Anda di halaman 1dari 13

PROGRAM KELUARGA SAKINAH DAN

TIPOLOGINYA

Oleh
Drs. H. Kgs. M. Daud, M.HI
( Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang )

ABSTRAK

Kehidupan keluarga di Indonesia tidak semuanya dapat mencapai kehidupan yang


bahagia. Tidak sedikit keluarga yang bermasalah bahkan gagal di tengah jalan,
karena sebagian anggota keluarga tidak memiliki rasa tanggung jawab dan tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya dalam keluarga. Sementara itu
anak-anak yang sedang mengalami pertumbuhan dalam keluarga yang
bermasalah, akan menderita dan akan mengalami pertumbuhan yang tidak sehat
jika tidak ada pembinaan. Program dan gerakan keluarga sakinah merupakan
upaya preventif untuk memperkecil perceraian dan memperkecil munculnya
permasalahan keluarga.

A. PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional diarahkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang
damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, dan sejahtera dalam Wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di dukung oleh manusia Indonesia
yang sehat, mendiri, beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, cinta tanah air,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, memiliki etos kerja yang tinggi, serta berdisiplin.
Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia
dan masyarakat Indonesia yang dilaksanakan secara berkelanjutan, berdasarkan
kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi serta memperhatikan tantangan global. Dalam pelaksanaannya
mengacu pada kepribadian bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,
maju dan kukuh, dengan kekuatan moral dan etikanya.

1
Keluarga merupakan institusi sosial yang penting, pemegang peran kunci
dalam kegiatan-kegiatan pokok kemasayarakatan, juga pembentuk karakter yang
sangat berpengaruh. Keluarga dapat dianggap sebagai penentu baik dan buruknya
suatu bangsa. Kumpulan beberapa keluarga membentuk suatu masyarakat dan
selanjutnya tergabung dalam kelompok yang lebih besar yang disebut bangsa.
Memperbaiki keadaan suatu bangsa tidak lain adalah serangkaian upaya
sungguh-sungguh yang dimulai dari perbaikn kualitas keluarga. Kondisi keluarga
yang labil akan mudah diombang-ambing oleh keadaan sekitarnya. Tingginya
angka kejahatan dan prilaku menyimpang lainnya yang memarakkan pemberitaan
di media massa jika ditelusuri maka tidak lepas dari kondisi keluarga dimana
seseorang dididik dan dibesarkan.
Maka dalam upaya mempercepat mengatasi krisis yang melanda bangsa
Indonesia serta mewujudkan masyarakat madani yang bermoral tinggi, penuh
keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia, Menteri Agama menerbitkan KMA
Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembinaan Gerakan Keluarga Sakianah.

B. PENGERTIAN KELUARGA SAKINAH


Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
tentang Perkawinan, Pasal 1, bahwa “Perkawinan adalah ikatan batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.”
Menyimak bunyi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, Pasal 1 tersebut, bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
rumah tangga yang bahagia dan kekal, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Rumah tangga yang bahagia dan kekal itu dalam istilah agama Islam adalah
Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah, yaitu suatu keluarga yang tenang,
tenteram, antara suami dan isteri terjalin hubungan cinta dan kasih sayang yang
diridhoi oleh Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar Rum ayat 21, yang artinya
sebagai berikut : “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, ialah Dia

2
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa
kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kamu yang berfikir”.
Berdasarkan Kepurtusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
dan Urusan Haji, Departemen Agama RI Nomor : D/71/1999 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembinaan Keluarga Sakinah, Bab III Pasal 3 menyatakan bahwa :
Keluarga Sakinahadalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang syah, mampu
memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana
kasihsayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi
serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan,
ketakwaan dan akhlak mulia.”

C. UPAYA MEWUJUDKAN HUBUNGAN HARMONIS


a. Adanya saling pengertian
Di antara suami isteri hendaknya saling memahami dan mengerti
tentang keadaan masing-masing, baik secara fisik maupun mental. Sebagai
manusia, suami istri memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Tidak hanya berbeda jenis, tetapi juga berbeda sifat, sikap, tingkah laku
dan pandangan hidup. Sebelumnya saling tidak mengenal dan bertemu
setelah sama-sama dewasa.
b. Saling menerima kenyataan
Suami isteri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezeki, hidup dan mati
itu di tangan Allah Swt. Tidak dapat dirumuskan secara matematis. Kita
hanya wajib ikhiar dan hasillnya merupakan suatu kenyataan yang harus
kita terima, termasuk keadaan suami atau isteri kita masing-masing, harus
kita terima dengan tulus ikhlas.
c. Saling melakukan penyesuaian diri
Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga
harus berusaha untuk saling mengisi kekurangan yang ada pada diri
masing-masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada

3
pada orang lain di lingkungan keluarga. Kemampuan menyesuaikan diri
oleh masing-masing anggota keluarga mempunyai dampak positif, baik
bagi pembinaan keluarga maupun masyrakat dan bangsa.
d. Memupuk rasa cinta
Setiap pasangan suami isteri menginginkan hidup bahagia.
Kebahagiaan hidup adalah bersifat relatif sesuai dengan cita rasa dan
keperluannya. Namun demikian, setiap orang berpendapat sama bahwa
kebahagiaan adalah segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketentraman,
keamanan, dan kedamaian serta segala sesuatu yang bersifat pemenuhan
mental spiritual manusia. Untuk dapat mencapai kebahagiaan keluarga,
hendaknya antara suami isteri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta
dengan cara saling menyayangi, kasih mengasihi, hormat menghormati
serta saling harga menghargai dan penuh keterbukaan.
e. Melaksanakan azaz musyawarah
Dalam kehidupan keluarga, sikap musyawarah, terutama antara
suami isteri, merupakan sesuatu yang perlu diterapkan. Sesuai dengan
prinsip bahwa tak ada suatu masalah yang tak dapat diselesaikan, selama
prinsip musyawarah diamalkan. Dalam hal ini dituntut sikap terbuka,
lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau
menang sendiri dari pihak isteri maupun suami. Sikap suka
bermusyawarah dalam keluarga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan
rasa tanggung jawab di antara para anggota keluarga dalam menyelesaikan
dan memecahkan masalah-masalah yang timbul.
f. Suka memaafkan
Di antara suami isteri harus ada sikap kesediaan untuk saling
memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting, karena tidak
jarang soal yang kecil dan sepele dapat menjadi sebab terganggunya
hubungan suami isteri, yang dapat menjurus kepada perselisihan yang
berkepanjangan.

4
g. Berperan serta untuk kemajuan bersama
Maing-masing suami isteri harus berusaha saling membantu pada
setiap usaha untuk meningkatkan dan kemajuan bersma yang pada
gilirannya menjadi kebahagiaan keluarga.
Selain ketujuh aspek tersebut, juga harus memperhatikan hubungan
yang harmonis dengan pihak lain, seperti hubungan antara keluarga dan
lingkungan. Karena keluarga, dalam ruang lingkup yang lebih luas tidak
hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak, tetapi menyangkut hubungan
persaudaran yang lebih besar lagi, baik antara hubungan anggota keluarga
maupun dengan lingkungan masyarakat.

D. TUJUAN SASARAN PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH


Tujuan Umum :
Sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara terpadu
antara masyarakat dan pemerintah dalam mempercepat mengatasi krisis yang
melanda bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani yang
bermoral tinggi, penuh keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
Tujuan Khususnya :
a. Menanamkan, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara melalui pendidikan agama dalam keluarga,
masyarakat dan pendidikan formal.
b. Memberdayakan ekonomu umat melalui peningkatan kemampuan
ekonomi keluarga, kelompok keluarga sakinah, koperasi masjid, koperasi
majlis ta’lim dan upaya peningkatan ekonomi kerakyatan lainnya, serta
memobilisasi potensi zakat, infak, sadaqah, wakaf dan dana keagamaan
lainnya.
c. Menurunkan angka perselisihan perkawinan dan perceraian sehingga akan
mengurangi jumlah keluarga bermasalah yang menjadi sumber kerawanan
social.

5
d. Membina calon pengantin agar memiliki pengetahuan dan kesiapan secara
fisik dan mental dalam memasuki jenjang perkawinan, sehingga dapat
membangun keluarga yang sakinah.
e. Membina remaja usia nikah, agar tidak terjerumus kepada pergaulan
bebas, dekadensi moral, penyalahgunaan narkoba, perjudian, tawuran dan
tindak kriminilasi lainnya.
f. Membina pangan halal bagi masyarakat, industry dan importer pangan,
agar masyarakat muslim terhindar dari mengkonsumsi barang haram, baik
dari segi cara memperoleh, bahan baku,cara mengelolah, cara distribusi
dan cara penyajiannya.
g. Meningkatkan pembinaan tentang reproduksi sehat dan gizi masyarakat,
melalui pembinaan calon pengantin, ibu hamil dan menyusui, bayi, balita,
dan anak usia sekolah dengan pendekatan agama.
h. Meningkatkan kesehatan keluarga, masyarakat dan lingkungan melalui
pendekatan agama dan Gerakan Jum’at bersih.
i. Meningkatkan upaya penanggulangan Penyakit Menular Seksual dan HIV/
AIDS melalui pendekatan moral agama.
j. Meningkatkan sikap hidup dan perilaku masyarakat tentang cara pandang
terhadap pria dan wanita agar memiliki kesetaraan yang serasi, seimbang
dan berkesinambungan (Depag, 2003 : 11-13)
Sasaran Programnya :
Sasaran Program Pembinaan Keluarga Sakinah adalah seluruh keluarga
muslim Indonesia pada umumnya dengan lebih memperhatikan keluarga pra
sakinah.

E. TIPOLOGI KELUARGA SAKINAH


a. Keluarga Pra Sakinah yaitu keluarga yang dibentuk bukan melalui
perkawinan yang sah, tidak dapat memehuni kebutuhan dasar spiritual dan
material (basic need) secara minimal, seperti keimanan, shalat, zakat
fitrah, puasa, sandang, papan, dan pangan.

6
b. Keluarga Sakinah I yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan yang
sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara
minimal tetapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan
dalam keluarga, mengikuti interaksi social keagamaan dengan
lingkungannya.
c. Keluarga Sakinah II yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan yang
sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga
telah mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta
bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampu mengadakan interaksi
social keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati
serta mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah,
infaq, zakat, amal jariyah, menabung, dan sebagainya.
d. Keluarga Sakinah III yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh
kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah social psikologis, dan
pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan
bagi lingkungannya.
e. Keluarga Sakinah III Plus yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah secara
sempurna, kebutuhan social psikologis, dan pengambangannya, serta dapat
menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.

F. GERAKAN KELUARGA SAKINAH


GKS adalah sebuah gerakan yang merupakan upaya konkrit masyarakat
dalam rangka menanamkan, mengahayati dan mengamalkan nilai-nilai keimanan,
ketaqwaan, dan akhlakul karimah dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (keputusan Dirjen Bimas Islam dan penyelenggaraan
haji nomor d/71/1999)

7
PROGRAM GERAKAN KELUARGA SAKINAH
a. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Tugas (kegiatan) ini prinsipnya
dilakukan oleh orang tua (ayah dan ibu), bertujuan untuk menanamkan,
mengamalkan, dan menghayati nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul
karimah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga dan lingkungannya.
Namun, bagi orang tua yang tidak mampu melaksanakan tugas-tugas tersebut
perlu diberikan bimbingan agama secara terpadu dalam bentuk Kelompok
Belajar Agama (Kejar Agama) sehingga mereka memiliki kemampuan
melaksanakan tugas tersebut dalam keluarga. Apabila masih ada sebagian
orang tua yang karena sesuatu hal tidak mampu melaksanakan pola yang
demikian, maka program pengadaan tenaga pengajar (Ustad/ Ustadzah) ke
rumah perlu diupayakan. Di samping itu, program ini juga menyediakan buku-
buku pedoman bagi para orang tua.
b. Pendidikan Agama di Masyarakat. Program ini mengupayakan peningkatan
penanaman nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Program ini
dilaksanakan melalui peningkatan bimbingan keagamaan pada kelompok
keluarga sakinah, kelompok pengajian, majelis taklim, kelompok wirid, dan
kelompok kegiatan keagamaan lainnya. Upaya ini menekankan aspek
peningkatan pengetahuan, pengalaman, dan pengahayatan nilai-nilai agama
dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan dalam berbangsa dan
bernegara. Hal ini dimaksudkan untuk menanggulangi dampak negative
perkembanagn ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga keluarga dan
masyarakat Indoneisa memiliki ketahana yang kokoh dalam era globalisasi.
c. Peningkatan Pendidikan Agama melalui Lembaga Pendidikan Formal.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui peningkatan materi pendidikan agama di
lembaga pendidikan agama, umum, dan kejuruan, dimulai dari tingkat pra
sekolah sampai perguruan tinggi, serta difokuskan pada penanaman,
penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul
karimah.

8
d. Kursus Calon Pengantin. Tingginya angka perselisihan bahkan perceraian
keluarga, dari berbagai pengamatan, disebabkan oleh rendahnya pengetahuan
dan kemampuan suami isteri mengelola dan mengatasi berbagai permasalahan
rumah tangga. Untuk menekankan angka tersebut serta memberi bekal awal
tentang kerumahtanggan, kursus calon pengantin (suscatin) sangat diperlukan.
Pelaksanaannya dengan memanfaatkan masa tunggu 10 (sepuluh) hari
sebelum pelaksanaan perkawinan. Di Malaysia, kebijakan bahwa setiap calon
pengantin harus sudah memiliki sertifikat “suscatin” untuk bisa dinikahkan,
ini telah diterapkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM).
Hasilnya, mampu menekan angka perceraian.
e. Konseling Keluarga. Piahk internal keluarga pada kenyataannya sulit
menyelesaikan perselisihan rumah tangga, oleh sebab ketidakmampuan
mereka untuk bersikap netral dan objektif terhadap pihak suami dan pihak
isteri yang berselisih berikut persoalan yang tengah dihadapinya. Untuk itu
diperlukan pihak ketiga yang bersikap netral, obyektif dan adil yang bertujuan
membantu penyelesaian masalah dengan damai dan tidak menguntungkan atau
merugikan salah satu pihak, yaitu konselor atau konsultan. Selama ini, tugas
tersebut dilakukan oleh para konsultan (korp. Penasihat) Badan Penasihatan,
Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Yang perlu mendapat
perhatian adalah para konselor yang harus senantiasa meningkatkan kualitas
kemampuannya menyesuaikan perkembangan karena permasalahan yang
dihadapi keluarga pun semakin kompleks.
f. Pembinaan Remaja Usia Nikah. Masa remaja adalah masa peralihan,
pencarian jati diri, penuh rasa ingin tahu, gejolak, dan membutuhkan perhatian
khusus. Remaja kerap memenuhi rasa ingin tahu mereka dengan mencoba
berbagai hal. Globalisasi membawa serta budaya yang bertentangan dengan
ajaran agama dan norma susila,- seperti pergaulan bebas, hubungan seks pra
nikah, perkelahian remaja, penyalahgunaan narkoba, kriminalitasm dan
sebagainya. Untuk itu pembinaan remaja usia nikah diarahkan untuk
memantapkan benteng keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah agar para
remaja memiliki sikap kesalihan, mengetahui tentang reproduksi sehat,

9
sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas, hubungan seks pra
nikah, narkoba, kriminalitas, dan sebagainya.
g. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga. Kegiatan ini diarahkan untuk menurunkan
angka kemiskinan khususnya bagi keluarga yang termasuk kurang mampu
dalam hal ekonomi (pra sakinah) dengan mengembangkan kelompok koperasi
masjid, kelompok majelis taklim membentuk desa binaan keluarga sakinah,
dan memberikan bantuan modal bergulir bagi kelompok usaha keluarga
sakinah. Untuk mendukung upaya tersebut dilaksanakan upaya pemberdayaan
ekonomi umat dengan meningkatkan pengelolaan zakat, infak, sadakah, hibah
serta kegiatan ekonomui keagamaan lainnya.
h. Upaya Peningkatan Gizi Keluarga. Kegiatan ini dilaksanakan dengan
peningkatan motivasi dan bimbingan kepada masyarakat tentang pentingnya
gizi dan kesehatan remaja usia nikah dan calon pengantin, imunisasi tetanus
toxoid (TT), dan penambahan tablet zat besi agar kelak mampu melahirkan
generasi yang unggul.
i. Reproduksi Sehat :
1) Program ini dilaksanakan dengan memberikan motibasi dan bimbingan
kepada keluarga dan masyarakat melalui pendekatan agama, agar
masyarakat mementingkan kesehatan ibu, bayi, anak balita dan
lingkungannya.
2) Untuk melaksanakan program tersebut kegiatan difokuskan pada imunisasi
calon pengantin, bayi dan ibu hamil, penanggulangan diare dan kesehatan
keluarga pada umumnya serta reproduksi sehat pada khususnya.
3) Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut perlu disiaopakn sarana
dan prasarananya termasuk modul, pedoman, buku pegangan, pelatihan
motivator dan sarana lain yang diperlukan.
4) Sanitasi Lingkungan.
5) Program ini dilaksanakan dengan memberikan motivasi, bimbingan dan
bantuan untuk penyediaan air bersih, jambanisasi dan sanitasi lingkungan
di masjid, mushola, kantor, tempat umum dan dalam keluarga melalui
bahasa dan pintu agama.

10
6) Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut perlu disiapkan sarana
dan prasarananya termasuk modul, pedoman, buku pegangan, pelatihan
motivator dan sarana lain yang diperlukan.
j. Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/ AIDS
1) Penanggulangan penyakit menular seksual dan HIV/ AIDS dilaksanakan
dengan melalui pendekatan moral keagamaan, bukan dengan kondomisasi/
bimbingan kehidupan keagamaan diberikan kepada orang yang sudah
terkena HIV/ AIDS agar berperilaku yang positif dan khusnul khotimah
2) Bimbingan kehidupan keagamaan diberikan kepada masyarakat yang
karena perilaku dan pekerjaannya beresiko terkena penyakit menular
seksual dan perbuatan dan pekerjaan yang lebih aman.
3) Bimbingan kehidupan keagamaan diberikan kepada masyarakat yang
masih bersih dari pengaruh penyakit menular seksual dan HIV/ AIDS, agar
mengetahui penyebaran penyakit menular seksual dan HIV/ AIDS serta
penanggulangannya.
4) Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut perlu dilakukan pelatihan
auditor, bimbingan kepada produsen dan importer, motivasi kepada
masyarakat, penyediaan buku pedoman serta sarana dan prasarana lainnya.

G. KESIMPULAN
1. Keluarga Sakinah Mawaddah war Rahmah, adalah keluarga yang tenang
dan tentram, antara suami isteri terjalin hubungan cinta dan kasih saying
yang diridhoi oleh Allah Swt.
2. Untuk bisa menjadi keluarga sakianh mawaddah warrahmah, maka sejak
awal mencari pasangan seorang pria hendaknya mencari wanita calon
isteri yang shalihah, dan sebaiknya seorang wanita memilih calon suami
seorang pria yang shalih.
3. Rumah tangga dari seorang suami yang shalih dan isteri yang shalihah,
menjadi syarat utama terbentuknya keluarga yang sakinah mawaddah
warrahmah yaitu rumah tangga yang tenang dan tenteram tumbuh saling
pengertian, saling hormat menghormati, yang didasari atas cinta dan kasih

11
sayang yang abadi sehingga ridha Allah akan senantiasa menyertai
mereka.
4. Tujuan Umum Program Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah adalah
sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara terpadu
antara masyarakat dan pemerintah dalam mempercepat mengatasi krisis
yang melanda bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani
yang bermoral tinggi, penuh keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia.
5. Sasaran Program Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah adalah seluruh
keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya dengan lebih
memperhatikan keluarga pra sakinah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qodir Djaelani, H, Keluarga Sakinah, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1995.

Al-Shabbagh, Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Cet. III,


Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.

Basri, Drs. Hasan, Keluarga Sakinah (Tinjauan Psikologi dan Agama), Cet. III,
Pustaka Pelajar, Yogayakarta, 1995.

Departemen Agama RI, Membina Keluarga Bahagia Sejahtera, Proyek


Peningkatan Peranan Wanita, Jakarta, 1998/1999.

Fari’ed Ma’ruf Noor, Menuju Keluarga Sejahtera dan Bahagia, Al Ma’arif,


Bandung, 1996.

13

Anda mungkin juga menyukai