Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I.2 Etiologi
Penyebab hirsprung sendiri belum diketahui secara pasti tetapi diduga
terjadi karena faktor genetic dan lingkungan, sering terjadi pada anak
dengan down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub
mukosa dinding plexus (Nurarif, 2015).
1
a. Tidak dapat meningkatkan berat badan
b. Konstipasi (sembelit)
c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
d. Diare cair yang keluar seperti disemprot
e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
a. Konstipasi (sembelit)
b. Kotoran berbentuk pita
c. Berbau busuk
d. Pembesaran perut
e. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
f. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Pada anak-dewasa :
a. Konstipasi
b. Distensi abdomen
c. Dinding abdomen tipis
d. Aktivitasperistaltikmenurun
e. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat
I.4 Patofisiologi
Masalah utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang
mengalami gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari
lokasi sfingter sampai internus ke arah proksimal. Inervasi kolon berasal
dari dua saraf yaitu saraf intrinsik dan saraf ekstrinsik, saraf ekstrinsik
simpatis berasal dari medula spinalis, sedangkan yang parasimpatis
untuk kolon sebelah kanan berasal dari nervus vagus, sedangkan yang
sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan dari segmen anal dan
sfingter internus berasal dari sraf simpatis L5 dan saraf parasimpatis S1,
S2, S3. Persarafan simpatis akan menghambat kontraksi dari usus
sedangkan persarafan para simpatis akan mengaktifkan aktifitas
peristaltik dari kolon. Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis
ganglion pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus aurbach,
yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal.
2
I.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
a. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda obstruksi
usus letak rendah. Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan
dengan gambaran usus halus. Pada foto polos abdomen
memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon
proksimal. Penyakit Hirschsprung pada neonatus cenderung
menampilkan gambaran obstruksi usus letak rendah. Daerah
pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien bayi dan anak
gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas dapat terlihat.
b. Foto Barium Enema
Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama
disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang
sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada
bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi,
diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat
perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada
foto enema barium :
Abrupt, perubahan mendadak
Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
Funnel, bentuk seperti cerobong
2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan
panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare
memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan
elektrolit.
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
hematokrit dan platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan
tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi
sebelum operasi dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
3
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner,
apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung
ganglion ini tidak ditemukan.
I.6 Komplikasi
Komplikasi hirsprung antara lain:
a. Enterokolitis nekrotikans
b. Pneumatosis usus
c. Abses perikolon
d. Perforas
e. Septikemia..
I.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.
a) Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua
tahap.Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel
sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat
kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila
umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10
Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong
usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke
rectum dengan jarak 1 cm dari anus.
Prosedur pembedahan :
1. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang
berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan
kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di
belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang
terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang ditarik tersebut.
2. Prosedur Swenson
4
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu
dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon
bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi
dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan
merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk
mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum
dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai
ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara
membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh
kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus
tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan
jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
4. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah
dilakukan dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan
povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5
cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga
submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah
proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke
distal sampai melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot
rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan
operasi lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan
minimal, feeding dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah,
skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan komplikasi
enterokolitis, konstipasi dan striktur anastomosis.
5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah dilakukan
desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah operasi
ditutup duk steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan kulit
intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot yang
menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam sehingga
5
terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka
memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan
operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan
dengan cara memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus.
Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai zone
transisi yang ditandai dengan adanya perubahan diameter dinding
rektum. Supaya tidak melukai mukosa rektum maka setelah
mukosa menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari
mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-
benar telah terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum
dengan lebar 0,5 cm dilepaskan dari mukosa sepanjang zone
spastik sampai zone transisi. Material ini dikirim ke bagian
Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-
eosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprung’s Disease ini
dilakukan satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through.
b) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif
melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
c) Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa
yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan
keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion
normal yang paling distal.
I.8 Pathways
Obstruksi parsial Akumulasi benda padat, gas, cair Feses tidak mampu melewati
spingter ani
Refluk peristaltik
Obstruksi dikolon Pelebaran kolon (mega kolon)
7
Nama, umur, alamat, dan lain sebagainya yang diperlukan
untuk identitas pasien.
II.1.2 Riwayat Keperawatan
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama
setelah lahir, biasanya ada keterlambatan.
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Riwayat psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit,
mekanisme koping yang digunakan.
b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang
digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap
stress menghadapi penyakit anaknya.
II.1.3 Pemeriksaan Fisik ( Data Fokus)
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan
dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola
defekasi.
1. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
a. Monitor bowel elimination pattern
b. Ukur lingkar abdomen
c. Observasi manifestasi penyakit hischprung
2. Periode bayi baru lahir
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam
setelah lahir
b. Menolak untuk minum air
c. Muntah berwarna empedu / hijau-Distensi abdomen
3. Masa bayi
a. Ketidakadekuatan penambahan berat badan
b. Konstipasi
c. Distensi abdomen
d. Episode diare dan muntah
e. Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya
enterokolitis)
f. Diare berdarah
g. Demam dan Letargi berat
i. Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
8
a. Konstipasi
b. Feses berbau menyengat seperti karbon
c. Distensi abdomen
d. Masa fekal dapat teraba
e. Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan &
pertumbuhan yang buruk
II.1.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan
gambaran obstruksi usus letak rendah.
b. Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rectum.
c. Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks
karena rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.
d. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan
albumin juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi
terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya asupan protein.
9
- kram abdomen
- nyeri abdomen
- menolak makan
- indigesti
- persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
- melaporkan perubahan sensasi rasa
- melaporkan kurangnya makanan
- merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif:
- pembuluh kapiler rapuh
- diare
- adanya bukti kekurangan makanan
- kehilangan rambut yang berlebihan
- bising usus hiperaktif
- kurang informasi, informasi yang salah
- kurangnya minat terhadap makanan
- membrane mukosa pucat
- tonus otot buruk
- rongga mulut terluka (inflamasi)
- kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mengunyah
II.2.3 Faktor yang Berhubungan :
- ketergantungan zat kimia
- penyakit kronis
- kesulitan mengunyah atau menelan
- faktor ekonomi
- intoleransi makanan
- kebutuhan metabolik tinggi
- refleks mengisap pada bayi tidak adekuat
- kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
- akses terhadap makanan terbatas
- hilang nafsu makan
- mual dan muntah
- pengabaian oleh orang tua
- gangguan psikologis
10
Diagnosa 2 : Konstipasi
II.2.4 Definisi :
Penurunan pada fungsi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses atau pengeluaran
feses yang kering dan keras.
II.2.5 Batasan Karakteristik :
a. Nyeri abdomen
b. Nyeri tekan abdomen disertai distensi otot
c. Anoreksia
d. Feses berdarah
e. Rasa tekanan rectal
II.2.6 Faktor yang Berhubungan :
a. Kelemahan otot abdomen
b. Kurang aktifitas fisik
c. Hirsprung
d. Perubahan pola defekasi
e. Prolaps rektal
II.3Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan intervensi Nutrition Management Nutrition Management
...x24 jam diharapkan 1. Kaji status nutrisi pasien. 1. Pengkajian dilakukan
pemenuhan kebutuhan untuk mengetahui status
intake pasien tercukupi nutrisi pasien sehingga
dengan kriteria hasil: dapat menentukan
Nutrition status intervensi yang diberikan.
Intake nutrisi tercukupi 2. Jaga kebersihan mulut, 2. Mulut yang bersih dapat
Asupan makanan dan anjurkan untuk selalu meningkatkan nafsu
cairan tercukupi melakukan oral hygien. makan.
Nausea dan vomiting 3. Berikan informasi yang 3. Untuk membantu
severity tepat terhadap pasien memenuhi kebutuhan
Penurunan intensitas tentang kebutuhan nutrisi nutrisi yang dibutuhkan
terjadinya mual muntah yang tepat dan sesuai. pasien.
Penurunan frekuensi
mual muntah Nausea Management Nausea Management
11
Weight: body mass 1. Kaji frekuensi mual 1. Untuk menentukan
Pasien tidak mengalami muntah, durasi, tingkat intervensi yang akan
penurunan BB atau keparahan, penyebab . diberikan.
mengalami peningkatan 2. Anjurkan pasien makan 2. Makan sedikit demi
BB. sedikit demi sedikit tapi sedikit tapi sering dapat
sering. meningkatkan intake
nutrisi.
3. Anjurkan pasien makan 3. Makan makanan dalam
selagi makanan masih kondisi hangat dapat
hangat. menurunkan rasa mual
sehingga intake nutrisi
dapat ditingkatkan.
4. Delegatif pemberian 4. Antiemetik dapat
terapi antiemetik. digunakan sebagai terapi
farmakologis dalam
manajemen mual dengan
menghambat sekresi asam
lambung.
Diagnosa 2 : Konstipasi
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan intervensi Managemen konstipasi Managemen konstipasi
...x24 jam diharapkan 1. Kaji faktor yang 1. Menentukan tindakan
12
konstipasi pasien teratasi menyebabkan konstipasi. yang akan diberikan.
dengan kriteria hasil: 2. Tetapkan alasan dilakukan 2. Menentukan dalam
Pola eliminasi dalam tindakan pembersihan pemberian intervensi
batas normal sistem pencernaan. selanjutnya.
Warna feses dalam batas 3. Pilih pemberian enema 3. Pemberian enema sesuai
normal yang akan dilakukan. dengan kondisi pasien.
Feses lunak / lembut dan 4. Jelaskan prosedur pada 4. Memberikan informasi
berbentuk pasien. pada pasien tindakan yang
13
Banjarmasin, Januari 2017
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik.
( ) ( )
14