Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kelompok

PAPER STUDI KASUS KEKUASAAN

Untuk memenuhi tugas ANALISA KONFLIK

Pengampu:

Prof., Drs., MA., Ph.D Mohammad Mohtar Mas'oed


Randy Wirasta N, SIP., M.Sc.

Oleh

DWI ARDIYANTI GHD 354248

HEDITIA DAMANIK GHD 352051

MAHASISWA PASCASARJANA
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2013
FRUSTASI SEBAGAI PEMICU KONFLIK SYIAH – SUNNI DI SAMPANG

Dalam paper ini penulis ingin menjelaskan tentang konflik Syiah – Sunni yang terjadi di
Sampang Madura Jawa Timur. Penulis akan memulai dari kejadian konflik, analisa konflik
dengan level analisa, pemetaan konflik, dan kesimpulan. Di sini juga penulis melakukan
pemetaan konflik dengan menggunakan pohon konflik dan menganalisis dengan level
individu.

A.Konflik Berujung Kekerasan di Sampang Madura

Konflik kekerasan terjadi di Karang Gayam, Sampang, Madura pada Desember 2011 dan
Agustus 2012. Konflik tersebut terjadi antara Kelompok Syiah dan Sunni di desa tersebut.
Bisa dikatakan pertentangan antara Syiah dan Sunni sudah ada cukup lama. Tidak hanya di
Indonesia, tapi juga di negera – negara lain yang mayoritas masyarakatnya beragama islam.

Syiah sudah masuk cukup lama di Sampangpada tahun1979. Gegap gempitanya revolusi Iran
tersebut sampai ke telinga KH Makmum. Ia kerap menerima majalah, buku dan buletin dari
Iran. Ia pun mengirimkan tiga anaknya Tajul, Iklil, dan Rais untuk menuntut ilmu di Pondok
Pesantren Syiah YAPI di Pasuruan pada tahun 1991. Tajul pun melanjutkan pendidikannya ke
Arab dan baru kembali ke Sampang pada tahun 1999.

Kepulangan Tajul ternyata disambut baik oleh warga Sampang tahun 2004. Tajul pun menjadi
Ustad muda yang mengajari warga sekitar untuk mengaji sembari menyebarkan Syiah yang
dia yakini. Lewat pondok itu, Tajul pun berdakwah lebih terang – terangan. Kemudian sang
ayah meninggal dan konflik Syiah – Sunni di Sampang mulai muncul ke permukaan. 1

Pasca meninggalnya KH Makmum, syiar yang menyudutkan Tajul semakin masif. Banyak
hal yang kemudian menyudutkan Tajul sebagai pembawa ajaran sesat di Sampang.

Di bulan April, eskalasi konflik terus meningkat. Tanggal 2 April, Massa datangi rumah Tajul
dan memintanya keluar dari Karanggayam. Tajul pun diamankan ke Polres.
Selanjutnya pada 4 April, Pemkab Sampang lakukan kordinasi dengan Komunitas Intelejen
Daerah Sampang, dan Muspida Sampang. Kemudian diputuskan

 Akan merelokasi Tajul dari Karanggayam demi kondusivitas.


 Akan melakukan pendekatan terhadap Rois dan pengikutnya supaya menahan diri
supaya tidak terjadi kekerasan lebih lanjut terntang SARA.

Namun ternyata upaya ini tidak terlalu berhasil, hingga pada akhirnya ada penyerangan
terhadap kelompok Syiah di Karanggayam pada 29 Desember 2011. Kerusuhan tersebut
menyebabkan pembakaran tiga rumah warga Syiah dan satu musolla di sana yang dilakukan
oleh 350 orang anti Syiah di sana. Kemudian berbagai konflik serupa terus terjadi di
Sampang.

B. Analisis Konflik
1
Laporan Investigas KontraS Surabaya atas Konflik Sampang 2011
A. Frustasi Sebagai Pemicu Konflik Sampang

ANALYZING POLITICAL VIOLENCE

Level Actor Dimension Medium/Means Scope


State State Aparatus Physical Guns, Military, Comprehensive
Non Physical Police
(Mental Organization.
Terror) Public Policy
Social State Aparatus Non Physical Public Policy Comprehensive
Structures Capitalist/Capital (Political, Process and
Controllers Economic, means of
Social, and production/capital
Cultural accumulation
Individual Individual Physical Anomie groups Limited
Group Individual acts

Sumber: Handout Mochtar Masoed

Untuk konflik antara Syiah-Sunni, penulis akan mengurai kasus ini dengan menggunakan
level analisis individu untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya konflik. Seperti yang
terlihat dalam tabel diatas, bahwa level analisis individu memiliki karakteristiknya sendiri.

Dalam kasus konflik di Sampang antara Syiah - Sunni, salah satu faktor yang menyebabkan
muncul konflik terbuka pada Desember 2011 adalah pertikaian yang terjadi antara Tajul
Muluk dengan adiknya, Roisul Hukuma (Rois). Rois keluar dari syiah pada tahun 2010.
Semenjak Rois keluar dari syiah, konflik antara syiah dan anti Syiah di Karang Gayam
Sampang semakin mengarah pada kekerasan fisik.Untuk melihat munculnya konflik antara
Tajul – Rois, penulis menggunakan perspektif mikro yang mengacu pada sejumlah teori yang
menjelaskan perilaku individu sebagai pemicu konflik. Kali ini penulis menggunakan Teori
Frustrasi – Agresi atau frustration – aggression theory guna menjelaskan konflik antara kakak
adik putra KH Makmum itu.

Teori frustasi – agresi ini berasumsi bahwa semua agresi apakah itu antar personal maupun
antar bangsa berakar pada frustasi atas pencapaian target dari satu aktor atau lebih.
Karenanya, konflik bisa diusut dari tujuan pribadi maupun grup yang tidak terpenuhi serta
frustasi yang terus bertambah. Sejak kebutuhan dasar manusia selalu melampui persediaan,
seluruh konflik manusia bisa ditelisik melalui kegagalan aktor untuk mencapai apa yang dia
butuhkan. 2 Frustasi berasal dari bahasa latin frustratio yang berarti perasaan kecewa dan
jengkel akibat tidak tercapai tujuan 3. Sementara, agresi dalam ilmu psikologi dan ilmu sosial
diartikan sebagai perilaku yang membuat objeknya mengalami bahaya dan kesakitan. 4

2
Mohtar Masoed Handout
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Frustrasi diunduh pada 28 Oktober 2013
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi diunduh pada 28 Oktober 2013
Konflik antara Rois dan Tajul Muluk ini berlatar belakang kekuasaan, Rois merasa tidak
mendapatkan posisi dan kesempatan 5“Ada distribusi kekuasaan yang terhambat di tubuh
kepengurusan Syiah di keluarga mereka yang mengakibatkan Rois tidak memiliki kesempatan
mendapat posisi. Persoalan kedua terkait dengan perempuan. Menurut Kepala Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Sampang Rudi Sethiadi, pembakaran
yang terjadi pada Desember 2011 merupakan puncak perseteruan anak – anak KH Makmun.
Kali ini penyebabnya adalah persoalan perempuan. 6 Rois gagal menikahi seorang remaja
bernama Halimah, seorang santri Tajul yang jaraj usianya jauh dari Rois. Tajul malah
menikahkan gadis tersebut dengan Dul Azid, anak dari tetangganya Zainal. Tajul mengetahui
adiknya itu suka kawin-cerai.Tajul tahu bahwa Rois tempramental dan suka memukul
orang.Rois frustasi karena merasa tidak dihormati dan apa yang diinginkannya tidak tercapai.

B. Frustasi Rois yang Berujung Agresi


Dalam teori frustasi – agresi dijelaskan bahwa keadaan frustasi akan mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan agresi yang membahayakan atau menyakiti objeknya. Keabsahan
teori ini tampaknya bisa dilihat dalam konflik Syiah di Sampang Madura.

C. Pemetaan Konflik
Untuk kasus Syiah – Anti Syiah di Sampang ini penulis menggunakan pohon konflik. Pohon
konflik memetakan masalah menjadi tiga yakni akar masalah, masalah inti, dan dampak dari
masalah.

a. Akar Masalah
Dalam konflik Sunni dengan Syiah di Sampang yang sudah bergulir sejak lama antara dua
saudara yaitu Rois dan Tajul Muluk, banyak terdapat indikasi penyebab konflik yang
berujung pada kekerasan. Ada beberapa poin yang dipetakan oleh penulis sebagai berikut.

 Kecemburuan

Kecemburuan akan kekuasaan menyebabkan frustasi pada Rois yang dulunya satu pondok
pesantren dengan saudaranya, Tajul Muluk. Rois tidak bisa mengambil posisi yang
berpengaruh di kalangan pondok pesantren dengan tabiatnya yang dikenal emosional.
Kemudian Rois mendirikan pondok pesantrennya sendiri di Sampang dengan masyarakat
pengikutnya. Disini bisa kita lihat bahwa kecemburuan yang dimiliki oleh Rois menjadi
penyebab konflik laten yang kemudian tidak dapat diselesaikan dengan baik.

 Frustasi

Frustasi yang sudah lama dipendam ini membuat perangai Rois menjadi semakin
bertentangan dengan Tajul Muluk, saudaranya sendiri. Hal ini dia lakukan agar dapat
menandingi simpati Tajul Muluk. Bagaimanapun, menjadi seorang kiai di Sampang

5
Wawancara Rusdi Mathari dengan Tajul Muluk ditayangkan dalam
http://rusdimathari.wordpress.com/2012/08/27/mereka-sibuk-menghitung-langkah-ayam-reportase-kasus-
syiah-sampang/ diunduh pada 28 Oktober 2013
6
ibid
merupakan sebuah impian sebagian besar lulusan pondok pesantren yang nantinya akan ditiru
dan ditaati.

Setelah lulus dari pondok pesantren, Rois kemudian mendirikan pondok pesantren sendiri di
Sampang. Pada awal kehadiran Rois dan para pendukungnya di Sampang tidak menimbulkan
banyak konflik. Meskipun ada banyak aturan yang ditetapkan dalam masyarakat Sampang
dan dianggap sedikit memberatkan.

 Perangai Rois yang Tempramental dan Persoalan Asmara

Ditambah lagi dengan perangai Rois yang kerap dikenal temperamental dan senang gonta
ganti istri. Hal ini dia jelaskan dibenarkan dalam agama yang dia anut. Dalam hal asmara,
masih saja ada kesalahpahaman dari kedua belah pihak tentang seorang wanita. Seorang
wanita yang konon masih berusia di bawah umur ini menjadi salah satu santri di pondok
pesantren Tajul Muluk yang kemudian diminta oleh pihak Rois untuk tinggal dirumahnya
tanpa ada keterangan akan dijadikan istri. Namun kemudian masalah meruncing dengan
ditariknya kembali sang santri oleh Tajul Muluk yang kemudian dijodohkan dengan santri
Tajul Muluk, yang dipandang lebih layak dan sebaya dengan sang gadis. Ledakan konflik
berlatar salah paham asmara ini kemudian menambah panjang daftar penyebab konflik dari
kedua saudara ini.

 Ajaran Tajul dan Rosi serta Fanatisme Santri/Pengikut

Kemudian dengan karakter Tajul Muluk yang bertutur kata lembut, tidak suka gonta ganti
istri, dan tidak memaksakan dalam melaksanakan ajaran agama Islam, tanpa ada syarat
memberatkan dalam syariat, maka lambat laun sebagian masyarakat di Sampang mulai
tertarik untuk mempelajari ajaran agama yang dibawa oleh Tajul Muluk. Massa yang fanatik
dengan Tajul Muluk tidak kalah banyak dari massa Rois, ini juga yang memicu
konflik.Ajaran yang dibawa kedua saudara ini kemudian menemui berbagai gesekan di
masyarakat yang masing-masing fanatik dengan kiai mereka. Masing-masing pihak merasa
benar, sampai akhirnya dilakukan berbagai kesepakatan yang mempertemukan kedua belah
pihak. Akhirnya Tajul Muluk merasa perlu mengalah agar permasalahan tidak berlarut
menjadi besar sehingga memakan banyak korban.

 Rois suka menjelekkan ajaran Tajul

Kebiasaan Rois yang senang sekali mempertontonkan sesatnya ajaran yang dibawa Tajul
Muluk, semakin memperuncing konflik yang memang sudah ada sejak mereka berdua
bersekolah dipondok pesantren. Massa yang semakin panas dan termakan doktrin Rois merasa
perlu melakukan tindakan yang berujung pada kekerasan, pembakaran, dan pengusiran
pengikut Tajul Muluk. Sebaliknya, pihak Tajul Muluk tidak lantas menanggapi aksi tersebut
dengan membalas kekerasan, dia dan pengikutnya merasa perlu mengungsi dan menerima
tindakan pengusiran tersebut.

b. Masalah Inti
Masalah inti dalam konflik ini sebenarnya adalah konflik antara Tajul dan Rois sebagai
pemuka agama yang memiliki kekuasaan. Para pemuka agama disini perannya tidak hanya
sebagai panutan tapi juga berfungsi untuk menentukan norma dan nilai yang harus dipatuhi
dalam masyarakat sesuai dengan kemauan para pemuka agama dengan diatasnamakan agama.
Disini jelas terlihat bahwa para kiai, terutama dari pengikut Rois mencari keuntungan dalam
ketidakberdayaan masyarakat dengan pendidikan rendah untuk memerintah sesuai yang
mereka mau.

Perebutan kekuasaan oleh kedua saudara yaitu Rois dan Tajul Muluk membuat masyarakat
bingung dalam mengikuti norma yang seharusnya diterapkan dan sesuai dengan ajaran agama,
karena di daerah Sampang peran kiai sebagai cikal bakal segala peraturan menjadikan segala
kata-kata kiai adalah doktrin yang harus ditaati dan dilaksanakan. Disini letak
penyalahgunaan kekuasaan oleh para kiai terhadap masyarakat di Sampang.

c. Efek Masalah

Dalam peristiwa pembakaran dan pengusiran masyarakat Syiah dari Sampang jelas terlihat
begitu banyak kerusakan yang telah ditimbulkan. Berbagai fasilitas pribadi, harta, sampai
nyawa dikorbankan disini. Dari berbagai rumah yang rusak dan akses untuk para anak dari
keluarga pengikut Tajul Muluk yang sudah tidak bisa lagi bersekolah di Sampang pasca
konflik kekerasan terjadi, menimbulkan berbagai masalah baru ke depannya.

Pemeluk Syiah yang masih memiliki tali keluarga dengan pemeluk Sunni sulit untuk bertemu
dengan sanak keluarga mereka yang masih tinggal di Sampang. Korban nyawa dalam
peristiwa kerusuhan ini memang tidak terlalu banyak, sekitar 10 orang, namun aksi teror dari
pengikut Rois kepada pengikut Tajul Muluk yang berujung pada tindakan pengusiran ke
Sidoarjo membuat dampak konflik lebih besar.

Dampak trauma yang dirasakan masyarakat jauh lebih besar daripada yang dibayangkan. Di
depan mata, mereka melihat sendiri bagaimana rumah mereka dibakar dan dirusak, bagaimana
kekerasan benar-benar dilakukan pada keluarga mereka dan disaksikan oleh seluruh orang,
bahkan melaui internet berita tentang aksi ini bisa diakses sampai ke luar negeri. Dalam
pengusiran tersebut, juga menyebabkan adanya pola masyarakat yang berubah. Hal ini bisa
dilihat dari pengikut Rois yang mayoritas melakukan kontrol sosial dengan caranya sendiri.
Akibatnya hanya ada korban sebagai pihak yang terusir dan pemenang sebagai mayoritas
yang berhasil mengusir.

Dalam konflik yang belum berhasil dikelola dengan baik ini, menimbulkan adanya jarak yang
begitu tampak dari pendukung Rois sebagai mayoritas dan pendukung Tajul sebagai kaum
minoritas.. Adanya fanatisme yang besar dari kedua kelompok ini membuat masyarakat
dengan keyakinan kuat akan ajaran masing-masing pemukanya merasa harus tetap
melanjutkan aksi ini meskipun sampai ke anak-anak mereka. Konflik berkepanjangan ini
dapat dilihat dari kekerasan yang dilakukan oleh kerabat dari Rois kepada anak angkat Tajul.
Konflik berkepanjangan ini belum bisa dicari titik temunya dan terus meluas.
Pohon Konflik Syiah VS Sunni di Sampang

Keterangan Gambar:

Akar : Akar Masalah Daun dan Ranting : Efek Masalah

Batang : Masalah Inti

D. Kesimpulan

Dari uraian yang sudah disampaikan diatas bisa disampaikan bahwa konflik kekerasan pasca
2010 antara Syiah dan Sunni disebabkan oleh persoalan individu antara kakak dan beradik
Tajul Muluk dan Roisul Hukuma. Beberapa penyebabnya adalah kecemburuan yang
disebabkan adanya ketidakseimbangan distribusi kekuasaan kepengurusan kelompok Syiah
dikalangan keluarga Ulama ini. Selain itu, persoalan merembet ke ranah pribadi lainnya,
misalnya tentang persoalan perempuan dan lain sebagainya. Efek dari persoalan di level
individu tersebut yang akhirnya membuat kekerasan tersulut pasca Rois keluar dari Syiah
ditahun 2010. Dalam konflik yang terjadi di Sampang terindikasi hilangnya kontrol dari
masing-masing individu

Banyak kekerasan yang meledak merepresentasikan sebuah reaksi penduduk lokal pada
pendatang dengan melakukan sesuatu yang berbeda eksternal dan berada di luar kontrol
mereka. Dalam hal ini pihak Tajul Muluk sebagai pendatang mendapat reaksi keras dair pihak
Rois. Faktor utama penyebabnya adalah ketakutan hilangnya kekuasaan dan pengaruh di
masyarakat.

Pendidikan Agama yang mengarah pada militansi.

• Banyak pendidikan religi baik yang dilakukan oleh negeri maupun swasta sangat
menekan pada kegiatan militansi dan kurang pada toleransi antar umat beragama

Adanya dampak besar dari da’wah religi pada masyarakat di daerah terpencil

Hal ini menimbulkan banyak efek negatif pada masyarkat di daerah terpenci. Di sini, budaya
mereka untuk mempertahankan identitas dalam keadaan berbahaya. Dalam hal ini kaum Rois
begitu sering memperlihatkan betapa buruknya ajaran yang dibawa oleh saudaranya, Tajul
Muluk sehingga membuat efek agresi yang mengarah ke arogansi.

Hubungan antara anggota komunitas religi dengan para pemimpinnya (kiai).

• Disini terjadi krisis kekuasaan, antara kelompok mayoritas dengan kelompok


minoritas. Ketakutan pihak Rois akan kehilangan kekuasaan di masyarakat membuat
pihaknya tidak segan melakukan provokasi dalam mencapai tujuannya.

The Model
Development as Religious
group
militancy 
“State-building”  Frustration  T he trigger Collective

& Demogra  Social  & &  violent


phic division Conflict behavior
change configuration
Capital  Conflict  mobilization

Accumulation Nature of the  awareness


organization
of the
“laggards”

• Sumber: Handout Mochtar Masoed

Anda mungkin juga menyukai