupakan asam yang jauh lebih kuat dari fluorescein, hingga dapat digunakan pada
pH ≥ 2, biasanya pada pH : 3 – 10 
 Perubahan warna yang terjadi sangat tajam hingga dapat dipakai pada penetapan
kadar dalam suatu larutan yang sangat encer, yaitu sampai pada konsentrasi 0,001 N.

9
4. Diiodofluorescein
 Digunakan untuk penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama dengan ion Cl-.
 Ion I- jauh lebih kuat teradsorbsi pada permukaan endapan AgI dari pada ion Cl-. 
 Indikator diiodofluorescein teradsorbsi sedikit lebih lemah dari pada ion I - tetapi
masih jauh lebih kuat dari pada ion Cl-.
 Perubahan warna terjadi sebelum ion Cl- mengendap.
 Konsentrasi ion I- yang ditentukan kadarnya tidak lebih dari 0,02 N 
 Selain diiodofluorescein, pada penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama
dengan ion Cl-, dapat digunakan indikator Dimethyl Diodofluorescein atau juga
Bengal Red.

C. Reaksi
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Ag+ + X-AgX
Ag++  (indikator) Ag + Indikator (merah muda)

D. Syarat titrasi menggunakan indikator absorbsi


Beberapa syarat titrasi dgn menggunakan indikator adsorbsi :
1) Endapan yg terbentuk harus merupakan sistem koloid 
2) Jika endapan terflokulasi terlalu kuat maka perlu diberi koloid pelindung
3) Ion indikator yg digunakan harus mempunyai muatan yang sama dengan ion yang
dititrasi dan tidak boleh teradsorbsi sebagai lapisan pertama sebelum titik ekivalen,
tetapi harus teradsorbsi sebagai lapisan kedua setelah titik ekivalen.

E. Contoh senyawa yang digunakan dalam metode fajans


1) Standarisasi Larutan AgNO3 Dengan Larutan Standar NaCl.
2) Penentuan Kadar NaCl Dalam Garam Dapur
3) Penentuan Konsentrasi ion klorida (Cl-) dalam air laut
4) Penentuan Kadar Sulfat

10
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN
a. Metode Mohr
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida.
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau
agak alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka
ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat
yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu
larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
b. Metode Volhard
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia
dari Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3
berlebih ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya
Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam
tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+.
c. Metode Fajans
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator
adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar
fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi
merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan
tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl. Warna
zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A. and A.L. Underwood. (2002). Analisis kimia kuantitatif. Edisi


keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga
Harjadi W, (1993), Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia, Jakarta.
Khopkar, (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia,
Jakarta. 
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press
Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai