Anda di halaman 1dari 41

STANDARISASI DAN UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL

ASETAT BUNGA ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa L.)

ABSTRAK
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang kandungan
senyawa aktif rosella berfungsi sebagai antioksidan yang baik dan dapat meredam radikal
bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil
asetat bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) dan untuk standarisasi fraksi etil asetat bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa L.).
Penelitian dilakukan secara laboratorium eksperimen, sampel diekstraksi dengan
metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dan diperoleh ekstrak kental. Ekstrak
kental digunakan sebagai antioksidan dalam pembuatan fraksi etil asetat. Selanjutnya
evaluasi fisik sedian yang meliputi uji spesifik dan non spesifik. Selanjutnya uji aktivitas
antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Radikal bebas didefinisikan sebagai atom atau molekul dengan satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil, berumur pendek, dan sangat
reaktif untuk penarikan elektron molekul lain dalam tubuh untuk mencapai stabilitas yang
menyebabkan potensi kerusakan pada biomolekul dengan merusak integritas lipid,
protein, dan DNA yang mengarah pada peningkatan stres oksidatif seperti penyakit
neurodegenerative, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, proses penuaan dini,
bahkan kanker (Phaniendra, et al., 2015). Radikal bebas yang berlebih dapat berimplikasi
pada timbulnya penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, kanker, arterosklerosis,
peradangan, serta gejala penuaan (Kusumowati et al., 2012). Radikal bebas dapat
terbentuk secara terus-menerus di dalam tubuhyaitu melalui peristiwa metabolisme sel
normal. Peningkatan produksi radikal bebas dipacu oleh kekurangan gizi, polusi udara,
sinar ultraviolet,asap rokok, lingkungan yang tercemar, dan kesalahan pola
makan(Parwata et al., 2012).
Untuk mencegah terjadinya akumulasi radikal bebas yang dapat
menyebabkan perkembangan penyakit kanker, diperlukan senyawa antioksidan untuk
menetralkan, menurunkan dan menghambat pembentukan radikal bebas baru di dalam
tubuh dengan menjadi pendonor elektron untuk radikal bebas sehingga menjadi elektron
bebas dalam radikal bebas menjadi berpasangan dan menghentikan kerusakan dalam
tubuh. Antioksidan dapat diproduksi secara endogen atau eksogen untuk membantu
menetralkan radikal bebas yang terdapat dalam tubuh. Antioksidan endogen yang
diproduksi oleh tubuh di antaranya glutation, ubiquinon, dan asam urat. Sementara
antioksidan eksogen yang bersifat lebih ringan di antaranya vitamin C, E, dan beta
karoten (Rao & Moller, 2011).
Tubuh memiliki sejumlah mekanisme untuk meredam radikal bebas dengan cara
memproduksi antioksidan. Antioksidan merupakan substansi yang dapat menghambat
atau memperlambat terjadinya kerusakan oksidatif (Mahantesh, dkk., 2012).
Antioksidan yang diproduksi dalam tubuh (endogenus) terbagi menjadi dua
yaitu antioksidan enzimatik seperti super oksida dismutase (SOD), katalase (CAT),
glutation peroksidase, glutation reduktase dan antioksidan non-enzimatik misalnya
vitamin C, vitamin E, hasil metabolisme/ metabolic antioksidan (asam lipoid, glutation,
L-arginin, koenzim Q10, melatonin, protein pengkelat logam, transferin, dan lain
sebagainya) (Pham-huy, dkk., 2008; Mahantesh, dkk., 2012).
Penggunaan tanaman obat tradisional saat ini makin meningkat, seiring dengan
meningkatnya harga obat dan efek samping penggunaan obat modern. Kepercayaan akan
manfaat tanaman obat tersebut harus didukung data ilmiah. Bagian kelopak bunga
Hibiscus sabdariffa, family Malvaceae, merupakan salah satu tanaman yang saat ini
populer digunakan masyarakat. Teh merah rosella telah terbukti memiliki khasiat untuk
pengobatan berbagai jenis penyakit, salah satunya hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Pemberian ekstrak kelopak bunga rosella yang telah distandardisasi sehingga
mengandung 9,6 mg antosianin mampu menurunkan tekanan darah tinggi yang tidak
berbeda nyata dengan pemberian captopril 50 mg/hari.
Penelitian-penelitian terkait aktivitas antioksidan bunga rosella sudah banyak
dilakukan. Nugroho (2009) melaporkan bahwa bunga rosella mempunyai kandungan
kimia antara lain antosianin, betakaroten, vitamin C, tiamin, riboflavin, flavonoid dan
niasin. Kandungan kimia yang berperan sebagai antioksidan dalam bunga rosella adalah
pigmen antisianin yang termasuk dalam golongan flavonoid (Hayati dkk., 2012).
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang sangat mudah
dijumpai di Indonesia karena termasuk dalam golongan tanaman rumahan. Kandungan
senyawa aktif rosella berfungsi sebagai antioksidan yang baik dan dapat meredam radikal
bebas (Ojeda et al., 2010).
Terdapat beberapa golongan senyawa aktif dalam rosella diantaranya asam
organik, antosianin yang tercermin dalam warna kelopak rosella, serta flavonoid.
Antosianin merupakan golongan flavonoid dengan derivatnya adalah gossypetin-8
glucoside serta gossypetin-7-glucoside yang menghasilkan pigmen warna alami pada
rosella (Da-Costa-Rocha et al., 2014).
Rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai beragam manfaat antara lain
sebagai antikanker, antihipertensi, antidiabetes, antikolesterol dan antiplasmodik, dan
antibakteri. Zat aktif yang paling berperan dalam bunga rosella meliputi gossypetin,
antosianin, dan glukosida hibisci (Moeksin dan Ronald, 2009). Warna merah pada bunga
rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) disebabkan oleh kandungan antosianin. Senyawa
antosianin merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan flavonoid. Antosianin
berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif
(Mardiah et al., 2009).
Penelitian ini mengacu pada penelitian dan pengembangan standarisasi
tumbuhan obat, dikarenakan standarisasi merupakan tahapan penting dalam melakukan
penelitian dan pengembangan obat bahan alam di Indonesia untuk menjamin mutu dan
keamanan dari sediaan obat tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan standarisasi
simplisia dan ekstrak secara kualitatif yang meliputi parameter non spesifik (susut
pengeringan, kadar abu, kadar abu tidak larut asam dan kadar air), dan parameter spesifik
ekstrak (organoleptis, pola kromatogram dan macam-macam kandungan metabolit
sekunder).
Salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang sering digunakan oleh masyarakat
Indonesia yaitu tanaman bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) suku Malvaceae.
Beberapa penelitian telah dilakukan pada tanaman bunga rosella diantranya kelopak
bunga rosella sebagai terapi alternatif yang dapat mengobati penyakit hipertensi, diabetes,
dan diuretik, bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas sebagai
antioksidan dan imunomodulator. Tanaman bunga rosella terutama bunganya dapat
digunakan sebagai imunomodulator dan untuk mengobati antikanker, antihipertensi,
antidiabetes, antikolesterol dan antiplasmodik, dan antibakteri.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaiamana menentukan standarisasi fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.)
2. Bagaiamna aktivitas antioksidan fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
L.)
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menentukan standarisasi fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
L.)
2. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus
Sabdariffa L.)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teknis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan
wawasan ilmu mengenai Standarisasi Dan Uji Antioksidan Fraksi-Fraksi Etil Asetat
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan pengembangan tanaman herbal.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dikalangan masyarakat.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang standarisasi dan uji antioksidan fraksi-fraksi etil asetat bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa L.) belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang
terkait dengan ini adalah :
Table 1. Keaslian Penelitian
No Penelitian Judul Persamaan Perbedaan
.
1. Rini Sulistyawati, Standarisasi Kualitas Fraksi Menggunakan Menggunakan
dkk (2017) Etil Asetat Daun Kelor pengujian yang sampel yang
(Moringa oleifera Lamk.) sama. berbeda.
2. Arfina Sukmawati Aktivitas Antioksidan pada Menggunakan Menggunakan
Arifin, dkk (2019) Beras Berpigmen dan pengujian yang sampel yang
Dampaknya terhadap sama. berbeda.
Kesehatan Antioxidant
Activity of Pigmented Rice
and Impact on Health
3. Fita Sari & Dyah Karakter Spesifik Dan Menggunakan Menggunakan
Aryantini (2018) Pengaruh Pemberian Oral sampel yang metode yang
Ekstrak Terpurifikasi sama dan berbeda.
Kelopak Rosella (Hibiscus pengujian yang
Sabdariffa L.) Terhadap sama.
Makroskopis Organ Hepar
Tikus Wistar
4. Yuri Pratiwi Standardisasi Parameter Menggunakan Menggunakan
Utami, dkk Spesifik Dan Non Spesifik pengujian yang sampel yang
(2016) Ekstrak Etanol Daun sama. berbeda.
Murbei (Morus alba L.) Asal
Kabupaten Soppeng Provinsi
Sulawesi Selatan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.)


a) Klasifikasi Tumbuhan Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.)

