Cara Kerja
3.4.1. Pembuatan Sediaan Emulsi
● Penimbangan Bahan
Hasil
● Kalibrasi Botol 60 mL
Akuades
Gelas Ukur
Hasil
● Pembuatan Emulsi
3.4.2.
CMC-Na
Mortir
Hasil
Emulsi
Botol 60 mL
Dilakukan uji organoleptis dengan menggunakan panca indra
Hasil
b. Uji pH
Sediaan Emulsi
Gelas Beaker
Hasil
c.Uji Viskositas
Sediaan Emulsi
Gelas Beaker
Hasil
d. Uji Stabilitas
Emulsi
Botol 60 mL
Hasil
Tipe emulsi yang dihasilkan
Pada percobaan ini dipakai emulsi tipe o/w (oil in water). Hal ini
dikarenakan oleum iecoris aselli berperan sebagai fase terdispersi yang
merupakan minyak dan medium pendispersinya adalah air yang ditambahkan
di akhir pembuatan emulsi. Menurut Winarno (1997), emulsi tipe o/w (oil in
water) merupakan emulsi dimana fase minyak terdispersi sebagai tetesan
dalam keseluruhan fase luar air.
Uji stabilitas
Uji stabilitas dilakukan agar mengetahui kestabilan suatu sediaan
emulsi dengan mengamati ada atau tidak pemisahan dari fase pendispersi dan
terdispersinya. Uji ini dilakukan dengan menaikkan suhu lewat pemanasan
yang termasuk dalam uji stabilitas emulsi dipercepat. Menurut Lachman et
all, (2008), pengujian dipercepat dengan memberikan kondisi tekanan pada
produk untuk mengevaluasi kestabilan emulsi yang meliputi sentrifugasi dan
manipulasi suhu. Hal ini dilakukan untuk melihat stabilitas emulsi setelah
penyimpanan produk selama waktu simpannya (Shelf-life) pada kondisi
lingkungan.
Langkah yang dilakukan pada uji stabilitas yang pertama yaitu
dikocok emulsi terlebih dahulu kemudian diambil emulsi sebanyak 10 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu dipanaskan diatas bunsen hingga
suhu naik. Menurut Pramono (2018), pemanasan hanya dilakukan dengan
suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara 50-65 o C agar tidak
bnnnnnnnnmerusak zat aktif serta emulgator pada emulsi. Pemanasannya
harus stabil agar emulsi tidak memisah. Lalu diamati perubahan yang terjadi.
Menurut Lachman et al (1994), perubahannya diamati pemisahan fase
terdispersinya karena penggumpalan.
Hasil dari percobaan uji stabilitas pada formula I, II, III, IV, dan V
yaitu emulsi yang memisah. Hal ini menunjukkan setiap formula merupakan
emulsi yang tidak stabil karena emulsi yang dikatakan stabil apabila emulsi
tersebut tidak memisah. Menurut Jufri et all. (2006), semakin meningkat
temperature, surfaktan non ionik akan semakin bersifat lipofilik. Hal ini
disebabkan karena gugus polioksietelin yang berfungsi sebagai gugus polar
atau kepala akan mengalami dehidrasi dengan meningkatnya suhu yang
mengakibatkan meningkatnya tegangan antarmuka antara minyak dan air
sehingga tampilan dari mikroemulsi menjadi tidak stabil lagi. Hal yang dapat
dilakukan jika hasil pada pembuatan dan evaluasi emulsi tidak sesuai dengan
kriteria sediaan emulsi oral adalah dengan melakukan formulasi ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Jufri, M., Anwar, E., Utami, P.M. 2006. Uji Stabilitas Sediaan Mikroemulsi
Menggunakan Hidrolisat Pati (De 35–40) Sebagai Stabilizer. Pharmaceutical
Sciences and Research, vol. 3, no. 1
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K. 2008. Teori dan Praktek Industri
Farmasi Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia