Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Beates dan Jackson (1987), paleontologi adalah studi mengenai

kehidupan pada waktu lampau geologi, berdasarkan fosil tumbuhan dan binatang

dan termasuk fitogeni (ilmu yang mempelajari jaringan/hubungan diantara

kelompok-kelompok organisme), hubungannya dengan tetumbuhan, binatang dan

lingkungan yang ada, serta kronologi sejarah bumi. Paleontologi adalah disiplin

ilmu yang mempelajari mengenai sejarah kehidupan di bumi pada masa lampau.

Fosil adalah jejak atau sisa kehidupan masa lampau yang terawetkan dalam

lapisan kulit bumi, terjadi secara alami dan mempunyai umur geologi di atas

10.000 tahun (kala Holosen). Diambil dari kata latin Fodere yang berarti

menggali. Cabang ilmu yang mempelajari kehidupan masa lampau disebut

Paleontologi dan Mikropaleontologi, yang diambil dari Bahasa Yunani kuno yaitu

paleo: kuno, onthos: kehidupan, dan logos: ilmu.

Protozoa adalah protista yang menyerupai hewan. Protozoa berasal dari

bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan. Protozoa

merupakan organisme bersel tunggal yang sudah memiliki membran inti

(eukariota). Sedangkan Brozoa berasal dari kata bryoon yang berarti lumut dan

zoon yang berarti hewan.

Oleh karena itu, guna memahami lebih jauh tentang filum Protozoa dengan

filum Bryozoa dalam lingkup paleontologi, maka penting untuk dilakukan

praktikum ini.
1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari diadakan praktikum ini adalah untuk mengetahui lebih

jauh tentang filum Protozoa dan Bryozoa..

Sedangkan tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui filum Protozoa dan contoh fosilnya.

2. Mengetahui filum Bryozoa dan contoh fosilnya.

3. Mengetahui kegunaan dari fosil Protozoa dan Bryozoa.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protozoa

2.1.1 Filum Protozoa

Protozoa adalah hewan bersel tunggal, berinti sejati (eukariotik) dan tidak

memiliki dinding sel. Protozoa berasal dari kata protos yang berarti pertama dan

zoon yang berarti hewan sehingga disebut sebagai hewan pertama. Protozoa

merupakan salah satu kelompok (sub kingdom) dari anggota protista eukariotik.

Protozoa berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon

artinya hewan.Jadi, Protozoa adalah hewan pertama atau mudahnya hewan tingkat

rendah yang hanya bersel satu.

Habitat protozoa yaitu di tempat yang berair yang kaya zat organic contohnya

Amoeba proteus, baik air tawar maupun air asin, ada yang hidup solitaire bebas

berenang di air, menempel di suatu tempat, parasite pada tanaman dan hewan

maupun manusia sebagai simbiont dan merugikan karena sebagai penyebab

penyakit bahkan ada yang menguntungkan dikarenakan ikut membantu

menghancurkan atau membusukkan organisme yang telah mati. Protozoa

merupakan hewan bersel tunggal, berinti sejati (eukariotik) dan tidak memiliki

dinding sel.

Ukurannya antara 3 – 1000 mikron dan merupakan organisme mikroskopis

bersifat heterotrof. (Suwignyo, 2005). Morfologi protozoa bervariasi, fisiologi dan

metabolismenya disesuaikan dengan kebutuhan mereka; nutrisi adalah

heterotrofik dalam bentuk parasit dan autotrofik yang hidup bebas, mereka
memiliki siklus hidup yang lebih atau kurang kompleks, baik yang hidup bebas

dan parasit, dan dalam banyak kasus, bentuk vegetatif (trophozoite) dan bentuk

lain tahan (kista) (Giro´n, 2008).

2.1.2 Ciri-Ciri Protozoa

Adapun penciri dari filum Protozoa adalah sebagai berikut:

1. Protozoa adalah eukariotik (inti dilindungi oleh membran inti) sehingga

substansi genetik/kromosom terpisah dengan sitoplasma karena ada pembatas

membran inti (caryotheca).

2. Selnya tidak memiliki dinding sel, namun jika lingkungan kurang baik dapat

membentuk lapisan pelindung yang tebal disebut kista atau cysta setelah

lingkungan baik kista pecah.

3. Bentuk sel umumnya tetap kecuali Rhizopoda.

4. Bersifat heterotrof artinya makanannya tergantung pada organisme lain

(mencari makanan dengan fagitosis atau pinositosis).

5. Dalam rantai makanan sebagai zooplankton.

6. Beberapa jenis bersifat parasit dan menyebabkan penyakit pada manusia dan

hewan ternak.

7. Memiliki bentuk tubuh yang berbeda pada setiap fase dalam siklus hidupnya.

8. Beberapa protozoa memiliki fase vegetative yang bersifat aktif yang disebut

tropozoit dan fase dorman dalam bentuk sista. Tropozoit akan aktif mencari

makan dan berproduksi selama kondisi lingkungan memungkinkan. Jika kondisi

tidak memungkinkan kehidupan tropozoit maka protozoa akan membentuk

cysta.
9. Cysta merupakan bentuk sel protozoa yang terdehidrasi dan berdinding tebal

mirip dengan endospora yang terjadi pada bakteri. Pada saat sista protozoa

mampu bertahan hidup dalam lingkungan kering maupun basah.

10. Umumnya berkembang biak dengan membelah diri, ada juga yang secara

konjugasi.

11. Protozoa memiliki alat gerak yaitu ada yang berupa kaki semu, bulu getar

(silia) dan bulu cambak (flagel) atau dengan sel itu sendiri.

12. Pengambilan nutrisi yaitu dengan holozoik (memakan organisme hidup lain),

saprozoik (memakan organisme yang telah mati), holofitik atau autotrof (dapat

membentuk makanan sendiri melalui fotosintesis), saprofitik (menyerap zat

yang terlarut di sekitarnya).

2.1.3 Kelas Protozoa

2.1.3.1 Rhizopoda

Rhizopoda atau Sarcodina (Rhizoid = akar, podos = kaki) yaitu protozoa yang

bergerak dengan menggunakan pseudopodia (kaki semu)yang merupakan

penjuluran dari sitoplasma,misal Amoeba, Foraminifera, Radiolaria, Arcella,

Entamoeba coli,dan Entamoeba histolytica. Merupakan hewan mikroskopis yang

hidup sebagai massa kecil yang jernih dan bersifat amorf atau dapat berubah –

ubah bentuknya.

Kelas Rhizopoda dibagi menjadi 5 ordo, yaitu:

1. Ordo Lobosa, yaitu mempunyai pseudopodia pendek dan tumpul serta terdapat

perbedaan yang jelas antara ektoplasma serta endoplasma.

2. Ordo filose, mempunyai pseudopodia halus seperti benang dan bercabang.


3. Ordo foraminifera, mempunyai pseudopodia panjang dan halus.

4. Ordo helioza, mempunyai pseudopodia berbentuk benang yang radien antar

filamen tidak pernah bersatu membentuk jala atau anyaman..

5. Ordo radiolarian, mempunyai pseudopodia berupa benang-benang halus yang

tersusun radier dan bercabang membentuk jala.

2.1.3.2 Flagellata

Flagellata berasal dari kata flagellum yang berarti bulu cambuk. Jadi,

organisme yang termasuk fillum Flagellata semuanya memiliki bulu cambuk .

fillum flagellata disebut juga mastigophora (mastix : bulu cambuk dan phoros :

membawa). Flagel atau bulu cambuk selain sebagai alat gerak juga berfungsi

untuk alat peraba dan alat penangkap makanan. Flagel juga berfungsi sebagai alat

indera.

Kelompok flagellata merupakan kelompok protozoa yang unik. Beberapa

anggotanya memiliki klorofil sehingga ada yang mengelompokkannya ke dalam

alga. Berdasarkan ada tidaknya klorofil, flagellata dibagi menjadi fitoflagellata

dan zooflagellata.

Memiliki dinding tubuh yang berupa pellicle, sehingga bentuknya relatif tetap

dengan ukuran lebih kurang 0,1 mm.Memiliki inti dan pada beberapa species

memiliki kloroplas dengan klorofilnya yang berfungsi untuk fotosintesis yaitu

yang termasuk pada golongan phytonagellata.

2.1.3.3 Sporozoa

Sporozoa memiliki tubuh yang sederhana berbentuk bulat panjang dengan

sebuah nukleus.Tidak mempunyai alat gerak atau (bergerak dengan sel itu sendiri)
maupun vakuola kontraktil.Disebut Sporozoa karena dalam tahap tertentu dalam

hidupnya, dapat membentuk sejenis spora. Hampir semua anggota sporozoa

adalah parasit, sehingga makanan diambil secara langsung dari hospesnya.

Memiliki inti dan pada waktu melakukan pembelahan ganda, inti membelah

berulang-ulang, setiap inti membentuk pembungkusnya dan akhirnya dihasilkan

individu anak yang cukup banyak. Sporozoa tersebut melakukan respirasi dan

ekskresi secara difusi. Pembiakan secara vegetatif (aseksual) disebut juga

Skizogoni dan secara generatif (seksual) disebut Sporogoni.

Secara vegetatif yaitu melalui pembelahan berganda sehingga dihasilkan

banyak individu anak.Secara generatif yaitu melalui pergiliran keturunan antara

fase vegetatif pada tubuh manusia dan fase generatif pada tubuh hospes perantara

seperti Plasmodium dengan fase generative pada nyamuk Anopheles betina.

2.1.3.4 Siliata

Memiliki bentuk relative tetap dan bergerak dengan rambut getar atau disebut

cilia.Memiliki inti dan beberapa species intinya lebih dari satu, contoh

Paramecium aurelia. Hidup di tempat-tempat yang berair misal: sawah, rawa,

tanah berair dan banyak mengandung bahan organik.Bagi yang hidup bebas

terdapat vakuola kontraktil, sementara hewan parasit tidak ada.Respirasi dan

ekskresi melalui permukaan tubuh.

Pencernaan makanan secara internal pada vakuola makanan.Sedangkan cara

menangkap makanan adalah dengan cara menggetarkan rambut (silianya), maka

terjadi aliran air keluar dan masuk mulut sel.Saat itulah bersamaan dengan air

masuk bakteri bahan organik atau hewan uniseluler lainnya.


Anggota ciliata ada yang hidup bebas sepertiParamecium candatum dan

adapula yang hidup sebagai parasite seperti Nyctoterus ovalis dan Balantidium

coli.

2.1.4 Morfologi Protozoa

Gambar 2.1.4 Morfologi Protozoa

Ukuran dan bentuk protozoa sangat beragam. Beberapa berbentuk lonjong

atau membola, ada yang memanjang, ada pula yang polimorfik (mempunyai

berbagai bentuk morfologi pada tingkat-tingkat yang berbeda dalam daur

hidupnya). Beberapa protozoa berdiameter sekecil 1 mikron (µm); yang lain,

seperti Amoeba proteus, berukuran 600 µm atau lebih. Beberapa siliata yang

umum mencapai ukuran 2000 µm atau 2 mm, jadi dapat dilihat dengan mudah

tanpa perbesaran.

Ada beberapa morfologi protozoa yang diantaranya yaitu:

1. Semua protozoa memiliki vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan sebagai

pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur tekanan

osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap spesies.

2. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif atau bentuk istirahat yang disebut

dengan kista. Protozoa pada keadaan yang tidak menguntungkan dapat

membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat kista berada pada


keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah menjadi sel

vegetatifnya.

3. Pada Protozoa tidak memiliki dinding sel dan tidak mengandung selulosa atau

khitin seperti pada jamur dan algae.

4. Kebanyakan protozoa memiliki bentuk spesifik yang ditandai dengan

fleksibilitas ektoplasma yang ada dalam membran sel.

5. Beberapa jenis protozoa seperti Foraminifera memiliki kerangka luar sangat

keras yang tersusun dari Si dan Ca.

6. Beberapa jenis Protozoa seperti Difflugia dapat mengikat partikel mineral

untuk membentuk kerangka luar yang keras.

7. Beberapa jenis protozoa seperti Radiolarian dan heliozoan dapat menghasilkan

skeleton. Kerangka luar yang keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil.

8. Kerangka luar protozoa jenis Foraminifera tersusun dari CaO2 sehingga

koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat membentuk batuan kapur.

9. Protozoa merupakan sel tunggal yang dapat bergerak secara khas menggunakan

pseudopodia “kaki palsu”, flagela atau silia namun ada yang tidak bisa bergerak

aktif. Yang berdasarkan alat gerak yang dimiliki dan mekanisme gerakan inilah,

Protozoa dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelas. Protozoa yang bergerak secara

amoeboid dikelompokkan ke dalam Sarcodina yang bergerak secara amoeboid

dikelompokkan ke dalam Sarcodina yang bergerak dengan flagela dimasukkan

ke dalam Mastigophora yang bergerak dengan silia dikelompokkan ke dalam

Ciliophora dan yang tidak dapat bergerak serta merupakan parasit hewan

maupun manusia dikelompokkan ke dalam Sporozoa.


10. Pada sejak tahun 1980 Commitea on Systematics and Evolution of the Society

of Protozoologist telah mengklasifikasikan protoza menjadi 7 kelas baru yaitu

Sarcomastigophora, Ciliophora, Acetospora, Apicomplexa, Microspora,

Myxospora dan Labyrinthomorpha. Pada klasifikasi yang baru ini Sarcodina

dan Mastigophora digabung menjadi satu kelompok Sarcomastigophora dan

Sporozoa yang anggotanya sangat beragam maka dipecah lagi menjadi 5 sub

kelas.

2.1.5 Manfaat Protozoa

Dalam bidang geologi, fosil kelompok Protozoa bermanfaat untuk:

1. Menentukan umur relatif batuan sedimen.

2. Memberikan data kondisi lingkungan pada masa lampau.

3. Membantu dalam ekplorasi minyak.

4. Merekontruksi lingkungan pengendapan.

5. Membantu dalam proses penentuan stratigrafi suatu daerah.

2.2 Bryozoa

2.2.1 Filum Bryozoa

Dahulu Bryozoa dianggap sebagai tumbuhan karena bentuk dan karakteristik

dari Bryozoa menyerupai tumbuhan lumut. Namun, setelah penelitian lebih lanjut

Bryozoa merupakan koloni dari hewan kecil-kecil, seperti hamparan lumut

berbulu, menempel pada batu, benda atau tumbuhan air di perairan dangkal yang

subur dan jernih.


Bryozoa berasal dari bahasa yunani, bryon berarti lumut dan zoon berarti

hewan. Filum Bryozoa dinamakan juga Polyzoa atau Ectoprocta, berasal dari kata

ectos berarti di luar dan proctos berarti anus, maksudnya anus terletak di luar

lophophore. Lophophore ialah lipatan dinding tubuh atau calyx yang mengelilingi

mulut, dan mengandung tentakel bercilia. Bryozoa adalah hewan yang berkoloni

dan sessile. Tiap individu terbungkus oleh zooecium yaitu selubung dari khitin

atau lapisan tebal kalsium karbonat yang tertutup khitin. Bryozoa hidup di laut

dan beberapa hidup di air tawar. Beberapa jenis mengeluarkan benda berkapur

seperti batu karang.

2.2.2 Ciri-Ciri Bryozoa

Adapun penciri dari filum Bryozoa adalah sebagai berikut:

1. Hewan berkoloni.

2. Tidak bertangkai. Zooid berukuran < 0,5mm.

3. Rongga tubuh tumbuh sempurna.

4. Tidak ada sistem peredaran darah maupun organ pernafasan.

5. Terdapat saraf ganglion di antara mulut dan anus.

6. Mulut Bryozoa ditumbuhi dengan tentakel.

7. Traktus digestivus berupa saluran berbentuk U.

2.2.3 Kelas Protozoa

Berdasarkan bentuk lophophore, protozoa dibagi menjadi tiga kelas, yaitu

Phylactolaemata, Gymnolaemata, dan Stenolaemata.

2.2.3.1 Phylactoplaemata
Lophophore berbentuk tapal kuda mempunyai epistome; dinding berotot;

koloni monomorfik; terdapat di air tawar; menghasilkan statoblast; tidak ada

zooid polymorpism; tidak ada proses pengerasan asam kapur. Dalam kelas

Phylactolaemata hanya terdapat satu ordo yaitu ordo Plumatellina.

Contoh : Plumatella, lophophus crystallinus.

2.2.3.2 Gymnolaemata

Lophophore berbentuk lingkaran; epistome tidak ada; dinding tubuh tidak

berotot, koloni acapkali polimorfik; zooeica kompleks berbentuk silindris; lebih

dari 3000 spesies hidup, kebanyakan laut; banyak spesies fosil.

Dalam kelas Gymnolaemata di bagi menjadi 2 ordo yaitu:

1. Ctenostomata Zoecia seperti agar, khitin atau membran; diameter orifice sama

dengan diameter zoecium; koloni berbentuk lapisan tipis pada batu, cangkang

molusca atau ganggang. Contoh : Pladucella (di air tawar) dan Alcyonidium (di

air laut).

2. Cheilostomata Zoecia dari tanduk atau kapur, berbentuk kotak dan mempunyai

avicularia; biasanya mempunyai operkulum; bentuk koloni berumbai-umbai.

Contoh : Bugula, Membranipora.

2.2.3.3 Stenolaemata

Bentuk zoecium sepetri tabung, terbuka di bagian ujung; dinding zoecia

berkapur dan menyatu satu sama lain; orifice bundar; telur di erami dalam ovicell

yang besar; 900 spesies hidup, semua dilaut.

Dalam kelas Stenolaemata di bagi menjadi 6 ordo, yaitu:


1. Ordo Cyclosmata atau tubulipora, contoh: crissia, tubulipora.

2. Ordo Cystoporata.

3. Ordo Stomatopora.

4. Ordo Cryptostomata.

5. Ordo Treopostomata.

6. Ordo Fenestrata.

7. Ordo Cystoporata, Stomatopora dan Cryptostomata telah punah pada akhir era

Paleozoikum.

2.2.4 Morfologi Protoza

Gambar 2.2.4 Morfologi Protozoa

Bryozoa atau lumut laut adalah bintang kecil yang hidup berkoloni, masing-

masing hewan atau zooid  hidup bebas di laut dangkal secara berkoloni. Mereka

umumnya membangun kerangka yang membatu dari kalsium karbonat dan dapat

tumbuh dalam berbagai macam bentuk tubuh seperti renda (e.g. Smittina

anecdota), ranting bercabang (e.g. Malakosaria sinclarii) dan berbentuk pipih,

tipis atau berupa gundukan pada batu (e.g. Buffonellodes spA). Mempunyai

ranting dan cabang yang mirip tumbuhan.  Pada umumnya memiliki banyak
lubang-lubang kecil pada rangkanya. Lophophore ialah lipatan dinding tubuh atau

calix yang mengelilingi mulut, dan mengandung tentakel bercilia., saluran

pencernaan yang  bersilia, yang tersuspensi dalam rongga yang mendalam,

mencakup mulut dalam lingkaran berbentuk sungut, faring lebar, kerongkongan

ramping, perut luas, dan usus ramping yang dibuang melalui anus terletak di luar

lophophore tersebut.

Mereka mememakan mikroorganisme kecil dan uniseluler, termasuk alga.

Bryozoa juga memangsa bulu babi dan ikan. Hewan ini dapat ditemukan di

berbagai substrat keras termasuk batu-batuan, karang, maupun melilit pada spons.

Akan tetapi ada beberapa bryozoa yang tidak dapat tumbuh dan berkembang

disubstrat padat, melainkan membentuk koloni pada sidemen. Jika dilihat dari luar

permukaan tubuhnya banyak orang yang salah dalam membedakan antara bryozoa

dengan karang karena kesamaan permukaan tubuhnya. Di laut selatan kelompok

Bryozoa relatif terkenal.

2.2.5 Manfaat Bryozoa

Dalam bidang geologi, fosil ini kelompok filum Bryozoa dapat dimanfaatkan

untuk menganalisa kondisi laut di masa lampau. Kondisi arus laut, asupan nutrisi,

dan suhu laut, sangat mempengaruhi bentuk tubuh, ukuran, serta tingkat

kepadatan, populasi dalam filum Bryozoa semasa hidupnya.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode

Metode yang digunakan pada praktikum ini yaitu metode pendeskripsian

sampel fosil secara langsung di laboratorium.

3.2 Tahapan Praktikum

Tabel 3.2 Bagan Alur Praktikum

Adapun tahap praktikum yang dilakukan pada praktikum Protozoa dan

Bryozoa adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pendahuluan

` Pada tahapan pendahuluan, praktikan melaksanakan asistensi acara

dimana pada asistensi acara tersebut diberikan materi dasar sebagai

pengenalan awal mengenai praktikum yang akan dilasanakan. Pada tahapan

ini pula dibahas juga hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk mengikuti
praktikum tersebut seperti alat dan bahan yang digunakan serta pemberian

tugas pendahuluan.

2. Tahap Praktikum

Pada tahapan ini, praktikan melakukan respon tulis dengan diberikan

soal-soal yang berhubungan dengan materi yang akan dilaksanakan pada

praktikum tersebut untuk mengetahui bagaimana pengetahuan yang dimiliki

praktikan terhadap praktikum yang akan dilaksanakan. Setelah melakukan

respon, kegiatan praktikum dilakukan dengan melakukan pengambilan data

melalui pengamatan terhadap sampel fosil yang diberikan yang dituliskan

pada lembar kerja.

3. Analisis Data

Pada tahapan ini, praktikan melakukan analisis data yang telah diambil

pada tahapan sebelumnya yang kemudian dikembangkan untuk pembuatan

laporan sebagai hasil dari praktikum tersebut.

4. Pembuatan Laporan

Pada tahapan ini, praktikan membuat laporan penelitian dengan

berdasarkan hasil data yang telah diambil sehingga menghasilkan sebuah

laporan yang baik dan benar.

3.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai

berikut:

1. Alat tulis menulis

2. Lembar kerja praktikum


3. Sampel fosil

4. Lap kasar dan lap halus

5. HCl 0,1 M

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Nummulities millecaput BOUBEE

Gambar 4.1 Nummulities millecaput BOUBEE

Nummulities millecaput BOUBEE berasal dari filum Protozoa pada kelas

Sarcodina dalam ordo Foraminifera. Fosil ini termasuk ke dalam famili

Nummulitiesidae dan genus Nummulities.

Fosil ini terfosilkan secara mineralisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, mineral

menggantikan bagian tubuh fosil dimana ini merupakan proses pemfosilan, yakni

proses mineralisasi.

Fosil ini berbentuk Plate atau pipih dengan komposisi kimia CaCO3 karena

setelah ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan menghasilkan busa atau

gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia inilah dapat diketahui

lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di laut dangkal sekitar 50-

45 juta tahun yang lalu yaitu pada Eosen Tengah.


Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.

4.2 Odontobelus triparitus gracilis (A.)


Gambar 4.2 Odontobelus triparitus gracilis (A.)

Odontobelus triparitus gracilis (A.) berasal dari filum Protozoa pada kelas

Gymnolaemata dalam ordo Hoemosporidia. Fosil ini termasuk ke dalam famili

Odontobelusidae dan genus Odontobelus.

Fosil ini terfosilkan secara permineralisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, mineral

menggantikan sebagian tubuh fosil dimana ini merupakan proses pemfosilan,

yakni proses permineralisasi.

Fosil ini berbentuk Branching atau bercabang dengan komposisi kimia

CaCO3 karena setelah ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan

menghasilkan busa atau gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia

inilah dapat diketahui lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di

laut dangkal sekitar 195-177 juta tahun yang lalu yaitu pada Jura Bawah.
Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.


4.3 Phylloporina furcata (HCHW)

Gambar 4.3 Phylloporina furcata (HCHW)

Phylloporina furcata (HCHW) berasal dari filum Bryozoa pada kelas

Stenolaemata dalam ordo Fanestrata. Fosil ini termasuk ke dalam famili

Phylloporinamidae dan genus Phylloporina.

Fosil ini terfosilkan secara permineralisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, mineral

menggantikan sebagian tubuh fosil dimana ini merupakan proses pemfosilan,

yakni proses permineralisasi.

Fosil ini berbentuk Branching atau bercabang dengan komposisi kimia

CaCO3 karena setelah ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan

menghasilkan busa atau gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia

inilah dapat diketahui lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di

laut dangkal sekitar 500-451 juta tahun yang lalu yaitu pada Ordovisium Tengah.
Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.


4.4 Pseudohornera bifida (EICHW)

Gambar 4.4 Pseudohornera bifida (EICHW)

Pseudohornera bifida (EICHW) berasal dari filum Bryozoa pada kelas

Stenolaemata dalam ordo Phyllopori5ida. Fosil ini termasuk ke dalam famili

Pseudohorneramidae dan genus Pseudohornera.

Fosil ini terfosilkan secara permineralisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, mineral

menggantikan sebagian tubuh fosil dimana ini merupakan proses pemfosilan,

yakni proses permineralisasi.

Fosil ini berbentuk Branching atau bercabang dengan komposisi kimia

CaCO3 karena setelah ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan

menghasilkan busa atau gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia

inilah dapat diketahui lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di

laut dangkal sekitar 500-451 juta tahun yang lalu yaitu pada Ordovisium Tengah.
Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.


4.5 Fusulina alpina

Gambar 4.5 Fusulina alpina

Fusulina alpina berasal dari filum Protozoa pada kelas Sarcodina dalam ordo

Foraminifera. Fosil ini termasuk ke dalam famili Fusulinamidae dan genus

Fusulina.

Fosil ini terfosilkan secara karbonisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, bagian-bagian

tubuh fosil tergantikan oleh unsur-unsur karbon.

Fosil ini berbentuk Tabular dengan komposisi kimia CaCO3 karena setelah

ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan menghasilkan busa atau

gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia inilah dapat diketahui

lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di laut dangkal sekitar

141-101 juta tahun yang lalu yaitu pada Karbon atas.


Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.


4.6 Parafusulina japonica (GUMBEL)

Gambar 4.6 Parafsulina japonica

Parafsulina japonica berasal dari filum Protozoa pada kelas Sarcodina dalam

ordo Foraminifera. Fosil ini termasuk ke dalam famili Parafusulinamidae dan

genus Parafusulina.

Fosil ini terfosilkan secara permineralisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, bagian-bagian

tubuh fosil tergantikan oleh mineral.

Fosil ini berbentuk Globular dengan komposisi kimia CaCO3 karena setelah

ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan menghasilkan busa atau

gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia inilah dapat diketahui

lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di laut dangkal sekitar

280-252 juta tahun yang lalu yaitu pada Perem bawah.


Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.


4.7 Neoschwagerina cratiticulifera

Gambar 4.7 Neoschwagerina craticulifera (SCHWAGER)

Neoschwagerina craticulifera (SCHWAGER) berasal dari filum Protozoa

pada kelas Sarcodina dalam ordo Foraminifera. Fosil ini termasuk ke dalam

famili Neoschwagerinamidae dan genus Neoschwagerin.

Fosil ini terfosilkan secara permineralisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, mineral

menggantikan sebagian tubuh fosil dimana ini merupakan proses pemfosilan,

yakni proses permineralisasi.

Fosil ini berbentuk Globular atau bercabang dengan komposisi kimia CaCO3

karena setelah ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan menghasilkan busa

atau gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia inilah dapat diketahui

lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di laut dangkal sekitar

280-252 juta tahun yang lalu yaitu pada Perem bawah.


Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.


4.8 Hallopora rugosa (EDW&H.)

Gambar 4.8 Hallopora rugosa (EDW&H.)

Hallopora rugosa (EDW&H.) berasal dari filum Bryozoa pada kelas

Anthozoa dalam ordo Rugosa. Fosil ini termasuk ke dalam famili Halloporamidae

dan genus Hallopora.

Fosil ini terfosilkan secara mineralisasi dimana ketika organisme ini mati,

kemudian tertransportasi menuju ke daerah cekungan oleh media-media geologi

seperti air lalu terendapkan dan terakumulasikan pada cekungan yang relatif stabil

ini. Seiring berjalannya waktu, material sedimen yang menimbun akan semakin

tebal dan pendapatkan tekanan yang besar. Pada saat yang sama, mineral

menggantikan seluruh tubuh fosil dimana ini merupakan proses pemfosilan, yakni

proses mineralisasi.

Fosil ini berbentuk Branching atau bercabang dengan komposisi kimia

CaCO3 karena setelah ditetesi oleh HCl, fosil tersebut bereaksi dengan

menghasilkan busa atau gelembung-gelembung. Berdasarkan komposisi kimia

inilah dapat diketahui lingkungan pengendapan fosil ini. Fosil ini terendapkan di

laut dangkal sekitar 450-436 juta tahun yang lalu yaitu pada Ordovisium atas.
Kegunaan fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan pada masa lalu

yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur relatif batuan,

penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut diendapkan, untuk

mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui paleoklimatologi.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari rangkaian kegiatan praktikum acara II Broyozoa dan Protozoa ini, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Protozoa berasal dari kata protos yang berarti pertama dan zoon yang berarti

hewan sehingga disebut sebagai hewan pertama. Protozoa adalah hewan

bersel tunggal, berinti sejati (eukariotik) dan tidak memiliki dinding sel.

Adapun contoh fosilnya adalah Odontobelus triparitus gracilis (A.).

2. Bryozoa merupakan koloni dari hewan kecil-kecil, seperti hamparan lumut

berbulu, menempel pada batu, benda atau tumbuhan air di perairan dangkal

yang subur dan jernih. Adapun contoh fosilnya adalah Hallopora rugosa

(EDW.&H.)

3. Adapun kegunaan dari kedua fosil ini adalah sebagai bukti adanya kehidupan

pada masa lalu yakni pada zaman Eosen tengah, untuk menentukan umur

relatif batuan, penentuan lingkungan pengendapan tempat fosil tersebut

diendapkan, untuk mengetahui korelasi antarbatuan, dan mengetahui

paleoklimatologi.
DAFTAR PUSTAKA

Dosen Pendidikan 2. 2021. Protozoa di

https://www.dosenpendidikan.co.id/protozoa-adalah/ (diakses 30 Maret)

Cakrawala, Sayyidus. 2018. Protozoa dan Bryozoa.

Soetono. 2013. Geologi Dasar. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Sukandarrumidi. 2008. Paleontologi Aplikasi: Penuntun Praktis untuk Geologist

Muda. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Zuhdi, Muhammad. 2019. Buku Ajar Pengantar Geologi. Mataram: Duta Pustaka

Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai