NIM : 1707048006
Prodi : Manajemen Pendidikan
Peter M. Senge membuat buku ini adalah karena menurutnya sebuah organisasi bukanlah
hanya benda atau entitas mati. Melainkan menurutnya organisasi adalah layaknya sebagai
organisme yang hidup, tumbuh dan berkembang. Seorang anak kecil akan bertumbuh menjadi
dewasa, maka ia perlu belajar untuk mampu bersaing dikemudian hari untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Demikian juga organisasi, ia bisa bertumbuh dan belajar dalam
perjalanannya. Selain itu di dalam organisme terdapat banyak organ dengan tugasnya masing-
masing, dimana ketika ada organ yang mengalami gangguan, maka seluruh bagian lain dari
organisme tersebut turut merasakan dampaknya.
Menurut Peter Senge (1990) organisasi pembelajar adalah organisasi dimana orang
terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka
inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan,
dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara menyeluruh. Alasan dasar
untuk organisasi tersebut adalah bahwa dalam situasi perubahan yang cepat hanya mereka yang
fleksibel, adaptif dan produktif yang dapat bertahan. Agar hal ini terjadi, ia berpendapat bahwa
organisasi perlu menemukan bagaimana memanfaatkan komitmen orang dan kapasitas untuk
belajar pada semua tingkat’ (Senge, 1990).
Sementara semua orang memiliki kapasitas untuk belajar, struktur di mana mereka
harus berfungsi sering tidak kondusif untuk berefleksikan dan melibatkan mereka. Selanjutnya,
orang mungkin tidak memiliki alat dan ide-ide pembimbing untuk memahami situasi yang
mereka hadapi. Organisasi yang terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan
masa depan mereka memerlukan perubahan pemikiran secara mendasar di kalangan anggotanya.
Orang-orang berbicara tentang menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka
sendiri. Ini menjadi sangat jelas bahwa, bagi banyak orang, pengalaman mereka sebagai bagian
dari tim benar-benar hebat menonjol sebagai periode terbaik dari hidup yang dijalani. Beberapa
menghabiskan sisa hidup mereka mencari cara untuk memperoleh kembali semangat itu.
Jadi, untuk sebuah organisasi pembelajar tidak cukup untuk bertahan hidup saja. Belajar
bertahan atau biasa juga disebut belajar menyesuaikan diri adalah penting dan memang perlu.
Tapi bagi organisasi pembelajar, bukan hanya belajar menyesuaikan diri atau bertahan hidup,
namun perlu digabungkan dengan belajar generatif, yaitu belajar yang meningkatkan kapasitas
kita untuk menciptakan. Organisasi perlu mengembangkan inovasi-inovasi baru untuk terus
menciptakan produk-produk dan mendapatkan kepercayaan baik dari internalnya maupun dari
pasar. Organisasi yang akan terus bertahan (survive) di abad 21 ini adalah organisasi pembelajar,
yakni organisasi yang mau untuk belajar, organisasi yang mampu mengatasi ketidakmampuan
belajar pada tujuannya memahami secara lebih jelas lagi ancaman dan juga dalam mengenali
peluang baru.
Dalam bab awal di buku ini, Peter M. Senge memaparkan bahwa ada 11 dasar sistem
berpikir dimana sebuah organiasi dapat menjadi sebuah organiasi pembelajar yaitu :
1. Masalah Sekarang Berasal Dari Solusi Kemarin (Today’s Problems Come From
Yesterday’s Solutions)
Biasanya saat terdapat sebuah masalah, kita hanya berusaha untuk menyelesaikan
masalah yang ada di depan mata kita, tidak sampai memikirkan penyebab awalnya
atau dampaknya dimasa depan atau bisa disebut kita tidak berpikir panjang atas
konsekuensi solusi yang kita buat. Maka di masa depan akan timbul masalah yang
baru akibat dari penilaian dan penyelesain kita terhadap masalah tersebut yang hanya
dari satu sisi saja. Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam
berpikir sistem setiap akan mengambil keputusan, kita sebaiknya bukan hanya fokus
pada penyelesaian masalah di saat sekarang saja tapi juga dampak dari pengambilan
keputusan tersebut di masa mendatang juga perlu diperhatikan untuk mengantisipasi
munculnya masalah baru.
2. Semakin Kuat Anda Mendorong, Semakin Kencang Sistem Mendesak Ke Belakang
(The Harder One Pushes, The Harder The Sistem Pushes Back)
Pada saat terjadi masalah, kita cenderung berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikannya, hal ini biasanya membuat kita menghabiskan energi dan tidak
dapat berpikir jernih lagi dalam mengambil keputusan pada akhirnya. Maka dari itu
diperlukan sistem yang baik seperti mencari dorongan-dorongan yang tepat untuk
membantu menyelesaikan masalah tersebut.
3. Perilaku Tumbuh Dengan Lebih Baik Sebelum Menjadi Jelek (Behavior Grows
Better Before It Grows Worse)
Ketika kita memberikan solusi terhadap sebuah masalah, biasanya yang kita
pentingkan adalah bagaimana masalah saat ini bisa segera terselesaikan tanpa melihat
efek jangka panjang dari solusi kita. Kita terlena dengan selesainya masalah tersebut
walau hanya dalam jangka pendek. Padahal hal-hal seperti ini tidak menyelesaikan
masalah mendasarnya dan bahkan dapat menyebabkan situasi menjadi lebih buruk
dalam jangka panjang. Maka dari itu kita memerlukan tindakan-tindakan proaktif.
4. Jalan Keluar yang Mudah Biasanya Mengarah Pada Jalan Kembali (The Easy Way
Out Usually Leads Back In)
Masing-masing individu memiliki pengetahuannya masing-masing, ketika
pengambilan keputusan terhadap solusi sebuah masalah hanya mengandalkan apa
yang ia ketahui atau biasa dilakukannya maka akan timbul rasa nyaman dengan
metodenya tersebut. Menurutnya metode itu adalah cara yang paling baik, padahal
metode atau solusi tersebut mungkin sudah tidak sesuai lagi kompleksitasnya dengan
masalah yang ada sekarang ini. Tidak semua yang kita anggap baik adalah benar-
benar baik, apalagi dalam hal hajad hidup orang banyak. Mengandalkan solusi yang
biasa digunakan saat masalah berlangsung akan menimbulkan pemikiran non
sistemik. Organisasi yang berpikir sistem akan berusaha mencari cara-cara lain yang
lebih efektif diluarnya yang memiliki daya dorong yang lebih besar. Oleh karena itu
kita jangan memilih sebuah solusi hanya karena kita pernah melakukannya sehingga
terlihat lebih mudah, melainkan sebaiknya kita menggunakan solusi yang sesuai
dengan permasalahan yang ada.
5. Obatnya Bisa Lebih Parah Dari Penyakit (The Cure May Be Worse Than The
Disease)
Ketika dalam pengambilan keputusan atau pemberian solusi terhadap suatu
masalah kita tidak memperhatikan dan mempertimbangkan baik buruk serta efek
jangka pendek dan jangka panjangnya, hal tersebut malah dapat menimbulkan
masalah yang lebih parah daripada masalah yang sudah ada sebelumnya. Pemberian
solusi yang salah akan makin memperparah sebuah masalah. Oleh karena itu sebuah
solusi perlu dipertimbangkan dengan matang dan dilihat dari semua sisi.
6. Makin Cepat Berarti Makin Lambat (Faster Is Slower)
Ketergesa-gesaan dalam mengambil atau membuat sebuah solusi malah akan
memperlambat sistem tersebut berubah. Misalnya saja program STBM yang
memiliki 5 pilar utama, pelaksanaanya di daerah-daerah tidak bisa sekaligus, karena
masyarakat yang baru menerima hal tersebut akan kaget dan malah menjadi bingung
pilar mana yang harus dilakukan terlebih dahulu. Apalagi memaksakan terjadinya
perubahan terhadap sikap secara cepat adalah hal yang mustahil. Bisa jadi
masyarakat yang bingung akan lebih memilih untuk tidak melakukan program
tersebut.
7. Penyebab dan Akibat Tidak Memiliki Hubungan yang Erat Dalam Dimensi Waktu
dan Ruang (Cause And Effect Are Not Closely Related In Time And Space)
Biasanya kita memadankan sebab dan akibat sebagai sesuatu yang muncul dalam
waktu yang sama, sedangkan menurut Peter M. Senge kedua hal tersebut tidak terjadi
bersamaan, karena hakekatnya segala sesuatu saling mempengaruhi. Jadi, tidak
semua masalah hanya menimbulkan efek pada daerah masalah tersebut saja tetapi
juga bisa berdampak pada daerah-daerah lainnya. Oleh karena itu dalam mengambil
keputusan atau membuat solusi, kita harus berpikir sistem yaitu melihat segala aspek
yang ada dengan menggali lebih dalam akar masalah tersebut.
8. Perubahan Kecil Akan Dapat Memberikan Hasil yang Besar, Tetapi Ruang Lingkup
Tingkatan Seringkali Membuat Kenyataan Menjadi Semakin Kabur (Small Changes
Can Product Big Results But The Areas Of Highest Leverage Are Often The Least
Obvious)
Penyelesaian masalah tidak dapat kita lakukan secara sekaligus atau besar-
besaran. Kita harus memperhatikan subsistem-subsistem yang ada untuk bisa
memperbaiki sistem secara keseluruhan. Sebuah tindakan kecil bila dilakukan secara
sistematik dan terkontrol ditempat yang tepat akan memberikan keberhasilan pula.
9. Anda Dapat Memiliki ‘Kue’ dan Memakannya, Tetapi Tidak Pada Saat yang
Bersamaan (You Can Have Your Cake and Eat It Too, But Not Once)
Memiliki dua keinginan dan ingin mencapainya dalam waktu bersamaan adalah
hal yang sulit. Diperlukan kemampuan berpikir sistem yang baik untuk dapat
mencapainya. Yaitu memerlukan proses dan tahp-tahap dalam usaha kita untuk
mendapatkannya.Perlu ditanamkan bahwa segala sesuatu secara bertahap bisa
didapatkan bila melewati proses.
10. Membelah Gajah Tidak Menghasilkan Dua Gajah Kecil (Dividing An Elephant In
Half Does Not Produce Two Small Elephants)
Dalam menyelesaikan masalah terkadang kita melakukan pembagian masalah,
padahal hal tersebut malah akan menimbulkan persoalan baru. Melempar tanggung
jawab satu sama lain adalah hal yang paling sering terjadi dan membuat kita tidak
dapat menemukan pengungkit yang tepat.
11. Tidak Menyalahkan (There Is No Blame)
Terkadang bila dalam organsisasi muncul masalah kita akan cenderung
menyalahkan pihak-pihak lain diluar diri kita sendiri. Padahal kita dan penyebab
masalah adalah bagian dari sistem itu sendiri. Dalam berpikir sistem, sebuah
organisasi harus melihat ke dalam dirinya sendiri karena kemungkinan besar akar
masalahnya ada pada diri sendiri. Kuncinya adalah bagaimana menajga relasi atau
hubungan kita dengan pihak lain agar tidak timbul masalah
Selain itu dalam buku ini juga menjelaskan bahwa Peter M.Senge meyakini 5 komponen
teknologi baru di bawah ini secara berkala merubah sebuah organisasi menjadi organisasi
belajar. Meskipun dikembangkan secara terpisah, masing-masing akan membuktikan
keberhasilan orang lain. Masing-masing memberikan sebuah dimensi dalam membangun sebuah
organisasi yang benar-benar dapat “belajar,” dan secara terus-menerus dapat meningkatkan
kapasitas mereka untuk mewujudkan cita-cita tertinggi mereka. Berikut ini 5 komponen/disiplin
yang memang penting dan dapat meningkatkan kapasitas anggota organisasi untuk menyadari
aspirasi tertinggi mereka dalam organisasi.
1. Sistem Berpikir
Cara pandang, cara berbahasa untuk menggambarkan dan memahami kekuatan dan
hubungan yang menentukan perilaku dari suatu sistem.Suatu pandangan cemerlang Peter
Senge adalah cara dimana ia menempatkan teori sistem untuk bekerja. Berpikir sistemik
adalah landasan konseptual (The Fifth Discipline) dari pendekatannya. Ini merupakan
disiplin yang mengintegrasikan orang lain, menggabungkan mereka menjadi suatu tubuh
yang koheren antara teori dan praktek. Kemampuan sistem teori untuk memahami dan
mengatasi keseluruhan, dan untuk memeriksa keterkaitan antara bagian-bagian yang
menyediakan, baik insentif dan sarana untuk mengintegrasikan disiplin ilmu. Peter Senge
berpendapat bahwa salah satu masalah utama yang banyak yang ditulis, dan dilakukan
atas nama manajemen, adalah bahwa kerangka kerja yang agak sederhana diterapkan
untuk sebuah sistem yang kompleks. Orang cenderung untuk berfokus pada bagian
parsial daripada melihat keseluruhan, dan gagal untuk melihat organisasi sebagai proses
dinamis. Dengan demikian argumen tidak berjalan, apresiasi yang lebih baik dari sistem
akan tidak mengarah pada tindakan yang lebih tepat.
Peter Senge mendukung penggunaan ‘sistem peta’ – diagram yang menunjukkan
elemen kunci dari sistem dan bagaimana mereka terhubung. Orang perlu melihat masalah
sistem, dan dibutuhkan kerja untuk memperoleh blok bangunan dasar dari teori sistem,
dan menerapkannya pada organisasi. Di sisi lain, kegagalan untuk memahami dinamika
sistem dapat membawa organisasi ke dalam ‘siklus menyalahkan dan membela diri:
musuh selalu ada di luar sana, dan masalah selalu disebabkan oleh orang lain.
2. Penguasaan PribadI
Penguasaan mungkin menyarankan perolehan dominasi atas orang atau benda.
Tapi juga bisa berarti penguasaan tingkat kemahiran khusus. Seorang empu tidak
mendominasi tembikar atau menenun. Orang dengan penguasaan pribadi tingkat tinggi
yang secara konsisten mampu mewujudkan hasil yang paling penting untuk mereka-pada
dasarnya, mereka hidup sebagai seorang seniman yang akan mendekati sebuah karya
seni. Mereka melakukan itu dengan berkomitmen pada pembelajaran seumur hidup
mereka. Penguasaan pribadi adalah disiplin yang secara terus-menerus memperjelas dan
memperdalam visi pribadi kita, memfokuskan energi kita, mengembangkan kesabaran,
dan melihat realitas secara obyektif. Dengan demikian, ini merupakan landasan penting
dari pondasi organisasi-organisasi belajar dalam pembelajaran spiritual. Komitmen
organisasi untuk dan kapasitas untuk belajar tidak akan lebih besar dari anggotanya. Akar
dari disiplin ini terlatak pada kedua tradisi spiritual Timur dan Barat, dan dalam tradisi
sekuler juga.
Tapi secara mengejutkan beberapa organisasi mendorong pertumbuhan rakyat
mereka dengan cara ini. Hal ini menghasilkan sumber daya besar yang belum
dimanfaatkan : “Orang-orang memasuki bisnis sebagai orang yang cemerlang, terdidik,
dan orang bernergi tinggi dan berkeinginan untuk membuat sebuah perubahan, ,” kata
Hanover O’Brien. “Pada saat mereka berusiah 30, beberapa berada di” jalur cepat “dan
sisanya ‘melepaskan waktu mereka’ untuk melakukan apa yang penting bagi mereka
pada akhir pekan. Mereka kehilangan komitmen, rasa misi, dan kegembiraan dengan
karir yang mereka mulai.
Dan yang mengejutkan beberapa orang dewasa bekerja untuk mengembangkan
penguasaan pribadi mereka sendiri. Ketika Anda meminta kebanyakan orang dewasa apa
yang mereka inginkan dari dari hidup mereka, mereka sering berbicara pertama tentang
apa yang mereka ingin singkirkan: “Saya ingin ibu mertua untuk pindah,” kata mereka,
atau “Saya ingin masalah punggung saya untuk cepat sembuh. ” Disiplin penguasaan
pribadi, sebaliknya, dimulai dengan menjelaskan hal-hal yang terlalu penting bagi kita,
menjalani kehidupan kita dalam pelayanan aspirasi tertinggi kita.
3. Model Mental
Ini adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar dan gambar
yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil
tindakan. Kita sering tidak menyadari dampak dari asumsi seperti pada perilaku kita –
dan, dengan demikian, bagian mendasar dari tugas kita adalah untuk mengembangkan
kemampuan untuk mencerminkan tindakan. Disiplin model mental dimulai dengan
memutar cermin diri; belajar untuk menggali gambar internal kita dari dunia, untuk
membawa mereka ke permukaan dan menahan mereka secara ketat untuk pemeriksaan.
Hal ini juga termasuk kemampuan untuk melakukan ‘learningful’, di mana orang
mengungkapkan pemikiran mereka sendiri secara efektif dan membuat berpikir terbuka
terhadap pengaruh orang lain.
Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas untuk bekerja dengan
model mental maka akan diperlukan bagi orang untuk belajar keterampilan baru dan
mengembangkan orientasi baru, dan untuk mereka untuk menjadi perubahan institusional
yang mendorong perubahan tersebut. ‘Mental model yang sudah berdiri kuat …
menggagalkan perubahan yang dapat berasal dari sistem pemikiran.Proses bercermin,
sinambung memperjelas, dan meningkatkan gambaran diri kita tentang dunia luar, dan
melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan tindakan kita
4. Membangun Visi Bersama
Membangun rasa komitmen dalam suatu kelompok, dengan mengembangkan
gambaran bersama tentang masa depan yang akan diciptakan, prinsip dan praktek yang
menuntun cara kita mencapai tujuan masa depan tersebut. Jika ada satu ide tentang
kepemimpinan telah mengilhami organisasi selama ribuan tahun, tentunya itu adalah
tentang gambaran masa depan yang dapat kita buat. Visi itu memiliki kekuatan untuk
meningkatkan iman – dan untuk mendorong eksperimentasi dan inovasi. Senge
berpendapat bahwa itu juga dapat menumbuhkan kukuatan jangka panjang, yang
merupakan dasar dari ‘disiplin kelima dalam bukunya. Praktek visi bersama melibatkan
keterampilan menggali bersama ‘gambar masa depan’ bahwa komitmen adalah motiv
dasar manusia bukan hanya karena kepatuhan seseorang.
Visi menyebar karena ada proses penguatan. Ada peningkatan kejelasan,
antusiasme dan komitmen yang menular pada orang lain dalam organisasi. ‘Sebagaimana
orang berbicara, visi tumbuh lebih jelas. Karena mendapat lebih jelas, antusiasme untuk
manfaatnya tumbuh. Ada ‘batas-batas pertumbuhan’ dalam hal ini, tetapi
mengembangkan jenis-jenis model mental yang diuraikan di atas dapat secara signifikan
memperbaiki masalah. Dimana organisasi dapat melampaui cara pikir linier dan
memahami sistem pemikiran yang luas maka ada kemungkinan membawa visi ke sebuah
hasil.
5. Team learning (pembelajaran tim)
Pembelajaran dapat dianggap sebagai ‘proses menyelaraskan dan
mengembangkan kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang anggotanya sungguh-
sungguh menginginkannya. Ini didasarkan pada penguasaan pribadi dan visi bersama –
tetapi ini tidak cukup. Orang harus mampu untuk bertindak bersama-sama. Ketika tim
belajar bersama, Peter Senge menunjukkan, tidak hanya akan ada hasil yang baik bagi
organisasi, anggota akan tumbuh lebih cepat dari yang bisa saja terjadi sebaliknya.
Disiplin belajar tim dimulai dengan ‘dialog’, kapasitas anggota tim untuk
menangguhkan asumsi dan masuk ke dalam suatu kesatuan berpikir bersama. Bagi orang
Yunani dialog artinya logos yang berarti bebas-mengalir jika makna melalui kelompok,
yang memungkinkan kelompok untuk menemukan wawasan dan tidak dicapai secara
individual. Itu juga mencakup belajar bagaimana mengenali pola-pola interaksi dalam tim
yang melemahkan belajar. Senge berpendapat, ada kemungkinan untuk menciptakan
bahasa yang lebih cocok untuk menangani kompleksitas, dan berfokus mendalam pada
masalah struktural bukannya dialihkan oleh pertanyaan dari gaya kepribadian dan
kepemimpinan. Memang sepertinya ada penekanan pada dialog dalam karyanya sehingga
hampir bisa diletakkan di samping sistem berpikir sebagai fitur sentral dari
pendekatannya.
Mentransformasikan pembicaraan dan keahlian berpikir (thinking skills) sehingga
suatu kelompok dapat secara sah mengembangkan otak dan kemampuan yang lebih besar
dibandingkan ketika masing-masing anggota kelompok bekerja sendiri. Disiplin dialog
juga mencakup bagaimana belajar mengenali pola-pola interaksi dalam tim yang
melemahkan belajar. Pola-pola defensif seringkali sudah berurat berakar dalam
bagaimana tim beroperasi. Jika belum diakui, mereka merusak belajar. Jika diakui dan
kreatifitas muncul, mereka benar-benar dapat mempercepat belajar. Pembelajaran tim
sangat penting karena tim, bukan individu, adalah unit dasar pembelajaran dalam
organisasi modern. Ini adalah dimana “karet memenuhi jalan”; kecuali apabila tim dapat
belajar, organisasi tidak dapat belajar.
Jika sebuah organisasi belajar adalah sebuah inovasi teknik, seperti pesawat atau
komputer pribadi, komponen akan disebut “teknologi.” Untuk inovasi dalam perilaku
manusia, komponen perlu dilihat sebagai disiplin ilmu. Dengan “disiplin,” tidak berarti
“keteraturan ditegakkan” atau “berarti hukuman,” tapi badan teori dan teknik yang harus
dipelajari dan dikuasai untuk dipraktekkan. Disiplin adalah jalur perkembangan untuk
memperoleh keterampilan tertentu atau kompetensi. Seperti setiap disiplin, dari bermain
piano hingga teknik elektro, beberapa orang memiliki “hadiah,” bawaan namun siapa pun
dapat mengembangkan kemampuan melalui praktek. Kelima disiplin/dimensi organisasi
belajar ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan
kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan
meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi
perubahan di masa depan.