Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ii
No Kode: DAR 2/Profesional/180/5/2019
MODUL 5 BILANGAN
Penulis:
Dr. Nuriana Rachmani Dewi, S.Pd., M.Pd
iii
Pendalaman Materi Matematika
Modul 5 Bilangan
Penulis:
Dr. Nuriana Rachmani Dewi, S.Pd., M.Pd.
ISBN:
Editor:
Dr. Imam Sujadi, M.Si.
Dr. Sukoriyanto
Penyunting:
......................
Desain Sampul dan Tata Letak
......................
Penerbit:
Kemendikbud
Redaksi:
Jl. ...............
Distributor Tunggal:
iv
KATA PENGANTAR
Penulis
v
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN................................................................................................. ix
A. Pendahuluan ......................................................................................... 2
C. Pokok-pokok Materi............................................................................. 4
1. Keterbagian...................................................................................... 4
F. Rangkuman......................................................................................... 24
KB 2. Kongruensi Modulo...................................................................................31
A. Pendahuluan ....................................................................................... 32
1. Kekongruenan................................................................................ 34
vi
2. Sistem Residu ................................................................................ 44
F. Rangkuman......................................................................................... 58
A. Pendahuluan ....................................................................................... 66
C. Pokok-pokok Materi........................................................................... 68
5. Golden Ratio.................................................................................. 89
F. Rangkuman......................................................................................... 91
A. Pendahuluan ....................................................................................... 98
vii
D. Uraian Materi ................................................................................... 100
F. Rangkuman....................................................................................... 120
viii
PENDAHULUAN
ix
Selanjutnya kami ucapkan selamat belajar, semoga saudara sukses mampu
mengimplementasikan pengetahuan yang diberikan dalam Modul 5 ini.
A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami,
mengidentifikasi, menganalisis, merekonstruksi, memodifikasi secara terstruktur
materi matematika sekolah dan advance material secara bermakna dalam
penyelesaian permasalahan dari suatu sistem (pemodelan matematika) dan
penyelesaian masalah praktis kehidupan sehari-hari melalui kerja problem
solving, koneksi dan komunikasi matematika, critical thinking, kreatifitas berpikir
matematis yang selaras dengan tuntutan masa depan.
x
No Kode: DAR 2/Profesional/180/5/2019
MODUL 5 BILANGAN
KB 1. Keterbagian, Faktor Bilangan, Bilangan Prima,
Kelipatan Bilangan
Penulis:
Dr. Nuriana Rachmani Dewi, S.Pd., M.Pd
1
A. Pendahuluan
Mahasiswa PPG yang bersemangat.
Selamat mengikuti kegiatan belajar materi Keterbagian, Faktor Bilangan,
Bilangan Prima, Kelipatan Bilangan dan aplikasinya. Untuk mengawali
pembelajaran ini, perhatikan situasi berikut.
Budi dan Rudi adalah seorang teman karib. Mereka ingin mengadakan liburan
bersama-sama secara kontinu. Budi mempunyai jatah libur setiap 8 hari sekali,
sedangkan Rudi 24 hari sekali. Jika liburan terakhir mereka pada tanggal 24 Mei
2018, kapan mereka harus merencanakan untuk berlibur bersama kembali?
2
1) Ingat kembali materi prasyarat tentang bilangan, operasi bilangan,dan jenis
bilangan dalam mempelajari materi pada kegiatan belajar ini.
2) Pelajari materi pada setiap kegiatan belajar ini, selesaikan latihan pada
forum diskusi, dan selesaikan tes formatifnya secara mandiri.
3) Cocokkan jawaban tes formatif saudara dengan kunci jawaban yang
diberikan.
4) Apabila tingkat penguasaan saudara 80% atau lebih, saudara dapat
melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya. Apabila tingkat pengusaan
saudara kurang dari 80%, saudara harus mempelajari kembali materi pada
kegiatan belajar ini.
5) Keberhasilan pembelajaran saudara dalam mempelajari materi pada
kegiatan belajar ini, sangat tergantung kepada kesungguhan saudara dalam
belajar dan mengerjakan tugas dan latihan. Untuk itu, berlatihlah secara
mandiri atau berkelompok dengan teman sejawat.
Selanjutnya kami ucapkan selamat belajar, semoga saudara sukses mampu
mengimplementasikan pengetahuan yang diberikan dalam kegiatan belajar ini.
B. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami,
mengidentifikasi, menganalisis, merekonstruksi, memodifikasi secara terstruktur
materi matematika sekolah dan advance material secara bermakna dalam
penyelesaian permasalahan dari suatu sistem (pemodelan matematika) dan
penyelesaian masalah praktis kehidupan sehari-hari melalui kerja problem
solving, koneksi dan komunikasi matematika, critical thinking, kreatifitas berpikir
matematis yang selaras dengan tuntutan masa depan. Mahasiswa juga diharapkan
mampu menguasai materi esensial matematika meliputi keterbagian pada
bilangan bulat, faktor bilangan, kelipatan bilangan, kongruensi modulo, pola
barisan bilangan. Lebih lengkapnya dijabarkan berikut.
1. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan faktorisasi bilangan.
2. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan konsep bilangan
prima.
3
3. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan konsep kelipatan
bilangan.
C. Pokok-pokok Materi
Materi yang dipelajari dalam kegiatan belajar ini antara lain:
1. Keterbagian.
2. Faktor Persekutuan Terbesar.
3. Bilangan Prima.
4. Kelipatan Persekutuan Terkecil
D. Uraian Materi
1. Keterbagian
Posisi himpunan bilangan bulat dalam himpunan bilangan dapat digambarkan
dalam diagram Venn berikut ini:
R
Q
Gambar 1.1
4
A = himpunan semua bilangan asli = {1,2,3, … }, C = himpunan semua bilangan
cacah = {0,1,2,3, … }, B = himpunan semua bilangan bulat =
p
{ … , −2, −1,0,1,2, … }, Q = himpunan semua bilangan rasional = {
q
|𝑝 𝑑𝑎𝑛 𝑞 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑞 0}, dan R = himpunan semua bilangan
real. Di antara Q dan R ada himpunan bilangan irasional. Sehingga dapat
dikatakan, himpunan bilangan real adalah gabungan antara himpunan bilangan
rasional (Q) dengan himpunan semua bilangan irasional.
Definisi 1.1
Bilangan bulat 𝑎 membagi habis bilangan bulat 𝑏 (ditulis 𝑎|𝑏) apabila terdapat
bilangan bulat k sehingga 𝑏 = 𝑎𝑘. Jika 𝑎 tidak membagi habis 𝑏 maka dituliskan
𝑎 ∤ 𝑏.
Contoh 1.1
Istilah-istilah lain yang mempunyai arti sama dengan 𝑎|𝑏 adalah “𝑎 faktor dari 𝑏”
atau “𝑎 pembagi 𝑏” atau “𝑏 kelipatan 𝑎”.
Relasi keterbagian pada bilangan bulat memenuhi sifat-sifat antara lain sebagai
berikut:
5
Teorema 1.1
Jika 𝑎|𝑏 dan 𝑏|𝑐 maka 𝑎|𝑐.
Bukti:
Diketahui 𝑎|𝑏 dan 𝑏|𝑐. Karena 𝑎|𝑏 dan 𝑏|𝑐 maka terdapat bilangan bulat 𝑚 dan 𝑛
sehingga 𝑏 = 𝑚𝑎 dan 𝑐 = 𝑛𝑏. Dengan mensubstitusikan 𝑏 = 𝑚𝑎 ke dalam 𝑐 =
𝑛𝑏 diperoleh 𝑐 = 𝑛(𝑚𝑎) = (𝑛𝑚)𝑎. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
bilangan bulat 𝑚𝑛 sehingga berlaku 𝑐 = (𝑚𝑛)𝑎. Jadi dapat disimpulkan bahwa
𝑎|𝑐.
Teorema 1.2
Bukti:
Diketahui 𝑎|𝑏 dan 𝑎|(𝑏 + 𝑐). Berarti terdapat bilangan bulat m dan n sehingga
𝑏 = 𝑚𝑎 dan 𝑏 + 𝑐 = 𝑛𝑎. Akibatnya 𝑏 + 𝑐 − 𝑏 = 𝑛𝑎 − 𝑚𝑎.
𝑏 + 𝑐 − 𝑏 = (𝑛 − 𝑚)𝑎 𝑐 = (𝑛 − 𝑚)𝑎.
Teorema 1.3
Bukti:
Ambil sebarang 𝑟 ∈ Ζ.
Diperoleh 𝑞 = 𝑝𝑘 𝑞𝑟 = 𝑝𝑘𝑟
𝑞𝑟 = 𝑝(𝑘. 𝑟).
6
Karena 𝑞𝑟 = 𝑝(𝑘. 𝑟) untuk suatu 𝑘𝑟 ∈ 𝛧, maka 𝑝|𝑞𝑟.
Teorema 1.4
Bukti:
Definisi 1.2
Suatu bilangan bulat 𝑑 disebut faktor persekutuan dari 𝑎 dan 𝑏 apabila 𝑑|𝑎 dan
𝑑|𝑏.
Perlu diketahui bahwa untuk setiap dua bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 memiliki paling
sedikit satu faktor persekutuan yaitu 1. Jika 𝑑 adalah faktor persekutuan dari 𝑎
dan 𝑏 maka 𝑑|𝑚𝑎 + 𝑛𝑏 untuk setiap bilangan bulat 𝑚 dan 𝑛. Jika 𝑎 dan 𝑏 dua
bilangan bulat tak nol, maka 𝑎 dan 𝑏 hanya memiliki sejumlah hingga faktor dan
7
oleh karenanya himpunan faktor persekutuan dari 𝑎 dan 𝑏 juga berhingga. Karena
elemen-elemen himpunan faktor persekutuan dari 𝑎 dan 𝑏 merupakan bilangan-
bilangan bulat maka himpunan tersebut memiliki elemen terbesar. Bilangan bulat
terbesar ini disebut faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 𝑎 dan 𝑏. Konsep FPB
disajikan pada Definisi 1.3.
Definisi 1.3
Bilangan bulat positif d disebut FPB dari 𝑎 dan 𝑏 jika dan hanya jika:
Faktor persekutuan terbesar dari 𝑎 dan 𝑏 dinotasikan dengan 𝐹𝑃𝐵(𝑎, 𝑏). Beberapa
hal yang perlu diketahui tentang FPB antara lain:
(ii). 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) selalu bilangan bulat positif, sehingga 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) ≥ 1.
(iii). 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) = 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, −𝑏) = 𝐹𝑃𝐵 (−𝑎, 𝑏) = 𝐹𝑃𝐵 (−𝑎, −𝑏).
Contoh 1.2
a). FPB dari 30 dan 105 adalah 15, sehingga ditulis 𝐹𝑃𝐵 (30, 105) = 15.
Teorema 1.5
8
Bukti:
Karena 𝑐 adalah FPB dari dua bilangan bulat yaitu 𝑎: 𝑑 dan 𝑏: 𝑑 maka 𝑐 ≥ 1 ...(*).
Karena 𝐹𝑃𝐵 (𝑎: 𝑑, 𝑏: 𝑑) = 𝑐 maka 𝑐|(𝑎: 𝑑) dan 𝑐|(𝑏: 𝑑). Akibatnya ada bilangan
bulat 𝑞 dan 𝑟 sedemikian sehingga berlaku 𝑎: 𝑑 = 𝑐𝑞 dan 𝑏: 𝑑 = 𝑐𝑟. Menurut
definisi pembagian diperoleh 𝑎 = 𝑑(𝑐𝑞) = (𝑐𝑑)𝑞 dan 𝑏 = 𝑑(𝑐𝑟) = (𝑐𝑑)𝑟. Ini
berarti 𝑐𝑑 merupakan faktor persekutuan dari 𝑎 dan 𝑏. Karena 𝑑 adalah FPB dari
𝑎 dan 𝑏 maka 𝑐𝑑 ≤ 𝑑. Karena 𝑑 positif maka 𝑐 ≤ 1 ……. (**).
Contoh 1.3
Definisi 1.4
Bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 disebut relatif prima (saling prima) jika 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) = 1.
Dari contoh 1.2 diperoleh bahwa 9 dan 20 saling prima, sedangkan dari contoh 1.3
diperoleh bahwa 4 dan 5 saling prima.
Jika |𝑎| dan |𝑏| adalah bilangan-bilangan bulat yang kecil maka 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) dapat
dihitung dengan mudah (singkat). Tidak demikian halnya |𝑎| dan |𝑏| adalah
bilangan-bilangan yang besar. Sebagai contoh jika 𝑎 = 26020473 dan 𝑏 =
26020867 maka 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) tidak dapat dihitung dengan singkat. Berikut ini akan
sajikan cara yang efisien untuk menentukan FPB dari dua bilangan bulat.
9
Teorema 1.6 (Algoritma Pembagian Bilangan Bulat)
Untuk setiap bilangan bulat positif 𝑎 dan 𝑏 terdapat dengan tunggal bilangan bulat
𝑞 dan 𝑟 sedemikian sehingga 𝑏 = 𝑞𝑎 + 𝑟 dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑎.
Bukti:
Misalkan 𝑟 adalah bilangan bulat tak negatif terkecil dari barisan tersebut.
Akibatnya 𝑟 ≥ 0 dan 𝑟 = 𝑏 − 𝑞𝑎 untuk suatu bilangan bulat 𝑞. Diperoleh 𝑏 =
𝑞𝑎 + 𝑟 dengan 𝑟 ≥ 0. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa 𝑟 < 𝑎.
(𝑞 − 𝑞1 )𝑎 + (𝑟 − 𝑟1 ) = 0 ... (*)
10
Selanjutnya dari persamaan (*) diperoleh (𝑞 − 𝑞1 )𝑎 = 0 atau 𝑞 = 𝑞1, sebab 𝑎 =
0.
Contoh 1.4
Jika 𝑎 dan 𝑏 sebarang bilangan bulat, maka Teorema 1.6 tetap berlaku tetapi
dengan syarat 0 ≤ 𝑟 < |𝑎|.
Teorema 1.7
Bukti:
Karena 𝑑|𝑎 dan 𝑑|𝑏 dan 𝑟 = 𝑏 − 𝑞𝑎 maka 𝑑|𝑟. Ini berarti 𝑑 adalah faktor
persekutuan dari 𝑎 dan 𝑟. selanjutnya akan ditunjukkan bahwa 𝑑 adalah FPB dari
𝑎 dan 𝑟.
Misalkan 𝑐 adalah sebarang faktor persekutuan dari 𝑎 dan 𝑟, yang berarti 𝑐|𝑎 dan
𝑐|𝑟.
11
Selanjutnya dengan menggunakan Teorema 1.6 dan Teorema 1.7 dapat ditentukan
FPB dari sebarang dua bilangan bulat.
Contoh 1.5
Tentukan 𝐹𝑃𝐵(5767,4453).
Penyelesaian:
219 = 73 . 3 + 0
Teorema 1.8
𝑎 = 𝑏𝑞 + 𝑟, dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑏
𝑟 = 𝑟1 𝑞2 + 𝑟2 , dengan 0 ≤ 𝑟2 < 𝑟1
12
:
𝑟𝑘−1 = 𝑟𝑘 𝑞𝑘 + 1.
Diperoleh 𝐹𝑃𝐵(𝑎, 𝑏) = 𝑟𝑘 .
Teorema 1.9
Untuk setiap bilangan bulat tak nol 𝑎 dan 𝑏 terdapat bilangan bulat 𝑚 dan 𝑛
sedemikian sehingga 𝐹𝑃𝐵(𝑎, 𝑏) = 𝑎𝑚 + 𝑏𝑛.
Contoh 1.6
299 = 247 . 1 + 52
247 = 52 . 4 + 39
52 = 39 . 1 + 13
39 = 13 . 3
13
Selanjutnya akan ditentukan bilangan bulat 𝑚 dan 𝑛 sehingga 13 = 247𝑚 +
299𝑛.
13 = 52 − 39 . 1
= 52 − (247 − 52 . 4)
= 52 . 5 − 247
= 299 . 5 − 247 . 6
Jadi 𝑚 = −6 dan 𝑛 = 5.
Jika 𝑎 dan 𝑏 relatif prima maka ada bilangan bulat 𝑚 dan 𝑛 sehingga 𝑎𝑚 + 𝑏𝑛 =
1.
Teorema 1.10
Bukti:
Akibatnya diperoleh:
14
Teorema 1.11
Bukti:
Karena 𝑐|𝑎 dan 𝑐|𝑏 maka 𝑐|𝑎𝑚 dan 𝑐|𝑏𝑛, sehingga 𝑐|(𝑎𝑚 + 𝑏𝑚) = 𝑑.
Teorema 1.11 menyatakan bahwa setiap faktor persekutuan dari dua bilangan
bulat merupakan faktor dari FPB dua bilangan tersebut. Sehingga dengan
menggunakan Teorema 1.10 maka definisi FPB dari dua bilangan bulat dapat
dinyatakan sebagai berikut.
Suatu bilangan bulat positif 𝑑 disebut FPB dari bilangan bulat a dan b jika
memenuhi:
Contoh 1.7
3. Bilangan Prima
Setiap bilangan asli lebih dari 1, mempunyai paling sedikit 2 faktor yakni 1
dan bilangan itu sendiri. Jika bilangan asli hanya memiliki 2 faktor tersebut, maka
bilangan tersebut dinamakan bilangan prima. Pada Kegiatan Belajar 2 telah dikaji
bahwa dua bilangan bulat a dan b dikatakan saling prima (relatif prima) apabila
𝐹𝑃𝐵(𝑎, 𝑏) = 1. Selanjutnya jika 𝐹𝑃𝐵(𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … , 𝑎𝑛 ) = 1 maka
𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … , 𝑎𝑛 dikatakan saling prima. Jika 𝐹𝑃𝐵(𝑎𝑖 , 𝑎𝑗 ) = 1 untuk 𝑖 =
1, 2, 3, … , 𝑛 dengan 𝑖 ≠ 𝑗 maka 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … , 𝑎𝑛 saling prima dua-dua. Sebagai
15
contoh 4, 7, 9 dikatakan saling prima dan sekaligus saling prima dua-dua karena
𝐹𝑃𝐵(4, 7, 9) = 1 dan 𝐹𝑃𝐵(4,7) = 𝐹𝑃𝐵(4,9) = 𝐹𝑃𝐵(7,9) = 1.
Teorema 1.12
Jika sisa pembagian 𝑏 oleh 𝑎 relatif prima dengan 𝑎 maka 𝑏 relatif prima dengan
𝑎.
Bukti:
Maka 𝑑|𝑎 dan 𝑑|𝑏. Karena 𝑟 = 𝑏 − 𝑞𝑎 maka 𝑑|𝑟, sehingga 𝑑 merupakan faktor
persekutuan dari 𝑎 dan 𝑟. Karena 𝑎 dan 𝑟 relatif prima maka 𝐹𝑃𝐵(𝑎, 𝑟) = 1.
Akibatnya 𝑑 ≤ 1.
Contoh 1.8
Definisi 1.5
Bilangan bulat 𝑝 > 1 disebut bilangan prima jika mempunyai faktor positif hanya
1 dan 𝑝. Bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 dan bukan bilangan prima
disebut bilangan komposit (bilangan tersusun).
Menurut Definisi 1.5, bilangan 1 bukan bilangan prima dan bukan bilangan
komposit. Selanjutnya 1 disebut unit. Dengan demikian himpunan bilangan asli
terdiri atas unit, semua bilangan prima dan semua bilangan komposit.
16
Teorema 1.13
Setiap bilangan positif yang lebih besar dari 1 dapat dibagi oleh suatu bilangan
prima.
Bukti:
Jika 𝑛3 suatu bilangan komposit maka dengan proses yang sama akan diperoleh
barisan bilangan 𝑛, 𝑛1 , 𝑛2 , 𝑛3 , … dengan 𝑛 > 𝑛1 > 𝑛2 > 𝑛3 > ⋯ > 1.
17
Penguraian faktor-faktor komposit akan berakhir pada suatu faktor prima, karena
faktor-faktor tersebut selalu kurang dari bilangan yang diuraikan dan selalu lebih
dari 1. Misalkan penguraian berakhir pada faktor prima 𝑛𝑘 , maka 𝑛𝑘 |𝑛𝑘−1 .
Teorema 1.14
Setiap bilangan bulat 𝑛 > 1 merupakan bilangan prima atau 𝑛 dapat dinyatakan
sebagai perkalian bilangan-bilangan prima tertentu.
Dari Teorema 1.14 diperoleh bahwa untuk setiap bilangan bulat 𝑛 > 1 dapat
dinyatakan sebagai 𝑛 = 𝑝1 𝑘1 𝑝2 𝑘2 𝑝3 𝑘3 … 𝑝𝑚 𝑘𝑚 dengan 𝑝1 , 𝑝2 , 𝑝3 , … , 𝑝𝑚 adalah
faktor-faktor prima dari 𝑛 dan 𝑘1 , 𝑘2 , 𝑘3 , … , 𝑘𝑚 adalah eksponen-eksponen tak
negatif.
Teorema 1.14 dapat digunakan untuk menentukan KPK dan FPB dari dua
bilangan bulat atau lebih. Misalkan 𝑎, 𝑏 dan 𝑐 adalah bilangan-bilangan bulat
positif yang lebih dari 1 yang mempunyai bentuk kanonik
𝑎 = 𝑝1 𝑘1 𝑝2 𝑘2 𝑝3 𝑘3 … 𝑝𝑚 𝑘𝑚 ,
𝑏 = 𝑝1 𝑛1 𝑝2 𝑛2 𝑝3 𝑛3 … 𝑝𝑚 𝑛𝑚 , dan
𝑐 = 𝑝1 𝑡1 𝑝2 𝑡2 𝑝3 𝑡3 … 𝑝𝑚 𝑡𝑚 .
18
Dengan 𝑚𝑖𝑛(𝑘𝑖 , 𝑛𝑖 , 𝑡𝑖 ) = nilai minimum dari 𝑘𝑖 , 𝑛𝑖 , 𝑡𝑖 dan 𝑚𝑎𝑘𝑠(𝑘𝑖 , 𝑛𝑖 , 𝑡𝑖 ) = nilai
maksimum dari 𝑘𝑖 , 𝑛𝑖 , 𝑡𝑖 .
Contoh 1.9
198 = 2 . 32 . 11 = 21 . 32 . 70 . 111
216 = 23 . 33 = 23 . 33 . 70 . 110
252 = 22 . 32 . 7 = 22 . 32 . 71 . 110
Jadi diperoleh:
Teorema 1.15
Jika 𝑛 suatu bilangan komposit maka 𝑛 memiliki faktor 𝑘 dengan 1 < 𝑘 ≤ √𝑛.
Bukti
Karena 𝑛 suatu bilangan komposit maka ada bilangan bulat positif 𝑘 dan 𝑚
sedemikian sehingga 𝑘𝑚 = 𝑛 dengan 1 < 𝑘 < 𝑛 dan 1 < 𝑚 < 𝑛. Jika 𝑘 > √𝑛
dan 𝑚 > √𝑛 maka 𝑛 = 𝑘𝑚 > √𝑛. √𝑛 = 𝑛. Hal ini tidak mungkin terjadi.
Akibatnya 𝑘 atau 𝑚 harus lebih kecil dari √𝑛, misalkan 𝑘 dengan 1 < 𝑘 ≤ √𝑛.
Jadi 𝑛 mempunyai faktor prima 𝑘 dengan 1 < 𝑘 ≤ √𝑛.
19
Teorema 1.15 dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu bilangan bulat
positif n merupakan bilangan prima. Jika suatu bilangan bulat positif n tidak
mempunyai faktor prima
yang lebih kecil atau sama dengan √𝑛 maka n merupakan bilangan prima.
Contoh 1.10
Misalkan 𝑛 = 227. Maka bilangan prima yang kurang dari atau sama dengan
√227 adalah 2, 3, 5, 7, 11 dan 13. Karena tidak ada diantara bilangan-bilangan
prima tersebut yang membagi 227 maka disimpulkan 227 merupakan bilangan
prima.
Definisi 1.6
Definisi 1.7
20
bilangan bulat positif terkecil di antara kelipatan-kelipatan persekutuan dari
𝑎1 , 𝑎2 , … , 𝑎𝑛 .
Teorema 1.16
Bukti:
Andaikan tidak benar 𝑐|𝑏. Berarti ada bilangan bulat 𝑞 dan 𝑟 sedemikian hingga
𝑏 = 𝑐𝑞 + 𝑟 dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑐.
Jadi pengandaian salah, yang benar 𝑐|𝑏, yaitu 𝐾𝑃𝐾 [𝑎1 , 𝑎2 , … , 𝑎𝑛 ]|𝑏.
Contoh 1.11
21
Teorema 1.17
Bukti:
Misalkan 𝐾𝑃𝐾[𝑎, 𝑏] = 𝑑, maka 𝑎|𝑑 dan 𝑏|𝑑. Sehingga 𝑎𝑚|𝑑𝑚 dan 𝑏𝑚|𝑑𝑚.
Akibatnya 𝑑𝑚 merupakan kelipatan persekutuan dari 𝑎𝑚 dan 𝑏𝑚. Menurut
Teorema 1.12 diperoleh 𝐾𝑃𝐾[𝑎𝑚, 𝑏𝑚]|𝑑𝑚. Karena 𝐾𝑃𝐾[𝑚𝑎, 𝑚𝑏] kelipatan 𝑚𝑎,
maka 𝐾𝑃𝐾[𝑚𝑎, 𝑚𝑏] kelipatan 𝑚 dan misalkan 𝐾𝑃𝐾[𝑚𝑎, 𝑚𝑏] = 𝑝𝑚 untuk suatu
bilangan bulat 𝑝.
Karena 𝐾𝑃𝐾[𝑚𝑎, 𝑚𝑏] = 𝑝𝑚 maka 𝑎𝑚|𝑝𝑚 dan 𝑏𝑚|𝑝𝑚, sehingga 𝑎|𝑝 dan 𝑏|𝑝.
Akibatnya 𝐾𝑃𝐾[𝑎, 𝑏] = 𝑑|𝑝. Karena 𝑝|𝑑 dan 𝑑|𝑝 maka haruslah 𝑝 = 𝑑, yang
berarti 𝑝𝑚 = 𝑑𝑚.
Hubungan antara KPK dan FPB dari dua bilangan bulat dinyatakan dalam
teorema berikut.
Teorema 1.18
Bukti:
22
Tetapi tidak mungkin 𝑎𝑏 < 𝑎𝑘 karena 𝑎𝑘 adalah KPK dari 𝑎 dan 𝑏, sehingga
𝑎𝑏 = 𝑎𝑘.
Contoh 1.12
E. Forum Diskusi
Setelah saudara mempelajari materi tentang Keterbagian, Faktor Bilangan,
Bilangan Prima, Kelipatan Bilangan, silahkan diskusikan soal-soal berikut dengan
teman sejawat.
Ina dan Ani sepasang saudara kembar akan menyumbang ke Panti Asuhan “Kasih
Bunda”. Pada panti asuhan tersebut terdapat 24 anak yatim piatu. Ina dan Ani
berencana akan memberikan bingkisan yang berisi Roti dan Susu Kotak. Ina
23
mempunyai 4 kaleng roti yang setiap kalengnya berisi 36 bungkus roti, sedangkan
Ani membeli susu kotak yang dikemas dalam kardus yang masing-masing berisi
24 buah. Jika setiap anak menerima bingkisan yang sama, berapa kardus Ani
harus membeli susu kotak?
F. Rangkuman
Selamat ya ...... saudara telah berhasil menyelesaikan kegiatan belajar tentang
Keterbagian, Faktor Bilangan, Bilangan Prima, Kelipatan Bilangan. Hal-hal
penting yang telah saudara pelajari dalam kegiatan belajar ini dapat dibaca pada
rangkuman berikut ini.
1. Bilangan bulat 𝑎 membagi habis bilangan bulat 𝑏 (ditulis 𝑎|𝑏) apabila
terdapat bilangan bulat 𝑘 sehingga 𝑏 = 𝑎𝑘.
2. Istilah-istilah lain yang mempunyai arti sama dengan 𝑎|𝑏 adalah “𝑎 faktor
dari 𝑏” atau “𝑎 pembagi 𝑏” atau “𝑏 kelipatan 𝑎”.
4. Suatu bilangan bulat 𝑑 disebut faktor persekutuan dari 𝑎 dan 𝑏 apabila 𝑑|𝑎
dan 𝑑|𝑏.
5. Bilangan bulat positif 𝑑 disebut FPB dari 𝑎 dan 𝑏 jika dan hanya jika:
6. Bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 disebut relatif prima (saling prima) jika 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) =
1.
24
7. Untuk setiap bilangan bulat positif 𝑎 dan 𝑏 terdapat dengan tunggal bilangan
bulat 𝑞 dan 𝑟 sedemikian sehingga 𝑏 = 𝑞𝑎 + 𝑟 dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑎.
8. Setiap bilangan asli lebih dari 1, mempunyai paling sedikit 2 faktor yakni 1
dan bilangan itu sendiri. Jika bilangan asli hanya memiliki 2 faktor tersebut,
maka bilangan tersebut dinamakan bilangan prima.
9. Dua bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 dikatakan saling prima (relatif prima) apabila
𝐹𝑃𝐵(𝑎, 𝑏) = 1.
11. Setiap bilangan positif yang lebih besar dari 1 dapat dibagi oleh suatu
bilangan prima.
12. Jika 𝑛 suatu bilangan komposit maka 𝑛 memiliki faktor 𝑘 dengan 1 < 𝑘 ≤
√𝑛.
25
G. Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang tepat dari setiap persoalan berikut.
1. Pasangan berurutan (𝑎, 𝑏, 𝑐) yang memenuhi sifat “Jika 𝑎|𝑏 dan 𝑏|𝑐 maka
𝑎|𝑐”, adalah ....
A. (2,4,6)
B. (2,6,8)
C. (2,4,8)
D. (3,6,8)
E. (3,6,10)
26
D. 61, 17, 27
E. 73, 15, 23
5. Bilangan 101 merupakan bilangan prima yang tepat memiliki 2 angka kembar
yakni 1. Banyak bilangan prima antara 100 sampai dengan 250 yang memiliki
tepat 2 angka kembar adalah ....
A. 9
B. 10
C. 11
D. 12
E. 13
7. Bilangan 229 merupakan bilangan prima yang tepat memiliki 2 angka kembar
yakni 2. Banyak bilangan prima antara 200 sampai dengan 350 yang memiliki
tepat 2 angka kembar adalah ....
A. 4
B. 5
C. 6
D. 7
E. 8
27
8. Jika diketahui 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑎 + 𝑏) = 1, maka 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) = ….
A. −1
B. 1
C. −𝑎
D. 𝑎
E. 𝑏
10. Ari dan Ria mengikuti kursus renang. Jadwal kursus renang Ari 9 hari sekali,
sedangkan Ria setiap 6 hari sekali. Jika pada hari Kamis tanggal 18 Februari
2016 mereka berlatih bersama-sama, maka mereka akan berlatih bersama-
sama lagi pada hari dan tanggal ….
A. Minggu, 7 Maret 2016
B. Senin, 7 Maret 2016
C. Minggu, 8 Maret 2016
D. Senin, 8 Maret 2016
E. Selasa, 8 Maret 2016
28
H. Daftar Pustaka
Herry Sukarman, 1994, Teori Bilangan, Depdikbud, Jakarta.
Herstein, I.N, 1975, Topics in Algebra 2nd ed, John Wiley & Sons, Singapura.
Karso, 1994, Dasar-Dasar Pendidikan MIPA
Ristekdikti. 2018. Modul Daring PPG Daljab 2018. Jakarta:Ristekdikti.
29
30
No Kode: DAR 2/Profesional/180/5/2019
MODUL 5 BILANGAN
KB 2. Kongruensi Modulo
Penulis:
Dr. Nuriana Rachmani Dewi, S.Pd., M.Pd
31
A. Pendahuluan
Mahasiswa PPG yang bersemangat.
Dalam suatu urusan kedinasan seringkali ada kode-kode rahasia yang digunakan
untuk merahasiakan informasi yang penting dan berbahaya jika diketahui publik.
Salah satu caranya yaitu dengan Modulo 26. Dengan menggunakan Modulo 26 ini
naskah biasa yang dikirimkan bisa diubah menjadi naskah rahasia yang akan
diterima oleh pihak yang dituju. Pihak yang berkepentingan selanjutnya membaca
kembali kode yang diterima juga dengan menggunakan aritmetika modulo 26.
Mengganti, mentranslasikan, atau mentransformasikan naskah biasa menjadi
naskah rahasia ini disebut menginkripsi (enciphering), sedangkan membaca
kembali naskah rahasia menjadi naskah biasa disebut mendekripsi (deciphering).
Proses pembelajaran untuk materi yang sedang saudara ikuti sekarang ini,
dapat berjalan dengan lebih lancar bila saudara mengikuti langkah-langkah belajar
sebagai berikut.
32
1) Ingat kembali materi prasyarat yaitu bilangan dan operasi bilangan,
keterbagaian, faktor bilangan, bilangan prima dan kelipatan dalam
mempelajari materi pada kegiatan belajar ini.
2) Pelajari materi pada setiap kegiatan belajar ini, selesaikan latihan pada forum
diskusi, dan selesaikan tes formatifnya secara mandiri.
3) Cocokkan jawaban tes formatif saudara dengan kunci jawaban yang
diberikan.
4) Apabila tingkat penguasaan saudara 80% atau lebih, saudara dapat
melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya. Apabila tingkat pengusaan
saudara kurang dari 80%, saudara harus mempelajari kembali materi pada
kegiatan belajar ini.
5) Keberhasilan pembelajaran saudara dalam mempelajari materi pada kegiatan
belajar ini, sangat tergantung kepada kesungguhan saudara dalam belajar dan
mengerjakan tugas dan latihan. Untuk itu, berlatihlah secara mandiri atau
berkelompok dengan teman sejawat.
Selanjutnya kami ucapkan selamat belajar, semoga saudara sukses mampu
mengimplementasikan pengetahuan yang diberikan dalam kegiatan belajar ini.
B. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami,
mengidentifikasi, menganalisis, merekonstruksi, memodifikasi secara terstruktur
materi matematika sekolah dan advance material secara bermakna dalam
penyelesaian permasalahan dari suatu sistem (pemodelan matematika) dan
penyelesaian masalah praktis kehidupan sehari-hari melalui kerja problem
solving, koneksi dan komunikasi matematika, critical thinking, kreatifitas berpikir
matematis yang selaras dengan tuntutan masa depan. Selain itu, mahasiswa juga
diharapkan mampu menguasai materi esensial matematika meliputi kongruens.
Lebih lengkapnya adalah mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan
sifat kongruensi modulo.
