Anda di halaman 1dari 17

ESENSI AJARAN ISLAM

TENTANG PANDANGAN ISLAM TERHADAP DEMOKRASI

Dosen Pengampuh Pend. Agama Islam Dr.La Sensu,S.Ag., MH

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Hujar Afnan Ardiansyah (202041040)

Indeng Fitriyani (202041023)

Rini Antarina (202041021)

PROGAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULAWESI TENGGARA

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul: ”Esensi
Ajaran Islam Tentang pandangan islam terhadap demokrasi”. Salawat dan salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan
pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.

Atas bimbingan kekompakkan kelompok 6 dan saran dari teman-teman maka


disusunlah makalah ini, semoga dengan tersusunya makalah ini dapat berguna bagi kami semua
dalam memenuhi tugas dari mata kuliah pend. Agama islam dan semoga segala yang tertuang
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pendengar/pembaca dalam
rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini di sajikan khusus dengan tujuan untuk
memberi arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih
bermakna. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada:

1. Dosen Pembimbing mata kuliah Pend. Agama Islam, Dr. La Sensu,S.Ag.,MH


2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya Makalah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada para pembaca/pendengar guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan hanya
milik Allah SWT semata.

Kendari,13Desember 2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
a. Latar Belakang .........................................................................................
b. Rumusan Masalah ....................................................................................
c. Tujuan ......................................................................................................
d. Manfaat ....................................................................................................
BAB 2 ISLAM, MUSYAWARAH DAN DEMOKRASI
1. Definisi Demokrasi
2. Perkembangan Demokrasi di Indonesia .................................................
3. Pandangan Islam Tentang Demokrasi ....................................................
4. Demokrasi sebagai Implementasi Sila Keempat ....................................
5. Musyawarah ............................................................................................
BAB 3 ANALISIS DAN KOMENTAR
1. Persamaan dan Perbedaan Islam Dengan Demokrasi.............................
2. Pandangan Ulama Tentang Demokrasi ..................................................
 Yusuf al-Qardhawi
 Salim Ali al-Bahnasawi
3. Demokrasi dan Kesejahteraan
4. Islam Mengsejahterakan Rakyat

BAB 4 PENUTUP
 Kesimpulan ...........................................................................................
 Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Demokrasi merupakan sebuah sistem yang paling banyak dianut pada masa ini. Saat ini,
banyak sekali Negara yang menganut sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya.
Demokrasi sendiri berarti sistem yang berasal dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat.
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi
dalam pengambilan keputusan, dan persamaan hukum.
Sistem demokrasi pun dipercaya sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia. Indonesia
memiliki badan legislatif yang anggotanya merupakan wakil rakyat. Rakyat juga berwenang
memilih presiden dan wakil presiden. Namun kenyataannya, Indonesia masih dalam masa
“belajar” berdemokrasi, masih dalam masa sosialisasi tentang demokrasi yang sebenarnya.
Masih banyak rakyat yang tidak mengerti hakikat dari berdemokrasi, dan masih banyak pula
yang salah mengaplikasikan bentuk dari demokrasi tersebut.
Dalam Islam, demokrasi telah diajarkan Rasulullah SAW. Yaitu dengan musyawarah.
Contohnya, pada saat perang badar, beliau mendengarkan saran sahabatnya mengenai lokasi
perang walaupun itu bukan pilihan yang yang diajukan olehnya. Rasulullah pun mulai sering
melakukan musyawarah bersama sahabat-sahabatnya untuk memutuskan sesuatu. Namun yang
terjadi saat ini, banyak orang yang menganggap bahwa sistem demokrasi diadaptasi dari Negara-
negara barat, sehingga sistem demokrasi dianggap tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
Musyawarah dalam Islam dianggap sebagai suatu cara untuk menemui kata mufakat secara adil
dan kekeluargaan. Sedangkan sistem demokrasi negara barat dianggap memiliki tujuan yang
bersifat duniawi dan materialistis. Maka dari itu, kita perlu memahami hakikat demokrasi,
musyawarah dan pelaksanaan demokrasi yang ideal yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam
serta sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pancasila.

b. Rumusan Masalah
1. Apa makna dari demokrasi dan bagaimana perkembangannya?
2. Bagaimana pandangan Islam terhadap demokrasi?
3. Bagaimana pandangan demokrasi menurut pancasila?
4. Apa makna dari musyawarah dalam Islam?

c. Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam (PAI).
2.  Untuk memberikan pemahaman mengenai makna demokrasi dan musyawarah.
3. Untuk memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan demokrasi dengan pancasila.
4. Untuk memberikan penjelasan mengenai pandangan Islam terhadap demokrasi.

d. Manfaat
Dengan memahami demokrasi dan musyawarah yang sesungguhnya, maka akan
terciptanya pengaplikasian nilai-nilai demokrasi maupun musyawarah tersebut dengan baik
dalam kehidupan sehari-hari menurut pandangan islam.
BAB 2
ISLAM, MUSYAWARAH DAN DEMOKRASI

1. Definisi Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu demos, yang
berarti rakyat, dan cratein, yang berarti pemerintah. Maka dilihat dari arti katanya, istilah
demokrasi mengandung arti pemerintahan rakyat, yang kemudian lebih dikenal dengan
pengertian pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government from the people,
by the people, and for people).
Batasan demokrasi menurut pengertian secara harafiah diatas menimbulkan kontradiksi
dalam pemahamannya, karena dalam pengertian demikian berarti yang berjumlah lebih banyak
memerintah yang jumlahnya lebih sedikit, sedangkan dalam kenyataannya adalah sebaliknya,
yaitu yang berjumlah lebih sedikit memerintah, yang berjumlah lebih banyak diperintah.
Mengenai pengertian demokrasi ini Jean Jacques Rousseau mengemukakan.
“Kalau dipegang arti kata seperti diartikan umum, maka demokrasi yang sungguh-sungguh
tidak pernah ada dan tidak ada. Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa yang berjumlah
terbesar memerintah, sedangkan yang paling sedikit harus diperintah”
Berhubungan dengan hal itu, maka demokrasi dapat diberikan pengertian sebagi suatu sistem
pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat. Dari hal tersebut sesungguhnya pengertian
demokrasi itu mengalami perkembangan sejalan dengan paham dan asas yang dianut oleh suatu
Negara dalam kehidupan bernegara.
Negara-negara yang ada didunia kini mendasarkan diri atas paham dan asas demokrasi,
meskipun paham dan asas yang dianutnya tersebut didalam pelaksanaannya tidak sama atau
berbeda, sehingga kita mengenal adanya berbagai sebutan yang dikaitkan dengan paham
demokrasi, seperti : social democracy, liberal democracy, people democracy, guided democracy,
dan sebagainya.
Pelaksanaan demokrasi yang tidak sama antara Negara yang satu dengan lainnya dapat
dilihat dalam berbagai konstitusi Negara, dimana dikenal adanya macam-macam bentuk dan
sistem ketatanegaraan seperti: Negara kesatuan dan Negara federal, Negara republik dan Negara
kerajaan, dengan sistem yang dianutnya sepert: sistem satu kamar dan dua kamar, sistem
pemerintahan parlementer dan pemerintahan presidensil, sistem diktatorial dan sistem campuran,
dan sebagainya.

Norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi:


1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme.
2. Musyawarah.
3. Pertimbangan moral.
4. Pemufakatan yang jujur dan sehat.
5. Pemenuhan segi-segi ekonomi.
6. Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing.
7. Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem
pendidikan.
2. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonedia mengalami pasang-surut dari masa kemerdekaan
sampai sekarang ini. Dalam perjalanan bangsa dan Negara Indonesia, masalah pokok yang
dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan mereka dalam sisi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Perkembangan demokrasi di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat
periode.

a.       Demokrasi Parlementer (1945-1959)


Sistem parlementer yang mulai berlaku setelah kemerdekaan kemudian diperkuat dalam
UUD 1945 dan 1950, ternyata tidak cocok di Indonesia. Persatuan yang digalang selama
menghadapi musuh bersama tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif setelah
kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem ini. UUD 1950
menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai
kepala negara konstitusional dan beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab
politik. Karena fragmentasi partai politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup
lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal inilah yang mendorong Ir.
Soekarno sebagi presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakuknya
kembali UUD 1945. Dengan demikian masa demokrasi ini berakhir.

b.      Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi dari presiden, terbatasnya partai politik,
berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peran ABRI sebagai unsure social politik.
Banyak sekali penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan ini, diantaranya
pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup, yang tidak sesuai dengan UUD 1945.
Selain itu presiden juga membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan Umum,
padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak
mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.

c.       Demokrasi Pancasila (1965-1998)


Landasan formal demokrasi ini yaitu Pancasila, UUD 1945 serta ketetapan MPRS. Dalam
usaha meluruskan penyelewengan terhadap UUD pada masa demokrasi terpimpin, Tap MPRS
No. III/1963 mengenai penetapan masa jabatan seumur hidup Ir. Soekarno telah dibatalkan.

Beberapa perumusan tentang demokrasi Pancasila sebagai berikut :


1. Demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas
Negara hukum dan kepastian hukum.
2. Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua
warga Negara.
3. Demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM,
peradilan yang tidak memihak.

Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi Pancasila tidak
berbeda dengan demokrasi pada umumnya. Karena demokrasi Pancasila memandang kedaulatan
rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Namun demikian “demokrasi Pancasila” dalam rezim
Orde Baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praktis atau
penerapan. Karena dalam praktiknya rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan
berdemokrasi.
d.      Demokrasi Orde Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya rezim otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi
di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi runtuhnya keruntuhan rezim tersebut
menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi di Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase
krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan ditentukan akan kearah mana demokrasi yang
akan dibangun. Sukses atau gagalnya suatu transisi sangat tergantuung pada tiga faktor kunci,
yaitu :
 Komposisi elite politik
 Desain institusi politik
 Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik.

3. Pandangan Islam terhadap Demokrasi


Perdebatan tentang hubungan antara Islam dan demokrasi sebagaimana diakui oleh Mun’im
A. Sirry  memang masih menjadi perdebatan yang belum terselesaikan. Berdasarkan pemetaan
yang dikembangkan oleh Jhon L. Esposito dan James P. Piscatory (Syukron Kamil : 2002) secara
umum dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran.

Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam dipandang
sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Demokrasi sebagai sistem barat tidak tepat
untuk dijadikan acuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara Islam sebagai
agama kaffah yang tidak hanya mengatur aspek teologi (aqidah) dan ibadah, melainkan mengatur
segala aspek kehidupan umat manusia. Ini diungkapkan oleh elit kerajaan Arab Saudi dan elit
politik Iran pada masa awal revolusi Iran, Syekh FadhAllah Nuri, Sayyid Qutb, Thabathabi, Al-
Sya’rawi dan Ali Benhadj.
Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa Islam dan Demokrasi merupakan konsep yang
sejalan setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu sendiri. Diantara
tokoh dari kelompok ini adalah al-Maududi, Abdul Fattah Morou, dan Taufiq Asy-Syawi.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem demokrasi .
Pandangan ini yang paling dominan yang ada di Indonesia, karena demokrasi sudah menjadi
bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan Negara-negara Islam lainnya. Diantara tokoh-
tokohnya yaitu,  Fahmi Huwaidi, al-Aqqad, M Husain Haekal, Robert N. Bellah. Di Indonesia
diwakili oleh Nurcholis Majid (Cak Nur), Amien Rais, Munawir Syadzali, A. Syafi’i Ma’arif dan
Abdurrahman Zahid.
Penerimaan Negara-negara Islam terahadap demokrasi bukan bararti demokrasi dapat
berkembang dengan cepat secara otomatis. Ada beberapa alas an teoritis yang dapat menjelaskan
tentang lambatnya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam : 
 Pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi. Hal ini disebabkan oleh
kebanyakan kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan Islam.
 Persoalan kultur. Sebenarnya demokrasi telah dicoba di Negara-negara Islan sejak paruh
pertama abad dua puluh tetapi gagal. Tampaknya ia akan sukses pada masa-masa
mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan otokrasi
dan ketaatan pasif. Persoalan kultur ditengarai sebagai yang paling bertanggung jawab
mengapa sulit membangun demokrasi di Negara Islam. Sebab, secara doktrinal, pada
dasarnya hampir tidak dijumpai hambatan teologis dikalangan tokoh-tokoh partai, ormas,
atau gerakan Islam. Bahkan ada kecenderungan untuk merambah tugas baru yaitu
merekonsiliasi perbedaan antara teori politik modern dengan doktrin Islam.
 Lambannya pertumbuuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungannya dengan
teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu
sendiri. Untuk membangun demokrasi dibutuhkan kesungguhan, kesabaran, dan diatas
segalanya adalah waktu. Jhon Esposito dan O. Voll adalah tokoh yang tetap optimis
terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam. Terlepas dari itu semua, tak dapat
diragukan lagi, pengalaman empirik demokrasi dalam sejarah Islam memang terbatas.

4. Demokrasi sebagai Implementasi Sila Keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
Sila keempat ini mempunyai makna bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat, dan dalam
melaksanakan kekuasaannya, rakyat menjalankan sistem perwakilan (rakyat memilih wakil-
wakilnya mealui pemilihan umum) dan keputusan-keputusan yang diambil dilakukan dengan
jalan musyawarah yang dikendalikan dengan pikiran yang sehat, jernih, logis, serta penuh
tanggung jawab baik kepada Tuhan maupun rakyat yang diwakilinya. Butir-butir implementasi
sila keempat adalah sebagai berikut :
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Butir ini menghendaki masyarakat
harus mengawal wakil rakyat yang dipilih lewat pemilu, agar setiap keputusan wakil
rakyat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Butir ini menghendaki setiap warga
negara untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, menghormati setiap
perbedaan, dan dengan akal sehat melakukan kompromi demi kebaikan masyarakat dan
negara.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Butir ini menghendaki adanya musyawarah yaitu pembahasan secara bersama-sama atas
suatu penyelesaian masalah.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Butir ini
menghendaki agar pengambilan keputusan secara bersama-sama didasarkan semangat
kekeluargaan yaitu hubungan kekerabatan yang sangat erat dan mendasar di masyarakat.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah. Butir ini menghendaki, setiap keputusan yang diambil dalam
musyawarah untuk diterima dan dilaksanakan dengan baik
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Butir
ini menghendaki prinsip musyawarah dalam memecahkan masalah bukan menang dan
kalah, serta kepentingan golongan, tetapi dengan menggunakan akal sehat, tidak mabuk
dan anarki, sesuai dengan hati nurani.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan.
5. Musyawarah
     Kata musyawarah terambil dari kata (‫ور‬KKKK‫) ش‬  syawara  yang pada mulanya bermakna
“mengeluarkan madu dari sarang lebah”. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup
segala sesuatu yang dapat diambil / di keluarkan dari yang lain ( termasuk pendapat).  Orang
yang bermusyawarah bagaikan  orang yang minum madu(Quraish Shihab : 2001)
Dari makna dasarnya ini diketahui bahwa lingkaran musyawarah yang terdiri dari peserta dan
pendapat yang akan disampaikan adalah lingkaran yang bernuansa kebaikan. Peserta
musyawarah adalah bagaikan lebah yang bekerja sangat disiplin, solid dalam bekerja sama dan
hanya makan dari hal- hal yang baik saja ( disimbolkan dengan kembang), serta tidak melakukan
gangguan  apalagi merusak dimanapun ia hinggap dengan catatan ia tidak diganggu. Bahkan
sengatannya pun bisa menjadi obat. Sedangkan isi atau pendapat musyawarah itu bagaikan madu
yang dihasilkan oleh lebah. Madu bukan hanya manis tapi juga menjadi obat dan
karenanya  menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah hakekat dan semangat sebenarnya
dari musyawarah. Karenanya kata tersebut tidak digunakan kecuali untuk hal- hal yang baik-
baik saja.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekeliling. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan maksudnya : urusan peperangan dan hal-hal
duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-
lainnya.kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal-lah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (Q.S. Ali Imran : 159)
Perintah bermusyawarah pada ayat diatas turun setelah peristiwa menyedihkan pada perang
uhud. Ketika itu menjelang pertempuran, Nabi mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk
memusyawarahkan bagaimana sikap menghadapi musuh yang sedang dalam perjalanan dari
Mekah ke Madinah. Nabi cenderung bertahan di kota Madinah, dan tidak keluar menghadapi
musuh yang datang dari mekah. Sahabat-sahabat beliau, terutama kamu muda yang penuh
semangat mendesak agar kaum muslim, dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW keluar
menghadapi musuh.
Pendapat mereka itu mendapat dukungan mayoritas, sehingga Nabi menyetujuinya. Tetapi,
peperangan berakhir dengan gugurnya para sahabat yang jumlahnya tidak kurang dari tujuh
puluh orang. Konteks turunnya ayat ini, serta kondisi psikologis yang dialami Nabi dan sahabat
beliau amat perlu digaris bawahi untuk melihat bagaimana pandangan Al-Quran tentang
musyawarah.
Ayat ini seakan-akan berpesan kepada Nabi, bahwa musyawarah harus tetap dipertahankan
dan dilanjutkan. Walaupun terbukti pendapat yang mereka putuskan keliru. Kesalahan mayoritas
lebih dapat ditoleransi dan dapat menjadi tanggung jawab bersama,dibandingkan dengan
kesalahan seseorang meskipun diakui kejituan pendapatnya sekalipun.
Dari ayat tersebut dapat diambil empat sikap ideal ketika dan setelah melakukan musyawarah

1. Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi  pemimpin


harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
2. Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta
musyawarah, sebab tidak akan berjalan baik, kalau peserta masih diliputi kekeruhan
hati apalagi dendam.
3. Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan
dengan permohonan ampunan kepada- Nya. Itulah  sebabnya  yang harus mengiringi
musyawarah adalah permohonan maghfiroh dan ampunan Ilahi.
4. Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah, bertawakkal.

            Kita sering mendengar mengenai Syura jika berbicara tentang musyawarah. Syura,
sebenarnya adalah suatu forum, dimana setiap orang mempunyai kemungkinan untuk terlibat
dalam urun rembuk, tukar pikiran, membentuk pendapat, dan memcahkan suatu persoalan
bersama.
Musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan bersama dengan
maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Bermusyawarah artinya berunding atau
berembug. Sedangkan permusyawaratan berarti berunding. Sehingga jelaslah bahwa
permusyawaratan dalam sila keempat Pancasila merupakan perundingan dalam rangka
pembahasan bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan terhadap suatu masalah yang
menyangkut orang banyak.

BAB 3
ANALISIS DAN KOMENTAR

1. Persamaan dan Perbedaan Islam dan Demokrasi


 Persamaan Islam & Demokrasi
Dr. Dhiyauddin ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan yang mempertemukan Islam
dan demokrasi :
a. Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan kekuasaan, itu pun
sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem terpenting dalam sistem
demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari
kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan Undang-Undang atau hukum didasarkan pada
alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan UU terpisah dari
Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya
dan terikat UU. Pada hakikatnya, Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif
yang memiliki kewenangan independen karena pengambilan keputusan tidak boleh
didasarkan pada pendapat atau keputusan penguasa atau presiden, jelainkan berdasarka
pada hukum-hukum syariat atau perintah Allah Swt.
b. Demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu
pun ada di dalam sistem negara Islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus
memahami Islam secara komprehensif.
c. Demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu (misalnya, asas
persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan, realisasi
keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas
mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam Islam. 
 Perbedaan Islam & Demokrasi
a. Demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi batas wilayah,
iklim, darah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal. Dengan kata lain,
demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme atau rasialisme yang digiring tendensi
fanatisme. Adapun menurut Islam, umat tidak terikat batas wilayah atau batasan lainnya.
Ikatan yang hakiki di dalam Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapa
pun yang mengikuti Islam, ia masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna
kulit, negara, bahasa atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat
manusiawi dan bersifat internasional.
b. tujuan-tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada tiap masa adalah
tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk
kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang
ditempuh melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi
Islam selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan
spiritual yang lebih utama dan fundamental.
c. kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi,
rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kezaliman atau
kemaksiatannya. Namun dalam Islam, kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat
dengan ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi
batasan-batasan syariat, alQuran dan asSunnah tanpa mendapat sanksi.

2. Pandangan Ulama tentang demokrasi


 Yusuf al-Qardhawi
Menurut beliau, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa hal. Misalnya:
 Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat
seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu
saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai.
Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat
yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya.
 Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan
Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada
pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
 Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang
tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih
menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak
layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian
pada saat dibutuhkan.
 Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan
dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura.
Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah
seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak.
Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang
keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari
luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat
jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang
diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
 Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas
pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
 Salim Ali al-Bahnasawi
Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan
islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam. Sisi baik demokrasi
adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi
buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap
menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan
adanya islamisasi sebagai berikut:
 Menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.
 Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
 Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan
dalam Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
 Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang
bermoral yang duduk di parlemen.

3. Demokrasi dan Kesejahteraan


Sebenarnya studi tentang hubungan demokrasi dan kesejahteraan sudah lama dilakukan. Pada
tahun 1999, Barron’s menggunakan data dunia dari tahun 1960 selama kira-kira 40 tahun
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara demokrasi dengan kesejahteraan. Adam Smith
menggagas marketmechanism pada 1854 – 2011 mengatakan Krisis selalu bertalian dengan
demokrasi, dan itu terjadi berkali-kali.

Dalam buku, Apakah Demokrasi Itu?,yang disebarluaskan oleh Kedutaan Besar Amerika


Serikat untuk Indonesia, di halaman terakhir ditulis bahwa “Demokrasi sendiri tidak menjamin
apa-apa. Sebaliknya, ia menawarkan kesempatan untuk berhasil serta resiko kegagalan”.
Jelas keliru kalau kesejahteraan yang menjadi dambaan masyarakat disandarkan pada proses
demokratisasi. Demokrasi digembar-gemborkan sebagai pemerintahan yang kedaulatannya
terletak di tangan rakyat. Padahal ini hanyalah mimpi di siang bolong. Dalam demokrasi tidak
pernah ada yang namanya rakyat sebagai penentu keinginan. Sejarah AS sendiri menunjukkan
hal tersebut. Presiden Abraham Lincoln (1860 – 1865) mengatakan bahwa demokrasi
adalah, “fromthepeople, bythepeople, andforthepeople” (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat). Namun, hanya sebelas tahun kemudian setelah Lincoln meninggal dunia, Presiden AS
Rutherford B. Hayes, pada tahun 1876 mengatakan bahwa kondisi di Amerika Serikat pada
tahun itu adalah “fromcompany, bycompany, andforcompany”(dari perusahaan, oleh perusahaan
dan untuk perusahaan). Sejak awal kelahirannya, kedaulatan dalam demokrasi ada di tangan
segelintir rakyat (bukan di tangan rakyat), yakni di tangan para pemilik modal. Hanya saja,
mereka menipu rakyat dengan menggembar-gemborkan seolah-olah kedaulatan ada di tangan
rakyat. Jadi, bila perubahan yang dikehendaki adalah daulatnya rakyat maka demokrasi tidak
memberikan hal itu. Yang berdaulat dan berkuasa dalam demokrasi adalah para pemilik modal
yang memang memiliki uang.
Karena itu, tidak aneh jika di Afrika Timur lebih dari 12 juta orang menderita kelaparan
seperti di Somalia, Kenya, Djibouti, Sudan, dan Uganda. Di Somalia hampir setengah
penduduknya menghadapi krisis kemanusiaan (3.7 juta orang). Satu dari tiga anak-anak
kekurangan gizi. Hal ini dilaporkan sebagai salah satu krisis terburuk yang memukul Afrika
Timur di hampir enam dekade. Yang paling mengejutkan, disana dengan mudah kita menemui
anak-anak kurus mengisap payudara kosong dari ibunya yang lemah dan kelaparan. Orang tua
sangat lemah dan tidak mampu berjalan.

Amerika pun tidak luput dari kemiskinan, jumlah orang yang tinggal di kawasan-kawasan
sangat miskin telah bertambah sepertiga selama dasawarsa terakhir. (The
BrookingsInstitution). Bahkan menurutVoiceof America, jumlah total angka kemiskinan di
negara demokrasi terbesar itu meningkat pada posisi tertinggi sebanyak 46,2 juta jiwa. Angka ini
merupakan rekor tertinggi sejak Badan Statistik AS mulai melakukan pendataan keluarga miskin
pada tahun 1959. Di sisi lain perekonomian Amerika mengalami kebangkrutan. Perang Irak dan
Afghanistan telah menguras keuangan negara Paman Sam ini, ditambah lagi krisis keuangan
tahun 2008 telah menghancurkan industri jasa keuangan Amerika. Pada bulan September 2010
lalu, telah kolaps bank Amerika yang ke-300. Dari tahun 2007-2010, perekonomian Amerika
telah mengalarni defisit hingga lebih dari 16 trilyundollar AS. Amerika juga menjadi salah satu
negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di dunia, yaitu 17 persen, sebuah angka
pengangguran tertinggi selama 45 tahun temkhir. Saat ini utang negara adidaya Amerika Serikat
mencapai batas atas yaitu $ 14.300.000.000.000 ($14.3 trilliun), sehingga utang per kapita
penduduk AS termasuk tertinggi di dunia. Setiap warga AS mempunyai utang 13 kali lebih besar
dari pendapatan mereka.

Dengan demikian, bila perubahan yang dikehendaki adalah terwujudnya kesejahteraan,


demokrasi pun bukan jalan untuk itu. Realitas menunjukkan bahwa Hongkong sangat pesat
ekonominya sekalipun tanpa demokrasi. Begitu juga Korea Selatan dan Taiwan. Pertumbuhan
ekonomi Korea Selatan pada triwulan pertama 2011 mencapai 8,1% tertinggi di antara negara-
negara anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Adapun
pertumbuhan ekonomi Taiwan mencapai 10,47% pada akhir 2010 (Okezone.com. 2/2/2011).
Padahal kedua negara tersebut semiotoriter.

Pada dekade 1970-an dan 1990-an, sebagian besar negara-negara industri


baru (newlyindustrialisedcountries) yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi
tergolong otoriter. sebagian besar negara-negara di Timur Tengah yang makmur juga tidak
demokratis. Adapun India, yang ketika itu sudah demokratis, memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi dan kemakmuran di bawahnya. Vietnam yang secara de facto menganut sistem
pemerintahan otoriter juga mendemonstrasikan kinerja ekonomi yang menawan sejak
pertengahan 1990-an. Pada 2011 pertumbuhan ekonominya mencapai 7%, bahkan diduga akan
menjadi raksasa baru ekonomi Asia (Antara, 7/5/2011). Singapura yang juga semiotoriter
menjadi salah satu negara paling makmur di dunia tanpa perlu mengalami demokratisasi. Hal
yang sama terjadi pada Tiongkok yang bisa tumbuh pesat seperti sekarang, meski
pemerintahannya tetap otoriter. Sebaliknya, Indonesia yang dibangga-banggakan sebagai negara
demokratis justru rakyatnya tetap miskin, sementar korupsinya makin merajalela.
Banyak negara otoriter berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi seperti sejumlah
negara Amerika Latin di tahun 1970-1980-an dan Asia Timur tahun 1980-1990-an. Sebaliknya,
negara-negara berkembang yang relatif demokratis seperti Filipina, Fiji, atau India, setidaknya
hingga pertenganan 1990-an, terpuruk pada siklus pertumbuhan rendah. Di AS, misalnya,
kemakmuran yang selanjutnya diikuti dengan sejahteranya kehidupan masyarakat AS bukanlah
hasil demokrasi, tetapi buah dari imperialismenya terhadap bangsa-bangsa lain. Dalam rangka
menyelesaikan masalah ekonomi dalam negerinya, AS menjajah Irak dan Afganistan untuk
mendapatkan minyak. AS mendapatkan kemakmuran karena ‘democraticimperialism’ yang dia
lakukan. Tidak pernah ada dalam sejarah suatu negara miskin, lalu berubah menjadi demokratis,
dan melalui demokrasi itu negara tersebut menjadi sejahtera. Tidak ada! Realitas ini
menggambarkan bahwa demokrasi bukanlah jalan bagi perubahan menuju kesejahteraan apalagi
perubahan hakiki. Kalau yang dikehendaki itu adalah perubahan sistem kehidupan, demokrasi
hanya memberikan perubahan orang/rezim. Sistem yang diterapkan sama: sekular. Sekadar
contoh, Indonesia dari awal kemerdekaan tetap menjalankan sekularisme. Memang, terjadi
perubahan pendekatan mulai dari Sosialisme pada Orde Lama, Kapitalisme pada Orde Baru, dan
Neoliberalisme pada era Orde Reformasi. Namun, sistemnya tidak berubah: sekularisme.
Dengan demikian, berharap adanya perubahan hakiki pada demokrasi ibarat punduk
merindukan bulan.Utopis!

4. Islam Mengsejahterakan Rakyat


Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, maka tidak ada cara lain, selain dengan membuang
sistem demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis yang telah terbukti gagal mensejahterakan rakyat.
Kemudian menggantikannya dengan sistem yang adil yang dapat mensejahterakan penduduk
dunia yaitu penerapan syariah Islam secara kaffah oleh negara.

Sejarah telah membuktikannya, syariah Islam telah menciptakan kesejahteraan rakyat bagi jutaan
manusia selama berabad-abad, tanpa mengenal kata krisis.

Pada masa khalifah umar bin Abdul Aziz, beliau pernah menugaskan salah seorang pegawainya
yang bernama Yahya bin Sa’ad untuk membagikan zakat kepada penduduk fakir miskin
dikawasan Afrika Utara. Tidak lama kemudian ia kembali menghadap khalifah, dan melaporkan
bahwa tidak ada seorang pun yang fakir dan miskin, yang berhak menerima zakat. Ini
menggambarkan bahwa untuk pertama kalinya di dalam sejarah, tidak ada penduduk Afrika yang
fakir dan miskin, semuanya mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup. Dan hal itu
hanya terjadi tatkala Afrika berada dibawah sistem Islam.

Hal ini sesuai dengan Firman Allah Al-‘araf: 96


ْ ُ‫خَذنَاهُمبِ َما َكان‬
َ‫وايَ ْك ِسبُون‬ ْ َ ‫ُوافَأ‬
ْ ‫ض َولَـ ِكن َك َّذب‬
ِ ْ‫والَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِهمبَ َر َكاتٍ ِّمنَال َّس َما ِء َواألَر‬
ْ َ‫وا َواتَّق‬
ْ ُ‫َولَوْ أَنَّأَهْاَل ْلقُ َرىآ َمن‬

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)

Sebab dalam sistem politik Islam, kedaulatan hanyalah milik syariah bukan milik rakyat.
Imam asy-Syaukani, dalam bukunya menyatakan bahwa sejak dulu tidak ada perbedaan di
tengah kaum muslim bahwa kedaulatan hanya milik syariah. Artinya syariahlah yang mengelola
dan mengendalikan kehendak individu maupun umat. Kemudian timbul pertanyaan, apa
keuntungan dan manfaat kedaulatan ditangan syariah?

Pertama, Kita telah berada dijalan yang benar bukan dijalan yang salah yaitu
menjalankan perintah Allah dengan menerapkan syariat Islam. Kedua, sebagai mana kita ketahui,
kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi, tidak ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi, bahkan yang
sepadan sekalipun. Ketiga, kekuasaan itu bersifat mutlak. Artinya, mencakup semua perkara,
semua orang dan semua kondisi. Keempat, kekuasaan itu memiliki kontrol penuh atas segala
urusan.

Dengan demikian, karena kedaulatan itu ialah kekuasaan yang mengelola dan
mengendalikan kehendak suatu umat. Maka dalam Islam, Kekuasaan tertinggi yang bersifat
absolut, mutlak dan yang berhak mengeluarkan hukum ialah yang Maha segala-segalanya yaitu
Allah swt, yang bersumber dari al-Quran dan Al-Hadits. Sebagaimana firmannya QS, an-Nisa’:
59:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

BAB 4
PENUTUP
 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya
bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang
sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan
menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun
yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa
mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari ketetapan Hukum Allah.
Akhirnya, agar sistem demokrasi ini dapat terwujud diatas nilai – nilai islam yang mulia, maka
langkah yang harus dilakukan adalah :
- Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
- Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi oleh orang-orang yang beriman dan
beriman dan berilmu.

 Saran
Demi mewujudnya demokrasi yang sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pancasila, maka kita
harus menjalani norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi:
1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme.
2. Musyawarah.
3. Pertimbangan moral.
4. Pemufakatan yang jujur dan sehat.
5. Pemenuhan segi-segi ekonomi.
6. Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing.
7. Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan system
pendidikan.
Pada akhirnya demokrasi yang sesungguhnya, dalam pelaksanaannya haruslah merujuk pada
permusyawratan (musyawarah). Dimana esensi musyawarah adalah pemberian kesempatan
kepada anggota masyarakat yang memiliki kemmapuan dan hak untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk aturan-aturan hukum atau
kebijaksanaan politik.
Dengan hal tersebut, maka perwujudan dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat menuju
cita-cita bangsa yang sesungguhnya. Dan idealisme terhadap demokrasi diharapkan dapat dijiwai
oleh setiap warga Negara sehingga tidak lagi memunculkan praktik-praktik demokrasi jual beli
yang masih terus berlanjut hingga saat ini.

DAFTAR FUSTAKA
http://www.zulkieflimansyah.com/in/kompatibilitas-islam-dan-demokrasi.html
http://www.eramuslim.com/islam-dan-demokrasi.html
http://www.docstoc.com/docs/22801041/Lagi-Soal-Islam-dan-Demokrasi/

Anda mungkin juga menyukai