Gambar 1. Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.)


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub-kelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Familia : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa L. (BPOM RI, 2010)
b) Morfologi
1. Batang
Tanaman rosella memiliki batang yang berbentuk bulat dan berdiri tegak,
berkayu dan berwarna merah. Batang rosella ini bercabang dan berserat. Tanaman
rosella bsa tumbuh hingga mencapai ketinggian 3 sampai 5 meter dan
mengeluarkan bunga hampir sepanjang tahun.
2. Akar
Akar rosella adalah akar tunggal yang tumbuh cukup dalam
3. Daun
Daun tanaman rosella adalah daun tunggal dan berbentuk bulat oval.
Pertulangan daun rosella menjari, bagian ujung daun menumpul, tepi daun
bergerigi dan pangkal daun berlekuk. Panjang daun rosella sekitar 6 sampai 15 cm
dengan lebar 5 sampai 8 cm. tangkai daun rosella berbentuk bulat dan berwarna
hijau dengan panjang 4 sampai 7 cm.
4. Bunga
Rosella memiliki bunga yang berwarna cerah dan kelopak bunganya
berwarna merah gelap. Bunga rosella ini muncul dari ketiak daun. Bunga rosella
adalah bunga tunggal karena disetiap tangkainya hanya ada satu bunga. Bunga
rosella ini memiliki 8 sampai 11 helai kelopak yang berbulu dan panjangnya 1
cm, pangkal ini saling berlekatan dan berwarna merah.
5. Biji
Tanaman rosella memiliki biji yang bentujnya seperti ginjal dengan sudut
meruncing dan berbulu. Panjang biji ini sekitar 5 mm dan lebar 4 mm. buah
rosella berwarna hijau tua dan berdiameter sekitar 5 cm.
c) Manfaat
Rosella merah (Hibiscus Sabdariffa L.) dulu merupakan penghias pagar
rumah atau pekarangan. Saat ini lebih dari 100 variates rosella tumbuh di indonesia.
Berbagai penyakit dapat diatasi oleh herba tropis ini seperti batuk, asam urat,
kolesterol, hingga hipertensi. Selain itu rosella merah berkhasiat menangkal radikal
bebas dan sebagai penyegar. Hal ini bukan isapan jempol semata karena rosella
merah mengandung berbagai senyawa berkhasiat seperti antioksidan, asam esensial,
bata karoten, potassium, zat besi dan berbagai jenis vitamin.
B. Tinjauan Ekstrak dan Ekstraksi
1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diupkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi bahan baku yang telah dipekatkan
(Depkes, 2010).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Tiwari et al, 2011).
Adapun faktor yang mempengaruhi pada mutu ekstrak yaitu faktor biologis
dan faktor kimia (Depkes, 2010).
a. Faktor Biologi
1. Lokasi tumbuhan asal, hal ini merupakan faktor eksternal, yaitu lingkungan
(tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (temperatur,
cahaya, air)
2. Periode pemanenan hasil tumbuhan merupakan dimensi waktu dari proses
kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga menentukan senyawa
kandungan.
3. Penyimpanan bahan tumbuhan merupakan faktor eksternal yang dapat diatur
karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (botik
dan abiotik).
4. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.
b. Faktor Kimia
1. Faktor internal, meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif
dan kuantitatif senyawa aktif.
2. Faktor eksternal, meliputi metode ekstraksi, ukuran, kekerasan dan keringanan
bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat serta
kandungan pestisida.
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan ataupun hewani dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstraksi
didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut. (Depkes RI,1995).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka
larutan terpekat akan berdisifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai
terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan diluar sel.
Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel,
waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut (Depkes RI, 1995).
2. Ekstraksi
Proses ekstraksi sendiri dikelompokkan menjadi 2 metode yaitu cara panas
dan cara dingin (Hanani, 2016).
a. Cara Dingin
Metode ekstraksi dengan cara dingin merupakan metode penarikan zat
aktif dari suatu simplisia pada temperatur ruangan. Beberapa metode ekstraksi
cara dingin diantaranya:
1. Maserasi
Proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan disebut
maserasi (Hanani, 2016).
2. Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperature ruangan disebut perkolasi. Proses terdiri
dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Hanani, 2016).
b. Cara Panas
Metode ekstraksi dengan carapanas merupakan metode penarikan zat aktif
dari suatu simplisia dengan menggunakan pemanasan atau pada temperatur tinggi.
Beberapa metode ekstraksi carapanas diantaranya:
1. Refluks
Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik disebut refluks. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna (Hanani, 2016).
2. Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik disebut soxhlet
(Hanani, 2016).
3. Digesti
Maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruang, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50oC disebut digesti (Hanani, 2016).
4. Infus
Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infuse tercelup dalam penangan air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit) disebut infus (Hanani, 2016).
5. Dekokta
Infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30oC) dan temperatur sampai titik
didih air disebut dekok. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi senyawa
yang larut air dan stabil pada pemanasan (Hanani, 2016).
C. Tinjauan Mengenai Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain.
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat tergantung
pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncubeetal., 2008).
Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah,
mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa
dengan cepat (Tiwarietal.,2011). Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur
ekstraksi antara lain:
a. Air
Air adalah pelarut universal, biasanya digunakan untuk mengekstraksi Produk
tumbuhan dengan aktivitas antimikroba. Meskipun pengobatan secara tradisional
menggunakan air sebagai pelarut, tetapi ekstrak tumbuhan dari pelarut organik telah
ditemukan untuk memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten dibandingkan
dengan ekstrak air (Tiwarietal., 2011).
b. Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan. Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air, mudah
menguap dan memiliki toksisitas rendah (Tiwarietal.,2011).
c. Alkohol
Aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang lebih tinggi
pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Konsentrasi yang lebih tinggi
dari senyawa flavonoid terdeteksi dengan etanol 70% karena polaritasnya yang lebih
tinggi dari pada etanol murni (Tiwarietal., 2011).
Etanol lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak sel
untuk mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tumbuhan. Metanol lebih polar
dibanding etanol.
d. Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan n-heksan, kloroform dan metanol dengan konsentrasi aktivitas tertinggi
terdapat dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tanin dan terpenoid ditemukan
dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan pelarut semi polar
(Tiwarietal.,2011).
e. Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwarietal., 2011).
f. N-heksan
N-heksan mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatil, mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksan adalah 86, 2
gram/mol dengan titik leleh 94, 3-95, 30 C. Titik didih n-heksan pada tekanan 760
mmH gadalah 66-710 C n-heksan biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi
minyak nabati.
g. Etil Asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semi polar. Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semi polar seperti fenol dan
terpenoid (Pranotoetal., 2012).
h. Metanol
Menurut supiyanti (2010) metanol dapat mengekstrak senyawa fitokimia
dalam jumlah yang lebih banyak. Tingginya rendemen yang terdapat pada pelarut
metanol menunjukan pelarut tersebut mampu mengekstrak lebih banyak komponen
bioaktif yang memiliki sifat kepolaran yang lebih tinggi.
D. Tinjauan Standarisasi
Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter,
prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur- unsur terkait paradigma
mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standard (kimia, biologi dan
farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian
umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum dan
parameter standar spesifik. Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa
produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu
yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu (Depkes, 2000).
Mengingat obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peran penting dalam
bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia maka perlu dilakukan
upaya penetapan standar mutu dan keamanan ekstrak tanaman obat (Saifudin, 2011).
Dalam standardisasi obat herbal dapat meliputi dua aspek: (Depkes, 2000)
1. Standarisasi Parameter Spesifik
Parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek
kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas
farmakologis tertentu.
a. Identitas (parameter identitas ekstrak)
meliputi : deskripsi tata nama, nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain
tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang,
daun dsb) dan nama Indonesia tumbuhan.
b. Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal yang sederhana
se-objektif mungkin.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Yaitu melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah
larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik.
Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya
heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal
jumlah senyawa kandungan.
d. Uji kandungan kimia ekstrak
a) Pola kromatogram
Dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga memberikan pola
kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan gambaran awal
komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT/KCKT)
b) Kadar kandungan kimia tertentu
Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa
kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi
instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut.
Instrumen yang dapat digunakan adalah densitometri, kromatografi gas,
KCKT atau instrumen yang sesuai. Tujuannya memberikan data kadar
kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa yang
diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi (Depkes, 2000).
Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, votumetri,
gravimetri atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan kimia.
Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas
linearitas. Ada beberapa golongan kandungan kimia yang dapat
dikembangkan dan ditetapkan metodenya, yaitu :
1. Golongan minyak atsiri.
2. Golongan steroid
3. Golongan tannin
4. Golongan flavonoid
5. Golongan triterpenoid
6. Golongan alkakoid
7. Golongan antrakinon.
2. Aspek parameter non spesifik
Parameter non spesifik adalah segala aspek yang tidak terkait dengan aktivitas
farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan dan stabilitas
ekstrak dan sediaan yang dihasilkan
a. Susut Pengeringan Dan Bobot Jenis
- Parameter susut pengeringan, yaitu pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan yang
dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak
mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik
dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan
terbuka. Adapun tujuan menentukan susut pengeringan untuk memberikan
batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan.
- Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume pada suhu
kamar tertentu (25°C) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat
lainnya. Adapun tujuan menentukan bobot jenis ekstrak yaitu memberikan
batasan tentang besarnya masa per satuan volume yang merupakan parameter
khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang.
b. Kadar Air
Yaitu pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan
dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetrik. Adapun
tujuan menentukan kadar air untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.
c. Sisa Pelarut
Yaitu menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang memang
ditambahkan). Untuk ekstrak cair berarti kandungan pelarutnya, misalnya kadar
alkohol. Adapun tujuan menentukan sisa pelarut untuk memberikan jaminan bahwa
selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidk boleh
ada. Sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan jumlah pelarut (alkohol) sesuai
dengan yang ditetapkan.
d. Cemaran logam berat
Yaitu menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan
atom yang lebih valid. Adapun tujuan uji cemaran logam berat untuk memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (As, Pb, Cd)
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
e. Cemaran mikroba
Yaitu menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara
analisis mikrobiologis. Adapun tujuan dari uji cemaran mikroba untuk memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
f. Cemaran kapang/khamir
Yaitu menentukan adanya jamur secara mikrobiologis. Adapun uji ini
dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung semaran
jamur melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan
(Depkes, 2000).
E. Tinjauan Mengenai Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif dan radikal
bebas dalam tubuh dengan cara memberikan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas
sehingga menjadi molekul yang normal kembali dan menghentikan kerusakan yang
ditimbulkan (Sasikumar, et al., 2009). Antioksidan merupakan senyawa atau sistem yang
dapat meredam reaktivitas radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai yang dapat
merusak makromolekul dalam tubuh (Oroian & Escriche, 2015).
Antioksidan atau senyawa penangkap radikal bebas merupakan zat yang dapat
menentralkan radikal bebas atau suatu bahan yang berfungsi mencegah sistem biologi
tubuh dari efek yang merugikan yang timbul dari proses ataupun reaksi yang
menyebabkan oksidasi yang berlebihan. Reaksi oksidasi dapat memicu terbentuknya
radikal bebas yang sangat aktif yang dapat merusak struktur dan fungsi sel. Tetapi
reaktivitas radikal bebas tersebut dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang
melengkapi sistem kekebalan tubuh. Oksidasi merupakan proses alami yang dapat terjadi
suatu zat berikatan dengan oksigen (Wijayanti, 2011).
Proses oksidasi radikal bebas dapat dihambat atau dinetralkan dan dihancurkan
oleh senyawa yang tergolong antioksidan. Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat
digunakan untuk melindungi komponen biologi seperti lipida, protein, vitamin, dan DNA
yang melalui perlambatan kerusakan, ketengikan atau perubahan warna yang disebabkan
oleh oksidasi (Suryanto, 2012). Antioksidan termaksud salah satu senyawa yang
melindungi sel melawan kerusakan akibat oksigen reaktif. Ketidakseimbangan antara
antioksidan dan oksigen reaktif yang mengakibatkan stres oksidatif sehingga dapat
menimbulkan kerusakan sel (Haris, 2011).
Kebutuhan antioksidan dapat diperoleh dari senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan, diantaranya vitamin C dan E, Karotenoid (karoten dan xantofil), dan
polifenol (flavonoid, asam fenolik, lignin dan stilbenes) (Oroian & Escriche, 2015).
Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu antioksidan primer atau
alami dan antioksidan sekunder atau sintetik.
1. Antioksidan primer atau alami
Antioksidan adalah zat yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi
sehingga membentuk senyawa yang lebih stabil. Antioksidan golongan Polifenol
adalah kelompok yang paling banyak terdapat dalam buah-buahan, sayuran, tanaman
polongan, biji-bijian, teh, rempah-rempah dan anggur (Horubała 1999; Borowska,
2003). Berikut adalah pengelompokkan antioksidan primer (Hurrell, 2003).
a. Antioksidan mineral adalah kofaktor antioksidan enzim. Keberadaanya
mempengaruhi metabolisme makromolekul kompleks seperti karbohidrat.
Contoh: selenium, tembaga, besi, seng dan mangan.
b. Antioksidan vitamin , dibutuhkan untuk fungsi metabolisme tubuh. Contoh:
vitaminC, vitamin E, vitamin B.
c. Fitokimia adalah senyawa fenolik, yang bukan vitamin maupun mineral.
Senyawa yang termasuk ke dalam golongan fitokimia adalah senyawa
flavonoid. Flavonoid adalah senyawa fenolik yang memberi warna pada buah,
biji-bijian, daun, bunga dan kulit. Sebagai contoh katekin adalah senyawa
antioksidan paling aktif pada teh hijau dan hitam, karotenoid adalah zat
warna dalam buah-buahan dan sayuran, β karoten terdapat pada wortel dapat
dikonversi menjadi vitamin A, likopen banyak terdapat dalam tomat dan
zeaxantin banyak pada bayam.
2. Antioksidan Sekunder atau Sintetik
Senyawa antioksidan sintetik memiliki fungsi menangkap radikal bebas dan
menghentikan reaksi berantai (Hurrell, 2003), berikut adalah contoh antioksidan
sintetik : Butylated hydroxyl anisole (BHA), Butylated hydroxyrotoluene (BHT),
Propyl gallate (PG) dan metal chelating agent (EDTA), Tertiary butyl hydroquinone
(TBHQ), Nordihydro guaretic acid (NDGA). Antioksidan utama pada saat ini
digunakan dalam produk makanan adalah monohidroksi atau polihidroksi senyawa
fenol dengan berbagai substituen pada cincin (Hamid, A. et al, 2010).
a. Jenis Antioksidan Alam
1. Vitamin C
Kuersetin (quersetin) adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang
secara biologis sangat kuat. Bila vitamin C memmpunyai aktifitas antioksidan 1,
maka kuersetin memiliki aktifitas antioksidan 4,7. Kuersetin dipercaya dapat
melindungi tubuh dari bebebrapa jenis penyakit (Antioksidan dan Pencegahan
Kanker, 2007; Ortega, 2006).
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok antioksidan penting dan dibagi
menjadi 13 kelas, dengan lebih dari 4000 senyawa ditemukan sampai tahun
1990. Flavonoid merupakan senyawan fenol yang dimiliki oleh sebagian besar
tumbuhan hijau dan biasanya terkonsentrasi pada biji, buah, kulit buah, kulit
kayu, daun, dan bunga. Flavonoid memiliki kontribusi yang penting dalam
kesehatan manusia. disarankan agar setiap hari manusia mengkonsumsi beberapa
gram flavonoid. Flavonoid diketahui berfungsi sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik, selain itu memiliki sifat sebagai antioksidan antiinflamasi,
antialergi, dan dapat menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein)
(Rahmat, 2009).
3. Polifenol
Karakteristik antioksidan yang berasal dari bahan pangan dilihat dari
kandungan polifenol. Sampai saat ini, minat penelitian terhadap senyawa fenolik
meningkat karena kemampuan ‘scavenging’ terhadap radikal bebas. Polifenol
merupakan salah satu kelompok yang paling banyak dalam tanaman pangan,
dengan lebih dari 8000 struktur fenolik dikenal saat ini. Polifenol adalah produk
sekunder dari metabolisme tanaman. Senyawa antioksidan alami polifenol
adalah multi fungsional, dapat berfungsi sebagai (Aulia, 2009):
a. Pereduksi atau donor electron
b. Penangkap radikal bebas,
c. Pengkelat logam, dan
d. Peredam terbentuknya singlet oksigen
Sedangkan senyawa fenolik yaitu senyawa yang sekurang-kurangnya
memiliki satu gugus fenol. Terkait dengan senyawa fenolik, serimg kali terjadi
keracuan pada pengertian istilah “polifenol”. Istilah polifenol kadang disalah
artikan sebagai bentuk polimerisasi senywa fenolik, padahal polifenol hanya
merupakan satu senyawa yang memiliki lebih dari satu gugus fenol (Vermmeris
dan Nicholson 2006).
4. Vitamin E
Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki
sifat antioksidan, diantara vitamin E, yang paling banyak dipelajari adalah β
tokoferol karena memiliki ketersediaan hayati yang tinggi (Herrera dan Barbas,
2001). Tokoferol dapat melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas
padareaksi rantai peroksidasi lipid. Tokoferol dapat menghambat radikal bebas
dan mencegah tahap reaksi propagasi. Reaksi ini menghasilkan radikal
tokoferosil yang dapat diubah kembali ke bentuk kurang aktif melalui pemberian
elektron dari antioksidan lainnya, seperti askorbat dan retinol.
b. Uji Aktivitas Antioksidan
Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada beberapa cara, yaitu:
(1). BCB Method (β-Carotene Bleaching Method) atau Metode Pemutihan β-
karoten, (2). DPPH (1,1-difenil-2-picrylhydrazil) Radical Scavenging Method
(Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH), (3). Thiobarbituric AcidReactive
Substance (TBARS) Assay, (4). ORAC Assay (Oxygen-Radical Absorbance
Capacity), (5). CUPRAC Assay (Cupric Reducing Antioxidant Capacity), (6).
FRAP Assay (Ferric Reducing Antioxidant Power), (7). Determination of
Conjugated Dienes, (8). Determination of Lipid Hydroperoxides (De la Rosa,
2010).
Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH.
Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat dan mudah untuk
penapisan aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini
terbukti akurat, efektif dan praktis (Molyneux, 2003).
Pelarut yang digunakan dalam metode DPPH akan bekerja dengan baik
bila menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak akan
mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH
sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).
c. Mekanisme Kerja Antioksidan
Antioksidan bekerja melindungi sel dan jaringan sasaran dengan cara
sebagai berikut (Ariviani, S., 2010):
1. Memusnahkan (scavenge) radikal bebas secara enzimatik atau dengan reaksi
kimia langsung.
2. Mengurangi pembentukan radikal bebas.
3. Mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif
(transferin, albumin).
4. Memperbaiki kerusakan sasaran.
5. Menghancurkan molekul yang rusak dan menggantinya dengan yang baruTubuh
sendiri membuat tiga jenis antioksidan yakni antioksidan primer
(superoxodedismutase (SOD), glutathion peroxidase (GPx), dan protein
pengikat, ferritin, ceruloplasmin). Tugasnya mencegah pembentukan radikal
bebas baru dan mengubah radikal bebas menjadi bahan yang tidak berbahaya
lagi. Ada juga antioksidan jenis sekunder. Ini berasal dari vitamin C, vitamin E
dan betakaroten. Jenis antioksidan ini bertugas menangkap radikal bebas dan
mencegah reaksi berantai yang akan merusak tubuh. Sedangkan antioksidan
jenis tersier (DNA-repair enzyme; methionin sulfoxidereductase) bertugas
memperbaiki kerusakan tubuh yang timbul akibat radikal bebas.
F. Tinjauan Mengenai Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom molekul yang mempunyai elektron tidak
berpasangan. Elektron tidak berpasangan tersebut menyebabkan radikal bebas sangat
reaktif yang kemudian akan menangkap atau mengambil elektron dari senyawa lain seperti
protein, lipid, karbohidrat, dan DNA untuk menentralkan diri. Radikal bebas dapat masuk
kedalam tubuh dan menyerang sel-sel tersebut kehilangan fungsi dan strukturnya.
Akumulasi dari kerusakan tersebut berkontribusi terhadap beberapa penyakit dan penyebab
kondisi yang biasa disebut sebagai penuaan dini (Liochev, 2013).
Radikal ini cenderung mengadakan reaksi berantai yang apabila terjadi didalam
tubuh akan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang berlanjut dan terus-menerus.
Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan endogen terhadap serangan radikal bebas
terutama terjadi melalui peristiwa metabolisme sel normal dan inflamasi. Jumlah radikal
bebas dapat mengalami peningkatan yang diakibatkan faktor stress, radiasi, asap rokok dan
polusi lingkungan menyebabkan sistem pertahan tubuh yang tidak memadai, sehingga
tubuh memerlukan tambahan antioksidan dari luar yang dapat melindungi dari serangan
radikal bebas (Sri, 2011).
Radikal bebas dalam tubuh bersifat sangat reaktif dan akan berinteraksi secara
destruktif melalui reaksi oksidasi dengan bagian tubuh maupun sel-sel tertentu yang
tersusun atas lemak, protein, karbohidrat, DNA, dan RNA sehingga memicu berbagai
penyakit seperti jantung koroner, penuaan dini dan kanker. Oleh sebab itu dibutuhkan
antioksidan untuk mengatasi radikal bebas (Reynertson, 2007). Reaksi oksidasi berlebihan
yang terjadi didalam tubuh dapat memicu terbentuknya radiakal bebas. Radikal bebas
merupakan suatu senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan, sehingga tidak stabil.
Untuk mencapai kestabilan, elektron tidak berpasangan akan mencari pasangan elektron
disekitarnya. Radikal bebas dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lipid, DNA dan
dapat memicu penyakit degeneratif (Uppu, dkk., 2010).
Proksidasi lipid di membran sel dapat merusak membran sel dengan mengganggu
fluiditas dan permeabilitas. Proksidasi juga dapat mempengaruhi fungsi protein membran
terikat seperti enzim dan reseptor. Kerusakan langsung pada protein dapat disebabkan oleh
radikal bebas yang dapat mempengaruhi berbagai jenis protein, mengganggu aktivitas
enzim dan fungsi protein stuktual (Sarma et al, 2010). Senyawa antioksidan dapat
merendam radikal bebas dan menghambat reaksi oksidatif, sehingga kerusakan sel akibat
radikal bebas dapat dicegah (Ou, Huang, dkk., 2002).
Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh serangan radikal bebas antara lain
(Reynertson, 2007) :
1. Membran sel
Terutama komponen penyusun membran berupa asam lemak tak jenuh yang
merupakan bagian dari fosfolipid dan mungkin juga protein. Perusakan bagian dalam
pembuluh darah akan mempermudah pengendapan berbagai zat pada bagian yang rusak
tersebut, termasuk kolesterol, sehingga timbul atherosklerosis. Serangan radikal
hidroksil pada asam lemak tak jenuh dimulai dengan interaksi oksigen pada rangkaian
karbon pada posisi tak jenuh sehingga terbentuk lipid hidroperoksida, yang selanjutnya
merusak bagian sel di mana hidroperoksida ini berada.
2. Kerusakan protein
Terjadinya kerusakan protein termasuk oksidasi protein akan mengakibatkan
kerusakan jaringan tempat protein itu berada sebagai contoh kerusakan protein pada
lensa mata mengakibatkan terjadinya katarak.
3. Kerusakan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
Radikal bebas hanya salah satu dari banyak faktor yang menyebabkan kerusakan
DNA. Penyebab lain misalnya virus, radiasi dan zat kimia karsinogen. Sebagai akibat
kerusakan DNA ini dapat timbul penyakit kanker. Kerusakan dapat berupa kerusakan
awal, fase transisi dan permanen.
4. Kerusakan lipid peroksida
Lipida dianggap molekul yang paling sensitif terhadap serangan radikal bebas
sehingga terbentuk lipid peroksida. Terbentuknya lipid peroksida yang selanjutnya
dapat menyebabkan kerusakan lain dianggap salah satu penyebab pula terjadinya
berbagai penyakit degeneratif.
5. Dapat menimbulkan autoimun
Autoimun adalah terbentuknya antibodi terhadap suatu sel tubuh biasa. Pada
keadaan normal antibodi hanya terbentuk bila ada antigen yang masuk dalam tubuh.
Adanya antibodi untuk sel tubuh biasa dapat merusak jaringan tubuh dan sangat
berbahaya.
6. Proses penuaan
Secara teori radikal bebas dapat dipunahkan oleh berbagai antioksidan, tetapi
tidak pernah mencapai 100%. Karena itu secara pelan dan pasti terjadi kerusakan
jaringan oleh radikal bebas yang tidak terpunahkan. Kerusakan jaringan secara pelan ini
merupakan prosesterjadinya ketuaan. Yang ingin awet muda perlu banyak
mengkonsumsi zat gizi yang dapat memunahkan radikal bebas.
Sebab-sebab yang dapat meningkatkan atau memicu pembentukan radikal bebas:
1. Penyebab dari dalam tubuh
a. Proses oksidasi yang berlebihan
b. Proses olahraga yang berlebihan yang mana dapat menghasilkan radiakal bebas
tambahan sesuai dengan bertambahnya kebutuhan energi dan pembakaran biokimia
dalam tubuh.
c. Proses peradangan akibat menderita sakit kronik atau tumor/kanker. Radikal bebas
aktif diproduksi dari luka atau otot yang digunakan secara berlebihan.

d. Dalam keadaan stress psikologis yang terus menerus mengakibatkan produksi radikal
bebas yang berlebihan. Karena itu banyak studi yang mengaitkan serangan jantung
dan kanker.
2. Penyebab dari luar tubuh
a. Menghirup asap rokok
Radikal bebas dari asap rokok masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernapasan. Molekul oksigen yang tidak stabil dapat langsung merusak jaringan paru
atau memicu lepasnya spesies oksigen reaktif dalam sel-sel tubuh termasuk sel darah
putih.
b. Menghirup udara/lingkungan tercemar
Sama seperti rokok udara yang begitu terpolusi dan tercemar akibat buangan
kendaraan bermotor, hasil pabrik dan pembakaran sampah bisa masuk melalui paru
manusia dan radikal bebas tersebut merusak sel-sel tubuh dengan cara menembus
membran sel.
c. Radiasi matahari/kosmis
Sinar ultaviolet yang kuat ini dipancarkan matahari dan dapat merusak sel.
d. Radiasi foto terapi (penyinaran)
Sinar X atau radio isotop merupakan radikal bebas yang sangat kuat.
e. Konsumsi obat-obatan termasuk kemoterapi
Obat- obatan termasuk obat antikanker, selain menyerang sel-sel kanker, obat
tersebut juga merupakan radikal bebas bagi sel-sel normal lainnya.
f. Pestisida dan zat kimia pencemaran lain
Masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang terpapar dengan
pestisida atau zat kimia pencemaran lainnya. Keadaan ini terus menerus berlangsung
di saluran cerna.
G. Tinjauan Mengenai Metode Dpph (1,1-diphenyl-2- pikrilhydrazil)
Metode Dpph (1,1-diphenyl-2- pikrilhydrazil) merupakan metode analisis
kapasitas antioksidan yang sederhana menggunakan senyawa pendeteksi yaitu Dpph (1,1-
diphenyl-2- pikrilhydrazil). Senyawa DPPH adalah senyawa radikal bebas stabil yang
dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu senyawa antioksidan
membentuk DPPH tereduksi (Kubo, dkk., 2002). Kestabilan radikal DPPH disebabkan
oleh adanya delokalisasi pasangan elektron secara menyeluruh (Sulistiyowati, dkk., 2013).
Metode peredaman radikal bebas DPPH didasarkan pada reduksi dari larutan
metanol radikal bebas. Ketika larutan DPPH yang berwarna ungu bertemu dengan bahan
pendonor elektron maka DPPH akan tereduksi, menyebabkan warna ungu akan memudar
dan digantikan warna kuning yang berasal dari gugus pikril (Prayoga, 2013).
Radikal DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm
dengan warna violet gelap. DPPH dapat memberikan serapan karena memiliki gugus
kromofor dan auksokrom pada struktur kimianya dan dengan adanya delokalisasi elektron
pada DPPH akan memberikan warna violet (Dehpour, dkk., 2009).
Penangkapan radikal bebas oleh senyawa antioksidan menyebabkan elektron
pada radikal DPPH menjadi berpasangan sehingga terjadi penghilangan warna yang
sebanding dengan jumlah elektron yang diambil. Adanya senyawa antioksidan
menyebabkan perubahan warna larutan DPPH dari warna ungu gelap menjadi warna
kuning (Dehpour et al., 2009). Dan semakin kuat senyawa antioksidan untuk menangkal
radikal DPPH, makin pudar warna yang teramati (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin
Gambar 3: Stuktur Reaksi Radikal DPPH dengan Antioksida
(Talapessy, et al., 2013).
Parameter untuk menunjukkan aktivitas antioksidan suatu senyawa adalah
harga efficient concentration (EC50) atau harga Inhibition Concentration (IC50) yaitu
konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan
karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan
50% (Molyneux, 2004). Makin kecil harga IC50 menunjukkan makin besarnya
kemampuan antioksidan suatu senyawa yang digunakan  (Kristina,dkk. 2012).
Menurut (Blois  cit., dkk., 2014) tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji mengg
u-nakan metode Dpph (1,1-diphenyl-2- pikrilhydrazil) dapat digolongkan menurut nilai
IC50.
Tabel 2. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH
Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 µg/mL
Kuat 50-100 µg/mL
Sedang 101-150 µg/mL
Lemah > 150 µg/mL

Kelebihan dari metode DPPH ini adalah teknis simple karena dapat dikerjakan
dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-Vis. Kelemahannya adalah
radikal DPPH hanya dapat dilarutkan dalam pelarut organik (terutama alkohol). Penentuan
aktivitas antioksidan berdasarkan perubahan absorbansi DPPH harus diperhatikan karena
absorbansi radikal DPPH setelah bereaksi dengan antioksidan dapat berkurang oleh
cahaya, oksigen dan tipe pelarut. Terjadi pengurangan kapasitas antioksidan ketika kadar
air pelarut melebihi batas tertentu dikarenakan terkoagulasinya DPPH (Karadag dan Saner,
2009, Molyneux, 2004).
H. Tinjauan Mengenai Spektrofotometer UV–Vis
Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis yang berdasarkan pada
hasil interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Interaksi tersebut akan
menghasilkan peristiwa berupa hamburan, serapan dan emisi (Sukmawati, 2010).
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan
absorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang mengandung
kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya. Dan jika panjang gelombang yang
digunakan adalah gelombang cahaya tambak, maka disebut kolimetri karena memberikan
warna. Selain gelombang cahaya tambak spektrofotometri juga menggunakan panjang
gelombang pada gelombang ultraviolet dan inframerah.
Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh larutan
sebanding dengan konsentrasi kontaminasi dalam larutan. Prinsip ini biasanya dijabarkan
rumus Hukum Lambert- beer, yang menghubungkan antara absorbansi cahaya dengan
konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi (Lestari, 2010).
Spektrum UV–Vis merupakan hasil interaksi radiasi UV-Vis terhadap molekul
yang mengakibatkan molekul mengalami transisi elektronik, sehingga disebut spektrum
elektronik. Hal ini didapat karena adanya gugus berikatan rangkap atau terkonyugasi yang
mangabsorbsi radiasi elektromagnetik didaerah UV-Vis (Sukmawati, 2010). Adapun
komponen dari spektrofotometri UV-Vis yaitu : (Sukmawati, 2010)
1. Sumber radiasi
Beberapa sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometer adalah lampu
deuterium, lampu tungstein, dan lampu merkuri. Sumber-sumber radiasi ultra
lembayung yang kebanyakan dipakai adalah lampu hydrogen dan lampu deuterium
(D2). Disamping itu sebagai sumber radiasi ultra lembayung yang lain adalah lampu
xenon. Kejelekannya lampu xenon tidak memberikan radiasi yang stabil seperti lampu
deuterium. Lampu deuterium dapat diapakai pada panjang gelombang 180 nm sampai
370 nm ( daerah ultra lembayung dekat ).Lampu tungstein merupakan campuran dari
filament tungstein gas iodine (halogen), oleh sebab itu sebagai lampu tungstein-iodin
pada panjang spektrofotometer sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar
tampak dengan rentangan panjang gelombang 380-900 nm. Lampu merkuri adalah
suatu lampu yang mengandung uap merkuri tekanan rendah dan biasanya dipakai untuk
mengecek, mengkalibrasi panjang gelombang pada spektrofotometer pada daerah ultra
lembayung khususnya daerah disekitar panjang gelombang 365 nm dan sekaligus
mengecek resolusi monokromator.
2. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari
sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator pada
spektrofotometer biasanya terdiri dari susunan meliputi celah (slit) masuk-filter-
prisma-kisi(grating)-celah keluar.
a. Celah (slit)
Celah monokromator adalah bagian yang pertama dan terakhir dari suatu
sistem optik monokromator pada spektrofotometer. Celah monokromator
berperan penting dalam hal terbentuknya radiasi monokromatis dan resolusi
panjang gelombang.
b. Filter optic
Cahaya tampak yang merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang 380-780 nm merupakan cahaya putih yang merupakan campuran
cahaya dengan berbagai macam panjang gelombang. Filter optik berfungsi untuk
menyerap warna komplomenter sehingga cahaya tampak yang diteruskan
merupakan cahaya yang berwarna sesuai dengan warna filter optik yang
dipakai.Filter optik yang sederhana dan banyak dipakai terdiri dari kaca yang
berwarna. Dengan adanya filter optik sebagai bagian monokromator akan
dihasilkan pita cahaya yang sangat sempit sehingga kepekaan analisisnya lebih
tinggi. Dan lebih dari itu akan didapatkan cahaya hampir monokromatis
sehingga akan mengikuti hukum Lamber-Beer pada analisis kuantitatif.
c. Prisma dan Kisi (grating)
Prisma dan kisi merupakan bagian monokromator yang terpenting.
Prisma dan kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar
mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
3. Sel / Kuvet
Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang dianalisis. Kuvet ini bentuk
biasanya terbuat dari quarts atau leburan silika dan ada yang dari gelas dengan bentuk
tabung empat persegi panjang 1x1 cm, dengan tinggi kurang lebih 5 cm. Pada
pengukuran di daerah ultra lembayung dipakai quarts atau leburan silika, sedang kuvet
dari gelas tidak dipakai, sebab gelas mengabsorpsi sinar ultra lembayung.
4. Detektor
Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer yang penting oleh
sebab itu detektor akan menentukan kualitas dari spektrofotometer adalah merubah
signal elektronik.
5. Amplifier
Samplifier dibutuhkan pada saat sinyal listrik elekronik yang dilahirkan setelah
melewati detektor untuk menguatkan karena penguatdengan resistensi masukan yang
tinggi sehingga rangkaian detektor tidak terserap habis yang menyebabkan keluaran
yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh suatu alat pengukur.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium.
Penelitian ini bertujuan untuk penentuan standarisasi fraksi etil asetat bunga rosella
(Hibiscus Sabdariffa L) dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Fitokimia STIKES Mandala Waluya
dan laboratorium farmasi UHO.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan setelah proposal ini disetujui.
C. Alat dan Bahan Yang Digunakan
1. Alat
Alat yang digunakan antara lain: Batang pengaduk, cawan porselen,corong,
erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, hot plate, magnetik stirrer, mikro pipet, rotary
evaporator, sendok tanduk, labu ukur, penjepit tabung, pemanas listrik,
tissue,inkubator, spektrofotometer UV-vis (Labomed), timbangan analitik, vortex,
dan wadah maserasi.
2. Bahan
Bahan yang digunakan antara lain: Eksrak kancing ungu, aguadest, etanol
96%, asam askorbat, aluminium klorida, kuersetin, metanol, natrium asetat,
aluminium foil, kertas saring, kertas perkamen, 2,2- diphenyl-1-picrylhydrazyl
(DPPH), dan Vitamin C sebagai antioksidan.
D. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L) yang diambil dari UPT. LABORATORIUM MATERIA MEDIKA
BATU JL. Lahor No. 87 Batu. Tanaman bunga rosella dipanen pada 7-8 bulan.

2. Determinasi Sampel
Bungan rosella (Hibiscus Sabdariffa L) dideterminasi di pusat penelitian ITB
(Institut Teknologi Bandung) Bandung, Jawa Barat.
3. Sortasi dan Pengeringan Bunga Rosella
Bunga yang telah dipanen disortasi antara ranting dan daunnya, bagian
tumbuhan yang dipakai hanyalah bagian bunganya saja. Bunga yang telah disortasi
dikeringkan pada lemari pengering selama ± 1 hari
4. Ekstraksi Serbuk.
Serbuk kering diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut
etanol 96%. Proses ekstraksi dilakukan selama 3 hari dengan remaserasi pada hari ke-
4. Setelah didapatkan ekstrak cair maka dapat dilakukan pemekatan ekstrak
menggunakan rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental
yang didapat difraksinasi dengan n-heksana dan fraksi tidak larut n-heksana
dimurnikan dengan etil asetat dan diperoleh fraksi etil aseat. Fraksi etil asetat akan
digunakan untuk dilakukan uji parameter spesifik dan non spesifik.
5. Pemisahan Glikosida
Glikosida yang terdapat dalam ekstrak dipisahkan dengan menambahkan etil
asetat menggunakan perbandingan 1:1 terhadap ekstrak etanol dan diaduk. Endapan
yang merupakan glikosida dipisahkan dari filtratnya. Fasa etil asetat bebas glikosida
dipekatkan dengan Rotary Evaporator sehinggah diperoleh ekstrak EtOAc.
6. Fraksinasi
Ekstrak EtOAc dilakukan analisis dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis (KLT) untuk mengetahui pola pemisahan dari setiap fraksi yang telah dilakukan
pemisahan menggunakan eluen CHCl3 : MeOH (9:1).
Ekstrak EtOAc dilakukan proses pemisahan dengan menggunakan eluen n-
heksan : EtOAc dengan perbandingan berturut-turut 7:3 (4 kali), 6:4 (4 kali), 5:5 (4
kali), 2:8 (2 kali), EtOAc 100% (2 kali), dan MeOH 100% (2 kali). Pada pemiahan
dengan KCV di peroleh 7 fraksi, yaitu (A-G) dan dianalisis pola pemisahannya
dengan KLT menggunakan eluen n-heksan : EtOAc (3:7).

7. Pengujian Parameter Spesifik


1. Uji Identitas Ekstrak secara Organoleptik.
Uji ini dilakukan sebagai pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif
mungkin. Uji dilakukan dengan menggunakan panca indera meliputi pengenalan
bentuk, bau, rasa dan warna dari ekstrak.
2. Skrining fitokimia
Meliputi pemeriksaan polifenol, flavonoid, alkaloid, dan saponin
a. Identifikasi alkaloid
Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditetesi dengan
HCl 2 N, lalu dibagi dalam beberapa tabung reaksi. Tiap tabung ditambahkan
dengan masingmasing pereaksi. Pada penambahan pereaksi mayer, positif
mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih atau kuning. Pada
penambahan pereaksi wagner, positif mengandung alkaloid jika terbentuk
endapan coklat. Pada penambahan pereaksi Dragendrof, positif mengandung
alkaloid jika terbentuk endapan jingga.
b. Identifikasi flavonoid
Fraksi 0,5 gram dalam cawan ditambahkan 2 ml etanol 70% dan
diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes HCl pekat.
Terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan adanya flavon, dan
merah padam sampai merah keunguan menunjukkan flavanon.
c. Identifikasi saponin
Fraksi sebanyak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml
etanol 70% diaduk dan ditambahkan 20 ml aquadest dikocok dan didiamkan
15-20 menit. Adanya busa stabil dengan tinggi lebih dari 2 cm menunjukkan
positif saponin.
d. Identifikasi Terpenoid dan steroid
Ekstrak dimasukkan sedikit dalam tabung reaksi kecil, lalu dikocok
dengan sedikit eter. Lapisan eter diambil lalu diteteskan pada plat tetes, dan
dibiarkan sampai kering. Setelah kering, ditambahakan 2 tetes asam asetat
anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna orange,
merah atau kuning, berarti positif terpenoid. Tetapi apabila terbentuk warna
hijau berarti positif steroid.
e. Identifikasi Tanin
Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
dikocok dengan air panas hingga homogeny setelah itu ditambahkan FeCl 3,
jika menghasilkan biru karakterisitik biru-hitam, berarti mengandung tannin
pirogalol. Sedangkan untuk tanin katekol dianggap positif jika pada
penambahan larutan FeCl3 maka akan berwarna hijau atau biru-hijau dan
endapan.
f. Identifikasi Polifenol
Sejumlah ekstrak metanol bunga Rosella dari masing-masing tempat
tumbuh ditambah dengan pereaksi FeCl3 sebanyak 3 tetes. Terjadinya warna
hijau biru menunjukkan adanya polifenol.
g. Pola kromatogram (KLT)
Lima gram ekstrak etanol daun murbei difraksinasi berturut-turut
dengan pelarut yang memiliki rentang kepolaran berbeda (n-heksan, etil
asetat, dan air) menggunakan corong pisah. Hasil fraksi diuapkan kemudian
ditotolkan pada lempeng silika, selanjutnya dielusi dengan fase gerak yang
cocok dengan perbandingan tertentu. Hasil penampakan noda dapat dilihat
melalui lampu UV 254 nm, 366 nm dan juga dapat menggunakan pereaksi
semprot kemudian dihitung nilai Rf.
8. Penguuji Parameter Non Spesifik
a. Penetapan Susut Pengeringan
Ditimbang ekstrak sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam kurs porselin
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan
telah ditera. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam kurs porselin, dengan
menggoyangkan kurs hingga membentuk lapisan setebal 5–10 mm. Masukkan
kedalam oven, buka tutupnya, keringkan pada suhu 1050C hingga bobot tetap.
Dinginkan dalam eksikator. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali kemudian dihitung
persentasenya.

b. Kadar Air
Fraksi ditimbang 5 gram dimasukkan ke labu kering. Sebanyak 200 ml
toluen jenuh air dimasukkan ke dalam labu, pasang rangkaian alat. Toluen jenuh
dimasukkan ke dalam tabung penerima melalui pendingin sampai leher alat
penampung. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih
kecepatan penyulingan diatur 2 tetes per detik, kemudian dinaikkan hingga 4 tetes
per detik. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima didinginkan
sampai suhu ruang. Volume air dibaca setelah air dan toluene memisah sempurna.
c. Kadar Abu Total
Ditimbang dengan seksama ± 3 g fraksi. Dimasukkan pada krus silika
yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditara, kemudian ratakan. Secara perlahan
dipijarkan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang. Jika arang
tidak habis, maka dapat ditambahkan air panas dan dilakukan penyaringan dengan
kertas saring bebas abu. Sisa kertas dan kertas saring dipijarkan pada krus yang
sama. Dimasukkan filtrate ke dalam krus dan diuapkan. Dilakukan pemijaran
kembali hingga bobot tetap, selanjutnya ditimbang dan dihitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
d. Bobot Jenis
Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstrak 5%
dalam pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer kering,
bersih dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air
yang baru didihkan pada suhu 250C, lalu dimasukkan kedalam piknometer yang
telah diisi hingga suhu 250C.
e. Cemaran Mikroba (Angka Lempeng Total)
Larutan pengencer dibuat dengan melarutkan 0,9 g NaCl ke dalam 100 mL
air. 5 buah tabung reaksi disiapkan untuk masing-masing dituangkan 9 mL NaCl
0,9%. Tabung tersebut dihornogenisasi sebanyak 10 mL atau pengenceran 10-1.
Dari hasil hornogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran 10-1
sebanyak 1 mL ke dalam tabung yang berisi pengencer NaCl 0,9% pertama
hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok hingga homogen. Pengenceran
berikutnya dibuat hingga 10-3. Setelah proses sterilisasi, media agar PCA
dituangan ke dalam 11 cawan petri masing-masing sebanyak 20 mL. segera
cawan petri digoyang dan diputar hingga suspense tersebar secara merata. Dari 11
cawan petri ini satu cawan digunakan sebagai control dan sepuluh lainnya
digunakan sebagai perlakuan yang dituangkan masingmasing 1mL dari tiap-tiap
pengenceran. Jika media telah memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37 0C
selama 24 jam dengan posisi cawan terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati
dan dihitung.
f. Cemaran Kapang dan Khamir
Disiapkan 3 tabung reaksi yang telah diisi 9 mL pengencer NaCl 0,9%.
Dilakukan homogenisasi dan pengenceran hingga 10-3. Diambil 0,5 mL dari tiap-
tiap pengenceran dan dituang pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Segera
digoyang dan diputar agar media tersebar rata. Dibiarkan memadat selanjutnya
diinkubasi pada suhu 20-250C selama 5-7 hari. Koloni ragi dibedakan karena
bentuknya bulat kecil-kecil menyerupai bakteri. Lempeng yang diamati adalah
yang mengandung 40-60 koloni kapang / khamir.
g. Angka Lempengan Total (ALT)
Dipipet 1 ml dari tiap pengenceran ke dalam cawan petri yang steril
(duplo), dengan menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk tiap
pengenceran. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15 ml media Nutrient Agar
yang telah dicairkan kemudian cawan petri digoyang agar suspensi tercampur
rata. Kemudian dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri memadat. Cawan
petri dengan posisi terbalik kemudian dimasukkan ke dalam lemari inkubator
suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian diamati dan dihitung jumlah koloni yang
tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Dilakukan replikasi sebanyak
tiga kali.
9. Pengujian Akitivitas Antioksidan Metode DPPH
a. Pembuatan larutan DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil)
Ditimbang DPPH sebanyak 5 mg lalu dilarutkan dengan metanol dalam
labu ukur hingga volumenya cukup 50 ml, hingga diperoleh konsentrasi 100
mg/L.

