Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Kholid Syaifullah

NIM : 1805055040
Hari/Tanggal : Senin, 22 Maret 2021
Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara
Dosen Pengampu : Drs. Asnar, M.Si

Soal

1. Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud Hukum Administrasi Negara Heteronom dan
Hukum Administrasi Negara Otonom !
2. Indonesia menganut Sistem Pembagian Kekuasaan (Division of Power). Jelaskan
yang dimaksud !
3. Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara Peraturan, Keputusan, dan Putusan !
4. Mahkamah Konstitusi menyatakan penerbitan suatu Perppu diperlukan dalam 3 (tiga)
kondisi / kegentingan yang memaksa. Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud !
5. Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud Lex Spesialis Derogat Legi Generali ! Berikan
contohnya !

Jawab:
1. Hukum Administrasi Negara heteronom bersumber pada UUD, TAP MPR dan UU,
hukum ini mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi Administrasi Negara (alat tata
usaha negara) dan tidak boleh dilawan, dilanggar serta tidak boleh diubah oleh
Administrasi Negara. HAN heteronom ini mencakup aturan tentang :
a. Dasar-dasar dan prinsip umum administrasi negara
b. Organisasi administrasi negara, termasuk juga pengertian dekonsentrasi dan
desentralisasi
c. Berbagai aktivitas dari organisasi negara
d. Seluruh sarana administrasi negara
e. Badan peradilan administrasi

Sedangkan Hukum Administrasi Negara Otonom bersumber pada keputusan


pemerintah yang bersifat sebagai UU dalam arti yang luas, yurisprudensi dan teori.
Hukum ini merupakan hukum operasional yang diciptakan oleh pemerintah
administrasi negara sendiri. Oleh karena itu dapat diubah oleh
pemerintah/administrasi Negara (alat tata usaha negara) setiap waktu bila perlu
dengan tidak melanggar kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kepentingan umum.

2. Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian
proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu
memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas
sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu.
Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang
yang dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi
beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa
lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu
pihak/ lembaga.

3. Keputusan adalah instrumen hukum yang berisi ketetapan/keputusan yang bersifat


individual, konkrit dan berlaku khusus (terbatas). Sedangkan peraturan adalah
instrumen hukum yang bersifat umum, berisi pengaturan, berlaku serta mengikat
untuk umum. Di Indonesia pengaturan mengenai bentuk –bentuk dan kaidah-kaidah
peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Menurut pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan. Pasal 100 ketentuan penutup menyatakan bahwa
Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan
Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya yang sifatnya mengatur, yang sudah
ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan,
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Dengan demikian politik
hukum perundang-undangan di Indonesia menghendaki adanya purifikasi antara
peraturan dan keputusan, karena memang terdapat perbedaan yang sangat prinsipal
anatara peraturan dan keputusan, karena memang terdapat perbedaan yang sangat
prinsipal diantara keduanya. Perbedaan tersebut setidak-tidaknya meliputi tiga hal :
1. Perbedaan isi dan sifat Peraturan berisi norma hukum yang berlaku dan
mengikat umum (regeling) Keputusan berisi suatu penetapan atau keputusan
yang bersifatnya individu, final dan konkret.
2. Perbedaan cara melawannya : Upaya hukum untuk melawan/menggugat
peraturan dilakukan melalui mekanisme pengujian peraturan (judicial review).
Untuk undang-undang melalui MK, sedang untuk peraturan perundang-
undangan dibawah undang-undang melaui MA. Upaya hukum untuk
melawan/membatalkan keputusan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).
3. Perbedaan kekuatan berlaku dan mengikatnya : Dengan diundangkannya suatu
peraturan didalam Lembaran Negara atau Berita Negara, maka peraturan
tersebut memiliki daya berlaku dan mengikat umum (binding force).
Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 87 UU P3 “ Peraturan Perundang-
undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain didalam Peraturan Perundang-undangan
yang bersangkutan.” Hal tersebut dimaksudkan agar semua orang mengetahui
adanya peraturan yang dimaksud sehingga dengan demikian berlakulah asas
fiksi hukum artinya setiap orang dianggap mengetahui hukum. Oleh karena itu
tidak ada alasan bagi yang melanggar hukum bahwa ia tidak mengetahui
hukumnya. Suatu keputusan/ketetapan tidak dipersyaratkan untuk
diundangkan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara karena
keputusan/ketetapan tidak dimaksudkan untuk berlaku dan mengikat umum.
Demikian penjelasan tentang permasalahan hukum saudara, semoga dapat
bermanfaat dan membantu. Jawaban konsultasi hukum semata-mata hanya
sebagai pendapat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
sebagaimana dengan putusan pengadilan.

Putusan adalah suatu pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang diucapkan di
muka persidangan dengan tujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara
atau sengketa antara para pihak yang saling berkepentingan (Lihat pasal 189 R.Bg dan
penjelasann pasal 60 UU-PA).

4. [Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum


secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku," kata Robikin saat
menyampaikan permohonan gugatannya di Gedung MK, undang-undang yang
dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Kalupun undang-
undang tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan.
Ketiga, ujar Robikin, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara
membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang
cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk
diselesaikan sesegera mungkin.

Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan
bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang
bersifat umum (lex generalis).[1] Contohnya, dalam pasal 33 UUD 1945, bahwa bumi
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Namun secara spesialisnya
di atur di dalam UU No 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara

Anda mungkin juga menyukai