Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR ( ISBD )

IDENTIFFIKASI WUJUD KEBUDAYAAN DAERAH

Disusun Oleh:

Nama : RIO RIVALDO TARIGAN

Nim : 193010504012

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

2020
Wujud Kebudayaan di Kabupaten Karo Sumatera Utara

Suku Karo adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Sumatera Utara dan


sebagian Aceh; meliputi Kabupaten Karo, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langkat, 
Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Deli Serdang. Suku ini merupakan
salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama
Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah
Karo yang terletak di kabupaten karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa
Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam 
dan penuh dengan perhiasan emas. Suku Karo adalah merupakan suku asli pertama Kota
Medan karena Kota Medan didirikan oleh seorang putra Karo yang bernama Guru Patimpus
Sembiring Pelawi. Suku Karo pada mulanya tinggal di dataran tinggi Karo yakni Brastagi
dan Kabanjahe.Suku Karo punya salam pertemuan saat bertemu ataupu berpisah yakni
MEJUAH-JUAH yang berarti salam damaisejahtera bagi ita semua,jika ingin berkunjung ke
daerah ini jangan lupa sapa orang-orang dengan kata MEJUAH-JUAH.

1. Wujud ide, gagasan, nilai – nilai, norma , peraturan


( sistem budaya )

Dalam kebudayaan masyarkat Karo terdapat banyak sekali Nilai-nilai

norma yang sangat mendidik dan itu adalah aturan yang sudah di generasikan

hingga saat ini. Contoh nilai norma yang sangat di patuhi adalah sebagai

berikut.

A. ERTUTUR ( BERTUTUR )
Apa itu ertutur? Ertutur adalah salah satu aturan atau norma hukum yang

ada di kabupaten karo gunanya untuk mengenal kekerabatan antara satu orang

dengan orang lain, dengan cara menjelaskan marga dan asal kita dari daerah

mana.

Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau  adat yang dikenal

dengan nama  merga silima , tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut
untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan  yang disebut beru. Merga atau

beru ini disandang di belakang nama seseorang.  Merga dalam masyarakat

Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan  merga silima . Kelima

merga tersebut adalah:

MERGA SILIMA ( 5 MARGA )

1. Karo-karo: Purba, Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti,

Sinulingga, Sitepu, Sinuraya, Sinuhaji, Ketaren, kemit, jung, sinukaban,

sinubulan, samura, sekali. (berjumlah 18)

2. Tarigan : bondong, gana-gana, gersang, gerneng, jampang, purba, pekan,

sibero, tua, tegur, tambak, tambun, silangit, tendang. (berjumlah 14)

3. Ginting: anjartambun, babo, beras, cabap, gurupatih, garamata, jandibata,

jawak, manik, munte, pase, seragih, suka, sugihen, sinusinga, tumangger,

taling kuta. (berjumlah 17)

4. Sembiring: Sembiring si banci man biang  (sembiring yang boleh makan

anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4);  Sembiring

simantangken biang  (sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana,

Depari, Meliala, Pelawi, busuk, colia, muham, maha, bunuaji, gurukinayan,

pandia, keling, pandebayang, sinukapur, tekang. (berjumlah 15)

5. Perangin-angin:Bangun, Keliat, Kacinambun, Namohaji, Mano, Benjerang,

Uwir, Pinem, Pancawan, Penggarun, Ulun Jandi, Laksa, Perbesi, Sukatendel,

Singarimbun, Sinurat, Sebayang, Tanjung. (berjumlah 18)

Keterangan :Total semua submerga adalah 85.


Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap

orang karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara

turun termurun dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang

mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti

mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka

mereka disebut ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan

yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga ersenina. Namun

antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka

disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada

merga Sembiring  dan Peranginangin  ada yang dapat menikah di antara

mereka.

Rakut Sitelu ( 3 IKATAN )

Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah  rakut

sitelu atau daliken sitelu  (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga),

yang berarti ikatan yang tiga. Arti  rakut sitelu tersebut adalah sangkep

nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud

adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari

tiga kelompok, yaitu:

1. kalimbubu

2. anak beru

3. senina
Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi  isteri, anak beru

keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu

galur keturunan merga atau keluarga inti. Dll

Tutur siwaluh ( Delapan tutur )

Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang

berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:

1. puang kalimbubu

2. kalimbubu

3. senina

4. sembuyak

5. senina sipemeren

6. senina sepengalon/sedalanen

7. anak beru

8. anak beru menteri

Dalam pelaksanaan upacara adat,  tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi

dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam

pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:

1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang

2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu,


kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:

o Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri


kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri

adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere


Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka

merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi

kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah

kandung.

o Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang.


Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang.

Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai

darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri

keponakannya.

o Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh


karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya.

Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.

3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan


submerga yang sama.

4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan,


jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang

sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang

berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang

jauh menjadi dekat).

5. Sipemeren , yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung.


Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang

mempunyai isteri yang bersaudara.

6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena


mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga
tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena

mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui

perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru

singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:

o Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling
tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu

(kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa

kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya,

maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi

sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam

upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga

kalimbubu dalam konteks upacara adat.

o Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat
mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh

baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga.

Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka

anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan

sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.

8. Anak beru menteri , yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri
adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri

mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta

membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat.

Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru

menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
Teks di atas menerangkan tentang bagaimana norma hukum di kabupaten

Karo yang mempunyai seluk-beluk yang sangat rumit dipahami, namun sangat

peting bila diartikan dan dipergunakan dalam mengatur tatanan hidup

khususnya bagi masyarakat Karo.

B. REBU

Rebu adalah tradisi yang membatasi cara berkomunikasi antara mertua dan menantu
dalam keseharian mereka dengan maksud untuk menghindari atau mengurangi konflik dan/atau
ketertarikan. Pada pengaplikasiannya, perempuan suku Karo yang sudah menikah dilarang
berkomunikasi langsung kepada bapak mertuanya. berlaku juga pada pria suku Karo yang sudah
menikah, namun dilarang berbicara secara langsung kepada ibu mertuanya. Dengan begitu, agar
komunikasi berjalan lancar oleh para pelaku Adat Rebu, dicarilah jalan tengahnya yaitu dengan
pengunaan seorang/sebuah perantara - dimana orang ketiga atau benda-benda yang ada di
sekitar dapat berperan sebagai mediator. Salah satu contoh bentuk dari percakapan antar pelaku
Adat Rebu, “Kursi, tolong beri tahu ke bapak mertua saya bahwa sarapan sudah disiapkan di
meja makan.” Sebagai jawaban dari pernyataan tersebut, maka sang bapak mertua akan
mengatakan, “Kursi, katakan terimakasihku pada menantuku.”Sampai sejauh ini, Adat Rebu
masih di pegang teguh oleh masyarakat suku Karo terutama yang tinggal di wilayah Dataran
Tinggi Karo
C. MERDANG MERDEM ( MENANAM PADI )

Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di Kabupaten


Karo. Konon merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya
dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian
dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai.

Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan


menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut
biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara merdang
merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara tari tradisional
Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan
merdang merdem pada bulan yang berbeda. Di desa saya misalnya Desa Bunuraya Merdang
Merdem dilaksanakan pada pertengahan bulan juli.

2. KEHIDUPAN SOSIAL

Kehidupan suku Karo umumnya dari sector agraris atau pertanian meski ada juga
peternakan yang biasanya dikelola sebagai pekerjaan sampingan. Suku Karo sebelum kedatangan
agama – agama ke Indonesia adalah penganut animism. Namun ada juga yang mengatakan
politeisme yakni memiliki tiga Tuhan. Ketiga Tuhan adalah Dibata Guru Ni Datas ( Allah
penguasa atas/awal ), Dibata Banua Koling ( menguasai dunia tengah-bumi da manusia ) dan
Dibata Padukah Aji ( Allah penguasa bawah/akhir ). Agama yang pertama adalah agama
Perbegu atau agama pemuja setan dan setelah datangnya agama Hindhu diubah menjadi agama
Pemena atau agama pertama. Setelah itu datang agama Islam dan Kristen. Sekarang mayoritas
penduduk Karo telah beragama Kristen Protestan.

3. SISTEM KEBENDAAN

Ada banyak sekali benda-benda yang di ciptakan untuk berbagai macam hal di suku Karo.
Masyarakat Karo memiliki budaya yang unik dalam seni dan budaya termasuk benda-benda
kebudayaan. Setiap seni memiliki mistis dan makna sendiri, juga dalam setiap karya memiliki
nilai mistis dan makna sendiri.Berikut adalah alat-alat dan bangunan yang di ciptakan oleh
masyarakat Karo terdahulu
1. Rumah adat karo

Rumah Adat Karo Sumatera Utara dikenal juga sebagai rumah adat Siwaluh
Jabu.Siwaluh Jabu sendiri memiliki pengertian sebuah rumah yang didiami delapan keluarga.
Masing-masing keluarga memiliki peran tersendiri di dalam rumah tersebut.Rumah adat ini
dipelihara secara turun temurun, bahkan ada yang telah berusia ratusan tahun. Seperti yang ada
di Desa Lingga. Desa yang berada di Kecamatan Simpang Empat ini merupakan sebuah desa
budaya yang kini menjadi tujuan wisata di daerah tersebut. Desa ini masih menyimpan
peninggalan Budaya dan Sejarah Karo.

2. Tumbuk Lada

Suku Karo punya piso khas yang mematikan, yakni Tumbuk Lada. Pisau Tumbuk lada ada
beberapa motif ukirannya dan ada juga yang tidak berukir. Bahan pisau juga berbeda beda
tergantung kepada keperluannya. Kalau Anak Beru mindo besi mersik (piso Tumbuk Lada)
kepada kalimbubu maka biasanya bahan besinya terdiri dari 5 negeri (Kerajaan), kemudian
dilebur menjadi satu baru kemudian di tempa menjadi pisau.  Arti angka lima disini ialah gelah
ertima tendi irumah (agar jiwa dan rohnya tetap berada dirumah).

2. Topeng Gundala-gundala

Topeng Gundala-gundala adalah topeng yang di guakan dalam menarikan tarian khas


Karo untuk ritual memanggil hujan, tidak ada batasan penari. Dulu orang-orang bebas untuk
menarikan tarian tersebut. Kalau untuk jumlah orangnya bebas. Semua masyarakat terlibat salam
acara itu karena semua orang butuh. Mereka menari dengan mengelilingi kampung. Jadi siapa
yang tidak ikut dalam acara itu kita datangi kerumahnya. Setiap upacara atau ritual memiliki
tradisi, begitu juga dalam ritual tarian topeng Gundala-Gundala ini. Dalam menarikan tarian
ritual ini, ada tradisi menyiram air se-kampung dengan menggunakan tembakan dari bambu.

3. Kulcapi
Kulcapi adalah alat musik tradisional Suku karo dari Sumatra Utara yang sering
dipergunakan pada upacara ritual, upacara adat, dan juga pertunjukan musik dimainkan dengan
cara di petik.

4. Sarunei

Sarunei adalah alat musik tradisional Suku karo dari Sumatra Utara yang sering
dipergunakan pada upacara ritual, upacara adat, dan juga pertunjukan musik dimainkan dengan
cara di tiup.

4. Pakaian adat karo


Itu adalah sebagian dari adat dan budaya di tempat saya Tanah Karo, sebetulnya masih
banyak budaya Karo yang belum saya sampaikan dan masih banyak juga yang saya belum
mengerti mengenai budaya itu sendiri, jika ada kesalahan kata yang tidak mengindahkan, saya
mohon maaf sebesar-besarnya. Terimakasih banyak Salam MEJUAH-JUAH.

Anda mungkin juga menyukai