Anda di halaman 1dari 24

BERAT BADAN LAHIR RENDAH

DISUSUN OLEH :

RULYANIS

(70300116042)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018
BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian

Berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari

2500 gram pada waktu lahir (Huda dan Hardhi, 2013).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat

badannya < 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2008).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang

dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi

yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. (Nurhayati, 2009).


B. Klasifikasi BBLR

a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :

1. Prematuritas murni

Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu

dan berat badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonates

kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.

2. Baby small for gestational age (SGA)

Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri

dari tiga jenis :

a) Simetris (intrauterus for gestational age) Gangguan nutrisi pada

awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.

b) Asimetris (intrauterus growth retardation) Terjadi defisit pada fase

akhir kehamilan.

c. Dismaturitas Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang

seharusnya untuk masa gestasi, dan si bayi mengalami retardasi

pertumbuhan intrauteri, serta merupakan bayi kecil untuk masa

kehamilan.

b. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Wong, 2008) :

1) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang berat

badannya kurang dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi.

2) Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan bayi yang

berat badannya kurang dari 1000 gram.

3) Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan bayi yang

berat badannya kurang dari 1500 gram.

4) Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi yang berat

badannya 1501 sampai 2500 gram.


5) Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi yang berat

badannya antara persentil ke-10 sampai ke-90 pada kurva pertumbuhan

intrauterin.

6) Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia gestasinya

merupakan bayi yang laju pertumbuhan intrauterinnya lambat dan

yang berat badan lahirnya kurang dari persentil ke-10 pada kurva

pertumbuhan intrauterin.

7) Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada bayi yang

pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi (terkadang digunakan

istilah pengganti yang lebih deskritif untuk bayi kecil untuk usia

gestasinya).

8) Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang berat badan

lahirnya diatas persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.

C. Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor

ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti
penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta factor janin juga merupakan

penyebab terjadinya BBLR. (Proverawati dan Ismawati, 2010).

Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah :

1. Faktor ibu

a. Penyakit

1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan

antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.

2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,

hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.

3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.


b. Ibu

1) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20

tahun atau lebih dari 35 tahun.

2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).

3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

4) Keadaan sosial ekonomi

2. Faktor janin

Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi

sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

3. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio

plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban

pecah dini.

4. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,

terkena radiasi, serta terpapar zat beracun. (Proverawati dan Ismawati, 2010)
D. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah

(Ranuh, 2013):

a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,

lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.

b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat

sedikit.

d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.

e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.

f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur

dan sering mendapatkan serangan apnea.

g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan

belum sempurna.

E. Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang

belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.

Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan

(BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500

gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu

dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan

plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan

suplai makanan ke bayi jadi berkurang. (Nelson. 2010)


Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak

mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat

badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal,

tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil

maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari

pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi

kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas

yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

(Nelson. 2010)

Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga

hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme

besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau

hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia

gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat

bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan

kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan

melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar (Nelson, 2010).

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah

(Mitayani, 2009) :

a. Sindrom aspirasi meconium

Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi

baru lahir yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-

paru sebelum atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan

bernafas pada bayi).

b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum

yang rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa

dibawah 40 mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena

cadangan glukosa rendah ,terutama pada laki-laki

c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membrane

surfaktan belum sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah

bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara dalam alveoli, sehingga

dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.

d. Asfiksia neonatorum

Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati)

Hiperbilirubinemia

(ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam

jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat

tubuh lainnya berwarna kuning.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :

a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12-24gr/dL), Ht

(normal: 33 -38% ) mungkin dibutuhkan.

b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).

c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres

pernafasan bila ada.

Rentang nilai normal:

1) pH : 7,35-7,45

2) TCO2 : 23-27 mmol/L


3) PCO2 : 35-45 mmHg

4) PO2 : 80-100 mmHg

5) Saturasi O2 : 95 % atau lebih

d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.

e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia. Bilirubin normal:

1) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.

2) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.

g.Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter):

Trombositopenia mungkin menyertai sepsis.

h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan

menerapkan beberapa metode Developemntal care yaitu :

a. Pemberian posisi

Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada

kesehatan dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu

mengeluarkan energi untuk mengatasi usaha bernafas, makan atau

mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini untuk

pertumbuhan dan perkembangan.


Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi

preterm dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih

baik, lebih menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih

teratur. Bayi memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi

lebih sedikit bila diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih

menyukai postur berbaring miring fleksi. Posisi telentang lama bagi

bayi preterm dan BBLR tidak disukai, karena tampaknya mereka

kehilangan keseimbangan saat telentang dan menggunakan energi vital

sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan dengan mengubah

postur.

Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat

mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan

abduksi bahu, peningkatan ekstensi leher dan peningkatan ekstensi

batang tubuh dengan leher dan punggung melengkung. Sehingga pada

bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi telungkup. (Wong,

2008)

b. Minimal handling

1) Dukungan Respirasi

Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan

ventilasi, hal in bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan

mempertahankan respirasi. Bayi dengan penanganan suportif ini

diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi. Terapi oksigen

diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. (Wong, 2008)

2) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian

kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR

memiliki masa otot yang lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih

sedikit untuk menghasilkan panas, kekurangan isolasi jaringan lemak

subkutan, dan control reflek yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada

saat bayi BBLR lahir mereka harus segera ditempatkan dilingkungan

yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau menunda terjadinya efek

stres dingin. (Wong, 2008)

3) Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu

penatalaksanaan asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk

mencegah terkena penyakit. Lingkungan perilindungan dalam

inkubator yang secara teratur dibersihkan dan diganti merupakan

isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang ditularkan melalui

udara. Sumber infeksi meningkat secara langsung berhubungan dengan

jumlah personel dan peralatan yang berkontak langsung dengan bayi.

(Wong, 2008)

4) Hidrasi Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral

untuk asupan tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat

sangat penting pada bayi preterm, karena kandungan air

ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai

90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya

lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi

preterm yang belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut

sangat peka terhadap kehilangan cairan. (Wong, 2008)

5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi

BBLR, tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi

mereka karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan

belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode

pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi

dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan

kombinasi keduanya.

Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian

harus dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi

dan fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan

menelan sudah ada sejak sebelu lahir, namun koordinasi

mekanisme ini belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34

minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36

sampai 37 minggu.

Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara

medis) dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti

hipoglikemia, dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR dan

preterm yang terganggu memerlukan metode alternatif, air steril

dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan terutama

ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan toleransi

terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi

sedikit sampai asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.

Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan

kesabaran dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi

cukup bulan, dan mekanisme


oral-faring dapat terganggu oleh usaha pemberian makan yang

terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau

melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. (Wong,

2008)

BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Anamnesa riwayat kehamilan

Usia kehamilan < 37 minggu, ANC, riwayat hamil resiko tinggi.

b. Anamnesa riwayat persalinan

Melahirkan BBLR/gemeli sebelumnya, cara melahirkan, lama nifas,

komplikasi nifas.

c. Anamnesa riwayat keluarga

Riwayat kelahiran dengan BBLR/gemeli, ststua sosial-ekonomi.

d. Tanda-tanda vital.

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan

asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya

hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila

suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C –

37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal

antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat

pernafasan belum teratur .

e. Pengkajian fisik.

1) Pengkajian umum
a) Berat badan lahir  2500 gram, panjang badan

 45 Cm, lingkar dada  30 Cm, lingkar kepala  33 Cm.

b) Penampakan fisik sangat tergantung dari

maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih besar dari

badan.

2) Pernafasan

a) Pernafasan belum teratur dan sering terjadi

apnea.

b) Refleks batuk belum sempurna.

c) Tangisan lemah.

3) Kardiovaskuler

a) Pengisian kapiler (< 2 sampai 3 detik), perfusi

perifer.

b) Bayi dapat tampak pucat/sianosis.

c) Dapat ditemui adanya bising jantung atau

murmur pada bayi dengan kelainan jantung/penyakit jantung

bawaan.

4) Gastrointestinal

a) Refleks menghisap dan menelan belum

sempurna sehingga masih lemah.

b) Gambaran belum maturnya fungsi hepar

berupa ikterik dan fungsi pankreas berupa hipoglikemia.

c) Gambarkan jumlah, warna, konsistensi dan

bau dari adanya muntah.

5) Genitourinaria

a) Genetalia immatur.
6) Neurologis-Muskoloskeletal

a) Otot masih hipotonik sehingga tungkai

abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu

jurusan.

b) Lebih banyak tidur daripada bangun.

c) Refleks menghisap, menelan, dan batuk belum

sempurna (lemah).

d) Osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan

sutura lebar.

7) Suhu

a) Pusat pengaturan suhu tubuh (hipothalamus)

belum matur dimanifestasikan dengan adanya hipotermi atau

hipertermi.

8) Kulit

a) Kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak

sub kutan sedikit.

b) Tekstur dan turgor kulit; kering dan pecah

terkelupas, turgor kulit dalam rentang baik s/d jelek. (Suriadi,

2010)

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosa yang mungkin muncul :

1. Ketidakefektifan pola nafas  b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

2. Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi

termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan

3. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menerima nutrisi


5. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d ketidakadekuatan aktivitas

peristaltic di dalam system gastrointestinal.

6. Resiko Infeksi b/d pertahanan imunologis tidak adekuat

7. Ikterus neonatus b/d bilirubin tidak konjugasi dalam sirkulasi

(Wilkinson & Ahern,2011)

C. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas   b/d tidak adekuatnya

ekspansi paru

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan

leperawatan selama 1 x 24 jam Pola nafas yang efektif

b. Kriteria hasil :

1.        Kebutuhan oksigen  menurun

2.        Nafas spontan, adekuat

3.        Tidak sesak.

4.        Tidak ada retraksi

c. Rencana Tindakan :

1. Kaji TTV bayi

R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien

2. Beri posisi semifowler

R/  : Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada

pasien.

3. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan

memperberat depresi pernapasan pada bayi  

R/: mengetahui obat-obatan yang memperberat depresi

pernapasan pada bayi

4. Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan


R/ :Mengetahui irama, kedalaman dan frekuensi pernapasan

5. Kolaborasi pemberian oksigen dengan metode yang sesuai.

R/:memenuhi kecukupan oksigen dalam tubuh

2. Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi

termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24

jam suhu bayi stabil

b. Kreteria hasil: Suhu 36,5 0C -37,5 0C, Akral hangat

c. Rencana Tindakan :

1. Kaji TTV bayi

R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien

2. Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai.

R/: Menurunkan risiko hipotermi / hipertermi.

3.  Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber

dingin/panas.

R/: Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai

sumber dingin/panas.

4. Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu.

R/: Memantau terjadinya peningkatan / penurunan suhu tubuh.

5.  Kolaborasi pemberian obat-obat sesuai dengan indikasi : 

fenobarbital

R/: Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hiportemia

dan hipertermia.

2. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24

jam Integritas kulit baik


b. Kriteria hasil : Tidak ada rash, Tidak ada iritasi,Tidak phlebitis

c. Rencana tindakan :

1. Kaji TTV bayi

R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien

2. Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi

dan lecet pada daerah yang tertekan.

R/: Memantau adanya kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet.

3.  Lakukan perawatan tali pusat.

R/: Menjaga tali pusat dalam keadaan baik.

4. Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin

R/: Menurunkan terjadinya gangguan integritas kulit

5.  Kolaborasi pemeriksaan darah rutin

R/: Memantau hasil pemeriksaan laboratorium.

6. Kolaborasi pemberian antibiotika.

R/: Obat-obatan sangat penting dalam proses penyembuhan.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan

menerima nutrisi

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24

jam nutrisi adekuat

b. Kriteria hasil : Berat badan naik 10-30 gram / hari, Tidak ada

edema, Protein dan albumin darah dalam batas normal

c. Rencana Tindakan :

1. Kaji TTV bayi.

R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien

2.  Catat intake dan output

R/: Memantau jumlah cairan masuk dan keluar.


3.  Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat.

R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.

4.  Timbang berat badan setiap hari

R/: Timbang berat badan setiap hari

5. Kolaborasi dalam pemberiantotal parenteral nutrition kalau

perlu

R/: Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi.

4. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d ketidakadekuatan aktivitas

peristaltic di dalam system gastrointestinal

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam

system gastrointestinal berfungsi dengan baik

b. Kriteria hasil : tidak ada kram abdomen, tidak ada nyeri abdomen,

tidak ada diare, nafsu makan meningkat, peristaltic usus dalam

batas normal 15-30x/menit

c. Rencana tindakan :

1.  Kaji TTV bayi

R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien

2.  Monitor bising usus

R/: Mengetahui frekuensi bising usus yang normal

3. Monitor status cairan dan elektrolit

R/: Mengetahui banyaknya ciaran dan elektrolit dalam tubuh

4. Catat intake dan output secara akurat

R/:Mengetahui intake dan output dalam tubuh secara adekuat

5. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit(membran mukoso kering, sianosis)


R/: mengetahui adanya tanda-tanda gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit

6. Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah kalori dan jumlah zat gizi

yang dibutuhkar

R/:Terpenuhinya kalori dalam tubuh

5. Diagnosa : Resti Infeksi b/d pertahanan imunologis tidak

adekuat

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24

jam pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi

b. Kriteria hasil : Suhu 36,5 0C -37,5 0C, Darah rutin normal, Tidak

ada tanda-tanda infeksi

c. Rencana tindakan :

1.  Kaji TTV bayi

R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien

2.  Kaji adanya tanda – tanda infeksi

R/:Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi

3. Lakukan isolasi bayi lain yang menderita infeksi sesuai

kebijakan insitus

R/: Tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya

infeksi  yang lebih luas

4. Sebelum dan setelah menangani bayi, lakukan pencucian

tangan

R/:Untuk mencegah adanya infeksi

5.  Yakinkan semua peralatan yang kontak dengan bayi bersih dan

steril

R/:untuk mencegah infeksi


6. Cegah personal yang mengalami infeksi menular untuk tidak

kontak langsung dengan bayi.

