PRAPROPOSAL - RIS - 2 - FIXX - Perbaikan KE 2
PRAPROPOSAL - RIS - 2 - FIXX - Perbaikan KE 2
ABSTRAK
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang kandungan
senyawa aktif rosella berfungsi sebagai antioksidan yang baik dan dapat meredam radikal
bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil
asetat bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) dan untuk standarisasi fraksi etil asetat bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa L.).
Penelitian dilakukan secara laboratorium eksperimen, sampel diekstraksi dengan
metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dan diperoleh ekstrak kental. Ekstrak
kental digunakan sebagai antioksidan dalam pembuatan fraksi etil asetat. Selanjutnya
evaluasi fisik sedian yang meliputi uji spesifik dan non spesifik. Selanjutnya uji aktivitas
antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radikal bebas didefinisikan sebagai atom atau molekul dengan satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil, berumur pendek, dan sangat
reaktif untuk penarikan elektron molekul lain dalam tubuh untuk mencapai stabilitas yang
menyebabkan potensi kerusakan pada biomolekul dengan merusak integritas lipid,
protein, dan DNA yang mengarah pada peningkatan stres oksidatif seperti penyakit
neurodegenerative, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, proses penuaan dini,
bahkan kanker (Phaniendra, et al., 2015). Radikal bebas yang berlebih dapat berimplikasi
pada timbulnya penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, kanker, arterosklerosis,
peradangan, serta gejala penuaan (Kusumowati et al., 2012). Radikal bebas dapat
terbentuk secara terus-menerus di dalam tubuhyaitu melalui peristiwa metabolisme sel
normal. Peningkatan produksi radikal bebas dipacu oleh kekurangan gizi, polusi udara,
sinar ultraviolet,asap rokok, lingkungan yang tercemar, dan kesalahan pola
makan(Parwata et al., 2012).
Untuk mencegah terjadinya akumulasi radikal bebas yang dapat
menyebabkan perkembangan penyakit kanker, diperlukan senyawa antioksidan untuk
menetralkan, menurunkan dan menghambat pembentukan radikal bebas baru di dalam
tubuh dengan menjadi pendonor elektron untuk radikal bebas sehingga menjadi elektron
bebas dalam radikal bebas menjadi berpasangan dan menghentikan kerusakan dalam
tubuh. Antioksidan dapat diproduksi secara endogen atau eksogen untuk membantu
menetralkan radikal bebas yang terdapat dalam tubuh. Antioksidan endogen yang
diproduksi oleh tubuh di antaranya glutation, ubiquinon, dan asam urat. Sementara
antioksidan eksogen yang bersifat lebih ringan di antaranya vitamin C, E, dan beta
karoten (Rao & Moller, 2011).
Tubuh memiliki sejumlah mekanisme untuk meredam radikal bebas dengan cara
memproduksi antioksidan. Antioksidan merupakan substansi yang dapat menghambat
atau memperlambat terjadinya kerusakan oksidatif (Mahantesh, dkk., 2012).
Antioksidan yang diproduksi dalam tubuh (endogenus) terbagi menjadi dua
yaitu antioksidan enzimatik seperti super oksida dismutase (SOD), katalase (CAT),
glutation peroksidase, glutation reduktase dan antioksidan non-enzimatik misalnya
vitamin C, vitamin E, hasil metabolisme/ metabolic antioksidan (asam lipoid, glutation,
L-arginin, koenzim Q10, melatonin, protein pengkelat logam, transferin, dan lain
sebagainya) (Pham-huy, dkk., 2008; Mahantesh, dkk., 2012).
Penggunaan tanaman obat tradisional saat ini makin meningkat, seiring dengan
meningkatnya harga obat dan efek samping penggunaan obat modern. Kepercayaan akan
manfaat tanaman obat tersebut harus didukung data ilmiah. Bagian kelopak bunga
Hibiscus sabdariffa, family Malvaceae, merupakan salah satu tanaman yang saat ini
populer digunakan masyarakat. Teh merah rosella telah terbukti memiliki khasiat untuk
pengobatan berbagai jenis penyakit, salah satunya hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Pemberian ekstrak kelopak bunga rosella yang telah distandardisasi sehingga
mengandung 9,6 mg antosianin mampu menurunkan tekanan darah tinggi yang tidak
berbeda nyata dengan pemberian captopril 50 mg/hari.
Penelitian-penelitian terkait aktivitas antioksidan bunga rosella sudah banyak
dilakukan. Nugroho (2009) melaporkan bahwa bunga rosella mempunyai kandungan
kimia antara lain antosianin, betakaroten, vitamin C, tiamin, riboflavin, flavonoid dan
niasin. Kandungan kimia yang berperan sebagai antioksidan dalam bunga rosella adalah
pigmen antisianin yang termasuk dalam golongan flavonoid (Hayati dkk., 2012).
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang sangat mudah
dijumpai di Indonesia karena termasuk dalam golongan tanaman rumahan. Kandungan
senyawa aktif rosella berfungsi sebagai antioksidan yang baik dan dapat meredam radikal
bebas (Ojeda et al., 2010).
Terdapat beberapa golongan senyawa aktif dalam rosella diantaranya asam
organik, antosianin yang tercermin dalam warna kelopak rosella, serta flavonoid.
Antosianin merupakan golongan flavonoid dengan derivatnya adalah gossypetin-8
glucoside serta gossypetin-7-glucoside yang menghasilkan pigmen warna alami pada
rosella (Da-Costa-Rocha et al., 2014).
Rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai beragam manfaat antara lain
sebagai antikanker, antihipertensi, antidiabetes, antikolesterol dan antiplasmodik, dan
antibakteri. Zat aktif yang paling berperan dalam bunga rosella meliputi gossypetin,
antosianin, dan glukosida hibisci (Moeksin dan Ronald, 2009). Warna merah pada bunga
rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) disebabkan oleh kandungan antosianin. Senyawa
antosianin merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan flavonoid. Antosianin
berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif
(Mardiah et al., 2009).
Penelitian ini mengacu pada penelitian dan pengembangan standarisasi
tumbuhan obat, dikarenakan standarisasi merupakan tahapan penting dalam melakukan
penelitian dan pengembangan obat bahan alam di Indonesia untuk menjamin mutu dan
keamanan dari sediaan obat tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan standarisasi
simplisia dan ekstrak secara kualitatif yang meliputi parameter non spesifik (susut
pengeringan, kadar abu, kadar abu tidak larut asam dan kadar air), dan parameter spesifik
ekstrak (organoleptis, pola kromatogram dan macam-macam kandungan metabolit
sekunder).
Salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang sering digunakan oleh masyarakat
Indonesia yaitu tanaman bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) suku Malvaceae.
Beberapa penelitian telah dilakukan pada tanaman bunga rosella diantranya kelopak
bunga rosella sebagai terapi alternatif yang dapat mengobati penyakit hipertensi, diabetes,
dan diuretik, bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas sebagai
antioksidan dan imunomodulator. Tanaman bunga rosella terutama bunganya dapat
digunakan sebagai imunomodulator dan untuk mengobati antikanker, antihipertensi,
antidiabetes, antikolesterol dan antiplasmodik, dan antibakteri.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaiamana menentukan standarisasi fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.)
2. Bagaiamna aktivitas antioksidan fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
L.)
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menentukan standarisasi fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
L.)
2. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat bunga rosella (Hibiscus
Sabdariffa L.)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teknis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan
wawasan ilmu mengenai Standarisasi Dan Uji Antioksidan Fraksi-Fraksi Etil Asetat
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan pengembangan tanaman herbal.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dikalangan masyarakat.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang standarisasi dan uji antioksidan fraksi-fraksi etil asetat bunga
rosella (Hibiscus sabdariffa L.) belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang
terkait dengan ini adalah :
Table 1. Keaslian Penelitian
No Penelitian Judul Persamaan Perbedaan
.
1. Rini Sulistyawati, Standarisasi Kualitas Fraksi Menggunakan Menggunakan
dkk (2017) Etil Asetat Daun Kelor pengujian yang sampel yang
(Moringa oleifera Lamk.) sama. berbeda.
2. Arfina Sukmawati Aktivitas Antioksidan pada Menggunakan Menggunakan
Arifin, dkk (2019) Beras Berpigmen dan pengujian yang sampel yang
Dampaknya terhadap sama. berbeda.
Kesehatan Antioxidant
Activity of Pigmented Rice
and Impact on Health
3. Fita Sari & Dyah Karakter Spesifik Dan Menggunakan Menggunakan
Aryantini (2018) Pengaruh Pemberian Oral sampel yang metode yang
Ekstrak Terpurifikasi sama dan berbeda.
Kelopak Rosella (Hibiscus pengujian yang
Sabdariffa L.) Terhadap sama.
Makroskopis Organ Hepar
Tikus Wistar
4. Yuri Pratiwi Standardisasi Parameter Menggunakan Menggunakan
Utami, dkk Spesifik Dan Non Spesifik pengujian yang sampel yang
(2016) Ekstrak Etanol Daun sama. berbeda.
Murbei (Morus alba L.) Asal
Kabupaten Soppeng Provinsi
Sulawesi Selatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
d. Dalam keadaan stress psikologis yang terus menerus mengakibatkan produksi radikal
bebas yang berlebihan. Karena itu banyak studi yang mengaitkan serangan jantung
dan kanker.
2. Penyebab dari luar tubuh
a. Menghirup asap rokok
Radikal bebas dari asap rokok masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernapasan. Molekul oksigen yang tidak stabil dapat langsung merusak jaringan paru
atau memicu lepasnya spesies oksigen reaktif dalam sel-sel tubuh termasuk sel darah
putih.
b. Menghirup udara/lingkungan tercemar
Sama seperti rokok udara yang begitu terpolusi dan tercemar akibat buangan
kendaraan bermotor, hasil pabrik dan pembakaran sampah bisa masuk melalui paru
manusia dan radikal bebas tersebut merusak sel-sel tubuh dengan cara menembus
membran sel.
c. Radiasi matahari/kosmis
Sinar ultaviolet yang kuat ini dipancarkan matahari dan dapat merusak sel.
d. Radiasi foto terapi (penyinaran)
Sinar X atau radio isotop merupakan radikal bebas yang sangat kuat.
e. Konsumsi obat-obatan termasuk kemoterapi
Obat- obatan termasuk obat antikanker, selain menyerang sel-sel kanker, obat
tersebut juga merupakan radikal bebas bagi sel-sel normal lainnya.
f. Pestisida dan zat kimia pencemaran lain
Masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang terpapar dengan
pestisida atau zat kimia pencemaran lainnya. Keadaan ini terus menerus berlangsung
di saluran cerna.
G. Tinjauan Mengenai Metode Dpph (1,1-diphenyl-2- pikrilhydrazil)
Metode Dpph (1,1-diphenyl-2- pikrilhydrazil) merupakan metode analisis
kapasitas antioksidan yang sederhana menggunakan senyawa pendeteksi yaitu Dpph (1,1-
diphenyl-2- pikrilhydrazil). Senyawa DPPH adalah senyawa radikal bebas stabil yang
dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu senyawa antioksidan
membentuk DPPH tereduksi (Kubo, dkk., 2002). Kestabilan radikal DPPH disebabkan
oleh adanya delokalisasi pasangan elektron secara menyeluruh (Sulistiyowati, dkk., 2013).
Metode peredaman radikal bebas DPPH didasarkan pada reduksi dari larutan
metanol radikal bebas. Ketika larutan DPPH yang berwarna ungu bertemu dengan bahan
pendonor elektron maka DPPH akan tereduksi, menyebabkan warna ungu akan memudar
dan digantikan warna kuning yang berasal dari gugus pikril (Prayoga, 2013).
Radikal DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm
dengan warna violet gelap. DPPH dapat memberikan serapan karena memiliki gugus
kromofor dan auksokrom pada struktur kimianya dan dengan adanya delokalisasi elektron
pada DPPH akan memberikan warna violet (Dehpour, dkk., 2009).
Penangkapan radikal bebas oleh senyawa antioksidan menyebabkan elektron
pada radikal DPPH menjadi berpasangan sehingga terjadi penghilangan warna yang
sebanding dengan jumlah elektron yang diambil. Adanya senyawa antioksidan
menyebabkan perubahan warna larutan DPPH dari warna ungu gelap menjadi warna
kuning (Dehpour et al., 2009). Dan semakin kuat senyawa antioksidan untuk menangkal
radikal DPPH, makin pudar warna yang teramati (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin
Gambar 3: Stuktur Reaksi Radikal DPPH dengan Antioksida
(Talapessy, et al., 2013).
Parameter untuk menunjukkan aktivitas antioksidan suatu senyawa adalah
harga efficient concentration (EC50) atau harga Inhibition Concentration (IC50) yaitu
konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan
karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan
50% (Molyneux, 2004). Makin kecil harga IC50 menunjukkan makin besarnya
kemampuan antioksidan suatu senyawa yang digunakan (Kristina,dkk. 2012).
Menurut (Blois cit., dkk., 2014) tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji mengg
u-nakan metode Dpph (1,1-diphenyl-2- pikrilhydrazil) dapat digolongkan menurut nilai
IC50.
Tabel 2. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH
Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 µg/mL
Kuat 50-100 µg/mL
Sedang 101-150 µg/mL
Lemah > 150 µg/mL
Kelebihan dari metode DPPH ini adalah teknis simple karena dapat dikerjakan
dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-Vis. Kelemahannya adalah
radikal DPPH hanya dapat dilarutkan dalam pelarut organik (terutama alkohol). Penentuan
aktivitas antioksidan berdasarkan perubahan absorbansi DPPH harus diperhatikan karena
absorbansi radikal DPPH setelah bereaksi dengan antioksidan dapat berkurang oleh
cahaya, oksigen dan tipe pelarut. Terjadi pengurangan kapasitas antioksidan ketika kadar
air pelarut melebihi batas tertentu dikarenakan terkoagulasinya DPPH (Karadag dan Saner,
2009, Molyneux, 2004).
H. Tinjauan Mengenai Spektrofotometer UV–Vis
Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis yang berdasarkan pada
hasil interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Interaksi tersebut akan
menghasilkan peristiwa berupa hamburan, serapan dan emisi (Sukmawati, 2010).
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan
absorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang mengandung
kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya. Dan jika panjang gelombang yang
digunakan adalah gelombang cahaya tambak, maka disebut kolimetri karena memberikan
warna. Selain gelombang cahaya tambak spektrofotometri juga menggunakan panjang
gelombang pada gelombang ultraviolet dan inframerah.
Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh larutan
sebanding dengan konsentrasi kontaminasi dalam larutan. Prinsip ini biasanya dijabarkan
rumus Hukum Lambert- beer, yang menghubungkan antara absorbansi cahaya dengan
konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi (Lestari, 2010).
Spektrum UV–Vis merupakan hasil interaksi radiasi UV-Vis terhadap molekul
yang mengakibatkan molekul mengalami transisi elektronik, sehingga disebut spektrum
elektronik. Hal ini didapat karena adanya gugus berikatan rangkap atau terkonyugasi yang
mangabsorbsi radiasi elektromagnetik didaerah UV-Vis (Sukmawati, 2010). Adapun
komponen dari spektrofotometri UV-Vis yaitu : (Sukmawati, 2010)
1. Sumber radiasi
Beberapa sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometer adalah lampu
deuterium, lampu tungstein, dan lampu merkuri. Sumber-sumber radiasi ultra
lembayung yang kebanyakan dipakai adalah lampu hydrogen dan lampu deuterium
(D2). Disamping itu sebagai sumber radiasi ultra lembayung yang lain adalah lampu
xenon. Kejelekannya lampu xenon tidak memberikan radiasi yang stabil seperti lampu
deuterium. Lampu deuterium dapat diapakai pada panjang gelombang 180 nm sampai
370 nm ( daerah ultra lembayung dekat ).Lampu tungstein merupakan campuran dari
filament tungstein gas iodine (halogen), oleh sebab itu sebagai lampu tungstein-iodin
pada panjang spektrofotometer sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar
tampak dengan rentangan panjang gelombang 380-900 nm. Lampu merkuri adalah
suatu lampu yang mengandung uap merkuri tekanan rendah dan biasanya dipakai untuk
mengecek, mengkalibrasi panjang gelombang pada spektrofotometer pada daerah ultra
lembayung khususnya daerah disekitar panjang gelombang 365 nm dan sekaligus
mengecek resolusi monokromator.
2. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari
sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator pada
spektrofotometer biasanya terdiri dari susunan meliputi celah (slit) masuk-filter-
prisma-kisi(grating)-celah keluar.
a. Celah (slit)
Celah monokromator adalah bagian yang pertama dan terakhir dari suatu
sistem optik monokromator pada spektrofotometer. Celah monokromator
berperan penting dalam hal terbentuknya radiasi monokromatis dan resolusi
panjang gelombang.
b. Filter optic
Cahaya tampak yang merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang 380-780 nm merupakan cahaya putih yang merupakan campuran
cahaya dengan berbagai macam panjang gelombang. Filter optik berfungsi untuk
menyerap warna komplomenter sehingga cahaya tampak yang diteruskan
merupakan cahaya yang berwarna sesuai dengan warna filter optik yang
dipakai.Filter optik yang sederhana dan banyak dipakai terdiri dari kaca yang
berwarna. Dengan adanya filter optik sebagai bagian monokromator akan
dihasilkan pita cahaya yang sangat sempit sehingga kepekaan analisisnya lebih
tinggi. Dan lebih dari itu akan didapatkan cahaya hampir monokromatis
sehingga akan mengikuti hukum Lamber-Beer pada analisis kuantitatif.
c. Prisma dan Kisi (grating)
Prisma dan kisi merupakan bagian monokromator yang terpenting.
Prisma dan kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar
mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
3. Sel / Kuvet
Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang dianalisis. Kuvet ini bentuk
biasanya terbuat dari quarts atau leburan silika dan ada yang dari gelas dengan bentuk
tabung empat persegi panjang 1x1 cm, dengan tinggi kurang lebih 5 cm. Pada
pengukuran di daerah ultra lembayung dipakai quarts atau leburan silika, sedang kuvet
dari gelas tidak dipakai, sebab gelas mengabsorpsi sinar ultra lembayung.
4. Detektor
Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer yang penting oleh
sebab itu detektor akan menentukan kualitas dari spektrofotometer adalah merubah
signal elektronik.
5. Amplifier
Samplifier dibutuhkan pada saat sinyal listrik elekronik yang dilahirkan setelah
melewati detektor untuk menguatkan karena penguatdengan resistensi masukan yang
tinggi sehingga rangkaian detektor tidak terserap habis yang menyebabkan keluaran
yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh suatu alat pengukur.
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Determinasi Sampel
Bungan rosella (Hibiscus Sabdariffa L) dideterminasi di pusat penelitian ITB
(Institut Teknologi Bandung) Bandung, Jawa Barat.
3. Sortasi dan Pengeringan Bunga Rosella
Bunga yang telah dipanen disortasi antara ranting dan daunnya, bagian
tumbuhan yang dipakai hanyalah bagian bunganya saja. Bunga yang telah disortasi
dikeringkan pada lemari pengering selama ± 1 hari
4. Ekstraksi Serbuk.
Serbuk kering diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut
etanol 96%. Proses ekstraksi dilakukan selama 3 hari dengan remaserasi pada hari ke-
4. Setelah didapatkan ekstrak cair maka dapat dilakukan pemekatan ekstrak
menggunakan rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental
yang didapat difraksinasi dengan n-heksana dan fraksi tidak larut n-heksana
dimurnikan dengan etil asetat dan diperoleh fraksi etil aseat. Fraksi etil asetat akan
digunakan untuk dilakukan uji parameter spesifik dan non spesifik.
5. Pemisahan Glikosida
Glikosida yang terdapat dalam ekstrak dipisahkan dengan menambahkan etil
asetat menggunakan perbandingan 1:1 terhadap ekstrak etanol dan diaduk. Endapan
yang merupakan glikosida dipisahkan dari filtratnya. Fasa etil asetat bebas glikosida
dipekatkan dengan Rotary Evaporator sehinggah diperoleh ekstrak EtOAc.
6. Fraksinasi
Ekstrak EtOAc dilakukan analisis dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis (KLT) untuk mengetahui pola pemisahan dari setiap fraksi yang telah dilakukan
pemisahan menggunakan eluen CHCl3 : MeOH (9:1).
Ekstrak EtOAc dilakukan proses pemisahan dengan menggunakan eluen n-
heksan : EtOAc dengan perbandingan berturut-turut 7:3 (4 kali), 6:4 (4 kali), 5:5 (4
kali), 2:8 (2 kali), EtOAc 100% (2 kali), dan MeOH 100% (2 kali). Pada pemiahan
dengan KCV di peroleh 7 fraksi, yaitu (A-G) dan dianalisis pola pemisahannya
dengan KLT menggunakan eluen n-heksan : EtOAc (3:7).
b. Kadar Air
Fraksi ditimbang 5 gram dimasukkan ke labu kering. Sebanyak 200 ml
toluen jenuh air dimasukkan ke dalam labu, pasang rangkaian alat. Toluen jenuh
dimasukkan ke dalam tabung penerima melalui pendingin sampai leher alat
penampung. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih
kecepatan penyulingan diatur 2 tetes per detik, kemudian dinaikkan hingga 4 tetes
per detik. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima didinginkan
sampai suhu ruang. Volume air dibaca setelah air dan toluene memisah sempurna.
c. Kadar Abu Total
Ditimbang dengan seksama ± 3 g fraksi. Dimasukkan pada krus silika
yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditara, kemudian ratakan. Secara perlahan
dipijarkan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang. Jika arang
tidak habis, maka dapat ditambahkan air panas dan dilakukan penyaringan dengan
kertas saring bebas abu. Sisa kertas dan kertas saring dipijarkan pada krus yang
sama. Dimasukkan filtrate ke dalam krus dan diuapkan. Dilakukan pemijaran
kembali hingga bobot tetap, selanjutnya ditimbang dan dihitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
d. Bobot Jenis
Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstrak 5%
dalam pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer kering,
bersih dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air
yang baru didihkan pada suhu 250C, lalu dimasukkan kedalam piknometer yang
telah diisi hingga suhu 250C.
e. Cemaran Mikroba (Angka Lempeng Total)
Larutan pengencer dibuat dengan melarutkan 0,9 g NaCl ke dalam 100 mL
air. 5 buah tabung reaksi disiapkan untuk masing-masing dituangkan 9 mL NaCl
0,9%. Tabung tersebut dihornogenisasi sebanyak 10 mL atau pengenceran 10-1.
Dari hasil hornogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran 10-1
sebanyak 1 mL ke dalam tabung yang berisi pengencer NaCl 0,9% pertama
hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok hingga homogen. Pengenceran
berikutnya dibuat hingga 10-3. Setelah proses sterilisasi, media agar PCA
dituangan ke dalam 11 cawan petri masing-masing sebanyak 20 mL. segera
cawan petri digoyang dan diputar hingga suspense tersebar secara merata. Dari 11
cawan petri ini satu cawan digunakan sebagai control dan sepuluh lainnya
digunakan sebagai perlakuan yang dituangkan masingmasing 1mL dari tiap-tiap
pengenceran. Jika media telah memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37 0C
selama 24 jam dengan posisi cawan terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati
dan dihitung.
f. Cemaran Kapang dan Khamir
Disiapkan 3 tabung reaksi yang telah diisi 9 mL pengencer NaCl 0,9%.
Dilakukan homogenisasi dan pengenceran hingga 10-3. Diambil 0,5 mL dari tiap-
tiap pengenceran dan dituang pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Segera
digoyang dan diputar agar media tersebar rata. Dibiarkan memadat selanjutnya
diinkubasi pada suhu 20-250C selama 5-7 hari. Koloni ragi dibedakan karena
bentuknya bulat kecil-kecil menyerupai bakteri. Lempeng yang diamati adalah
yang mengandung 40-60 koloni kapang / khamir.
g. Angka Lempengan Total (ALT)
Dipipet 1 ml dari tiap pengenceran ke dalam cawan petri yang steril
(duplo), dengan menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk tiap
pengenceran. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15 ml media Nutrient Agar
yang telah dicairkan kemudian cawan petri digoyang agar suspensi tercampur
rata. Kemudian dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri memadat. Cawan
petri dengan posisi terbalik kemudian dimasukkan ke dalam lemari inkubator
suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian diamati dan dihitung jumlah koloni yang
tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Dilakukan replikasi sebanyak
tiga kali.
9. Pengujian Akitivitas Antioksidan Metode DPPH
a. Pembuatan larutan DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil)
Ditimbang DPPH sebanyak 5 mg lalu dilarutkan dengan metanol dalam
labu ukur hingga volumenya cukup 50 ml, hingga diperoleh konsentrasi 100
mg/L.
50−a
menggunakan rumus : IC50 =
b
10. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksaan kegiaatan ini rencanakan berlangsung selama kurang lebih 4
bulan. Rincian waktu pelaksanaan kegiatan disajikan sebagai berikut :
No Kegiatan Penelitian Bulan
. 1 2 3 4
1. Pengambilan Sampel
2. Ekstraksi Sampel
3. Penyiapan Bahan Pengujian
4. Pengujian Antioksidan
5. Pengujian Standarisasi
DAFTAR PUSTAKA
Ariviani S. 2010. “Total Antosianin Ekstrak Buah Salam dan Korelasinya dengan Kapasitas
Anti Peroksidasi pada Sistem Linoelat”. Jurnal Agrointek. Vol4. No 2. Hal : 121-
127.
Da-Costa-Rocha, I., Bonnlaender, B., Sievers, H., Pischel, I., Heinrich, M., 2014. Hibiscus
sabdariffa L. - A Phytochemical And Pharmacological Review. Food Chem. 165,
424–443. doi:10.1016/j.foodchem.2014.05.002.
Dephour, A. A., Ebrahimzadeh, M. A.., Nabavi, S.F., 2009. Antioxidant Activity of
Methanol Extract of Ferula Assfoetida and its Essential Oil Composition, Grasas
Aceites, 60 (4), 405- 412.
Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2010. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI
Depkes RI. 1995. Fatmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Hanani Endang. 2016. Analisis Fitokimia. Penerbit buku kedokteran:EGC
Haris,M., 2011. Penetapan Kadar Flavonoid Total Dan Aktivitas Antioksidan Dari Daun
Dewa (Gynura Pseudochina [Lour] CD) dengan Spektrofotometri UV-Visible.
Skripsi. Padang :Universitas Andalas.
Huang D, Ou B, Prior R.L. 2005. The Chemistry behind Antioxidant Capacity Assays.
Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. 53: 1841–1856.
Kristina, H. D., Ariviani, S., dan Khasanah, L. U., 2012. Ekstraksi Pigmen Antosianin Buah
Sanggani (Melastoa malabathricum Auct. Non Linn). Dengan Variasi Jenis
Pelarut, J. Teknosains Pangan, 1 (1), 105- 109.
Kusumowati, I.T.D.,T.A, Sudjono.,A.Suhendi.,M. Da’i.,R.Wirawati. 2012. Korelasi
Kandungan Fenolik dan Aktivitas Antiradikal Ekstrak Etanol Daun Empat
Tanaman Obat Indonesia (Piper bettle, Sauropus androgynus, Averrhoa bilimbi,
dan Guazuma ulmifolia). Jurnal Pharmacon (Vol.13, No.1, 1-5).
Lestari, A. 2010. Pengaruh Paparan Debu Kayu Terhadap Gangguan Fungsi Paru Tenaga
Kerja Di Cv. Gion dan Rahayu, Kec. Kartasura, Kab. Sukohatjo Jawa Tengah.
Skripsi. Surakarta : Kesehatan Kerja FK Universitas Sebelah Maret.
Liochev, S.I., 2013. Reactive Oxygen species and the Free Radical Theory of Aging, Free
Radikal Biology ang medicine, 60, 1- 4.
Mahantesh S.P, Gangawane A.K,Patil C.S. 2012. Free Radicals, Antioxidants, Diseases and
Phytomedicines in Human Health : Future Perspects. World Research Journal of
Medicinal & Aromatic Plants. Vol. 1 (1): 6–10.
Mardiah, Rahayu., et al. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosella. Jakarta : Agromedia
Pustaka.
Phaniendra A, Jestadi DB. 2015. Free Radicals : Properties , Sources , Targets , and Their
Implication in Various Diseases. Indian Journal of Clinical Biochemistry. Vol.
30 (1): 11–26.
Oroian M, Escriche I. 2015. Antioxidants: Char acterization, natural sources, extraction and
analysis. Food Res Int 74:10-36.
Ojeda, D., Enrique Jiménez-Ferrer, E., Enrique, A., Herrera-Arellano, A., Tortoriello, J.,
& Alvarez, L. (2010). Inhibition Of Angiotensin Convertin Enzyme (Ace)
Activity By The Anthocyanins Delphinidin-And Cyanidin- 3-O-Sambubiosides
From Hibiscus sabdariffa. Journal of Ethnopharmacology. Retrieved October 2,
2015.
Parwata, I.G.M.A., D. Indradewa, P. Yudono, B.D. Kertonegoro, R. Kusmarwiyah. 2012.
Physiological responses of Jatropha to drought stress in coastal sandy land.
Makara J. Sci. 16:115-121.
Prayoga G. Fraksinasi, Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH dan Identifikasi
Golongan Senyawa Kimiadari Ekstrak Teraktif Daun Sambang Darah
(Excoecaria cochinchinensis Lour). Fakultas Farmasi Program Studi Sarjana
Ekstensi Universitas Indonesia.2013.
Sulistiyowati, Cahyono, B., dan Swastawati, F., 2013. Penentuan Total Senyawa Fenolat dan
Aktivitas Antioksidan pada Asap Cair Ampas Tebu dan Kulit Tebu (Sacharum
officinarum) serta Identifikasi Komponen penyusunannya, Chem, Info, 1 (1),
362- 369.
Suryanto E. 2012. Fitokimia Antioksidan. Putra Media Nusantara, Surabaya.
Sri Wahdaningsih, 211. Aktivitas Penangkap Radikal Bebas Dari Batang Pakis (Alsophila
glauca J. Sm). Universitas Tanjungpura Pontianak.
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., Kaur, H. (2011). Phytochemical Screening and
Extraction: A Review, International Pharmaceutical Sciencia, 1(1); 98-106.
Uppu, R. M., Murthy. S. N. pryor. W. A., and Parinandi. N. L,. 2010. Free radcals and
antioxidant Protocols. Humana Press, New York, pp. 51- 53.
Wijayanti, Margareta Novi. (2016). Uji Aktivitas Antioksidan dan Penetapan kadar Fenolik
Total Ekstrak Etanol Buah Buni (Antidesma Buntus L) denganMetod DPPH dan
Metode FolinCiocalteu.Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Darma.
PROPOSAL PENELITIAN
STANDARISASI DAN UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL
ASETAT BUNGA ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa L.)
RISWAN
F201601018