33
C. Pokok-Pokok Materi
Materi yang dipelajari dalam kegiatan belajar ini antara lain:
1. Kongruensi Modulo
2. Sistem Residu
D. Uraian Materi
1. Kekongruenan
Definisi 2.1
Jika 𝑚 > 0 dan 𝑚|(𝑎 − 𝑏) maka ada suatu bilangan bulat 𝑘 sehingga 𝑎 − 𝑏 =
𝑚𝑘. Dengan demikian 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) dapat dinyatakan sebagai 𝑎 − 𝑏 = 𝑚𝑘,
ataubeda diantara 𝑎 dan 𝑏 merupakan kelipatan 𝑚. Atau 𝑎 = 𝑏 + 𝑚𝑘, yaitu 𝑎
sama dengan 𝑏 ditambah kelipatan m.
Contoh 2.1
(1) 10 ≡ 5 (𝑚𝑜𝑑 5)
Jelas menurut definisi 10 − 5 = 5.1, sehingga 10 kongruen terhadap 5
modulo 5.
(2) 8 ≢ 3 (𝑚𝑜𝑑 2)
Menurut definisi 8 − 3 ≠ 2. 𝑘, sehingga 8 tidak kongruen dengan 3 modulo
2.
Kita telah melihat bahwa jika 𝑚 > 0 dan 𝑎 bilangan bulat maka 𝑎 dapat
dinyatakan sebagai
𝑎 = 𝑚𝑞 + 𝑟 dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑚
34
Ini berarti bahwa 𝑎 − 𝑟 = 𝑚𝑞, yaitu 𝑎 ≡ 𝑟 (𝑚𝑜𝑑 𝑚). Karena 0 ≤ 𝑟 < 𝑚 maka
ada 𝑚 buah pilihan untuk 𝑟 yaitu 0, 1, 2, . . . , 𝑚 − 1. Jika tiap bilangan bulat akan
kongruen modulo 𝑚 terhadap salah satu dari 𝑚 buah 𝑟 itu; khususnya jika 𝑚|𝑎
maka 𝑎 ≡ 0 (𝑚𝑜𝑑 𝑚).
Teorema 2.1
Untuk bilangan bulat sebarang 𝑎 dan 𝑏, 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑎 dan
𝑏 memiliki sisa yang sama jika dibagi 𝑚.
Bukti:
Maka 𝑎 = 𝑏 + 𝑚𝑘 = (𝑞𝑚 + 𝑟) + 𝑚𝑘 = (𝑞 + 𝑘 )𝑚 + 𝑟
35
Bukti:
(2) Jika 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚), maka 𝑚│𝑝– 𝑞, dan menurut definisi keterbagian, ada
suatu bilangan bulat 𝑡 sehingga 𝑡𝑚 = 𝑝– 𝑞, atau (−𝑡)𝑚 = 𝑞– 𝑝, berarti
𝑚│𝑞– 𝑝. Dengan demikian 𝑞 ≡ 𝑝(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(3) Jika 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚) dan 𝑞 ≡ 𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚), maka 𝑚│𝑝– 𝑞 dan 𝑚│𝑞– 𝑟, dan
menurut definisi keterbagian, ada bilangan-bilangan bulat 𝑠 dan 𝑡 sehingga
𝑠𝑚 = 𝑝– 𝑞 dan 𝑡𝑚 = 𝑞– 𝑟. Dengan demikian dapat ditentukan bahwa 𝑝– 𝑟 =
(𝑝– 𝑞) + (𝑞– 𝑟) = 𝑠𝑚 + 𝑡𝑚 = (𝑠 + 𝑡)𝑚. Jadi 𝑚│𝑝– 𝑟, dan akibatnya 𝑞 ≡
𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Contoh 2.2
(1) 5 ≡ 5(𝑚𝑜𝑑 7) dan −10 ≡ −10(𝑚𝑜𝑑 15) sebab 7│5– 5 dan 15│ −
10– (−10)
(2) 27 ≡ 6(𝑚𝑜𝑑 7) akibatnya 6 ≡ 27(𝑚𝑜𝑑 7) sebab 7│6– 27 atau 7│(−21)
(3) 45 ≡ 21(𝑚𝑜𝑑 3) dan 21 ≡ 9(𝑚𝑜𝑑 3), maka 45 ≡ 9(𝑚𝑜𝑑 3) sebab
3│45– 9 atau 3│36
Teorema 2.3
(1) 𝑝 + 𝑟 ≡ 𝑞 + 𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(2) 𝑝– 𝑟 ≡ 𝑞– 𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(3) 𝑝𝑟 ≡ 𝑞𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
36
Bukti:
Contoh 2.3
Contoh 2.4
Teorema 2.4
(1) 𝑎 + 𝑐 ≡ 𝑏 + 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(2) 𝑎 − 𝑐 ≡ 𝑏 − 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(3) 𝑎𝑐 ≡ 𝑏𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
37
Bukti:
(2) Kerjakan, perhatikan bahwa (𝑎– 𝑐)– (𝑏– 𝑑) = (𝑎– 𝑏)– (𝑐– 𝑑)
(3) 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) memberikan 𝑎 = 𝑏 + 𝑚𝑠
𝑐 ≡ 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) memberikan 𝑐 = 𝑑 + 𝑚𝑡
Contoh 2.5
Teorema 2.5
Bukti:
𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) berarti 𝑎 = 𝑚𝑠 + 𝑏
𝑐 ≡ 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) berarti 𝑐 = 𝑚𝑡 + 𝑑
38
𝑎𝑥 + 𝑐𝑦 = 𝑚(𝑠𝑥 ) + 𝑏𝑥 + 𝑚(𝑡𝑦) + 𝑑𝑦
Teorema 2.6
Bukti:
𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚), maka sesuai definisi 2.1, 𝑚│𝑝– 𝑞, dan dapat ditentukan bahwa
𝑟𝑚│𝑟(𝑝– 𝑞) atau 𝑚𝑟│𝑝𝑟– 𝑞𝑟, dan berdasarkan definisi 2.1 dapat ditentukan
bahwa 𝑝𝑟 ≡ 𝑞𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚𝑟)
Teorema 2.7
Teorema 2.8
Bukti:
39
Karena 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑎2 ≡ 𝑏2 (𝑚𝑜𝑑 𝑚), 𝑎3 ≡ 𝑏3 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) dan
seterusnya 𝑎𝑛 ≡ 𝑏𝑛 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Jadi jika 𝑎 solusi polinom 𝑓(𝑥) dengan koefisien bilangan bulat sedangkan 𝑎 ≡
𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑏 menjadi solusi 𝑓(𝑥) untuk modulo 𝑚.
Teorema 2.9
Bukti:
Contoh 2.6
40
Misalkan 𝑎𝑚 + 𝑎𝑚−1 + ⋯ + 𝑎1 + 𝑎0 = 𝑠. Maka 3|𝑏 jika dan hanya jika 3|𝑠.
Maka 3|𝑏 jika dan hanya jika 3|𝑠. Dengna ungkapan lain, suatu bilangan bulat
positif 𝑏 akan terbagi 3 jika dan hanya jika haisl penjumlahan semua angka-angka
bilangan itu terbagi 3.
Dua buah bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 yang kongruen modulo 𝑚 mungkin dapat juga
kongruen modulo suatu bilangan bulat lain.
Teorema 2.10
41
Bukti:
Berdasarkan teorema, 𝑑│𝑚 dan 𝑚│𝑝– 𝑞 berakibat 𝑑│𝑝– 𝑞, dan sesuai dengan
definisi 2.1, 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑑).
Teorema 2.11
Misalkan (𝑎, 𝑚) = 𝑑
𝑚
𝑎𝑥 = 𝑎𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 )
𝑑
Bukti:
𝑚
Artinya, 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑠) atau 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑑 )
𝑚 𝑚
Misalkan sekarang 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑑 ). Maka 𝑥 − 𝑦 = 𝑡 untuk 𝑡 bilangan bulat.
𝑑
Teorema 2.12
Misalkan (𝑎, 𝑚) = 1.
42
𝑎𝑥 ≡ 𝑎𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Teorema 2.13
Teorema 2.14
Bukti:
(1) (→)
𝑎𝑝 ≡ 𝑎𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚), maka sesuai definisi 2.1, 𝑚│𝑎𝑝– 𝑎𝑞, dan 𝑎𝑝– 𝑎𝑞 = 𝑡𝑚
untuk suatu 𝑡 ∈ Ζ, berarti 𝑎(𝑝– 𝑞) = 𝑡𝑚.
Karena (𝑎, 𝑚)│𝑎 dan (𝑎, 𝑚)│𝑚 maka (𝑎|(𝑎, 𝑚)(𝑝– 𝑞) = (𝑚|(𝑎, 𝑚)𝑡, dan
dapat ditentukan bahwa (𝑚|(𝑎, 𝑚)│((𝑎|(𝑎, 𝑚))(𝑝– 𝑞).
𝑚 𝑎 𝑚 𝑎
Menurut teorema, ((𝑎,𝑚) , (𝑎,𝑚)) = 1, dan dari ((𝑎,𝑚) , (𝑎,𝑚)) = 1 dan
𝑚 𝑎 𝑚
│
(𝑎,𝑚) (𝑎,𝑚)
(𝑝– 𝑞) berakibat │(𝑝– 𝑞).
(𝑎,𝑚)
𝑚
Jadi menurut definisi 2.1, 𝑝 ≡ 𝑞 (𝑚𝑜𝑑 (𝑎,𝑚)).
(←)
𝑚 𝑎𝑚
𝑝 ≡ 𝑞 (𝑚𝑜𝑑 (𝑎,𝑚)), maka menurut teorema 2.6, 𝑎𝑝 ≡ 𝑎𝑞 (𝑚𝑜𝑑 (𝑎,𝑚)).
𝑎𝑚 𝑎𝑚
Selanjutnya, karena 𝑚│ (𝑎,𝑚), dan 𝑎𝑝 ≡ 𝑎𝑞 (𝑚𝑜𝑑 (𝑎,𝑚)), maka berdasarkan
43
(2) Bukti diserahkan pada Saudara untuk latihan
Contoh 2.7
Contoh 2.8
2. Sistem Residu
Definisi 2.2
Suatu himpunan {𝑥, 𝑥, … , 𝑥} disebut suatu sistem residu lengkap modulo 𝑚. Jika
dan hanya jika untuk setiap y dengan 0 ≤ 𝑦 < 𝑚, ada satu dan hanya satu 𝑥
dengan 1 ≤ 𝑖 < 𝑚, sedemikian hingga 𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 𝑚) atau 𝑥 ≡ 𝑦(𝑚𝑜𝑑 𝑚).
Perhatikan bahwa indeks dari x yang terakhir adalah m, dan hal ini menunjukkan
bahwa banyaknya unsur dalam suatu sistem residu lengkap modulo m adalah m.
Dengan demikian, jika ada suatu himpunan yang banyaknya unsur kurang dari m
atau lebih dari m, maka himpunan itu tentu bukan merupakan suatu sistem residu
lengkap modulo m.
44
ada dua unsur 𝑥 yang berbeda dan kongruen, artinya 𝑥 tidak kongruen 𝑥 modulo
𝑚 jika 𝑖 ≠ 𝑗.
Contoh 2.9
45
10 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 3) −5 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 3)
6. Algoritma pembagian menunjukkan bahwa himpunan bilangan bulat
0,1, … , 𝑚– 1 merupakan suatu sistem residu lengkap modulo 𝑚, dan disebut
sebagai residu non-negatif terkecil modulo 𝑚.
Definisi 2.3
Contoh 2.10
Suatu sistem residu tereduksi modulo 𝑚 dapat diperoleh dari sistem residu
lengkap modulo 𝑚 dengan membuang unsur-unsur yang tidak relatif prima
dengan 𝑚. Hal ini dapat dilakukan karena {0, 1, 2, … , 𝑚– 1} adalah suatu sistem
residu yang lengkap modulo 𝑚 karena untuk setiap y dengan 𝑦 = 0, 1, 2, … , 𝑚– 1,
ada satu dan hanya satu 𝑥 = 0, 1, 2, … , 𝑚– 1 sehingga 𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 𝑚). Keadaan
𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 𝑚) selalu dapat terjadi dengan memilih 𝑦 = 0 dan 𝑥 = 0, 𝑦 = 1 dan
𝑥 = 1, …, 𝑦 = 𝑚– 1 dan 𝑥 = 𝑚– 1.
46
yang tertinggal adalah unsur-unsur yang relatif prima dengan m dan tidak ada
sepasang yang kongruen. Dengan demikian unsur-unsur yang tertinggal
memenuhi definisi 2.2
Contoh 2.11
Definisi 2.4
Banyaknya residu di dalam suatu sistem residu tereduksi modulo 𝑚 disebut fungsi
𝜙-Euler dari 𝑚, dan dinyatakan dengan 𝜙(𝑚).
Contoh 2.12
47
𝜙(3) = 2, diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 2
Teorema 2.15
Ditentukan (𝑎, 𝑚) = 1
Jika {𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑘 } adalah suatu sistem residu modulo 𝑚 yang lengkap atau
tereduksi, maka {𝑎𝑥1 , 𝑎𝑥2 , … , 𝑎𝑥𝑘 } juga merupakan suatu sistem residu modulo 𝑚
yang lengkap atau tereduksi.
Bukti:
48
Ditentukan bahwa {𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑘 } adalah suatu sistem residu modulo 𝑚 yang
lengkap, maka 𝑥𝑖 tidak kongruen 𝑥𝑗 modulo m jika 𝑥 ≠ 𝑥. Harus dibuktikan
bahwa 𝑎𝑥𝑖 tidak kongruen 𝑎𝑥𝑗 modulo m jika 𝑖 ≠ 𝑗
Karena (𝑎, 𝑚) = 1 dan 𝑎𝑥𝑖 ≡ 𝑎𝑥𝑗 (𝑚𝑜𝑑 𝑚), maka menurut Teorema 2.14(a),
dapat ditentukan bahwa 𝑥𝑖 ≡ 𝑥𝑗 (𝑚𝑜𝑑 𝑚), bertentangan dengan ketentuan
{𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑘 } merupakan suatu sistem residu lengkap modulo 𝑚.
Contoh 2.13
49
(17,12) = (85,12) = (119,12) = (187,12) = 1
17 ≡ 85(𝑚𝑜𝑑 12) 17 ≡ 119(𝑚𝑜𝑑 12) 17 ≡ 187(𝑚𝑜𝑑 12)
85 ≡ 119(𝑚𝑜𝑑 12) 85 ≡ 187(𝑚𝑜𝑑 12) 119 ≡ 187(𝑚𝑜𝑑 12)
Bukti:
Misalkan bahwa {𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝜙(𝑚) } adalah suatu sistem residu tereduksi modulo 𝑚
dengan unsur-unsur bilangan bulat positif kurang dari 𝑚 dan relatif prima dengan
𝑚, maka menurut Teorema 2.15, karena (𝑎, 𝑚) = 1, maka {𝑎𝑥1 , 𝑎𝑥2 , … , 𝑎𝑥 𝜙 (𝑚) }
juga merupakan suatu sistem residu tereduksi modulo 𝑚. Dengan demikian,
residu-residu positif terkecil dari 𝑎𝑥1 , 𝑎𝑥2 , … , 𝑎𝑥 𝜙 (𝑚) adalah bilangan-bilangan
bulat yang terdapat pada 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝜙(𝑚) dengan urutan tertentu. Akibatnya kita
dapat mengalikan semua suku dari masing-masing sistem residu tereduksi,
sehingga diperoleh:
50
(𝑥1 . 𝑥2 . … . 𝑥𝜙(𝑚) ) = 1
𝑎𝜙(𝑚) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
𝑎𝜙(𝑚) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Dengan demikian:
Contoh 2.14
51
≡ (−4). 6. (−4). 6(𝑚𝑜𝑑 25)
≡ 576(𝑚𝑜𝑑 25)
≡ 1(𝑚𝑜𝑑 25), yaitu 𝑥 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 25)
Dari hasil (a) dan (b), yaitu 𝑥 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 4) dan 𝑥 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 25), maka
berdasarkan pada Teorema 2.14(b), 𝑥 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 [4,25])𝑥 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 100)
Jadi 23500 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 100), berarti dua digit terakhir lambang bilangan desimal
dari 23500 adalah 01.
Contoh 2.15
Jawab:
Contoh 2.16
Jika bulan ini adalah bulan Mei, maka 23943 bulan lagi adalah bulan ….
Jawab:
Permasalahan ini dapat diganti dengan mencari 𝑥 jika 23943 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 12).
≡ 1.2393(𝑚𝑜𝑑 12)
≡ (−1)(−1)(−1)(𝑚𝑜𝑑 12)
≡ 11(𝑚𝑜𝑑 12)
52
Jadi 𝑥 = 11, dengan demikian 23943 bulan lagi adalah bulan April.
Contoh 2.17
𝑎𝑥 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
𝑥 ≡ 𝑎𝜙(𝑚)−1𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
≡ 73 . 3(𝑚𝑜𝑑 12)
≡ 21(𝑚𝑜𝑑 12)
≡ 9(𝑚𝑜𝑑 12)
Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima dan 𝑝 tidak membagi 𝑎, maka 𝑎𝑝−1 ≡
1(𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Bukti:
Karena 𝑝 adalah suatu bilangan prima dan 𝑝 tidak membagi 𝑎, maka (𝑝, 𝑎) = 1
(jika (𝑝, 𝑎) ≠ 1 yaitu 𝑝 dan 𝑎 tidak relatif prima, maka 𝑝 dan 𝑎 mempunyai
faktor selain 1 dan 𝑝, bertentangan dengan sifat 𝑝 sebagai bilangan prima).
Selanjutnya, karena (𝑝, 𝑎) = 1, maka menurut Teorema 2.16, 𝑎𝜙(𝑝) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝).
53
𝑝 adalah suatu bilangan prima, berarti dari bilangan-bilangan bulat
0, 1, 2, 3, … , 𝑝– 1 yang tidak relatif prima dengan 𝑝 hanya 0 ≡ 𝑝(𝑚𝑜𝑑 𝑝),
sehingga {1, 2, 3, … , 𝑝– 1} merupakan sistem residu tereduksi modulo dengan
(𝑝– 1) unsur, dengan demikian 𝜙(𝑝) = 𝑝 − 1.
Karena 𝜙(𝑝) = 𝑝 − 1. dan 𝑎𝜙 (𝑝) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝), maka 𝑎𝑝−1 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝).
Contoh 2.18
Jawab:
2𝜙(7) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 7)
26 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 7)
Jadi: 𝑥 = 2
Contoh 2.19
(a) 2500
(b) 7175
Jawab:
Untuk mencari digit terakhir dari lambang bilangan basis 10, permasalahan dapat
dipandang sebagai mencari 𝑥 jika 𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 10). Karena 2.5 = 10 dan (2,5) =
1, maka 𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 10) dapat dinyatakan sebagai 𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 2) dan 𝑦 ≡
𝑥(𝑚𝑜𝑑 5).
54
(a) 2≡0(mod 2), maka 2^500≡0, 2, 4, 6, 8, …(mod 2)
𝜙(5) = 4 dan (2,5) = 1, maka 24 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 5), sehingga
2500 = (24 )125 . 1(𝑚𝑜𝑑 5) ≡ 1, 6, 11, 16, 21, … (𝑚𝑜𝑑 5)
Dengan demikian 2500 ≡ 6(𝑚𝑜𝑑 2) dan 2500 ≡ 6(𝑚𝑜𝑑 5), berarti 2500 ≡
6(𝑚𝑜𝑑 10). Satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari 2500 adalah 6.
(b) 7 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 2), maka 7175 ≡ 1, 3, 5, … (𝑚𝑜𝑑 2)
𝜙(5) = 4 dan (7,5) = 1, maka 74 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 5), sehingga
7175 = (74 )43 . 73 ≡ 73(𝑚𝑜𝑑 5) ≡ 2.2.2(𝑚𝑜𝑑 5) ≡ 8(𝑚𝑜𝑑 5) ≡
3(𝑚𝑜𝑑 5) ≡ 3, 8, 13, 18, … (𝑚𝑜𝑑 5).
Dengan demikian 7175 ≡ 3(𝑚𝑜𝑑 2) dan 7175 ≡ 3(𝑚𝑜𝑑 5), berarti 7175 ≡
3(𝑚𝑜𝑑 10). Satu digit terakhir lambing bilangan basis 10 dari 7175 adalah 3.
Teorema 2.18
Bukti:
Dari hubungan 𝑎𝑥 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚), ruas kiri dan kanan perlu dikalikan dengan suatu
faktor sehingga koefisien 𝑎 menjadi 1.
Pilihan faktor adalah 𝑎𝜙(𝑚)−1 sebab sesuai dengan teorema Euler, 𝑎𝜙(𝑚)−1 . 𝑎 =
𝑎𝜙(𝑚) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑚).
𝑎𝑥 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
𝑥 ≡ 𝑎 𝜙(𝑚)−1 . 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
55
𝑥 ≡ 𝑎 𝜙(𝑚)−1. 𝑏 + 𝑡𝑚(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Bukti:
Untuk 𝑝 > 2, berdasarkan Teorema 2.17 dan Teorema 2.18, jika 𝑎𝑥 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝),
dan (𝑎, 𝑝) = 1, maka 𝑥 ≡ 𝑎 𝜙(𝑚)−1, a dan x disebut saling invers modulo 𝑝.
sama dengan 1 modulo 𝑝. Hal ini dapat dilakukan karena masing-masing bilangan
relatif prima dengan 𝑝, yaitu (𝑎, 𝑝) = 1, sehingga masing-masing bilangan
mempunyai inverse. Akibatnya 2.3. … , (𝑝– 3)(𝑝– 2) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝) sehingga:
≡ 𝑝– 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Contoh 3.20
3. (7– 1)! = 6!
= 1.2.3.4.5.6
= 1. (2.4). (3.5). 6
= 1.8.15.6
56
≡ 1.1.1.6(𝑚𝑜𝑑 7)
≡– 1(𝑚𝑜𝑑 7)
4. (13– 1)! = 12!
= 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12
= 1. (2.7). (3.9). (4.10). (5.8). (6.11). 12
= 1.14.27.40.40.66.12
≡ 1.1.1.1.1.1.12(𝑚𝑜𝑑 13)
≡– 1(𝑚𝑜𝑑 13)
Teorema 2.20
Jika 𝑛 adalah suatu bilangan bulat positif sehingga (𝑛– 1)! ≡– 1(𝑚𝑜𝑑 𝑛), maka 𝑛
adalah suatu bilangan prima.
Teorema 3.19 dan Teorema 3.20 memberikan petunjuk kepada kita untuk
menggunakan teorema-teorema itu dalam pengujian keprimaan suatu bilangan.
Contoh 3.21
= 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14
= 1.2. (15).4.6.7.8.9.10.11.12.13.14
≡ 0(𝑚𝑜𝑑 15)
(15– 1)! = 14! tidak kongruen dengan – 1(𝑚𝑜𝑑 15), maka 15 bukan suatu
bilangan prima.
57
E. Forum Diskusi
Setelah saudara mempelajari materi tentang Kongruensi dan Sistem Residu,
silahkan diskusikan soal-soal berikut dengan teman sejawat.
1. Buktikan
(a) jika 𝑝 adalah suatu bilangan genap, maka 𝑝2 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 4)
(b) jika 𝑝 adalah suatu bilangan ganjil, maka 𝑝2 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 4)
2. Buktikan jika 𝑝 adalah suatu bilangan ganjil, maka 𝑝2 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 8)
3. Carilah sisa positif terkecil dari 1! + 2! + ⋯ + 100!
(a) modulo 2
(b) modulo 12
F. Rangkuman
Dari materi Kegiatan Belajar 2 ini, beberapa bagian yang perlu diperhatikan
adalah definisi kongruensi, teorema-teorema kongruensi, dan keterkaitan konsep
kongruensi dengan keterbagian, FPB, dan KPK.
Definisi 2.2: Suatu himpunan {𝑥, 𝑥, … , 𝑥} disebut suatu sistem residu lengkap
modulo 𝑚. Jika dan hanya jika untuk setiap y dengan 0 ≤ 𝑦 < 𝑚, ada satu dan
hanya satu 𝑥 dengan 1 ≤ 𝑖 < 𝑚, sedemikian hingga 𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 𝑚) atau 𝑥 ≡
𝑦(𝑚𝑜𝑑 𝑚).
Definisi 2.3: Suatu himpunan bilangan bulat {𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑘 } disebut suatu sistem
residu tereduksi modulo 𝑚 jika dan hanya jika:
58
Banyaknya residu di dalam suatu sistem residu tereduksi modulo 𝑚 disebut fungsi
𝜙-Euler dari 𝑚, dan dinyatakan dengan 𝜙(𝑚).
Teorema 2.1: Untuk bilangan bulat sebarang 𝑎 dan 𝑏, 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan
hanya jika 𝑎 dan 𝑏 memiliki sisa yang sama jika dibagi 𝑚.
(1) 𝑝 + 𝑟 ≡ 𝑞 + 𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(2) 𝑝– 𝑟 ≡ 𝑞– 𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(3) 𝑝𝑟 ≡ 𝑞𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(1) 𝑎 + 𝑐 ≡ 𝑏 + 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(2) 𝑎 − 𝑐 ≡ 𝑏 − 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
(3) 𝑎𝑐 ≡ 𝑏𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
59
Teorema 2.7: Jika 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑎𝑛 ≡ 𝑏𝑛 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) untuk 𝑛 bilangan
bulat positif.
Teorema 2.8: Andaikan 𝑓 suatu polinom dengan koefisien bilangan bulat, yaitu
Jika {𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑘 } adalah suatu sistem residu modulo 𝑚 yang lengkap atau
tereduksi, maka {𝑎𝑥1 , 𝑎𝑥2 , … , 𝑎𝑥𝑘 } juga merupakan suatu sistem residu modulo 𝑚
yang lengkap atau tereduksi.
60
Teorema 2.17: Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima dan 𝑝 tidak membagi 𝑎, maka
𝑎𝑝−1 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Teorema 2.19: Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima, maka (𝑝– 1)! ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Teorema 2.20: Jika 𝑛 adalah suatu bilangan bulat positif sehingga (𝑛– 1)! ≡
– 1(𝑚𝑜𝑑 𝑛), maka 𝑛 adalah suatu bilangan prima.
G. Tes Formatif
1. Jika 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 7), maka nilai 3𝑝 adalah ….
A. 2𝑝(𝑚𝑜𝑑 7)
B. 3𝑝(𝑚𝑜𝑑 7)
C. 3𝑞(𝑚𝑜𝑑 7)
D. 7𝑞(𝑚𝑜𝑑 3)
E. 7𝑝(𝑚𝑜𝑑 3)
A. 15𝑝 + 8(𝑚𝑜𝑑 7)
B. 15 + 28(𝑚𝑜𝑑 7)
C. 15 + 8 (𝑚𝑜𝑑 7
D. 15𝑝 + 28(𝑚𝑜𝑑 7)
E. 14𝑝 + 8 (𝑚𝑜𝑑 7)
61
3. Dua angka terakhir lambang bilangan desimal dari 2875 adalah ….
A. 32(𝑚𝑜𝑑 100)
B. 28 (𝑚𝑜𝑑 100)
C. 32(𝑚𝑜𝑑 28)
D. 28 (𝑚𝑜𝑑 28)
E. 100(𝑚𝑜𝑑 28)
62
7. Angka satuan dari bilangan 19971991 adalah....
A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5
A. 13 (𝑚𝑜𝑑 5)
B. 13 (𝑚𝑜𝑑 25)
C. 5 (𝑚𝑜𝑑 13)
D. 25 (𝑚𝑜𝑑 13)
E. 13 (𝑚𝑜𝑑 5)
A. 7 (𝑚𝑜𝑑 12).
B. 12 (𝑚𝑜𝑑 13)
C. 13 (𝑚𝑜𝑑 12)
D. 7 (𝑚𝑜𝑑 13)
E. 12 (𝑚𝑜𝑑 7)
63
H. Daftar Pustaka
Niven, I., Zuckerman, H.S., & Montgomery, H.L. (1995). An Introduction to The
The Ory of Numbers. New York: John Wiley & Sons.
64
No Kode: DAR 2/Profesional/180/5/2019
MODUL 5 BILANGAN
KB 3. Notasi Sigma, Barisan dan Deret
Penulis:
Dr. Nuriana Rachmani Dewi, S.Pd., M.Pd
65
A. Pendahuluan
Mahasiswa PPG yang bersemangat.
Selamat mengikuti kegiatan belajar materi Notasi Sigma, Barisan dan Deret
serta aplikasinya. Untuk mengawali pembelajaran ini, perhatikan situasi berikut.
Pada kegiatan belajar 3 ini, saudara membahas tentang konsep Notasi Sigma,
Barisan dan Deret. Oleh sebab itu, prasyarat dalam mempelajari pokok bahasan
pada kegiatan belajar 3 ini adalah saudara-saudara telah menguasai materi
bilangan dan operasi bilangan. Kegiatan belajar ini dikemas dalam tiga sub kajian
yang disusun dengan urutan sebagai berikut:
• Sub Kajian 1: Notasi Sigma
• Sub Kajian 2: Barisan dan Deret
• Sub Kajian 3: Barisan sebagai Fungsi
• Sub Kajian 4: Barisan Fibonacci
• Sub Kajian 5: Golden Ratio
Konsep Notasi Sigma, Barisan dan Deret biasanya digunakan dalam
penyelesaian masalah sehari-hari yang berkaitan dengan deretan nomor rumah,
biaya percakapan melali telepon, serta perkembangbiakan amuba. Dalam bidang
matematika itu sendiri, penggunaan konsep Notasi Sigma, Barisan dan Deret
digunakan sebagai materi prasyarat dari konsep Jumlah Riemann dan Integral.
Proses pembelajaran untuk materi yang sedang saudara ikuti sekarang ini,
dapat berjalan dengan lebih lancar bila saudara mengikuti langkah-langkah belajar
sebagai berikut.
66
1) Ingat kembali materi prasyarat dalam mempelajari materi pada kegiatan
belajar ini.
2) Pelajari materi pada setiap kegiatan belajar ini, selesaikan latihan pada forum
diskusi, dan selesaikan tes formatifnya secara mandiri.
3) Cocokkan jawaban tes formatif saudara dengan kunci jawaban yang
diberikan.
4) Apabila tingkat penguasaan saudara 80% atau lebih, saudara dapat
melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya. Apabila tingkat pengusaan
saudara kurang dari 80%, saudara harus mempelajari kembali materi pada
kegiatan belajar ini.
5) Keberhasilan pembelajaran saudara dalam mempelajari materi pada kegiatan
belajar ini, sangat tergantung kepada kesungguhan saudara dalam belajar dan
mengerjakan tugas dan latihan. Untuk itu, berlatihlah secara mandiri atau
berkelompok dengan teman sejawat.
Selanjutnya kami ucapkan selamat belajar, semoga saudara sukses mampu
mengimplementasikan pengetahuan yang diberikan dalam kegiatan belajar ini.
B. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami,
mengidentifikasi, menganalisis, merekonstruksi, memodifikasi secara terstruktur
materi matematika sekolah dan advance material secara bermakna dalam
penyelesaian permasalahan dari suatu sistem (pemodelan matematika) dan
penyelesaian masalah praktis kehidupan sehari-hari melalui kerja problem
solving, koneksi dan komunikasi matematika, critical thinking, kreatifitas berpikir
matematis yang selaras dengan tuntutan masa depan. Mahasiswa juga diharapkan
mampu menguasai materi esensial matematika meliputi pola barisan. Lebih
lengkapnya dijabarkan berikut.
1. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan Notasi Sigma.
2. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan konsep barisan
aritmetika.
67
3. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan konsep barisan
geometri.
4. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan konsep deret
aritmetika.
5. Mahasiswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan konsep deret
geometri.
C. Pokok-pokok Materi
Materi yang dipelajari dalam kegiatan belajar ini antara lain:
1. Notasi sigma
2. Barisan dan Deret
3. Barisan sebagai Fungsi.
4. Barisan Fibonacci
5. Golden ratio
D. Uraian Materi
1. Notasi Sigma
Notasi sigma memang jarang Anda jumpai dalam kehidupan sehari-hari,
tetapi notasi ini akan banyak dijumpai penggunaannya dalam bagian matematika
yang lain. Jika Anda mempelajari Statistika maka Anda akan menjumpai banyak
rumus-rumus yang digunakan memakai lambang notasi sigma, misalnya rumus
mean, simpangan baku, ragam, korelasi, dan lain-lain. Pada Kalkulus, ketika
membahas luas daerah yang dibatasi oleh kurva dan sumbu-sumbu koordinat,
Anda akan menemui Jumlahan Riemann yang menggunakan notasi sigma untuk
68
menyingkat penjumlahan yang relatif banyak. Ketika mempelajari Kombinatorik,
Anda akan menemui bentuk notasi sigma dalam koefisien binomial. Demikian
pula pada Hitung Keuangan, sebagian rumus menggunakan notasi sigma.
Untuk mengawali bahasan mengenai notasi sigma, perhatikan jumlah 5
bilangan genap pertama berikut ini:
2 + 4 + 8 + 9 + 10
Pada bentuk tersebut 2 disebut suku ke-1, 4 disebut suku ke-2, 6 disebut suku ke-
3, 8 disebut suku ke-4, dan 10 disebut suku ke-5. Ternyata suku-suku tersebut
mengikuti suatu pola sebagai berikut:
Suku ke-1 = 2 = 2(1)
Suku ke-2 = 4 = 2(2)
Suku ke-3 = 6 = 2(3)
Suku ke-4 = 8 = 2(4)
Suku ke-5 = 10 = 2(5)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola dari suku-suku penjumlahan
adalah 2𝑘 dengan 𝑘 ∈ {1,2,3,4,5}. Untuk menyingkat tulisan penjumlahan seperti
di atas digunakan huruf kapital Yunani Σ, dibaca notasi sigma yang diperkenalkan
pertama kali tahun 1755 oleh Leonard Euler. Selanjutnya bentuk penjumlahan
dapat ditulis dalam notasi sigma sebagai:
5
2 + 4 + 6 + 8 + 10 = ∑(2𝑘)
𝑘=1
Ruas kanan dibaca “sigma 𝑘 = 1 sampai dengan 5 dengan 5 dari 2𝑘”. Batas
bawah bentuk notasi sigma ini adalah 𝑘 = 1 dan batas atas 𝑘 = 5.
Secara umum bentuk notasi sigma didefinisikan sebagai berikut:
∑ 𝑎𝑘 = 𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎3 + ⋯ + 𝑎𝑛
𝑘=1
69
Contoh 3.1
Nyatakan ∑6𝑘=1(3𝑘 + 1)2 dalam bentuk lengkap
Jawab:
6
Contoh 3.2
Hitunglah nilai ∑4𝑘=1(2𝑘 2 − 1)
Jawab:
4
∑(2𝑘 2 − 1) = 1 + 7 + 17 + 31 = 56
𝑘=1
Contoh 3.3
Nyatakan 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + 13 dalam bentuk notasi sigma
Jawab: suku ke-1 = 3 = 2(1) + 1
suku ke-2 = 5 = 2(2) + 1
suku ke-3 = 7 = 2(3) + 1, dan seterusnya sehingga
suku ke-6 = 13 = 2(6) + 1
Dengan melihat pola suku-suku tersebut dapat disimpulkan bahwa suku-
suku dalam penjumlahan itu mempunyai pola 2𝑘 + 1.
Dengan demikian 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + 13 = ∑6𝑘=1(2𝑘 + 1)
1. ∑𝑛𝑘=1 1 = 𝑛
4. ∑𝑚−1 𝑛 𝑛
𝑘=1 𝑓 (𝑘 ) + ∑𝑘=𝑚 𝑓(𝑘 ) = ∑𝑘=1 𝑓(𝑘)
5. ∑𝑛𝑘=𝑚 𝑓 (𝑘 ) = ∑𝑛+𝑝
𝑘=𝑚+𝑝 𝑓(𝑘 − 𝑝)
70
Bukti:
1. ∑𝑛𝑘=1 1 = 1 + 1 + 1 + ⋯ + 1 = 𝑛(1) = 𝑛
n suku
= 𝑐 [𝑓 (𝑎) + 𝑓 (𝑎 + 1) + 𝑓 (𝑎 + 2) + ⋯ + 𝑓 (𝑏)]
= 𝑐 ∑ 𝑓(𝑘)
𝑘=𝑎
Contoh 3.4
Jawab:
∑𝑛+𝑝
𝑘=𝑚+𝑝 𝑓(𝑘 − 𝑝)
a. ∑13 2 13−6
𝑘=7 𝑘 = ∑𝑘=7−6(𝑘 + 6)
2
= ∑(𝑘 + 6)2
𝑘=1
𝑘−2 (𝑘+3)−2
b. ∑10
𝑘=4 = ∑10−3
𝑘=4−3 (𝑘+3)+3
𝑘+3
7
𝑘+1
=∑
𝑘+6
𝑘=1
71
c. ∑8𝑘=−3 2𝑘 + 3 = ∑8+4
𝑘=−3+4 2(𝑘 − 4) + 3
12
= ∑ 2𝑘 − 5
𝑘=1
Contoh 3.5
Buktikan bahwa ∑10 2 6 2 6
𝑘=5(2𝑘 − 7) = 4 ∑𝑘=1(𝑘 ) + 4 ∑𝑘=1 𝑘 + 6
Bukti:
∑10 2 10−4 2
𝑘=5(2𝑘 − 7) = ∑𝑘=5−4[2(𝑘 + 4) − 7] ............... sifat nomor 5
6
= ∑ (2𝑘 + 8 − 7)2
𝑘=1
6
= ∑ (2𝑘 + 1)2
𝑘=1
6
= ∑(4𝑘 2 + 4𝑘 + 1)
𝑘=1
72
menuruti aturan tertentu? Jika Anda memperhatikan mulai dari awal bilangan
yang tercantum pada argometer dan setiap perubahan yang terjadi, apa yang dapat
Anda simpulkan dari barisan bilangan bilangan tersebut?
Iwan mencari rumah temannya di Jalan Gambir no.55. Setelah sampai di
Jalan Gambir ia memperhatikan bahwa rumah-rumah yang terletak di sebelah
kanan jalan adalah rumah-rumah dengan nomor urut genap 2, 4, 6, 8, dan
seterusnya. Dengan memperhatikan keadaan itu, kearah manakah Iwan mencari
rumah temannya?
Perubahan bilangan-bilangan pada argometer taksi menuruti aturan tertentu.
Setiap dua bilangan yang berurutan mempunyai selisih yang tetap. Barisan
bilangan yang seperti itu disebut barisan aritmetika.
Demikian juga barisan nomor-nomor rumah di atas merupakan barisan
bilangan aritmetika. Barisan bilangan ini mempunyai selisih yang tetap antara dua
suku yang berurutan. Pada barisan 1, 3, 5, 7, …, suku pertama adalah 1, suku
kedua adalah 3, dan seterusnya. Selisih antara dua suku yang berurutan adalah 2.
Barisan 2, 4, 6, 8, …, juga mempunyai selisih dua suku yang berurutan selalu
tetap yang besarnya 2.
73
Dengan memperhatikan pola suku-suku di atas kita dapat menyimpulkan
rumus umum suku ke –n adalah:
Dengan 𝑢𝑛 = suku ke-n
𝑢𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
𝑎 = suku pertama dan 𝑏 = beda
Contoh 3.6
Tentukan suku ke-35 dari barisan 3, 7, 11, 15, ...
Jawab:
𝑢1 = 𝑎 = 3, 𝑏 = 𝑢2 − 𝑢1 = 7 − 3 = 4, 𝑛 = 35
Dengan mensubstitusikan unsur-unsur yang diketahui ke
𝑢𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏 diperoleh 𝑢35 = 3 + (35 − 1)4 = 139
Jadi suku ke-35 adalah 139.
Contoh 3.7
a. Carilah rumus suku ke-n barisan 60, 56, 52, 48, ...
b. Suku ke berapakah dari barisan di atas yang nilainya adalah 16?
Jawab:
𝑢1 = 𝑎 = 60, 𝑏 = 𝑢2 − 𝑢1 = 56 − 60 = −4
a. 𝑢𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
= 60 − 4(𝑛 − 1) = 64 − 4𝑛
b. 𝑢𝑛 = 64 − 4𝑛
16 = 64 − 4𝑛
4𝑛 = 48 ⇔ 𝑛 = 12
Contoh 3.8
Pada suatu barisan aritmetika suku ke-10 adalah 41 dan suku ke-5 adalah 21.
Tentukan suku ke-125
Jawab:
𝑢10 = 𝑎 + (10 − 1)𝑏 = 𝑎 + 9𝑏 = 41
𝑢5 = 𝑎 + (5 − 1)𝑏 = 𝑎 + 4𝑏 = 21
5𝑏 = 20
𝑏=4⇒𝑎=5
𝑢125 = 𝑎 + (125 − 1)4 = 5 + 124(4) = 501
74
3) Deret Aritmetika
Tentu Anda sudah mengetahui cerita tentang matematikawan Gauss. Ketika
masih di sekolah dasar ia diminta gurunya untuk menjumlahkan 100 bilangan asli
yang pertama. Teknik menghitung Gauss kecil sederhana tetapi tidak diragukan
lagi keefektifannya. Ia memisalkan S adalah jumlah 100 bilangan asli yang
pertama seperti di bawah ini.
𝑆 = 1 + 2 + 3 + 4 + ⋯ + 100
Kemudian ia menulis penjumlahan itu dengan urutan suku-suku terbalik.
𝑆 = 100 + 99 + 98 + 97 + ⋯ + 1
Selanjutnya ia menjumlahkan kedua deret.
2𝑆 = 101 + 101 + 101 + 101 + ⋯ + 101
Karena banyak suku dalam deret itu ada 100, maka penjumlahan itu dapat juga
ditulis sebagai:
2𝑆 = 100(101) = 10100 ⇔ 𝑆 = 5050
Teknik menghitung Gauss ini yang diikuti selanjutnya untuk mendapatkan
rumus jumlah n suku pertama deret aritmetika. Deret aritmetika adalah jumlah
suku-suku dari suatu barisan aritmetika. Dari barisan aritmetika 𝑢1 , 𝑢2 , 𝑢3 , 𝑢4 …
diperoleh deret aritmetika 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯. Bila jumlah 𝑛 suku yang
pertama dari suatu deret aritmetika dinyatakan dengan 𝑆𝑛 maka
𝑆𝑛 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛
Misalkan 𝑢𝑛 = 𝑘, maka
𝑆𝑛 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛
𝑆𝑛 = 𝑎 + (𝑎 + 𝑏) + (𝑎 + 2𝑏) + (𝑎 + 3𝑏) + ⋯ + (𝑘 − 𝑏) + 𝑘 … (1)
Jika urutan penulisan suku-suku dibalik maka diperoleh
𝑆𝑛 = 𝑘 + (𝑘 − 𝑏) + (𝑘 − 2𝑏) + (𝑘 − 3𝑏) + ⋯ + (𝑎 + 𝑏) + 𝑎 … (2)
Dengan menjumlahkan persamaan (1) dan (2) didapat:
2𝑆𝑛 = (𝑎 + 𝑘 ) + (𝑎 + 𝑘 ) + (𝑎 + 𝑘 ) + (𝑎 + 𝑘 ) + ⋯ + (𝑎 + 𝑘 ) + (𝑎 + 𝑘 )
n suku
= 𝑛(𝑎 + 𝑘 ) = 𝑛[2𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏]
75
1
Jadi 𝑆𝑛 = 2 𝑛(𝑎 + 𝑘)
1 1
atau 𝑆𝑛 = 𝑛(𝑎 + 𝑢𝑛 ) = 𝑛[(2𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏]
2 2
𝑆𝑛 = ∑ 𝑢𝑘 = ∑ 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
𝑘=1 𝑛=1
Dengan demikian jumlah 𝑛 suku pertama dan 𝑛 − 1 suku pertama deret aritmetika
dapat dinyatakan sebagai
𝑛
𝑆𝑛 = ∑ 𝑢𝑘 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛−1 + 𝑢𝑛
𝑘=1
𝑛
𝑆𝑛−1 = ∑ 𝑢𝑘 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛−1
𝑘=1
𝑢𝑛 = 𝑆𝑛 − 𝑆𝑛−1
Contoh 3.9
Seorang anak mengumpulkan batu kerikil dalam perjalanan pulang dari sekolah.
Tiap hari ia mengumpulkan 5 kerikil lebih banyak dari hari sebelumnya. Jika pada
hari pertama ia membawa pulang 1 kerikil, tentukan
a. jumlah kerikil-kerikil tersebut sampai hari ke-n dan bentuk notasi sigma
jumlah tersebut
b. rumus jumlah deret tersebut
c. jumlah kerikil pada hari ke-25
Jawab:
a. 1 + 6 + 11 + 16 + ⋯ + 𝑛 = ∑𝑛𝑘=1(5𝑘 − 4)
1
b. 𝑆𝑛 = 2 𝑛[(2𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏]
1 5 3
= 𝑛[(2 + (𝑛 − 1)5] = 𝑛2 − 𝑛
2 2 2
76
5 3
c. 𝑆25 = 2 (25)2 − 2 (25) = 1525
Banyak batu kerikil yang dikumpulkan pada hari ke-25 adalah 1525 buah.
Contoh 3.10
Hitunglah jumlah bilangan asli antara 10 sampai 100 yang habis dibagi 6
Jawab:
Jumlah bilangan asli antara 10 sampai 100 yang habis dibagi 6 adalah deret 12 +
18 + 24 + 30 +…+ 96
𝑢𝑛 = 96 disubstitusikan ke 𝑢𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
Jadi 96 = 12 + (𝑛 − 1)6. Dengan menyelesaikan persamaan ini didapat 𝑛 = 15
1
Selanjutnya 𝑛 = 15 dan 𝑢𝑛 = 96 disubstitusikan ke 𝑆𝑛 = 2 𝑛(𝑎 + 𝑢𝑛 ) sehingga:
1
𝑆𝑛 = (15)(12 + 96) = 810
2
Jadi jumlah bilangan asli antara 10 sampai 100 yang habis dibagi 6 adalah 810.
Contoh 3.11
Jumlah 𝑛 suku pertama suatu deret aritmetika ditentukan oleh rumus 𝑆𝑛 = 2𝑛2 +
5𝑛. Tentukan suku ke-n.
Jawab:
𝑈𝑛 = 𝑆𝑛 − 𝑆𝑛−1 = 2𝑛2 + 5𝑛 − {2(𝑛 − 1)2 + 5𝑛} = 4𝑛 + 3
Jadi rumus suku ke-n adalah 𝑈𝑛 = 4𝑛 + 3
77
Apakah memang hadiah itu begitu sederhana dan berapa butir beras sesungguhnya
jumlah hadiah Abu? Jika dianalisa, hadiah yang diperoleh Abu tergantung kepada
banyak petak dipapan catur.
Petak 1 2 3 4 5 ... n ... 64
Beras(butir) 1 2 4 8 16 ... ...
Perhatikan bahwa barisan 1, 2, 4, 8 , 16, … mempunyai perbandingan yang
tetap antara dua suku berurutan. Perbandingan yang tetap itu disebut rasio dan
dilambangkan dengan 𝑟. Pada barisan ini perbandingan dua suku yang berurutan
adalah 𝑟 = 2 . Barisan yang mempunyai perbandingan yang tetap antara dua suku
berurutan disebut barisan geometri. Secara umum dapat dikatakan:
78
Contoh 3.12
Suku ketiga dan suku kelima suatu barisan geometri berturut-turut 27 dan 3. Jika
rasio barisan ini bilangan positif, tentukan:
a. rasio dan suku pertama
b. rumus suku ke-n dan suku ke-8
Jawab:
𝑢5 𝑎𝑟 4 3 1 1
a. = 𝑎𝑟 2 = 27 ⇔ 𝑟 2 = 9 ⇔ 𝑟 = 3
𝑢3
1
𝑎𝑟 2 = 27 ⇔ 𝑎 = 27 ⇔ 243
9
1
Jadi rasio deret itu 𝑟 = dan suku pertama 𝑎 = 243
3
𝑛−1
b. 𝑢𝑛 = 𝑎𝑟
1 𝑛−1
= 243 ( ) = 35 (3−1 )𝑛−1 = 36−𝑛
3
1
𝑢8 = 36−8 = 3−2 =
9
1
Rumus suku ke-n adalah 𝑢𝑛 = 36−𝑛 dan suku ke-8 adalah 9.
Contoh 3.13
Tiga bilangan membentuk barisan geometri yang hasil kalinya 1000. Jika jumlah
tiga bilangan itu 35, tentukan bilangan-bilangan tersebut.
Jawab:
𝑝
Tiga bilangan itu dimisalkan sebagai 𝑟
, 𝑝, 𝑝𝑟. Hasil kali tiga bilangan itu 𝑝3 =
1000 ⇔ 𝑝 = 10.
𝑝
Jumlah tiga bilagan 𝑟 + 𝑝 + 𝑝𝑟 = 35
10
⇔ + 10 + 10𝑟 = 35
𝑟
⇔ 10𝑟 2 − 25𝑟 + 10 = 0
⇔ 2𝑟 2 − 5𝑟 + 2 = 0
⇔ (2𝑟 − 1)(𝑟 − 2) = 0
1
⇔ 𝑟 = atau 𝑟 = 2
2
79
1
Untuk 𝑟 = 2 dan 𝑝 = 10 barisan adalah 20, 10, 5
3) Deret Geometri
Banyak orang di sekitar kita yang bekerja dalam bisnis Multi Level
Marketing (MLM). Seseorang yang membangun suatu bisnis MLM
mengembangkan bisnisnya dengan mencari 2 agen di bawahnya yang
memasarkan produk. Masing-masing agen itu juga mencari 2 agen lagi dan
seterusnya. Keuntungan yang diperoleh oleh orang pertama sangat tergantung dari
kerja para agen di bawahnya untuk memasarkan produk MLM itu. Semakin
banyak orang yang terlibat untuk memasarkan produk itu akan menambah banyak
pendapatan dari orang pertama. Perhatikan bahwa banyak orang yang terlibat
dalam bisnis itu adalah 1 + 2 + 4 + 8 + …
Jumlahkan 1 + 2 + 4 + 8 + … merupakan salah satu contoh deret geometri.
Jika 𝑛 suku pertama barisan geometri 𝑢1 , 𝑢2 , 𝑢3 , 𝑢4 , … , 𝑢𝑛 dijumlahkan maka
diperoleh deret geometri 𝑆𝑛 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛 = ∑𝑛𝑘=1 𝑢𝑘 =
∑𝑛𝑘=1 𝑎𝑟 𝑛−1
Rumus umum jumlah 𝑛 suku deret geometri dapat ditentukan sebagai berikut:
𝑆𝑛 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛
= 𝑎 + 𝑎𝑟 + 𝑎𝑟 2 + 𝑎𝑟 3 + ⋯ + 𝑎𝑟 𝑛−1 ................... (1)
Masing-masing ruas pada persamaan (1) dikalikan dengan 𝑟 sehingga didapat
𝑟𝑆𝑛 = 𝑎𝑟 + 𝑎𝑟 2 + 𝑎𝑟 3 + ⋯ + 𝑎𝑟 𝑛−1 + 𝑎𝑟 𝑛 ............ (2)
Kurangkan persamaan (1) dengan persamaan (2), diperoleh
𝑆𝑛 − 𝑟𝑆𝑛 = 𝑎 − 𝑎𝑟 𝑛
⇔ 𝑆𝑛 (1 − 𝑟) = 𝑎(1 − 𝑟 𝑛 )
𝑎(1−𝑟 𝑛) 𝑎(𝑟 𝑛 −1)
⇔ 𝑆𝑛 = (1−𝑟)
atau 𝑆𝑛 = (𝑟−1)
,dengan 𝑟 ≠ 1
Contoh 3.14
Tentukan jumlah 5 suku pertama deret 32 + 16 + 8 + 4+. ..
Jawab:
80
1
𝑎 = 32, 𝑟 =
2
1 5
𝑎 (1 − 𝑟 𝑛) 32[1 − ( ) ]
2
𝑆𝑛 = = = 62
(1 − 𝑟 ) 1
(1 − 2)
Contoh 3.15
Tentukan nilai 𝑛 jika ∑𝑛𝑘=1 2𝑘 = 510
Jawab:
𝑛
∑ 2𝑘 = 2 + 22 + 23 + 24 + ⋯ + 2𝑛 = 510
𝑘=1
𝑎 = 2, 𝑟 = 2
𝑎 (1 − 𝑟 𝑛 )
𝑆𝑛 =
(1 − 𝑟 )
2(2𝑛 − 1)
⇒ 510 = = 2𝑛+1 − 2
2−1
⇔ 512 = 2𝑛+1
⇔𝑛=8
81
Secara teoritis proses pembagian ini dapat diulangi terus menerus sampai tak
1
berhingga kali. Pada pembagian yang pertama diperoleh 2
bagian, yang ke-2
1 1
diperoleh bagian, yang ke-3 diperoleh bagian dan seterusnya sampai tak
4 8
berhingga kali. Tampak jelas bahwa jumlah dari seluruh hasil pembahian sampai
tak berhingga kali adalah:
1 1 1 1
+ + + +⋯=1
2 4 8 16
Proses tadi menjelaskan jumlah deret geometri tak hingga yang bisa diperagakan
secara sederhana.untuk penjelasan secara teoritis perhatikan jumlah 𝑛 suku
𝑎(1−𝑟 𝑛)
pertama deret geometri 𝑆𝑛 = (1−𝑟)
. Jika suku-suku deret itu bertambah terus
maka deret akan menjadi deret geometri tak hingga. Dengan demikian jumlah
deret geometri tak hingga menjadi
𝑎 (1 − 𝑟 𝑛 )
lim 𝑆𝑛 = lim
𝑛→∞ 𝑛→∞ (1 − 𝑟 )
𝑎 𝑎
= lim − lim 𝑟𝑛
𝑛→∞ (1 − 𝑟 ) 𝑛→∞ (1 − 𝑟 )
𝑎 𝑎
= − lim 𝑟 𝑛
(1 − 𝑟) (1 − 𝑟) 𝑛→∞
Terlihat jelas bahwa nilai 𝑆𝑛 sangat diperngaruhi oleh nilai lim 𝑟 𝑛 . Jika
𝑛→∞
𝑛
1) −1 < 𝑟 < 1, lim 𝑟 akan menjadi nol sehingga deret tak hingga itu
𝑛→∞
mempunyai jumlah
𝑎
𝑆∞ =
(1 − 𝑟)
Deret geometri tak hingga yang mempunyai jumlah disebut konvergen atau
mempunyai limit jumlah.
2) 𝑟 < −1 atau 𝑟 > 1, lim 𝑟 𝑛 = ±∞ sehingga deret tak hingga itu tidak
𝑛→∞
mempunyai limit jumlah. Deret yang seperti ini disebut divergen.
Contoh 3.16
1
Hitunglah jumlah deret geometri tak hingga 4 − 2 + 1 − 2 + ⋯
82
Jawab:
1
𝑎 = 4 dan 𝑟 = − 2
𝑎 4 8
𝑆∞ = = =
(1 − 𝑟) (1 + 1) 3
2
8
Jadi jumlah deret geometri tak hingga itu adalah 3.
Perlu diperhatikan bahwa 𝑎 dan 𝑏 pada fungsi ini tidak sama dengan 𝑎 = suku
pertama dan 𝑏 = beda pada suku-suku barisan aritmetika yang dibicarakan
sebelumnya.
Untuk memahami pengertian barisan berderajat satu, berderajat dua, dan
seterusnya perhatikan contoh berikut:
• Barisan 2, 5, 8, 11, … disebut barisan berderajat satu karena selisih tetap
diperoleh pada satu tingkat penyelidikan.
2 5 8 11, ...
3 3 3 selisih tetap = 3
83
• Barisan 5, 8, 13, 20, 29, … disebut barisan berderajat dua karena selisih tetap
diperoleh pada dua tingkat penyelidikan.
5 8 13 20 29
3 5 7 9
2 2 2 selisih tetap = 2
• Barisan 2, 5, 18, 45, 90, … disebut barisan berderajat tiga karena selisih tetap
diperoleh pada tiga tingkat penyelidikan.
2 5 18 45 90
3 13 27 45
10 14 18
4 4 selisih tetap = 4
Untuk menentukan rumus suku ke-n masing-masing barisan itu dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Barisan Linear (Berderajat Satu)
Bentuk umum 𝑈𝑛 = 𝑎𝑛 + 𝑏, jadi 𝑢1 = 𝑎 + 𝑏, 𝑢2 = 2𝑎 + 𝑏, 𝑢3 = 3𝑎 +
𝑏, 𝑢4 = 4𝑎 + 𝑏,dan seterusnya.
(i) 𝑎+𝑏 , 2𝑎 + 𝑏 , 3𝑎 + 𝑏 , 4𝑎 + 𝑏, ...
(ii) 𝑎 𝑎 𝑎
Rumus umum suku ke-n barisan 2, 5, 8, 11, ... dapat ditentukan dengan cara:
(i) 2 5 8 11, ...
(ii) 𝑎 = 3 → (i) 𝑎 + 𝑏 = 2
3 + 𝑏 = 2 → 𝑏 = −1, sehhingga 𝒖 = 𝟑𝒏 − 𝟏
84
b. Barisan Berderajat Dua
Bentuk umum 𝑈𝑛 = 𝑎𝑛2 + 𝑏𝑛 + 𝑐. Dengan demikian 𝑢1 = 𝑎 + 𝑏 + 𝑐, 𝑢2 =
4𝑎 + 2𝑏 + 𝑐, 𝑢3 = 9𝑎 + 3𝑏 + 𝑐, 𝑢4 = 16𝑎 + 4𝑏 + 𝑐, dan seterusnya. Identifikasi
selisih tetapnya adalah sebagai berikut:
(i) 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 , 4𝑎 + 2𝑏 + 𝑐 , 9𝑎 + 3𝑏 + 𝑐 , 16𝑎 + 4𝑏 + 𝑐, ...
(ii) 3𝑎 + 𝑏 5𝑎 + 𝑏 7𝑎 + 𝑏
(iii)
2𝑎 2𝑎
Rumus umum suku ke-n barisan 5, 8, 13, 20, 29, … dapat ditentukan dengan cara:
(i) 5 8 13 20 29
(ii) 3 5 7 9
(iii) 2𝑎 = 2
𝑎 = 1 → (𝑖𝑖 )3𝑎 + 𝑏 = 3
𝑏 = 0 → ( 𝑖 )𝑎 + 𝑏 + 𝑐 = 5
𝑐 = 4, sehingga 𝑼𝒏 = 𝒏𝟐 + 𝟒
(iv) 6𝑎
85
Rumus umum suku ke-n barisan 2, 5, 18, 45, 90, … dapat ditentukan dengan cara:
(i) 2 5 18 45 90
(ii) 3 13 27 45
(iii) 10 14 18
Dengan menyelesaikan persamaan (iv), (iii), (ii) dan (i) seperti yang dilakukan
pada barisan berderajat satu maupun barisan berderajat dua diperoleh
2 14
𝑎 = 3 , 𝑏 = 1, 𝑐 = − , dan 𝑑 = 5 sehingga rumus suku ke-n
3
2 14 1
𝑈𝑛 = 𝑛3 + 𝑛2 − 𝑛 + 5 = (2𝑛3 + 3𝑛2 − 14𝑛 + 15)
3 3 3
4. Barisan Fibonacci
Barisan Fibonacci adalah barisan rekursif (pemanggilan ulang / pengulangan)
yang ditemukan oleh seorang matematikawan berkebangsaan Italia yang bernama
Leonardo da Pisa. Barisan ini berbentuk sebagai berikut:
0,1,1,2,3,5,8,13,21,34,55,89,144,233,377,610,987,1597,2584,4181,6765,10946, …
𝐹0 = 0,
𝐹1 = 1,
𝐹2 = 1,
𝐹3 = 𝐹1 + 𝐹2 = 2,
𝐹4 = 𝐹2 + 𝐹3 = 3,
𝐹5 = 𝐹3 + 𝐹4 = 8, … .
86
Berbagai fenomena alam memiliki aturan seperti barisan Fibonacci ini. Fenomena
tersebut antara lain:
a. Bunga Matahari
(Sumber: https://digiyan.com/bunga-matahari/)
Biji bunga matahari dari titik tengah (center) kemudian biji matahari pada
lingkaran terluar terdekat selanjutnya, kemudian pada lingkaran luar
selanjutnya dan samapi pada bji bunga pada liingkaran terluar bunga matahari
mengikuti barisan Fibonacci.
b. Mahkota Bunga
(Sumber: https://assets.kompasiana.com/statics/files/1418367076183014337-
7.png?t=o&v=700?t=o&v=350)
87
Mahkota bunga pada gambar di atas memenuhi barisan Fibonacci, (a) bunga
Lili putih dengan banyak mahkota bunga 1, (b) bunga Euphorbia dengan
banyak mahkota bunga 2, (c) bunga Trilium dengan banyak mahkota bunga
3, (d) bunga Columbine dengan banyak mahkota bunga 5, (e) bunga
Bloodroot dengan banyak mahkota bunga 8, (f) bunga Blak-eye Susan
dengan banyak mahkota bunga 13, dan (g) bunga Shasta daisy dengan banyak
mahkota bunga 21.
c. Cangkang Kerang
(Sumber: https://maths.id/asal-usul-barisan-fibonacci.php)
88
5. Golden Ratio
Golden ratio atau rasio emas (𝜑 = 1.618205. . . ) merupakan suatu nilai rasio
(ratio number) konvergen yang diperoleh apabla suku-suku di atas dua belas pada
barisan fibonacci dibagi dengan satu suku sebelumnya. Dalam barisan Fibonacci,
𝐹12 bernilai 89, 𝐹13 bernilai 144, 𝐹14 bernilai 233, dan 𝐹15 bernilai 377. Apabila
dilakukan perhitungan dengan cara membagi suatu suku dalam deret Fibonacci
dengan suku sebelumnya, maka akan diperoleh suatu bilangan yang menuju ke
arah Golden Ratio atau Rasio Emas (φ = 1.618). Pehitungannya sebagai berikut.
f13 144
= ≈ 1,6179775
f12 89
f14 233
= ≈ 1,6180556
f13 144
f15 377
= ≈ 1,6180258
f14 233
dst
Adapun contoh golden ratio ada pada tubuh manusia yang dapat dilihat pada
gambar berikut.
(Sumber: https://www.biologiedukasi.com/2014/08/the-golden-ratio-sebuah-kese-
mpurnaan.html)
89
Pada tangan manusia, diyakini bahawa perbandingan panjang antara ujung tangan
ke siku dengan siku kepangkal tangan menghasilkan ratio. Begitu juga dengan
rasio pembagian atas panjang pangkal telapak tangan ke siku dengan ujung
telapak tangan ke pangkal telapak tangan, perbandingan antara panjang tangan
manusia dengan panjang dari siku ke pangkal tangan turut menghasilkan golden
ratio.
E. Forum Diskusi
Setelah saudara mempelajari materi tentang Notasi Sigma, Barisan dan Deret,
silahkan diskusikan soal-soal berikut dengan teman sejawat.
90
F. Rangkuman
Selamat ya ...... saudara telah berhasil menyelesaikan kegiatan belajar tentang
Notasi Sigma, Barisan dan Deret. Hal-hal penting yang telah saudara pelajari
dalam kegiatan belajar ini dapat dibaca pada rangkuman berikut ini.
∑ 𝑎𝑘 = 𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎3 + ⋯ + 𝑎𝑛
𝑘=1
𝑢𝑛 = 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
𝑛 𝑛
𝑆𝑛 = ∑ 𝑢𝑘 = ∑ 𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏
𝑘=1 𝑛=1
𝑆𝑛 = ∑ 𝑢𝑘 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛−1 + 𝑢𝑛
𝑘=1
𝑛
𝑆𝑛−1 = ∑ 𝑢𝑘 = 𝑢1 + 𝑢2 + 𝑢3 + 𝑢4 + ⋯ + 𝑢𝑛−1
𝑘=1
91
Dengan mengurangkan 𝑆𝑛 dengan 𝑆𝑛−1 terlihat dengan jelas bahwa
𝑢𝑛 = 𝑆𝑛 − 𝑆𝑛−1
𝑢𝑛 = 𝑎𝑟 𝑛−1
dengan 𝑢𝑛 = suku ke-n, 𝑎 = suku pertama, 𝑟 = rasio
G. Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang tepat dari setiap persoalan berikut.
1. Diketahui barisan 2, 6, 12, 20, … suku kelima dan keenam dari barisan
tersebut adalah ....
A. 30 dan 42
B. 22 dan 26
C. 32 dan 42
D. 36 dan 40
E. 34 dan 36
92
3. Suku ke-30 dari barisan 4, 9, 13, 18, … adalah ....
A. 145
B. 146
C. 147
D. 148
E. 149
4. Rumus suku ke-n barisan 30, 23, 16, ... adalah .....
A. 𝑈𝑛 = 37 + 7𝑛
B. 𝑈𝑛 = 37 − 7𝑛
C. 𝑈𝑛 = 30 + 7𝑛
D. 𝑈𝑛 = 30 − 7𝑛
E. 𝑈𝑛 = 30 + 7
5. Jumlah bilangan asli dari 10 sampai 100 yang habis dibagi 7 adalah ....
A. 392
B. 98
C. 728
D. 364
E. 628
6. Jika diketahui suku kedua dan keenam dari barisan geometri adalah 24 dan 3,
maka rasio dan suku pertamanya adalah....
1
A. 2
B. 1
C. 2
D. −1
1
E. − 2
93
7. Jumlah 8 suku pertama 3, 9, 27, 81, … adalah ....
A. 19.680
B. 16.400
C. 9.840
D. 6.560
E. 3.280
8. Nilai 𝑛 untuk ∑𝑛𝑘=1 5𝑘 = 19530….
A. 5
B. 6
C. 7
D. 8
E. 9
1
9. Jumlah deret tak hingga 81 – 27 + 9 – 3 + 1 − 3 ….
243
A. 2
243
B. 3
243
C.
4
182
D. 3
182
E. 4
10. Ira bermain bola dengan memantulkan bola ke lantai rumahnya. Setiap
dipantulkan bola akan memantul kembali dengan ketinggian setengah dari
ketinggian sebelumnya. Ketinggian lantunan kelima jika lantunan pertama
setinggi 2 m adalah ….
A. 100 cm
1
B. 𝑚
2
C. 25 cm
94
1
D. 𝑚
4
E. 12,5 cm
H. Daftar Pustaka
Foster, Alan G. 1995. Merril Algebra 2 With Trigonometry. New York: Glencoe
Macmillan/ McGraw-Hill.
Iryanti, P. 2009. Notasi Sigma, Barisan dan Deret. Diklat Guru Pengembang
Matematika Jenjang Dasar Tahun 2009. Depdiknas P4TK Matematika.
Marsudi Raharjo. 2001. Notasi Sigma dan Induksi Matematika. Yogyakarta:
PPPG Matematika.
Nasoetion, Andi Hakim. 1994. Matematika I untuk Sekolah Menengah Umum
Kelas I. Jakarta: Balai Pustaka.
Posamentier, Alfred S- Stepelmen, Jay. 1999. Teaching Secondary School
Mathematics. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Sartono Wirodikromo. 2003. Matematika 2000 untuk SMU Kelas I Semester 2.
Jakarta: Erlangga.
95
Apabila tingkat penguasaan Saudara 80% atau lebih, Saudara dapat melanjutkan
ke kegiatan belajar berikutnya. Bagus! Saudara telah berhasil mempelajari materi
pada kegiatan belajar ini.
Apabila tingkat penguasaan saudara kurang dari 80%, Saudara harus mempelajari
kembali materi pada kegiatan belajar ini.
96
No Kode: DAR 2/Profesional/180/5/2019
MODUL 5 BILANGAN
KB 4. Induksi Matematika
Penulis:
Dr. Nuriana Rachmani Dewi, S.Pd., M.Pd
97
A. Pendahuluan
Mahasiswa PPG yang bersemangat.
𝑛2=𝑛(𝑛+1)(2𝑛+1)
1. 𝑃𝑛 : 12 + 22 + 32 + ⋯ + 6
2. 𝑄𝑛 : 2𝑛 > 𝑛 + 20
3. 𝑅𝑛 : 𝑛2 − 𝑛 + 41 adalah prima
Proposisi 𝑃𝑛 adalah benar untuk setiap bilangan bulat positif dan Q_n adalah
benar untuk setiap bilangan bulat yang lebih besar dengan 5 (seperti yang akan
ditunjukkan kemudian). Tetapi proposisi ketiga, 𝑅𝑛 , terlihat menarik. Perhatikan
bahwa untuk 𝑛 = 1,2,3, …, nilai-nilai 𝑛2 − 𝑛 + 41 adalah 41, 43, 47, 53, 61, …
(sejauh ini merupakan bilangan-bilangan prima). Bahkan kita akan mendapatkan
suatu bilangan prima untuk semua 𝑛 sampai dengan 40, tetapi pada 𝑛 = 41,
rumus tersebut menghasilkan bilangan komposit 1681 = (41)(41). Dengan
menunjukkan bahwa suatu proposisi adalah benar untuk 40 (atau 40 juta), masing-
masing kasus mungkin akan menghasilkan suatu proposisi, tetapi tentu saja tidak
dapat dibuktikan bahwa hal ini benar untuk semua 𝑛. Jurang perbedaan antara
sejumlah terhingga kasus dan semua kasus sangat besar.
Apa yang harus dilakukan? Adakah prosedur untuk menetapkan bahwa suatu
proposisi 𝑃𝑛 adalah benar untuk semua 𝑛? Jawaban yang dapat memenuhi ini
diberikan oleh Prinsip Induksi Matematis.
98
Pada kegiatan belajar 4 ini, saudara membahas tentang konsep Induksi
Matematika. Oleh sebab itu, prasyarat dalam mempelajari pokok bahasan pada
kegiatan belajar 4 ini adalah saudara-saudara telah menguasai materi himpunan,
notasi sigma, barisan dan deret. Konsep Induksi Matematika ini biasanya
digunakan dalam penyelesaian masalah membuktikan permasalahan yang terkait
dengan bilangan asli n.
Proses pembelajaran untuk materi yang sedang saudara ikuti sekarang ini,
dapat berjalan dengan lebih lancar bila saudara mengikuti langkah-langkah belajar
sebagai berikut.
B. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami,
mengidentifikasi, menganalisis, merekonstruksi, memodifikasi secara terstruktur
99
materi matematika sekolah dan advance material secara bermakna dalam
penyelesaian permasalahan dari suatu sistem (pemodelan matematika) dan
penyelesaian masalah praktis kehidupan sehari-hari melalui kerja problem
solving, koneksi dan komunikasi matematika, critical thinking, kreatifitas berpikir
matematis yang selaras dengan tuntutan masa depan. Mahasiswa juga diharapkan
mampu menguasai materi esensial matematika yaitu Induksi Matematika. Lebih
lengkapnya dijabarkan sebagai berikut, mahasiswa dapat menyelesaikan masalah
menggunakan konsep induksi matematika.
Agar dapat memahami lebih dalam animasi pada video tersebut, mahasiswa dapat
mempelajari lebih lanjut materi berikut.
C. Pokok-pokok Materi
Materi yang dipelajari dalam kegiatan belajar ini adalah tentang Induksi
matematika disertai dengan contoh-contoh penggunaannya.
D. Uraian Materi
Induksi Matematika
Induksi Matematika berawal pada akhir abad ke-19 yang dipelopori oleh dua
orang matematikawan yaitu R. Dedekind dan G. Peano. Dedikind
mengembangkan sekumpulan aksioma yang menggambarkan bilangan bulat
positif. Peano memperbaiki aksioma tersebut dan memberikannya interpretasi
logis. Keseluruhan aksioma tersebut dinamakan Postulat Peano. Postulat ini
ditemukan sekitar tahun 1890 sebagai rumusan formula konsep bilangan asli.
100
Postulat Peano
1. 1 adalah anggota Ν.
2. Setiap anggota 𝑥 ∈ Ν mempunyai pengikut 𝑝(𝑥) ∈ Ν.
3. Dua bilangan di Ν yang berbeda mempunyai pengikut yang berbeda.
4. 1 bukan pengikut bilangan 𝑥 ∈ Ν yang manapun.
5. Jika subhimpunan 𝑆 ⊆ Ν memuat 1 dan pengikut dari setiap bilangan di 𝑆,
maka 𝑆 = Ν.
Kita tidak membuktikan prinsip ini, seringkali prinsip ini diterima sebagai
sebuah aksioma. Bagaimanapun juga, jika domino pertama jatuh dan jika masing-
masing domino menjatuhkan domino berikutnya, maka seluruh barisan domino
101
akan jatuh. Yang akan diterangkan di sini adalah tentang bagaimana kita
menggunakan induksi matematis.
Contoh 4.1
Buktikan bahwa
𝑛(𝑛 + 1)(2𝑛 + 1)
𝑃𝑛 : 12 + 22 + 32 + ⋯ + 𝑛2 =
6
Bukti:
𝑛(𝑛+1)(2𝑛+1)
Dipunyai: 𝑃𝑛 : 12 + 22 + 32 + ⋯ + 𝑛2 =
6
Langkah 1: Untuk 𝑛 = 1
1(1+1)(2+1)
Jelas 𝑃1 : 12 = 6
1.2.3
1= 6
1=1
Jadi 𝑃1 benar.
𝑘(𝑘+1)(2𝑘+1)
Langkah 2: Misalkan 𝑃𝑘 : 12 + 22 + 32 + ⋯ + 𝑘 2 = benar
6
(𝑘+1)(𝑘+2)(2𝑘+3)
Jelas 𝑃𝑘+1 : 12 + 22 + 32 + ⋯ + 𝑘 2 + (𝑘 + 1)2 = 6
𝑘(𝑘+1)(2𝑘+1)
[12 + 22 + 32 + ⋯ + 𝑘 2 ] + (𝑘 + 1)2 = + (𝑘 + 1)2
6
(𝑘+1)(2𝑘 2+𝑘+6𝑘+6)
6
102
(𝑘+1)(𝑘+2)(2𝑘+3)
6
Jadi 𝑃𝑛 benar.
𝑛(𝑛+1)(2𝑛+1)
Jadi 𝑃𝑛 : 12 + 22 + 32 + ⋯ + 𝑛2 = benar untuk semua 𝑛 ≥ 1.
6
Contoh 4.2
Bukti:
Dipunyai: 𝑃𝑛 : 2𝑛 > 𝑛 + 20
Langkah 1: Untuk 𝑛 = 5
Jelas 𝑃5 : 25 > 5 + 20
32 > 25
Jadi 𝑃5 benar.
Jadi 𝑃𝑛 benar.
103
Contoh 4.3
Buktikan bahwa
Bukti:
Langkah 1: Untuk 𝑛 = 1
𝑥 𝑘 − 𝑦 𝑘 = 𝑄(𝑥, 𝑦)(𝑥 − 𝑦)
𝑥 𝑘 (𝑥 − 𝑦 ) + 𝑦 (𝑥 𝑘 − 𝑦 𝑘 )
𝑥 𝑘 (𝑥 − 𝑦) + 𝑦𝑄(𝑥, 𝑦)(𝑥 − 𝑦)
[𝑥 𝑘 + 𝑦𝑄(𝑥, 𝑦)](𝑥 − 𝑦)
Jadi 𝑃𝑛 benar.
104
Contoh 4.4
Buktikan dengan induksi matematika bahwa jumlah 𝑛 suku dari deret hitung
𝑛
𝑎 + (𝑎 + 𝑑 ) + (𝑎 + 2𝑑 ) + ⋯ + {𝑎 + (𝑛 − 1)𝑑} = [2𝑎 + (𝑛 − 1)𝑑]
2
Bukti:
1
𝑎= [2𝑎 + (1 − 1)𝑑 ] = 𝑎
2
𝑘
𝑃𝑘 : 𝑎 + (𝑎 + 𝑑 ) + (𝑎 + 2𝑑 ) + ⋯ [𝑎 + (𝑘 − 1)𝑑 ] = [2𝑎 +
2
𝑎 + (𝑎 + 𝑑 ) + (𝑎 + 2𝑑 ) + ⋯ + [𝑎 + (𝑘 − 1)𝑑 ] + (𝑎 + 𝑘𝑑 )
𝑘
= [2𝑎 + (𝑘 − 1)𝑑 ] + (𝑎 + 𝑘𝑑)
2
𝑘
Perhatikan ruas kanan: 2 [2𝑎 + (𝑘 − 1)𝑑 ] + (𝑎 + 𝑘𝑑)
2𝑘𝑎 + 𝑘 2 𝑑 − 𝑘𝑑 + 2𝑎 + 2𝑘𝑑
=
2
(𝑘 + 1)
= (2𝑎 + 𝑘𝑑)
2
𝑛
Ini merupakan harga dari 2 [2𝑎 + (𝑛 − 1)𝑑 apabila (𝑘 + 1) diganti 𝑛.
105
𝑃𝑛 berlaku untuk 𝑛 = 1; sehingga berlaku untuk 𝑛 = 1 + 1 = 2, berlaku untuk
𝑛 = 2, maka berlaku untuk 𝑛 = 2 + 1 = 3 dan seterusnya berlaku untuk semua 𝑛
bilangan bulat positif.
Contoh 4.5
Bukti:
𝑃𝑛 = 5𝑛 − 1
𝑃1 = 51 − 1
𝑃1 = 5 − 1
𝑃1 = 4
𝑃1 = 4,
𝑃𝑘 = 5𝑘 − 1 adalah benar
𝑃𝑛 = 5𝑘+1 − 1
Bukti
5𝑘+1 − 1 = 5.5𝑘 − 1
106
= 5.5𝑘 − 1
= (1 + 4). 5𝑘 − 1
= 5𝑘 + 4.5𝑘 − 1
= (5𝑘 − 1) + 4.5𝑘
Contoh 4.6
Tunjukkan bahwa setiap segitiga sama sisi dapat dibagi menjadi 𝑛(𝑛 ≥ 4)
segitiga sama kaki.
Bukti:
Jika 𝑛 = 4, maka
Kita cukup menarik garis tinggi dari salah satu sudut sehingga garis
tinggi tersebut berpotongan dengan sisi di hadapan sudut tersebut,
bukan pada perpanjangannya.
Berakibat,
107
Dengan demikian, pada akhirnya kita membagi segitiga tersebut
menjadi empat segitiga sama kaki.
Bukti:
Misalkan segitiga yang akan dibagi adalah segitiga 𝐴𝐵𝐶 dan panjang
sisi-sisi segitiga tersebut adalah 𝑎, 𝑏, 𝑐 dimana 𝑎 ≤ 𝑏 ≤ 𝑐.
Karena segitiga 𝐴𝐵𝐶 tidak sama sisi, maka kita bisa memilih dua sisi
yang tidak sama panjang.
Sekarang berdasarkan asumsi induksi, segitiga 𝐷𝐶𝐴 dapat dibagi menjadi 𝑚 buah
segitiga sama kaki (karena 𝐷𝐶𝐴 bukan segitiga sana sisi). Segitiga 𝐴𝐵𝐶 dapat
dibagi menjadi 𝑚 + 1 buah segitiga sama kaki. Berdasarkan hasil tersebut, maka
𝑃𝑛 benar untuk semua 𝑛 ∈ Ν, 𝑛 ≥ 4.
Contoh 4.7
108
Bukti:
= 55𝑚 − 60
= 5(11𝑚 + 12)
Contoh 4.8
109
𝑛(𝑛+1)(2𝑛+1)
rumus ∑𝑛𝑖=1 𝑖 2 = . Buktikan rumus tersebut dengan menggunakan
6
induksi matematika.
Bukti:
𝑛(𝑛+1)(2𝑛+1)
Dipunyai 𝑃𝑛 : ∑𝑛𝑖=1 𝑖 2 = 6
Langkah 1: Untuk 𝑛 = 1
1(1+1)(2∙1+1)
Jelas 𝑃1 : ∑1𝑖=1 𝑖 2 = 6
1∙2∙3
12 = 6
1 = 1.
Jadi 𝑃1 benar.
𝑘(𝑘+1)(2𝑘+1)
Langkah 2: Misalkan 𝑃𝑘 : ∑𝑘𝑖=1 𝑖 2 = benar
6
𝑘(𝑘+1)(2𝑘+1)
+ (𝑘 + 1)2
6
𝑘(2𝑘+1)
(𝑘 + 1) [ + (𝑘 + 1)]
6
𝑘(2𝑘+1) 6(𝑘+1)
(𝑘 + 1) [ + ]
6 6
2𝑘 2 +𝑘+6𝑘+6
(𝑘 + 1) [ 6
]
110
2𝑘 2 +7𝑘+6
(𝑘 + 1) [ ]
6
(𝑘+1)(𝑘+2)(2𝑘+3)
6
(𝑘+1)[(𝑘+1)+1][2(𝑘+1)+1]
6
Jadi 𝑃𝑛 benar.
𝑛(𝑛+1)(2𝑛+1)
Jadi ∑𝑛𝑖=1 𝑖 2 = .
6
Contoh 4.9
Bukti:
Dipunyai: 𝑃𝑛 : 2𝑛 > 𝑛
Langkah 1: Untuk 𝑛 = 1
Jelas 𝑃1 : 21 > 1
2 > 1
Jadi 𝑃1 benar.
2𝑘+1 = 2𝑘 . 2 > 2. 𝑘
2𝑘+1 > 𝑘 + 𝑘
111
2𝑘+1 > 𝑘 + 1 (karena 𝑘 ≥ 1)
Jadi 𝑃𝑛 benar.
Jadi 2𝑛 > 𝑛.
Contoh 4.10
Buktikan bahwa untuk 𝑛 bilangan bulat positif yang lebih dari 6 selalu berlaku:
3𝑛 < 𝑛! Dengan 𝑛! = 𝑛. (𝑛 − 1). ⋯ .3.2.1
Bukti:
Jelas 𝑃7 : 37 < 7!
Jadi 𝑃7 benar.
112
Untuk 𝑘 bilangan asli ternyata
Jadi 𝑃𝑛 benar.
Contoh 4.11
Bukti:
Langkah 1: Untuk 𝑛 = 1
Jadi 𝑃1 benar.
Pembuktian:
52(𝑘+1) − 1 = (5𝑘+1 )2 − 1
= (5𝑘+1 )2 − 12
113
= (5𝑘+1 + 1)(5𝑘+1 − 1)
= (5𝑘 . 5 + 5 − 4)(5𝑘 . 5 − 5 + 4)
= [5(5𝑘 + 1) − 4][5(5𝑘 − 1) + 4]
= 25(52𝑘 − 1) + 20(5𝑘 + 1 − 5𝑘 + 1) − 16
= 25(3𝑡) + 40 − 16
= 25(3𝑡) + 24
Jadi 𝑃𝑘 benar.
Contoh 4.12
𝑖
Buktikan bahwa untuk semua bilangan bulat positif 𝑛 selalu berlaku ∑𝑛𝑖=1 2𝑖 =
𝑛+2
2− .
2𝑛
Bukti:
𝑖 𝑛+2
Dipunyai: 𝑃𝑛 : ∑𝑛𝑖=1 2𝑖 = 2 − 2𝑛
Langkah 1: Untuk 𝑛 = 1
1 1+2
Jelas 𝑃1 : ∑1𝑖=1 21 = 2 − 21
1 3
= 2−
2 2
114
1 1
2=2
Jadi 𝑃1 benar.
𝑖 𝑘+2
Langkah 2: Misalkan 𝑃𝑘 : ∑𝑘𝑖=1 2𝑖 = 2 − benar
2𝑘
𝑖 𝑘+3
Jelas 𝑃𝑘+1 : ∑𝑘+1
𝑖=1 2𝑖 = 2 − 2𝑘+1
𝑘+1 𝑘
𝑖 𝑖 𝑘+1
∑ 𝑖 = ∑ 𝑖 + 𝑘+1
2 2 2
𝑖=1 𝑖=1
𝑘+2 𝑘+1
= 2− + 𝑘+1
2𝑘 2
𝑘+2 2 𝑘+1
= 2− . +
2𝑘 2 2𝑘+1
2𝑘 + 4 𝑘 + 1
= 2− + 𝑘+1
2𝑘+1 2
2𝑘 + 4 − 𝑘 − 1
= 2−
2𝑘+1
𝑘+3
= 2−
2𝑘+1
Jadi 𝑃𝑛 benar.
𝑖 𝑛+2
Jadi ∑𝑛𝑖=1 = 2− .
2𝑖 2𝑛
115
Pembuktian Barisan Fibonacci Menggunakan Induksi Matematika
0, jika 𝑛 = 0
𝐹𝑛 = { 1, jika 𝑛 = 1
𝐹𝑛−1 + 𝐹𝑛−2 , untuk lainnya
Penting:
𝐹𝑛 = 𝐹𝑛−1 + 𝐹𝑛−2
𝐹𝑘 = 𝐹𝑘−1 + 𝐹𝑘−2
Untuk langkah pembuktian induksi langkah ketiga gunakan aturan ini:
𝐹𝑛 = 𝐹𝑛−1 + 𝐹𝑛−2
𝐹𝑘+1 = 𝐹𝑘 + 𝐹𝑘−1
Beberapa sifat dalam suku-suku barisan Fibonacci yang bisa dibuktikan dengan
induksi matematika adalah:
1. 𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 + 𝐹4 + ⋯ + 𝐹𝑛 = 𝐹(𝑛+2) − 1
2. 𝐹1 + 𝐹3 + 𝐹5 + 𝐹7 + ⋯ + 𝐹2𝑛−1 = 𝐹2𝑛
3. 𝐹2 + 𝐹4 + 𝐹6 + 𝐹8 + ⋯ + 𝐹2𝑛 = 𝐹(2𝑛+1) − 1
4. 𝐹1 2 + 𝐹2 2 + 𝐹3 2 + 𝐹4 2 + ⋯ + 𝐹𝑛 2 = 𝐹𝑛 . 𝐹(𝑛+1)
116
Bukti:
1. 𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 + 𝐹4 + ⋯ + 𝐹𝑛 = 𝐹(𝑛+2) − 1
(i) Langkah pertama untuk 𝑛 = 1
1 = 𝐹(1+2) − 1
1 = 𝐹3 − 1
1 = 2−1
1 = 1 (kedua ruas sama, jadi berlaku untuk 𝑛 = 1)
(ii) Misalkan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 maka:
𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 + 𝐹4 + ⋯ + 𝐹𝑘 = 𝐹(𝑘+2) − 1
(iii) Asumsikan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 + 1
[𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 + 𝐹4 + ⋯ + 𝐹𝑘 ] + 𝐹(𝑘+1) = 𝐹((𝑘+1)+2) − 1
2. 𝐹1 + 𝐹3 + 𝐹5 + 𝐹7 + ⋯ + 𝐹2𝑛−1 = 𝐹2𝑛
(i) Langkah pertama untuk 𝑛 = 1
1 = 𝐹2(1)
1 = 𝐹2 − 1
1 = 1 (kedua ruas sama, jadi berlaku untuk 𝑛 = 1)
(ii) Misalkan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 maka:
𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 + 𝐹4 + ⋯ + 𝐹𝑘 = 𝐹(𝑘+2) − 1
(iii) Asumsikan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 + 1
[𝐹1 + 𝐹3 + 𝐹5 + 𝐹7 + ⋯ + 𝐹2𝑘−1 ] + 𝐹2(𝑘+1)−1 = 𝐹2(𝑘+1)
[𝐹2𝑘 ] + 𝐹2(𝑘+1)−1 = 𝐹2𝑘+2
117
[𝐹2𝑘 ] + 𝐹2𝑘+2−1 = 𝐹2𝑘+2
𝐹2𝑘 + 𝐹2𝑘+1 = 𝐹2𝑘+2
(akan dibuktikan ruas kanan = ruas kiri)
(Ingatlah ketentuan bahwa 𝐹𝑘+1 = 𝐹𝑘 + 𝐹𝑘−1 sehingga
𝐹2𝑘+2 = 𝐹2𝑘 + 𝐹2𝑘+1 )
𝐹2𝑘+2 = 𝐹2𝑘+2 (Terbukti bahwa ruas kanan = ruas kiri)
3. 𝐹2 + 𝐹4 + 𝐹6 + 𝐹8 + ⋯ + 𝐹2𝑛 = 𝐹(2𝑛+1) − 1
(i) Langkah pertama untuk 𝑛 = 1
1 = 𝐹2(1)+1 − 1
1 = 𝐹3 − 1
1 = 2−1
1 = 1 (kedua ruas sama, jadi berlaku untuk 𝑛 = 1)
(ii) Misalkan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 maka:
𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 + 𝐹4 + ⋯ + 𝐹𝑘 = 𝐹(𝑘+2) − 1
(iii) Asumsikan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 + 1
[𝐹2 + 𝐹4 + 𝐹6 + 𝐹8 + ⋯ + 𝐹2𝑘 ] + 𝐹2(𝑘+1) = 𝐹(2(𝑘+1)+1) − 1
[𝐹2𝑘+1 − 1] + 𝐹2(𝑘+1) = 𝐹2𝑘+3 − 1
[𝐹2𝑘+1 − 1] + 𝐹2𝑘+2 = 𝐹2𝑘+3 − 1
[𝐹2𝑘+1 + 𝐹2𝑘+2 ] − 1 = 𝐹2𝑘+3 − 1
(akan dibuktikan ruas kanan = ruas kiri)
(Ingatlah ketentuan bahwa 𝐹𝑘+1 = 𝐹𝑘 + 𝐹𝑘−1 sehingga
𝐹2𝑘+3 = 𝐹2𝑘+2 + 𝐹2𝑘+1 )
𝐹2𝑘+3 − 1 = 𝐹2𝑘+3 − 1 (Terbukti bahwa ruas kanan = ruas kiri)
Jadi benar bahwa bentuk tersebut berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 + 1.
118
4. 𝐹1 2 + 𝐹2 2 + 𝐹3 2 + 𝐹4 2 + ⋯ + 𝐹𝑛 2 = 𝐹𝑛 . 𝐹(𝑛+1)
(i) Langkah pertama untuk 𝑛 = 1
12 = 𝐹1 . 𝐹(1+1)
1 = 𝐹1 . 𝐹2
1 = 1−1
1 = 1 (kedua ruas sama, jadi berlaku untuk 𝑛 = 1)
(ii) Misalkan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 maka:
𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 + 𝐹4 + ⋯ + 𝐹𝑘 = 𝐹(𝑘+2) − 1
(iii) Asumsikan berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 + 1
[𝐹1 2 + 𝐹2 2 + 𝐹3 2 + 𝐹4 2 + ⋯ + 𝐹𝑛 2 ] + 𝐹(𝑘+1) 2 = 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2)
[𝐹𝑘 . 𝐹(𝑘+1) ] + 𝐹(𝑘+1) 2 = 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2)
Kurung siku dibuka sehingga:
𝐹𝑘 . 𝐹(𝑘+1) + 𝐹(𝑘+1) 2 = 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2)
𝐹𝑘 . 𝐹(𝑘+1) + 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+1) = 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2) (pendefinisian kuadrat)
𝐹(𝑘+1) [𝐹𝑘 . 𝐹(𝑘+1) ] = 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2) (ruas kiri difaktorkan)
(akan dibuktikan ruas kanan = ruas kiri)
(Ingatlah ketentuan bahwa 𝐹𝑘+1 = 𝐹𝑘 + 𝐹𝑘−1 sehingga 𝐹𝑘+2 =
𝐹𝑘+1 + 𝐹𝑘 )
𝐹(𝑘+1) [𝐹(𝑘+2) ] = 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2)
𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2) = 𝐹(𝑘+1) . 𝐹(𝑘+2) (Terbukti bahwa ruas kanan = ruas kiri)
Jadi benar bahwa bentuk tersebut berlaku untuk 𝑛 = 𝑘 + 1.
119
E. Forum Diskusi
Setelah saudara mempelajari materi tentang Induksi Matematika, silahkan
diskusikan soal-soal berikut dengan teman sejawat.
3n −1
1. 1 + 3 + 32 + … + 3n−1 = 2
a(rn+1)
2. 𝑎 + 𝑎𝑟 + 𝑎𝑟 2 + ⋯ =
r−1
F. Rangkuman
Induksi matematika adalah proses pembuktian teorema umum atau rumus dari
kasus-kasus khusus.
120
G. Tes Formatif
1. Pernyataan-pernyataan berikut yang dapat dibuktikan dengan induksi
matematika adalah …
B. 𝑛2 − 𝑛 habis dibagi 3
C. 𝑛2 + 2𝑛 habis dibagi 3
D. 𝑛4 < 3𝑛
A. 𝑚 ∈ 𝑁, 𝑚 ≥ 2
B. 𝑚 ∈ 𝑁, 𝑚 ≥ 3
C. 𝑚 ∈ 𝑁, 𝑚 ≤ 2
121
D. 𝑚 ∈ 𝑁, 𝑚 = 2
E. 𝑚 ∈ 𝑁, 𝑚 ≥ 1
1
4. Jumlah dari bilangan bulat pertama 𝑛 adalah 2 𝑛(𝑛 + 1).
A. ∀ 𝑛 ≥ 1
B. ∀ 𝑛 = 1
C. ∀ 𝑛 ≤ 1
D. ∀ 𝑛 > 1
E. ∀ 𝑛 < 1
A. 2
B. 3
C. 5
D. 9
E. 11
122
7. Pernyataan – pernyataan berikut yang dapat dibuktikan dengan induksi
matematika adalah ...
A. 1) saja
B. 2) saja
C. 1) dan 2)
D. Tidak keduanya
A. 11
B. 12
C. 13
D. 14
123
E. 15
4(𝑘 + 1) = 4𝑘 + 4
↔ < 2𝑘 + 4
↔ <2𝑘 + 4𝑘
↔ <2𝑘 + 2𝑘
↔ <2. 2𝑘
↔ <2𝑘+1
B. I dan II
C. I,III dan IV
D. II dan IV
E. III dan IV
124
H. Daftar Pustaka
Herry Sukarman. (1994). Teori Bilangan. Jakarta: Depdikbud.
Niven, I., Zuckerman, H. S., & Montgomery, H. L. (1995). An Introduction to The
The Ory of Numbers. New York: John Wiley & Sons.
Redmond, D. (1996). Number Theory. New York: Marcel Dekker.
Rosen, K. H. (1993). Elementary Number Theory and Its Applications.
Massachusetts: Addison-Wesley.
Vanberg, D., Purcell, E. J., & Rigdon, S. E. (2007). Kalkulus Edisi Kesembilan.
Terjemahan oleh I Nyoman Susila. Bandung: Erlangga.
Apabila tingkat penguasaan Saudara 80% atau lebih, Saudara dapat melanjutkan
ke kegiatan belajar berikutnya. Bagus! Saudara telah berhasil mempelajari materi
pada kegiatan belajar ini.
Apabila tingkat penguasaan saudara kurang dari 80%, Saudara harus mempelajari
kembali materi pada kegiatan belajar ini.
125
TUGAS AKHIR MODUL 5
4. Buktikan
6. Tuliskan jumlah yang ditunjukkan deret dibawah ini dalam notasi sigma.
Tentukan nilainya dengan menggunakan Rumus Jumlah Khusus kemudian
buktikan dengan induksi matematika.
a. 25 + 36 + 49 + 64 + 81 + 100+. . . +225
b. 2 + 4 + 6 + 8+. . . +50
126
TES SUMATIF MODUL 5
1. Pasangan berurutan (𝑝, 𝑞, 𝑟) yang merupakan contoh dari sifat “Jika 𝑝|𝑞 dan
𝑝|𝑟, maka 𝑝 | 𝑞 + 𝑟”, adalah ....
A. (2,4,7)
B. (2,3,8)
C. (3,6,10)
D. (3,6,14)
E. (3,-3,3)
3. Jika 𝑎|𝑏, 𝑐|𝑑, dan 𝑐|𝑒 maka pernyataan berikut yang bernilai benar adalah ....
A. 𝑎𝑑|𝑎𝑐
B. 𝑎𝑐|𝑏𝑒
C. 𝑎𝑑|𝑐𝑒
D. 𝑎𝑏|𝑐𝑑
E. 𝑎𝑐|𝑑𝑒
127
4. Jika 𝑑 adalah faktor persekutuan terbesar dari 𝑎 dan 𝑏, maka pernyataan
berikut ini yang benar adalah ....
A. 𝑎|𝑑
B. 𝑏|𝑑
C. 𝑎𝑏|𝑑
D. 𝑑|𝑎𝑏
E. (𝑎: 𝑑)|(𝑏: 𝑑)
A. 𝑎|𝑑
B. 𝑏|𝑑
C. 𝑑|𝑏
D. 𝑑|𝑎
E. 𝑎|𝑏
6. Jika 𝐹𝑃𝐵 (𝑎, 𝑏) = 6 dan 𝐾𝑃𝐾 [𝑎, 𝑏] = 210 maka nilai 𝑎 dan 𝑏 berturut-turut
adalah ....
A. 12 dan 42
B. 18 dan 36
C. 18 dan 48
D. 24 dan 36
E. 30 dan 42
A. 10
B. 11
128
C. 12
D. 13
E. 14
A. 35
B. 41
C. 49
D. 51
E. 54
2𝑥 ≡ 5(𝑚𝑜𝑑 13)
3𝑦 ≡ 7(𝑚𝑜𝑑 13)
A. 2
B. 4
C. 6
D. 8
E. 10
129
10. Bilangan bulat positif terkecil 𝑛 sehingga berlaku 102018 ≡ 𝑛(𝑚𝑜𝑑 7) adalah
....
A. 1
B. 2
C. 3
D. 4
E. 5
B. 5𝑞 (𝑚𝑜𝑑 10)
D. 5𝑞 (𝑚𝑜𝑑 25)
E. 10𝑞 (𝑚𝑜𝑑 5)
130
13. Jika 2𝑝 ≡ 2𝑞(𝑚𝑜𝑑 5), maka 𝑝 adalah ….
A. 𝑞 (𝑚𝑜𝑑 12).
B. 𝑞(𝑚𝑜𝑑 5)
C. 𝑝 (𝑚𝑜𝑑 5)
D. 2𝑝 (𝑚𝑜𝑑 13)
E. 2𝑝 (𝑚𝑜𝑑 5)
A. 3𝑝 (𝑚𝑜𝑑 5)
B. 3𝑝 (𝑚𝑜𝑑 15)
C. 3𝑞 (𝑚𝑜𝑑 12)
D. 3𝑞 (𝑚𝑜𝑑 5)
E. 3𝑞 (𝑚𝑜𝑑 15)
A. 𝑝 (𝑚𝑜𝑑 8).
B. 2𝑝 (𝑚𝑜𝑑 8)
C. 𝑞 (𝑚𝑜𝑑 8)
D. 2𝑞 (𝑚𝑜𝑑 8)
E. 𝑝𝑞(𝑚𝑜𝑑 8)
131
16. Jika 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 24) dan 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 36), maka 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 72) adalah ….
A. 𝑝 (𝑚𝑜𝑑 72).
B. 2𝑝 (𝑚𝑜𝑑72)
C. 𝑞 (𝑚𝑜𝑑 72)
D. 2𝑞 (𝑚𝑜𝑑 72)
E. 𝑝𝑞(𝑚𝑜𝑑 72)
A. 5.020
B. 5.030
C. 5.040
D. 5.050
E. 5.060
∑ 𝑘 2 = (𝑥 2 + 2𝑥) = 405
𝑘=3
132
19. Jumlah bilangan diantara 5 dan 100 yang habis dibagi 7 tetapi tidak habis
dibagi 4 adalah ….
A. 168
B. 567
C. 651
D. 667
E. 735
𝑛(𝑛+1)(2𝑛+5)
20. Nilai dari ∑4𝑛=1 adalah ...
2
A. 115
B. 120
C. 125
D. 130
E. 135
21. Antara dua suku yang berurutan pada barisan 3, 18, 33,… disisipkan 4 buah
bilangan sehingga terbentuk barisan aritmetika yang baru. Jumlah 7 suku
pertama dari barisan yang berbentuk adalah…
A. 78
B. 81
C. 84
D. 87
E. 91
133
22. Diketahui ∑25 25
𝑘=5(2 − 𝑝𝑘) = 0, maka nilai ∑𝑘=5 𝑝𝑘 = ⋯ .
A. 20
B. 28
C. 30
D. 42
E. 112
1 + 4 + 7 + 10 + 13 + ⋯ + (3𝑛 − 2)
3𝑛2 −2𝑛
A. 𝑆𝑛 = −3
3𝑛2−𝑛
B. 𝑆𝑛 = −2
3𝑛2−𝑛
C. 𝑆𝑛 = 2
−3𝑛2+𝑛
D. 𝑆𝑛 =
2
3𝑛2+2𝑛
E. 𝑆𝑛 = −3
16 32
24. Jumlah barisan geometri tak hingga dari 8 + 3
+ 9
+ ⋯ adalah ….
A. 48
B. 24
C. 19,2
D. 18
E. 16,9
134
𝑛(𝑛−1)(𝑛+1)
25. ∑𝑛−1
𝑡=1 𝑡 (𝑡 + 1) = , ∀ bilangan asli 𝑛 ≥ 2.
3
A. ∀ bilangan asli 𝑛 = 2
B. ∀ bilangan asli 𝑛 ≥ 2
C. ∃ bilangan asli 𝑛 ≥ 2
D. ∀ bilangan asli 𝑛 = 2
E. ∃ bilangan asli 𝑛 = 2
26. Pernyataan berikut yang tidak dapat dibuktikan dengan induksi matematika
adalah....
1
A. 𝑃(𝑛) = 1 + 2 + 3 + ⋯ + 𝑛 = 2 𝑛(𝑛 + 1)
𝑛
B. 𝑌(𝑛) = 8 + 11 + 14 + ⋯ + (3𝑛 + 5) = 2 (3𝑛 + 13)
A. 𝑎 > 1
B. 𝑎 < 1
C. 𝑎 = 1
D. 𝑎 ≤ 1
E. 𝑎 ≠ 1
135
28. Pembuktian dengan induksi matematika menunjukkan bahwa 0 < 𝑎𝑛 < 1
untuk 𝑛 bilangan bulat posistif jika diketahui ….
A. 0 > 𝑎𝑛 > 1
B. 0 > 𝑎𝑛 < 1
C. 0 < 𝑎𝑛 > 1
D. 0 ≥ 𝑎𝑛 ≥ 1
E. 0 < 𝑎𝑛 < 1
A. 𝑛 ≥ 0
B. 𝑛 ≥ 1
C. 𝑛 ≥ 2
D. 𝑛 ≥ 3
E. 𝑛 ≥ 4
A. 3
B. 4
C. 5
D. 6
E. 12
136
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF MODUL 5
No Jawaban No Jawaban
1 C 6 D
2 D 7 C
3 E 8 B
4 E 9 A
5 A 10 B
No Jawaban No Jawaban
1 C 6 A
2 D 7 C
3 A 8 E
4 C 9 B
5 D 10 E
No Jawaban No Jawaban
1 A 6 A
2 D 7 C
3 E 8 B
4 B 9 C
5 C 10 E
No Jawaban No Jawaban
1 B 6 B
2 E 7 B
3 A 8 B
4 A 9 A
5 A 10 C
137
KRITERIA PENILAIAN TES FORMATIF
Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat
di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini.
banyak jawaban benar
Tingkat Penguasaan (TP) = x 100% .
banyak soal
138
KUNCI JAWABAN TES SUMATIF MODUL 5
No Jawaban No Jawaban
1 E 16 C
2 A 17 C
3 B 18 B
4 D 19 B
5 C 20 A
6 E 21 C
7 C 22 D
8 D 23 C
9 D 24 B
10 B 25 B
11 C 26 C
12 A 27 A
13 B 28 E
14 D 29 E
15 B 30 C
139
KRITERIA PENILAIAN TES SUMATIF
Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat
di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini.
banyak jawaban benar
Tingkat Penguasaan (TP) = x 100% .
banyak soal
140