Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan


masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Global status report on
NCD World Health Organization (2014) melaporkan bahwa 60% penyebab kematian
semua umur di dunia adalah karena PTM. Salah satu PTM yang menyita banyak
perhatian adalah Diabetes Melitus (DM). DM menduduki peringkat ke-6 sebagai
penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4%
meninggal sebelum usia 70 tahun. Di Indonesia DM merupakan ancaman serius bagi
pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal ginjal, kaki
diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit jantung dan stroke. DM
merupakan kelompok gangguan metabolik yang disebabkan karena ketidakmampuan
tubuh dalam merespon insulin atau tidak dapat memproduksi insulin secara efektif
yang diproduksi oleh kelenjar pankreas, sehingga terjadi peningkatan kadar gula di

dalam darah (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Prevalensi DM pada orang dewasa diatas 18 tahun pada tahun 2014


mengalami peningkatan dari 4,7% pada 1980 menjadi 8,5 % pada tahun 2014 (WHO,
2016).WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2000 sebanyak 150 juta jiwa penduduk
dunia menderita DM dan angka ini akan menjadi dua kali lipat sampai pada tahun
2025.

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan


peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
Catatan dari International Diabetes Federation (IDF, 2015) dari prediksi 415 juta
pengidap diabetes dewasa usia 20-79 tahun di seluruh dunia, 193 juta yang tidak tahu
bahwa dirinya terkena diabetes. International Diabetes Federation (2014) telah
melaporkan bahwasanya terdapat kematian sebesar 4,6 juta setiap tahunnya dan lebih
dari 10 juta pasien mengalami kelumpuhan dan komplikasi seperti serangan jantung,
stroke, gagal ginjal, kebutaan dan amputasi.

Atlas Diabetes edisi ke-7 (2015) dari IDF menyebutkan bahwa dari catatan
220 negara di seluruh dunia, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan naik dari
415 juta orang di tahun 2015 menjadi 642 juta pada tahun 2040. Hampir setengah dari
angka tersebut berada di Asia. Penduduk Asia diperkirakan 89 juta jiwa menderita
diabetes. Tercatat 4 dari 5 negara didunia dengan jumlah penderita diabetes yang
terbesar ada di Asia, yaitu India 32,7 juta penderita, RRC 22,6 juta penderita,
Pakistan 8,8 juta penderita dan Jepang 7,1 juta penderita (International Diabetes
Federation 2014). Studi International Diabetes Federation (2014) penyakit DM
diderita oleh 382 juta orang di seluruh dunia. Pada usia 20 tahun keatas, lebih dari 10
orang menderita komplikasi akibat diabetes sedangkan pada usia 65 tahun ke-atas,
kasus DM tipe 2 ini meningkat 1-4 kali lipat.
Indonesia merupakan negara yang menduduki urutan ketujuh dengan
penderita DM sebanyak 7,6 juta jiwa dan diperkirakan akan terus meningkat
(Rachmaningtyas, 2013). Di Indonesia prevalensi diabetes mellitus berdasarkan
diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun mengalami peningkatan dari 1,5%
dari jumlah populasi pada tahun 2013 menjadi 2,0 % dari jumlah populasi pada tahun
2018. Di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan dari 1,8% dari jumlah populasi
pada tahun 2013 menjadi 2,0 % dari jumlah populasi pada tahun 2018 (Riskesdas
2018).
DM yang terus-menerus meningkat disebabkan karena adanya interaks faktor
genetik dengan lingkungan serta faktor risiko lain seperti obesitas dan gaya hidup
bermalas-malasan (Wu et al., 2014). Peningkatan angka insiden diabetes mellitus tipe
2 ini diikuti oleh peningkatan kejadian komplikasi. Komplikasi yang dialami
penderita bermacam-macam diantaranya fisik, kognitif, fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi. Pasien DM baik pada tipe 1 maupun tipe 2 memungkinkan terdapat dua
jenis komplikasi vaskuler yang, yaitu komplikasi makrovaskuler dan komplikasi
mikrovaskuler. Dua jenis komplikasi vaskuler tersebut merupakan komplikasi secara
fisiologis yang dialami penderita DM, sedangkan dampak lainnya yang dapat timbul
adalah dampak sosial dan psikologis sebagai efek dari pengobatan yang dijalani
seumur hidup dan pengaturan makanan yang harus dilakukan setiap hari.
Tujuan pengobatan DM adalah mengurangi resiko komplikasi penyakit
mikrovaskuler dan makrovaskuler, memperbaiki gejala komplikasi, dan mengurangi
jumlah kasus kematian, serta meningkatkan kualitas hidup penderita DM. Resiko
terjadinya komplikasi akibat dari pengelolaan pengobatan dan diet, serta upaya
pencegahan komplikasi DM yang kurang tepat dapat berpotensi mempengaruhi
kualitas hidup penderita DM. Komplikasi yang tidak segera ditangani dengan baik
dan tepat dapat menyebabkan pendeknya rentang hidup seseorang, sehingga sangat
mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2
(Restada, 2016).

Menurut WHO kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisi mereka
dalam kehidupan dan konteks budaya serta sistem nilai dimana mereka hidup dan
dalam hubungannya dengan tujuan individu, harapan, standard dan perhatian (WHO,
2014). Dalam hal ini, kualitas hidup seharusnya menjadi perhatian penting bagi para
profesional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu
tindakan/intervensi atau terapi. Penyakit diabetes mellitus ini akan menyertai seumur
hidup penderita sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Jika tidak
ditangani dengan baik. dapat menimbulkan komplikasi pada organ tubuh seperti
mata, jantung, pembuluh darah, dan saraf yang akan membahayakan jiwa dan
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup yang rendah dapat
memperburuk komplikasi dan dapat berakhir kecacatan atau kematian.

Di Indonesia, penelitian yang dilakukan mengenai kualitas hidup telah


dilakukan oleh Larasati (2012), di Rumah Sakit Abdul Moeloek Lampung yang
memperoleh gambaran bahwa dari 89 responden pasien DM tipe 2 sebanyak 59,6%
memiliki kualitas hidup sedang, 27,0% memiliki kualitas hidup baik dan 13,5%
memiliki kualitas hidup buruk. Dalam penelitian yang dilakukan Retnowati dkk.
(2015), dari 45 orang responden, mayoritas responden yang menyatakan puas
terhadap kualitas hidupnya adalah responden yang memperoleh dukungan baik dari
keluarga (85,2%) dan tidak mengalami komplikasi (88,9%). Sementara itu, responden
yang menyatakan tidak puas adalah responden yang kurang mendapatkan dukungan
keluarga (72,2%), berpenghasilan di bawah UMK (54,2%), berstatus belum menikah/
janda/ duda (80,0%), dan mengalami komplikasi (55,6%).

Penelitian yang dilakukan Robinson (2014), terhadap 19 pasien diabetes


mellitus menyimpulkan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor yang paling
utama untuk mempertahankan metabolic kontrol yang akan mempengaruhi kualitas
hidup pasien. Sementara Reinhardt (2011) melaporkan bahwa dukungan keluarga
yang negative merupakan predicator untuk terjadinya depresi. Lebih lanjut depresi
akan memberikan dampak yang negative terhadap manejemen diabetes mellitus serta
kualitas hidup pasien. Noviarini dkk (2013), mengungkapkan bahwa salah satu faktor
yang dapat meningkatkan kualitas hidup adalah adanya dukungan keluarga, pola diet
sehat, dan aktivitas fisik.
Dukungan keluarga diyakini memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup
penderita DM. Keluarga merupakan bagian penting dari seseorang begitu pula dengan
penderita DM. Penderita DM tipe 2 diasumsikan memiliki masa-masa sulit seperti
berbenah diri, sering mengontrol gula darah, pola makan, dan aktivitas. Keluarga
merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dengan pasien DM sehingga
diharapkan dapat membantu, mengontrol dan membentuk perilaku pasien sehingga
kualitas hidup pasien DM dapat meningkat. Dukungan sosial keluarga adalah proses
yang terjadi selama masa hidup, dengan sifat dan tipe dukungan sosial bervariasi pada
masing-masing tahap siklus kehidupan keluarga. Walaupun demikian, dalam semua
tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga memungkinkan keluarga berfungsi
secara penuh dan dapat meningkatkan adaptasi dalam kesehatan keluarga
(Damawiyah, 2015). Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam kepatuhan pasien
DM untuk terapinya sehingga komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit DM dapat
dicegah dan penurunan kualitas hidup akibat komplikasi yang disebabkan control
glikemik yang tidak adekuat dapat dihindari (Miller dan DiMatteo, 2013). Dukungan
keluarga, menurut Taylor (2006) dikutip dari Yusra A (2011) diartikan sebagai
bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga yang lain sehingga akan memberikan
kenyamanan fisik dan psikologis pada orang yang dihadapkan pada situasi stress.
Berdasarkan Survei awal yang telah dilakukan di RSU Mitra Medika Tanjung
Mulia Medan di dapatkan informasi bahwa penderita DM tipe 2 masuk dalam 10
daftar penyakit terbesar. Hasil wawancara dengan 6 pasien DM tipe 2 didapatkan 4
orang pasien mengatakan datang berobat ke rumah sakit kadang-kadang diantar oleh
keluarganya, 2 orang sering datang sendiri karena keluarganya sibuk bekerja.
Kemudian dari 6 orang pasien, 4 orang pasien diantaranya mengatakan sudah bosan
dengan penyakitnya dan merasa membebani keluarga sedangkan 2 orang pasien
lainnya sulit untuk beraktivitas karena sakit yang dideritanya serta merasa kurang di
perhatikan oleh keluarganya. Rendahnya dukungan keluarga akan berdampak
terhadap keterlaksanaan pengelolaan DM tipe 2 yang beresiko terhadap penurunan
kualitas hidup.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di RSU Mitra Medika
Tanjung Mulia Medan.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, rumusan masalah yang
dapat disimpulkan adalah : Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pasien DM tipe 2 di RSU Mitra Medika Tanjung Mulia Medan ?

1.2 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
DM tipe 2 di RSU Mitra Medika Tanjung Mulia Medan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, sosial
ekonomi) pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSU Mitra Medika Tanjung
Mulia.
b. Untuk mengidentifikasi dimensi dukungan keluarga (emosionaal,
penghargaan, instrumental dan informasi) pasien Diabetes Melitus Tipe 2
di RSU Mitra Medika Tanjung Mulia Medan.
c. Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSU Mitra Medika Tanjung Mulia Medan.

1.3 Manfaat Penelitian


1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit sehingga dapat memberikan
sasaran informasi lebih baik lagi tentang dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pasien DM tipe 2
2. Bagi Instuti Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dalam upaya menambah wawasan peserta didik
mengenai dukungan keluarga dengan kualitas hidup DM tipe 2
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai kualitas hidup pasien DM tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai