Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA

Dosen Pengampu : Ns. Witri Hastuti, M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. Anita Maya Sopa (1908119)


2. Bethani Putri Jatisari (1908124)
3. Desty Fatimah Nur Aini (1908129)
4. Dwi Lestari (1908135)
5. Elsa Yuliani (1908140)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KARYA HUSADA SEMARANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


A. PENGERTIAN
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.

Thalasemia adalah ketidakmampuan memproduksi sel darah merah dan


hemoglobin, merujuk kepada sekelompok penyakit kelainan darah genetik atau
penyakit bawaan yang ditandai oleh kerusakan produksi sel darah atau struktur
hemoglobin, protein ditemukan di dalam sel-sel darah merah.
Secara umum, tubuh terdiri atas tiga jenis sel darah yaitu sel darah merah,
trombosit, dan sel-sel darah putih.
Sel darah putih yang bertugas sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap
ancaman seperti virus, bakteri, serta organisme berbahaya lainnya yang dapat
menyebabkan infeksi serta penyakit; trombosit diperlukan untuk membekuan
darah; sel-sel darah merah juga memiliki peran penting mempertahankan
kehidupan termasuk dalam pengangkutan oksigen. Oksigen juga bertanggung
jawab dalam berbagai fungsi, utamanya sintesis sel. Oksigen juga berperan
penting dalam sistem metabolisme tubuh. Untuk mengangkut oksigen ke seluruh
bagian tubuh, oksigen mengikatkan diri ke hemoglobin yang menghasilkan
warna merah pada sel. Hal ini memungkinkan sel untuk mengangkut oksigen
dari paru-paru menuju ke jaringan tubuh lainnya. Pada waktu yang sama,
hemoglobin pun mengangkut karbon dioksida yang sekarang menjadi limbah
tubuh sehingga bisa dihembuskan keluar melalui paru-paru.
Ketika seseorang memiliki thalasemia, itu artinya salah satu dari komponen
terpenting dalam struktur hemoglobin telah hilang atau rusak (diubah).
Tergantung pada kelainan gen tertentu, gangguan ini dapat menciptakan kondisi
yang nihil sampai pada gejala yang mengancam keberlangsungan hidup
penderita.
Macam – macam Thalasemia :
1. Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek
yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat
dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama
kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala
bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang
karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium,
ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb
bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin
dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a

B. ETIOLOGI
Faktor genetic
Kedua orang tua bertanggung jawab dalam pewarisan DNA pada keturunannya.
Sebagai penyakit kelainan genetik, thalasemia terjadi ketika salah satu atau kedua
orang tua membawa gen tersebut. Ketika orang tua diperkirakan sebagai
pembawa sifat, biasanya mereka tidak menunjukkan gejala-gejala gangguan
tersebut.
Berdasarkan struktur hemoglobin, terdapat rantai alfa dan beta, dan bersama-sama
mereka menciptakan suatu tetramer (4 sub unit protein). Ketika salah satu unit
terserang, maka thalasemia pun berkembang. Tergantung pada tingkat keparahan
kondisi, efek dari gen yang rusak atau hilang dapat dijelaskan antara skala kecil
dan besar.
Dengan demikian, penyakit talesemia dapat berupa:
• Thalasemia minor adalah kondisi di mana tubuh masih mampu menghasilkan
hemoglobin yang cukup, meskipun sel darah merah mungkin terlihat lebih pucat
dari biasanya. Seringkali penyakit ini tidak menimbulkan gejala-gejala pada
penderita. Jika pun terdapat gejala-gejala, biasanya keliru dengan kekurangan zat
besi atau anemia ringan.
• Thalasemia alpha plus, di mana salah satu dari empat rantai protein alpha
globin hilang. Kondisi ini tidak menyerang anak-anak terkecuali jika orang tua
mereka menderita thalasemia alfa nol.
• Thalasemia beta di mana satu atau dua gen beta telah diubah. Jika hanya satu
gen yang diserang, dapat menyebabkan anemia ringan. Jika kedua gen telah
bermutasi, anemia berat dapat terjadi.
• Penyakit HbH (delesi 3 gen), yang terjadi ketika tiga gen alfa hilang.
Sementara anemia ringan akan terjadi secara berulang.
• Hb Barts, yang dianggap sebagai kelainan yang paling berbahaya karena
semua gen alpha hilang atau mungkin telah bermutasi. Penyakit ini juga dapat
berkembang bahkan ketika bayi masih dalam kandungan, yang kemudian akan
meningkatkan risiko kematian bayi atau janin.
Thalasemia juga lebih sering terjadi di kalangan para leluhur ras atau negara
tertentu, seperti di Turki, Yunani, Timur Tengah, Afrika, dan Asia. Penyakit ini
juga dapat bergabung dengan beberapa kelainan darah menurun lainnya seperti
sel sabit.
Thalasemia adalah penyakit yang dapat dimulai dari dalam rahim, terkadang bayi
dapat bertahan hidup. Hal ini karena selama beberapa bulan pertama, janin akan
menghasilkan jenis hemoglobin lain yang dikenal sebagai hemoglobin janin.
C. GEJALA UTAMA
 Sesak napas
 Kulit pucat
 Letargi (penurunan kesadaran)
 Mudah kelelahan
 Detak jantung cepat
 Sakit kepala
 Anemia ringan sampai berat
 Kekurangan zat besi
 Merasa lemah
 Kesulitan konsentrasi
 Kelainan bentuk tulang
 Air seni berwarna lebih gelap
 Pembengkakan perut
 Penyakit kuning
 Peningkatan risiko infeksi
 Limpa membesar
 Pertumbuhan lambat.

D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan
dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya
peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi
rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi
hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah
terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang
parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam
jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi
transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan
yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pathway
Hemoglobin perinatal
(HbA)

rantai  rantai 
thalasemia  ……… defisiensi sintesa rantai 
sintesa rantai a

kerusakan pembentukan hemoglobinn

hemolisis

anemia berat

pembentukan eritrosit dan oleh sumsum tulang


dan suplai dari transfusi

hemolisis suplemen RBCs

fe meningkat

hemosiderosis

Thalasemia 

Menstimulasi
eritropoesis

Hiperplasia sel darah merah hemapoesis


sumsum tulang rusak ekstramedula

Perubahan hemolisis splenomegali


skeletal limfadenopati

Anemia hemosiderosis hemokromatosis

Maturasi kulit kecoklatan fibrosis


Seksual dan
Pertumbuhan
terlambat

jantung liver kandung pancreas limpa


empedu

gagal sirosis kolelitiasis diabetes splenomegali


jantung

E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan
dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila
penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak
akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan
pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat
system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan
pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan
pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada
tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila
limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia
yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat
hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan
perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot
jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium
(perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago

F. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan


menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya
maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Penderita talasemia
memerlukan perawatan rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk
menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani
pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita sebaiknya menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan
dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam
tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia adalah
transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah
merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target,
eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
 Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
 Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif
terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang
akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran
medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
 Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

H. PENATALAKSAAN
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar
11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau
subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun
manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila
ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau
karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada
thalasemia beta mayor.

I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Fisik
 Melakukan pemeriksaan fisik.
 Kaji riwayat kesehatan, terutama yang
berkaitan dengan anemia dan riwayat penyakit tersebut dalam keluarga.
 Observasi gejala penyakit anemia.
2. Pengkajian Umum
 Pertumbuhan yang terhambat
 Anemia kronik.
 Kematangan seksual yang tertunda.
3. Krisis Vaso-Occlusive
 Sakit yang dirasakan
 Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
- Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas
disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan
tindakan pembedahan
- Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
- Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru
basah.
- Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
- Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
 Hati: cardiomegali, murmur sistolik
 Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
 Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
 Genital: terasa sakit, tegang.
 Liver: hepatomegali, sirosis.
 Mata: ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan
penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat
menyebabkan kebutaan.
 Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat
bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin
abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso
occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan
dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama
pada anak.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan
ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
 Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan
eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
- Jangan sampai terjadi infeksi
- Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen
rendah.
 Hasil yang diharapkan:
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan
oksigen dalam otak.

b. Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi


 Intervensi keperawatan.
1) Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan
kebutuhan minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2) Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan
minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3) Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan
kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
4) Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
5) Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6) Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
 Hasil yang diharapkan:
Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak
terjadi dehidarsi.
c. Bebas dari infeksi
 Intervensi keperawatan
1) Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang
rutin, termasuk vaksin pneumococal dan meningococal;
perlindungan dari sumber – sumber infeksi yang diketahui;
pengawasan kesehatan secara berkala.
2) Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab
dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3) Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
 Hasil yang diharapkan:
Anak terbebas dari infeksi.
d. Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek
pembedahan.
 Intervensi keperawatan
1) Jelaskan pentingnya transfusi darah
Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2) Jaga anak agar tidak dehidrasi
3) Bujuk anak agar tidak tegang.
Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4) Beri anlgesik
Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon
cemas.
5) Mencegah kegiatan yang tidak perlu
Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6) Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
Rasional: untuk mencegah infeksi
7) Lakukan latihan ROM pasif
Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8) Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9) Obsevasi tanda – tanda infeksi.
Rasional: agar dapat cepat ditangani.
 Hasil yang diharapkan:
Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.

2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis


vaso-occlusive)
 Tujuan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu
menyakitkan bagi si anak
 Intervensi keperawatan:
1) Jadwalkan
medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak
dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
2) Kenali macam –
macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin
diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3) Yakinkan si anak
dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis
diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena
sugesti mereka.
4) Beri stimulus
panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
5) Hindari
pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
 Hasil yang diharapkan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu
menyakitkan bagi si anak.
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan
dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang
lama pada anak.
Tujuan:
a. Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
 Intervensi keperawatan:
1) Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari
pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2) Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan
kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang
tepat.
3) Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam,
pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4) Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan
pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga
mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5) Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
 Hasil yang diharapkan:
Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si
anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
b. Agar menerima dorongan yang cukup.
 Intervensi keperawatan:
1) Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2) Daftarkan anak pada klinik anemia
Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3) Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau
lebih anggota keluarganya terjangkit penyakit ini.
 Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak
dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius,
2012

Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F.


Maulany. Jakarta : EGC, 2016.

Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2011.

Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical
Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 2014.

Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing


Care. St. Louis : Mosby Company, 2012.

Anda mungkin juga menyukai