DISUSUN OLEH :
B. ETIOLOGI
Faktor genetic
Kedua orang tua bertanggung jawab dalam pewarisan DNA pada keturunannya.
Sebagai penyakit kelainan genetik, thalasemia terjadi ketika salah satu atau kedua
orang tua membawa gen tersebut. Ketika orang tua diperkirakan sebagai
pembawa sifat, biasanya mereka tidak menunjukkan gejala-gejala gangguan
tersebut.
Berdasarkan struktur hemoglobin, terdapat rantai alfa dan beta, dan bersama-sama
mereka menciptakan suatu tetramer (4 sub unit protein). Ketika salah satu unit
terserang, maka thalasemia pun berkembang. Tergantung pada tingkat keparahan
kondisi, efek dari gen yang rusak atau hilang dapat dijelaskan antara skala kecil
dan besar.
Dengan demikian, penyakit talesemia dapat berupa:
• Thalasemia minor adalah kondisi di mana tubuh masih mampu menghasilkan
hemoglobin yang cukup, meskipun sel darah merah mungkin terlihat lebih pucat
dari biasanya. Seringkali penyakit ini tidak menimbulkan gejala-gejala pada
penderita. Jika pun terdapat gejala-gejala, biasanya keliru dengan kekurangan zat
besi atau anemia ringan.
• Thalasemia alpha plus, di mana salah satu dari empat rantai protein alpha
globin hilang. Kondisi ini tidak menyerang anak-anak terkecuali jika orang tua
mereka menderita thalasemia alfa nol.
• Thalasemia beta di mana satu atau dua gen beta telah diubah. Jika hanya satu
gen yang diserang, dapat menyebabkan anemia ringan. Jika kedua gen telah
bermutasi, anemia berat dapat terjadi.
• Penyakit HbH (delesi 3 gen), yang terjadi ketika tiga gen alfa hilang.
Sementara anemia ringan akan terjadi secara berulang.
• Hb Barts, yang dianggap sebagai kelainan yang paling berbahaya karena
semua gen alpha hilang atau mungkin telah bermutasi. Penyakit ini juga dapat
berkembang bahkan ketika bayi masih dalam kandungan, yang kemudian akan
meningkatkan risiko kematian bayi atau janin.
Thalasemia juga lebih sering terjadi di kalangan para leluhur ras atau negara
tertentu, seperti di Turki, Yunani, Timur Tengah, Afrika, dan Asia. Penyakit ini
juga dapat bergabung dengan beberapa kelainan darah menurun lainnya seperti
sel sabit.
Thalasemia adalah penyakit yang dapat dimulai dari dalam rahim, terkadang bayi
dapat bertahan hidup. Hal ini karena selama beberapa bulan pertama, janin akan
menghasilkan jenis hemoglobin lain yang dikenal sebagai hemoglobin janin.
C. GEJALA UTAMA
Sesak napas
Kulit pucat
Letargi (penurunan kesadaran)
Mudah kelelahan
Detak jantung cepat
Sakit kepala
Anemia ringan sampai berat
Kekurangan zat besi
Merasa lemah
Kesulitan konsentrasi
Kelainan bentuk tulang
Air seni berwarna lebih gelap
Pembengkakan perut
Penyakit kuning
Peningkatan risiko infeksi
Limpa membesar
Pertumbuhan lambat.
D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan
dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya
peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi
rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi
hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah
terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang
parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam
jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi
transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan
yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pathway
Hemoglobin perinatal
(HbA)
rantai rantai
thalasemia ……… defisiensi sintesa rantai
sintesa rantai a
hemolisis
anemia berat
fe meningkat
hemosiderosis
Thalasemia
Menstimulasi
eritropoesis
E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan
dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila
penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak
akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan
pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat
system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan
pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan
pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada
tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila
limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia
yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat
hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan
perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot
jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium
(perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah
merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target,
eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif
terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang
akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran
medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
H. PENATALAKSAAN
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar
11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau
subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun
manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila
ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau
karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada
thalasemia beta mayor.
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik.
Kaji riwayat kesehatan, terutama yang
berkaitan dengan anemia dan riwayat penyakit tersebut dalam keluarga.
Observasi gejala penyakit anemia.
2. Pengkajian Umum
Pertumbuhan yang terhambat
Anemia kronik.
Kematangan seksual yang tertunda.
3. Krisis Vaso-Occlusive
Sakit yang dirasakan
Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
- Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas
disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan
tindakan pembedahan
- Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
- Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru
basah.
- Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
- Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
Hati: cardiomegali, murmur sistolik
Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
Genital: terasa sakit, tegang.
Liver: hepatomegali, sirosis.
Mata: ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan
penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat
menyebabkan kebutaan.
Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat
bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin
abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso
occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan
dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama
pada anak.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan
ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan
eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
- Jangan sampai terjadi infeksi
- Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen
rendah.
Hasil yang diharapkan:
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan
oksigen dalam otak.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius,
2012
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2011.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical
Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 2014.