b. Pembuatan larutan pembanding vitamin C


1. Larutan induk (100 ppm)
5 mg vitamin C dilarutkan dalam 50 ml methanol, sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 100 mg/L = 100 ppm.
2. Larutan seri dalam 10 ml
a) 6,25 ppm
Dipipet 1 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur 10
ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
b) 12,5 ppm
Dipipet 0,75 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur
10 ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
c) 25 ppm
Dipipet 0,5 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur
10 ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
d) 50 ppm
Dipipet 0,25 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur
10 ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
c. Pembuatan larutan uji ekstrak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L)
1. Larutan induk (1000 ppm)
50 mg ekstrak dilarutkan dalam 50 ml methanol, sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 1000 mg/L = 1000 ppm.
2. Larutan seri dalam 100 ml
a) 12,5 ppm
Dipipet 10 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur
100 ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
b) 25 ppm
Dipipet 7,5 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur
100 ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
c) 50 ppm
Dipipet 5 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur 100
ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
d) 100 ppm
Dipipet 2,5 ml dari larutan induk, dimasukkan kedalam labu ukur
100 ml, volume dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas.
3. Pembuatan larutan Blanko
Larutan blanko dibuat dengan cara dipipet 1 ml larutan DPPH
konsentrasi 100 mg/L dan 3 ml metanol yang kemudian dimasukkan kedalam
tabung reaksi lalu di kocok dan di inkubasi selama 30 menit dengan suhu 300C.
4. Penentuan panjang gelombang maksimum
Penentuan panjang gelombang dengan menambahkan 2 ml larutan
DPPH dan 2 ml metanol kedalam tabung reaksi yang kemudian dihomogenkan
dan di inkubasi selama 30 menit dengan suhu 370C. Ukur absorbansinya
dengan spektrofotometri UV-Vis yang telah di atur panjang gelombangnya dari
400-600 nm.
5. Pengujian larutan pembanding Vitamin C
Larutan uji dibuat dengan cara diambil 1 ml dari masing-masing
konsentrasi dan ditambahkan 1 ml larutan DPPH konsentrasi 100 mg/L dan 2
ml methanol yang kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi di inkubasi
selama 30 menit dengan suhu 370C. Selanjutnya diukur absorbansinya dengan
panjang gelombang 517 nm.
6. Pengujian larutan uji ekstrak bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L)
Larutan uji dibuat dengan cara diambil 2 ml dari masing-masing
konsentrasi dan ditambahkan 1 ml larutan DPPH kosentrasi 0,2 mm yang
kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu di inkubasi selama 30 menit
dengan suhu 370C. Selanjutnya diukur absorbansi dengan panjang gelombang
517 nm.
Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan ekstrak
tersebut dihitung sebagai persen inhibisi (% inhibisi) dengan rumus sebagai
berikut :
Absorbansi blanko−absorbansi sampel
% Inhibisi = x 100%
Absorbansiblanko
Selanjutnya hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi
dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai sumbu X dan nilai % inhibisi
(antioksidan) sebagai sumbu Y.
Dari persamaan Y = bX + a dapat dihitung nilai IC50 dengan

50−a
menggunakan rumus : IC50 =
b
10. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksaan kegiaatan ini rencanakan berlangsung selama kurang lebih 4
bulan. Rincian waktu pelaksanaan kegiatan disajikan sebagai berikut :
No Kegiatan Penelitian Bulan
. 1 2 3 4
1. Pengambilan Sampel
2. Ekstraksi Sampel
3. Penyiapan Bahan Pengujian
4. Pengujian Antioksidan
5. Pengujian Standarisasi

DAFTAR PUSTAKA
Ariviani S. 2010. “Total Antosianin Ekstrak Buah Salam dan Korelasinya dengan Kapasitas
Anti Peroksidasi pada Sistem Linoelat”. Jurnal Agrointek. Vol4. No 2. Hal : 121-
127.
Da-Costa-Rocha, I., Bonnlaender, B., Sievers, H., Pischel, I., Heinrich, M., 2014. Hibiscus
sabdariffa L. - A Phytochemical And Pharmacological Review. Food Chem. 165,
424–443. doi:10.1016/j.foodchem.2014.05.002.
Dephour, A. A., Ebrahimzadeh, M. A.., Nabavi, S.F., 2009. Antioxidant Activity of
Methanol Extract of Ferula Assfoetida and its Essential Oil Composition, Grasas
Aceites, 60 (4), 405- 412.
Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2010. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI
Depkes RI. 1995. Fatmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Hanani Endang. 2016. Analisis Fitokimia. Penerbit buku kedokteran:EGC
Haris,M., 2011. Penetapan Kadar Flavonoid Total Dan Aktivitas Antioksidan Dari Daun
Dewa (Gynura Pseudochina [Lour] CD) dengan Spektrofotometri UV-Visible.
Skripsi. Padang :Universitas Andalas.
Huang D, Ou B, Prior R.L. 2005. The Chemistry behind Antioxidant Capacity Assays.
Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. 53: 1841–1856.
Kristina, H. D., Ariviani, S., dan Khasanah, L. U., 2012. Ekstraksi Pigmen Antosianin Buah
Sanggani (Melastoa malabathricum Auct. Non Linn). Dengan Variasi Jenis
Pelarut, J. Teknosains Pangan, 1 (1), 105- 109.
Kusumowati, I.T.D.,T.A, Sudjono.,A.Suhendi.,M. Da’i.,R.Wirawati. 2012. Korelasi
Kandungan Fenolik dan Aktivitas Antiradikal Ekstrak Etanol Daun Empat
Tanaman Obat Indonesia (Piper bettle, Sauropus androgynus, Averrhoa bilimbi,
dan Guazuma ulmifolia). Jurnal Pharmacon (Vol.13, No.1, 1-5).
Lestari, A. 2010. Pengaruh Paparan Debu Kayu Terhadap Gangguan Fungsi Paru Tenaga
Kerja Di Cv. Gion dan Rahayu, Kec. Kartasura, Kab. Sukohatjo Jawa Tengah.
Skripsi. Surakarta : Kesehatan Kerja FK Universitas Sebelah Maret.
Liochev, S.I., 2013. Reactive Oxygen species and the Free Radical Theory of Aging, Free
Radikal Biology ang medicine, 60, 1- 4.
Mahantesh S.P, Gangawane A.K,Patil C.S. 2012. Free Radicals, Antioxidants, Diseases and
Phytomedicines in Human Health : Future Perspects. World Research Journal of
Medicinal & Aromatic Plants. Vol. 1 (1): 6–10.
Mardiah, Rahayu., et al. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosella. Jakarta : Agromedia
Pustaka.
Phaniendra A, Jestadi DB. 2015. Free Radicals : Properties , Sources , Targets , and Their
Implication in Various Diseases. Indian Journal of Clinical Biochemistry. Vol.
30 (1): 11–26.
Oroian M, Escriche I. 2015. Antioxidants: Char acterization, natural sources, extraction and
analysis. Food Res Int 74:10-36.
Ojeda, D., Enrique Jiménez-Ferrer, E., Enrique, A., Herrera-Arellano, A., Tortoriello, J.,
& Alvarez, L. (2010). Inhibition Of Angiotensin Convertin Enzyme (Ace)
Activity By The Anthocyanins Delphinidin-And Cyanidin- 3-O-Sambubiosides
From Hibiscus sabdariffa. Journal of Ethnopharmacology. Retrieved October 2,
2015.
Parwata, I.G.M.A., D. Indradewa, P. Yudono, B.D. Kertonegoro, R. Kusmarwiyah. 2012.
Physiological responses of Jatropha to drought stress in coastal sandy land.
Makara J. Sci. 16:115-121.
Prayoga G. Fraksinasi, Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH dan Identifikasi
Golongan Senyawa Kimiadari Ekstrak Teraktif Daun Sambang Darah
(Excoecaria cochinchinensis Lour). Fakultas Farmasi Program Studi Sarjana
Ekstensi Universitas Indonesia.2013.
Sulistiyowati, Cahyono, B., dan Swastawati, F., 2013. Penentuan Total Senyawa Fenolat dan
Aktivitas Antioksidan pada Asap Cair Ampas Tebu dan Kulit Tebu (Sacharum
officinarum) serta Identifikasi Komponen penyusunannya, Chem, Info, 1 (1),
362- 369.
Suryanto E. 2012. Fitokimia Antioksidan. Putra Media Nusantara, Surabaya.
Sri Wahdaningsih, 211. Aktivitas Penangkap Radikal Bebas Dari Batang Pakis (Alsophila
glauca J. Sm). Universitas Tanjungpura Pontianak.
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., Kaur, H. (2011). Phytochemical Screening and
Extraction: A Review, International Pharmaceutical Sciencia, 1(1); 98-106.
Uppu, R. M., Murthy. S. N. pryor. W. A., and Parinandi. N. L,. 2010. Free radcals and
antioxidant Protocols. Humana Press, New York, pp. 51- 53.
Wijayanti, Margareta Novi. (2016). Uji Aktivitas Antioksidan dan Penetapan kadar Fenolik
Total Ekstrak Etanol Buah Buni (Antidesma Buntus L) denganMetod DPPH dan
Metode FolinCiocalteu.Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Darma.

PROPOSAL PENELITIAN
STANDARISASI DAN UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL
ASETAT BUNGA ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa L.)

RISWAN
F201601018

Praproposal ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2020

Anda mungkin juga menyukai