R/:untuk mencegah infeksi lebih lanjut pada bayi

7. Kolaborasi pemberian antibiotic

R/: untuk mencegah infeksi menyebar luas ketempat lain

6. Diagnosa : Ikterus neonatus b/d bilirubin tidak konjugasi dalam

sirkulasi

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam

b. Kriteria hasil :pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas

normal, status nutrisi adekuat, tidak ada respon alergi sistemik

c. Rencana Tindakan :

1. Kaji TTV bayi

R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien

2. Amati tanda-tanda icterus

R/:Mengrtahui tanda-tanda ikterus yang abnormal

3. Kaji tanda-tanda dehidrasi

R/: untuk mengetahui adanya tnda-tnada dehidrasi

4. Obsevasi peningkatan bilirubin serum

R/:Mengetahui adanya peningkatan bilirubin serum atau tida

5. Timbang BB setiap hari

R/: mengetahui adanya peningkatan BB atau tidak

6. Kolaborasi dalam pemberian fototerapi

R/: untuk memberikan tindakan lebih lanjut. (Nurarif & Hardi,

2013)

D. EVALUASI
1. Jam Pola nafas efektif dengan kriteria hasil : Kebutuhan oksigen 

menurun, Nafas spontan, adekuat, Tidak sesak,  Tidak ada retraksi

2. suhu bayi stabil dengan kreteria hasil: Suhu 36,5 0C -37,5 0C, Akral

hangat

3. Integritas kulit membaik dengan kriteria hasil : Tidak ada rash, Tidak

ada iritasi,Tidak phlebitis

4. Nutrisi adekuat dengan kriteria hasil : Berat badan naik 10-30 gram /

hari, Tidak ada edema, Protein dan albumin darah dalam batas

normal

5. System gastrointestinal berfungsi dengan baik

6. Tidak adanya tanda infeksi

Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal, status

nutrisi adekuat, tidak ada respon alergi sistemik. . (Nurarif & Hardi,

2013)

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action

Maryunani, A. dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada

neonates. Jakarta : CV Trans Info Medica

Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba medika


Nelson. 2010 ilmu kesehatan anak. Jakarta. EGC

Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. 2010. BBLR : Berat Badan Lahir

Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika

Ranuh, IG.N. 2013. Beberapa Catatan Kesehatan anak. Jakarta : Agung Seto

Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Swadaya

Wilkinson. J.M, dan Ahern. N.R, 2011, Buku Saku Diagnosis Keperawatan :

diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC, Jakarta: EGC

Wong, Donna L. Hockenberry, M. Wilson, D. Weinkelstein, Marilyn L. Schwartz,

P. 2008. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatri. EGC. Jakarta

PATHWAY BBLR
Faktor Ibu :
Faktor Plasenta Faktor lingkungan :
Faktor Janin:  Penyakit ibu (Toksemia
 Plasenta previa  gravidarum,perdarahan
Dataran tinggi,
 Prematur antepartum
 Kehamilan ganda  Solusio plsenta  Radiasi
,trauma fisik,DM,
 Kelainan kromosom  KDP  
Usia ibu< 20 thndan zat racun
& Multigravida dng jrk
kehamilan < 2 thn
BBLR Perubahan status
Hospitalisasi
kesehatan
Fungsi organ immature

Sistem respirasi Sistem termoregulasi Sistem integumen SistemSistem gastrointestinal


imunitasSistem saraf

Imaturitas Struktur kulit


paru immatur

Surfaktan
Ketidakseimbangan luas
belum permukaan tubuh dg BB
terbentuk
Cadangan immunoglobulin
maternal (igM, IgG)
menurun,
Pusat pengaturan suhu Sum-sumImaturitas
tulang , jaringan
produksi enzim,p
Pusat refleks
limfoid kelenjar
asam timus
hirokolik ( absorpsi
Medula lemak
spinalis
di hipotalamus immatur
& vit), immaturitas sfingter
belum sempurna
immatur kardia lambung, Melemahnya
refleks mengisap dan refleks
menelan, Kapasitas perut
kecil, Otot – otot abdomen
lemah

Lapisan Lemak
Subcutan sedikit,
Kulit tipis/ barier
Reflek fisiologis
tdk sempurna terganggu

Risiko gangguan
integritas kulit
Resiko Intake nutrisi
inadekuat

Ketidakseimbangan
Pola nafas nutrisi kurang dari
tidak efektif kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai