Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MATA KULIAH SEMINAR

Disusun Oleh:

SANDRA HASBA

G2C1 19 018

Program Studi Administrasi Publik

Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo

Kendari

2020
I. ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI BADAN PELAYANAN
PERIJINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG

Ni Luh Putu Puspitasari


I Komang Gede Bendesa
ISSN : 2337-3067
E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 5.1 (2016) : 89-114
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

A. Pendahuluan
Dalam pendahuluan jurnal ini mencoba mengemukakan tentang Kualitas Pelayanan Publik.
Dimana kualitas pelayanan public yang baik menjadi isu kebijakan yang strategis karena
pelayanan public sangat berimplikasi luas khususnya dalam memperbaiki kepercayaan kepada
pemerintah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah variabel bukti fisik, daya tanggap,
keandalan, jaminan dan empati sebagai faktor penentu kualitas pelayanan publik dalam
pengurusan ijin usaha pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Badung dan
Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan publik terhadap Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Badung. Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan
dibidang perijinan usaha untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Badung, Jumlah sampel sebanyak 100 responden,pengambilannya secara
Proportionate Stratified Random Sampling, dari jumlah usaha mikro kecil sebanyak 60 dan jumlah
usaha menengah sebanyak 607 usaha. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan
dikumpulkan dengan penyebaran kuesioner. Teknik analisis yang digunakan analisis deskriftif dan
analisis faktor.
Suatu fenomena yang sekaligus menjadi masalah utama yaitu belum optimalnya kinerja
aparatur pemda dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yang ditunjukkan masih banyaknya
keluhan-keluhan yang disampaikan masyarakat atas pelayanan yang diberikan pemda selama ini.
Oleh karena itu perbaikan pelayanan publik mutlak diperlukan agar imageburuk masyarakat
kepada pemerintah dapat diperbaiki, karena dengan perbaikan kualitas pelayanan publik dapat
mempengaruhi kepuasan masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat
dibangun kembali (Enceng, 2008) .

B. Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Badung dengan ruang lingkup Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Badung. Alasan yang mendasari pemilihan lokasi ini adalah untuk
mengetahui tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan ijin usaha dengan terbentuknya Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu satu pintu.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini yaitu : data kuantitatif adalah data yang mempunyai satuan
hitung, yaitu : data yang berupa angka-angka persepsi responden tentang kualitas pelayanan
publikContoh : besaran biaya dalam pengurusan ijin usaha. Dan data kualitatif adalah data-data
yang berupa keterangan-keterangan yang tidak mempunyai satuan hitung, yang digunakan untuk
memberikan penjelasan yang mendukung penelitian. Contoh: data yang tidak berupa angka-angka,
melainkan berupa gambaran, keterangan atau kategori, yaitu persepsi kondisi pelayanan publik di
BPPT Kabupaten Badung.
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primeryang meliputi variabel bukti fisik, daya
tanggap, keandalan, jaminan dan empati, dan data sekunder diperoleh dari Badung Dalam Angka
serta dari kualitas pelayanan publik di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Badung.
Variabel Penelitian
Variabel dalam Penelitian ini meliputi Bukti fisik, Daya Tanggap Kehandalan, Jaminan , dan
Empati. Semua variabel tersebut merupakan variabel laten, yaitu variabel yang dibentuk oleh
variabel terukur atau indikator. Variabel laten ini disebut juga dengan istilah konstruk (construct)
yang artinya harus dibangun (dibentuk) dulu karena besarannya belum dapat diukur secara
langsung.
Untuk membentuk konstruk-konstruk tersebut dibutuhkan kuesioner yang biasanya banyak
berisi item-item yang dijadikan sebagai pertanyaan - pertanyaan. kumpulan dari beberapa item
pertanyaan inilah membentuk suatu konstruk.
1) Variabel eksogen (independent variabel)
Variabel eksogen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,2012). Yang termasuk
variabel eksogen dalam penelitian ini adalah : bukti fisik (X1), daya tanggap (X2),
keandalan (X3), jaminan (X4) dan empati (X5).
2) Variabel endogen (dependent variabel)
Variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel eksogen. Yang termasuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah
:kualitas pelayanan publik (Y).
Populasi, sampel dan metode penentuan sampel
Populasidalam penelitian ini dari masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan dibidang
perijinanusaha untuk usaha mikro kecil dan menengah di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Kabupaten Badung, jumlah populasinya sebesar 667 perusahaaan. Sampelnya ditentukan
berdasarkan pendekatan Slovin. Hasil perhitungan sampel menunjukkan nilai 87 yang berarti
sampel diambil sebanyak 87 orang responden. Karena jumlah sampel minimal, dalam penelitian
ini jumlah sampel yang diambil berjumlah 100 responden. Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah dengan Proportionate Stratified Random Sampling. Pada metode ini jumlah
sampel yang diambil proporsional dengan jumlah anggota populasi.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang
terdiri dari :
1) Observasi adalah melakukan pengamatan terhadap gejala atau fenomena yang ditelitiyaitu
data-data tentang pelayanan publik pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten
Badung.
2) Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan kepada responden agar memperoleh
informasi yang lebih terperinci atau alasan yang sebenarnya dari responden dalam
mengambil suatu keputusan yang terkait dengan data pendukung seperti kepuasan
masyarakat dalam pengurusan ijin usaha oleh responden pada Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Badung.
3) Kuesioner yaitu rangkaian pertanyaan untuk pengumpulan tanggapan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan publik pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten
Badung, sesuai dengan skala penilaian (sangat baik = 4, baik = 3, kurang baik = 2, dan
tidak baik = 1.
Responden diminta untuk memberikan tanggapan atas kinerja pelayanan publik pada BPPT
Kabupaten Badung melalui kuisioner yang berisi dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkait
dengan kualitas layanan yang diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan responden dalam hal
ini adalah pencari ijin usaha perdagangan kecil.
Teknik Analisis Data
Uji validitas instrumen
Untuk dapat menguji validitas instrumen penelitian, maka terlebih dahulu diambil sejumlah
sampel dan populasi penelitian untuk diuji cobakan dengan instrumen penelitian. Jumlah anggota
sampel yang digunakan adalah 100 orang. Setelah itu, data yang diperoleh ditabulasikan untuk
kemudian dilakukan pengujian validitas konstruksi menggunakan analisis faktor yaitu dengan
mengkorelasikan antara skor item instrumen dalam suatu faktor dan mengkorelasikan skor faktor
dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas, maka faktor
tersebut merupakan konstruk yang kuat. Sebaliknya, apabila salah satu dan nilai r bernilai negatif
dan lebih kecil dan 0,3, maka instrumen ataupun faktor tersebut harus dihilangkan atau diperbaiki.
Uji Reliabilitas instrumen
Menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach’s yang
diperoleh melalui pengujian menggunakan SPSS. Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui
unidimensionalitas setiap butir pertanyaan terhadap variabel laten yang diteliti (dalam hal ini yaitu
kelima dimensi kualitas pelayanan yaitu bukti fisik sebesar 0,737, daya tanggapsebesar 0,786,
keandalansebesar 0,793, jaminansebesar 0,817 dan empatisebesar 0,801). Berdasarkan analisis dari
kelima variabel didapat nilai Alpha Cronbach’s sudah lebih besar dari 0,6 maka data dinyatakan
reliabel.
Deskripsi Data Hasil Penelitian
Analisis deskripsi variabel bertujuan untuk membuat analisis terhadapjawaban tiap-tiap
instrumen dengan menggunakan skor rata-rata sehingga dapatdiketahui posisi kinerja tiap-tiap
instrumen yang membentuk dimensinya.
Analisis Faktor
Dalam penelitian ini analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasifaktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan publik pada pengurusan ijin usaha pada Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Badung.Analisis faktor yang digunakan adalah jenis Confirmatory
Factor Analysis karena kita ingin mengkonfirmasi validitas variabel yang membentuk faktor yang
sudah jelas kelompoknya sesuai dengan teori. Variabel tersebut adalah Bukti fisik, Daya tanggap,
Keandalan, Jaminan dan empati.

C. Hasil Penelitian dan Penbahasan


Suatu sikap bertanggung jawab atas tugas pokok dan fungsi dari pemberi layanan yang bisa
dipercaya oleh masyarakat di dalam membantu masyarakat pencari ijin khususnya untuk Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sangat diperlukan dalam membentuk kualitas pelayanan
publik yang baik sehingga mempengaruhi keinginan masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha
yang berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Kualitas pelayanan publik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:
1) Faktor individu yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Semakin profesional dan memiliki komitmen untuk melayani dari petugas sebuah
instansi pelayanan akan menjadikannya loyal dan disiplin terhadap tugas (tupoksi) yang
diberikan. Dengan kata lain semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia dalam suatu
instansi pemerintah tentu semakin besar kemungkinan instansi yang bersangkutan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas.
2) Faktor sistem yang digunakan untuk menunjukkan pada mekanisme dan prosedur pelayanan
yang digunakan. Semakin sederhana dalam arti tatacara pelayanan yang tidak berbelit–belit,
jelas (transfaran) dalam arti mekanisme dan prosedur pelayanan pasti, simpel (efisien) dalam
arti perpaduan antara persyaratan dengan produk produk pelayanan yang berkaitan, serta
cepat dalam arti cepat menanggapi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani.
Strategisnya faktor sumber daya manusia dan sistem yang digunakan dalam sebuah instansi
sebagai salah satu determinan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, yang
berdampak pada peningkatan pendapatan daerah dari sektor perijinan yang harus dipenuhi, dengan
melihat perkembangan pencarian ijin bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Badung, ini menandakan bahwa pelayanan public sudah semakin
baik, sehingga semakin banyak usaha yang ada, dan kesadarannya untuk melegalkan usahanya
dengan melengkapi persyaratan perijinan yang berarti semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak. Dari penerimaan pajak tersebut secara langsung akan mempengaruhi Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Badung.

D. Kesimpulan
Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik diantaranya:
(1) Faktor individu yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Semakin professional dan memiliki komitmen untuk melayani dari petugas
sebuah instansi pelayanan akan menjadiknnya loyal dan disiplin terhadap tugas (tupoksi) yang
diberikan. Dengan kata lain semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia dalam suatu
instansi pemerintah tentu semakin besar kemungkinan instansi yang bersangkutan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas.
(2) Faktor sistem yang digunakan untuk menunjukkan pada mekanisme dan prosedur pelayanan
yang digunakan. Semakin sederhana dalam arti tata cara pelayanan tidak berbelit-belit,jelas
(transfarans) dalam arti mekanisme dan prosedur pelayanan pasti, simple (efisien) dalam arti
perpaduan Antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan, serta cepat dalam arti
cepat menanggapi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani.

Faktor sumber daya manusia dan sistem yang digunakan, dalam sebuah instansi sebagai salah
satu determinan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sehingga mempengaruhi
keinginan masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha yang berdampak langsung terhadap
kesejahteraan masyarakat itu sendiri, dalam pengurusan perijinan bagi pengusaha Mikro Kecil
dan Menengah secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Badung. Dengan bertambahnya pendapatan daerah maka pemerintah dapat membangun
infrastruktur yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang selanjutnya dapat menghasilkan
kesejahteraan.
II. ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PUBLIK TERHADAP
KEPUASAN MASYARAKAT
(Studi tentang Pelayanan Perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik
(e-KTP) di Kota Depok)

Fahmi Rezha, Siti Rochmah, Siswidiyanto


(Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang)

A. Pendahuluan
Sebagai pendahuluan dalan jornal ini menilai bahwa kualitas pelayanan public bukanlah
kegiatan yang sangat mudah khususnya pemberian pelayanan publik yang bersifat jasa maupun
administratif, namun terlepas dari persoalan tersebut masalah mengenai kualitas pelayanan publik
pada saat ini menjadi pusat perhatian di berbagai Negara demokratis khususnya Indonesia karena
pemberian pelayanan publik pada saat ini menjadi tolok ukur suatu Negara dikatakan gagal atau
baik, untuk mengukur kualitas pelayanan publik adakalanya peneliti memaparkan penjelasan
mengenai pengertian kualitas pelayanan dari berbagai pakar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan e-KTP terhadap
kepuasan masyarakat di Depok dan untuk menentukan subvariabel dari kualitas pelayanan yang
paling berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat. Sampel yang diambil adalah 100 orang dari
seluruh populasi ini 1.020.002 orang dengan rumus Slovin.
Menurut Brady dan Conin dijelaskan bahwa “Kualitas pelayanan merupakan perbandingan
antara kenyataan atas pelayanan yang diterima dengan harapan atas pelayanan yang ingin
diterima” (Afrial, 2009, h.88). Sedangkan ditambahkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
dalam (Samosir, 2005, h.28) “kualitas pelayanan adalah perbandingan yang diharapkan konsumen
dengan pelayanan yang diterimanya”. Dari pengertian dari berbagai pakar tersebut dapat dipahami
bahwa masyarakat dalam memberikan penilaian terhadap kualitas pelayanan berdasarkan
perbandingan pengalaman yang pernah dirasakan dengan apa yang diharapkan atas pelayanan
tersebut. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa di dalam suatu organisasi, konsep kualitas
pelayanan menjadi ukuran keberhasilan organisasi, keberhasilan organisasi yang dimakud baik itu
pada organisasi bisnis maupun juga pada organisasi yang bertugas untuk menyediakan pelayanan
publik.

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian penjelasan.
Menurut Singarimbun dalam Singarimbun dan Effendi (2006, h.5), “penelitian penjelasan
menyoroti hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa”. Populasi sasaran
di dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk menurut kontrak yang akan direkam tahun 2011
sebesar 1.020.002 Orang. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunaan rumus Slovin:
N
N= 2
N +(e) .
Populasi (N) adalah sebanyak 1.020.002 orang, tingkat kelonggaran ketelitian (e) sebesar
10% maka besarnya pengambilan sampel (n) adalah sebesar 100 orang. Penentuan sampel
dilakukkan dengan teknik Proportionate Stratified Random Sampling. Teknik ini digunakan jika
karakteristik setiap unsur populasi heterogen namun berstrata secara proporsional. Adapun cara
menentukan jumlah sampel adalah (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007, h.44):
x/y dikalikan n
x = target jumlah sampel
y = jumlah populasi
n = jumlah populasi setiap strata

Analisis Data
Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis variabel kualitas pelayanan (X) yang terdiri
dari bukti fisik (X1), reliabilitas (X2), daya tanggap (X3), Jaminan (X4), Empati (X5) berpengaruh
terhadap kepuasan masyarakat (Y). Adapun perumusan regresi linier berganda:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5

Keterangan:
Y = kepuasan masyarakat
a = konstanta
b1 b2 b3 b4 b5 = koefisien regresi
X1 = bukti fisik
X2 = reliabilitas
X3 = daya tanggap
X4 = jaminan
X5 = empati
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh subvariabel bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap,
jaminan, dan empati terhadap kepuasan masyarakat dilakukan baik secara simultan dan parsial
dengan dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% atau taraf signifikasi 5% (α = 0,05). pengujian
signifikansi secara simultan dilakukan dengan cara uji F dan secara parsial dengan cara uji T

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Pertama, pengaruh bukti fisik terhadap kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan e-
KTP di Kota Depok. Dari hasil analisis apabila bukti fisik ditingkatkan maka secara signifikan
akan meningkatkan kepuasan masyarakat yang mendapatkan pelayanan e-KTP di Kota Depok. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Parasuraman dalam Sahib (2012, h.21) bahwa bukti fisik dalam
kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh
pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu
pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan
yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang
diberikan. Berarti setiap orang khususnya masyarakat yang mendapatkan pelayanan e-ktp di Kota
Depok secara jelas dapat merasakan manfaat dari bukti fisik yang disediakan oleh Pemerintah
Kota Depok, baik itu berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia dimasing-masing
tempat pelayanan e-KTP di Kota Depok, teknologi pelayanan yang digunakan dalam pembuatan e-
KTP seperti proses pengambilan foto, perekaman tanda tangan dan perekaman seluruh sidik jari,
serta penampilan petugas dalam memberikan pelayanan e-KTP.
Kedua, pengaruh reliabilitas terhadap kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan e-KTP
di Kota Depok. Pengaruh reliabilitas ini merupakan subvariabel yang paling dominan mempunyai
hubungan dan mempengaruhi kepuasan masyarakat. reliabilitas atau keandalan merupakan kunci
sukses baiknya suatu pelayanan. Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal,
artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam
pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga
aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada
keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat (Parasuraman
dalam Sahib,2012, h.25). Dalam proses pemberian pelayanan eKTP di Kota Depok, reliabilitas
pegawai pelayanan juga masih dikeluhkan oleh beberapa masyarakat, Sri Lestari (53) warga
Kecamatan Limo mengeluhkan pada saat pemeriksaan data bahwa nama yang tertera di KTP tidak
sesuai dengan data yang dimiliki oleh pegawai, Anthony Salim (50) warga Kecamatan Sukmajaya
juga mengeluhkan bahwa sampai saat ini e-KTP belum jadi-jadi, malah secara tegas Sarwoko (43)
warga Kecamatan Cipayung meminta kepada Pemerintah Kota Depok untuk dipercepat pembuatan
e-KTP, karena sudah satu tahun dari mulai pembuatan sampai Januari 2013, eKTP belum jadi.
Penyelesaian permohonan pembuatan e-KTP juga tidak dapat diselesaikan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan menjadi hal yang paling banyak dikeluhkan.
Ketiga, pengaruh daya tanggap terhadap kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan e-
KTP di Kota Depok. Dari hasil analisis apabila daya tanggap ditingkatkan maka secara signifikan
akan meningkatkan kepuasan masyarakat yang mendapatkan pelayanan e-KTP di Kota Depok.
Daya tanggap untuk menyikapi berbagai keluhan dari bentukbentuk pelayanan yang diberikan dan
juga memberikan informasi terhadap pelayanan yang akan diberikan menjadi suatu respek positif
dari daya tanggap pemberi pelayanan dan yang menerima pelayanan e-KTP. Jadi apabila pemberi
layanan mempunyai kemampuan daya tanggap yang baik maka penerima pelayanan akan
memberikan respon positif dari penerima pelayanan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Parasuraman dalam Sahib (2012, h.15-16) bahwa setiap pegawai dalam memberikan bentuk-
bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang
yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk
melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai
hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya.
Keempat, pengaruh jaminan terhadap kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan e-KTP
di Kota Depok. Dari hasil analisis apabila jaminan ditingkatkan maka secara signifikan akan
meningkatkan kepuasan masyarakat yang mendapatkan pelayanan e-KTP di Kota Depok.
Organisasi modern pada dewasa ini yang berfokus pada bidang pelayanan dihadapkan pada
kemampuan untuk memberi jaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan yang
dapat diberikan oleh suatu organisasi tersebut. Parasuraman dalam Sahib (2012, h.18) pernah
menjelaskan bahwa, setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang
diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai
yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin
bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan
kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan. Pemerintah
sebagai organisasi modern sangat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Kelima, pengaruh empati terhadap kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan e-KTP di
Kota Depok. Dari hasil analisis apabila empati ditingkatkan maka secara signifikan akan
meningkatkan kepuasan masyarakat yang mendapatkan pelayanan e-KTP di Kota Depok.
Parasuraman dalam Sahib (2012, h.23) menjelaskan bahwa, setiap kegiatan atau aktivitas
pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau
kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan
lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki
adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang
sama terhadap pelayanan. Dalam aktivitas pelayanan e-KTP salah satu warga Kecamatan
Sukmajaya, Siti Jubaedah (43) meminta kepada pemerintah untuk menambah lagi jam operasional
pelayanan eKTP. Sri Rahayu (51) warga Kecamatan Pancoran Mas juga menambahkan saran
kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan pada hari Sabtu.

D. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas Pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, jaminan, dan empati
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan masyarakat yang kualitas pelayanan
memberikan pengaruh secara berarti terhadap kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan
perekaman e-KTP.
2. Secara parsial subvariabel bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, jaminan, dan empati
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan masyarakat.
3. Subvariabel reliabilitas yang meliputi menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan, dapat
diandalkan dalam menangani masalah pelayanan pelanggan, menyampaikan jasa secara benar
semenjak pertama kali, dan menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan,
merupakan subvariabel kualitas pelayanan yang dominan mempengaruhi kualitas masyarakat
yang mendapatkan pelayanan perekaman e-KTP di Kota Depok.
III. PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

Bambang Sancoko
(Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Jan–Apr 2010, hlm.43-51)
(ISSN 0854-3844. Volume 17, Nomor 1)
(Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan, Kementerian Keuangan)

A. Pendahuluan
Pelayanan publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan
ekonomi dan politik. Pelayanan publik juga merupakan unsur paling penting dalam meningkatkan
kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun. Secara ideal, tujuan utama pemerintah
tersebut berada (Saragih, 2006). Untuk mengatasi masalah pelayanan publik yang buruk ini, maka
mendesak dilakukan reformasi birokrasi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
pemerintah pada masyarakat. Pemerintah telah menyiapkan delapan Undang-Undang untuk
mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi sebagai berikut. (1) UndangUndang tentang
Kementerian dan Kementerian Negara; (2) Undang-Undang tentang Pelayanan Publik; (3)
Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan; (4) Undang-Undang tentang Etika Penye-
lenggara Negara; (5) Undang-Undang tentang Kepegawaian Negara; (6) Undang-Undang tentang
Badan Layanan Umum/Nirlaba; (7) Undang-Undang tentang Pengawasan Nasional; (8) Undang-
Undang tentang Tata Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Peraturan perundangan tersebut
kemudian dikombinasikan dalam rangka reformasi birokrasi menjadi UU Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian dan Kementerian Negara. Saat ini, juga sudah diterbitkan grand design
reformasi birokrasi dalam bentuk Peraturan Menpan No.15/2008 tentang Pedoman Umum
Reformasi Birokrasi, yang merupakan cetak biru reformasi hingga tahun 2025
(www.menpan.go.id).
Kualitas pelayanan publik merupakan hasil inter-aksi dari tiga aspek, yaitu sistem pelayanan
yang di-bangun organisasi penyedia layanan, sumberdaya manusia pemberi pelayanan, strategi
pelayanan, serta pelanggan atau pengguna layanan (Albrecht dan Zemke, 1990) Ketiga aspek
tersebut saling terkait serta berinteraksi satu dengan yang lainnya dan direkatkan oleh suatu
budaya organisasi yang diarahkan kepada kebutuhan pelanggan.
Kaitannya dengan penelitian ini, sejumlah penelitian terdahulu mencatat adanya hubungan
yang sangat erat antara kompensasi dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh sumber daya
manusia pemberi pelayanan. Radjagukguk (2007) meneliti pengaruh antara program modernisasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Empat berupa (1) pemberian hadiah kepada
pegawai pajak, (2) kecepatan pelayanan, (3) sikap ramah dan sopan santun, (4) kemampuan dan
penguasaan peraturan, dan penampilan ruang pelayanan yang semakin baik dan rapi kualitas
pelayanan bagi wajib pajak setelah diterapkan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem
kompensasi mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan. Penelitian lainnya menyimpulkan
ada pengaruh sistem remunerasi dengan penggajian terhadap kualitas pelayanan (Zalbianis dan
Sanusi, 2006). Penelitian senada dilakukan Permana (2007) di tiga kota Yogyakarta, Depok, dan
Tangerang, yang menemukan bahwa salah satu penyebab yang mempengaruhi kualitas pelayanan
adalah faktor remunerasi yang diterima pegawai. Penelitian-penelitian ini membuktikan adanya
pengaruh kompensasi terhadap kualitas layanan publik.
Berkaitan dengan remunerasi atau kompensasi, Werther dan Davis (1996) mengatakan:
“Compensation is what employees receive in exchange for their contribution to the organization”.
(Kompensasi adalah apa yang diterima para pekerja sebagai balasan/ pertukaran dari kontribusi
yang diberikannya kepada organisasi). Pengertian yang sama disampaikan Handoko (1991) bahwa
kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja
mereka. Sedangkan Deluca (1993) menjelaskan: “The sum total of payments, direct and indirect
that an employee is given in exchange for service provided. There may be as many as five
elements, including: base pay, shortterm incentives, long-term incentives, benefits, and
perquisites.”
Mondy dan Noe (1993) mengatakan: “Compensation refers to every type of reward that
individuals receive in return for their labor”. Senada dengan Mondy dan Noe, Milkovich dan
Newman (2002) memberi definisi: “Compensation refers to all forms of financial returns and
tangible services and benefits employees receive as part an employemnet relationship”. Sementara
dimensi kompensasi menurut Mondy dan Noe (1993) terdiri dari financial dan non financial.
Dimensi financial merupakan reward yang diterima individu atas tenaga yang diberikan, terdiri
dari direct financial dan indirect financial. Dimensi non financial merupakan kepuasan yang
diterima dari job itu sendiri atau suasana yang mendukung.
Selain faktor kompensasi, kualitas pelayanan atau kinerja pegawai pelayanan dipengaruhi
juga oleh motivasi pegawai yang bersangkutan. Menurut McCloy, Campbell dan Cuedeck dalam
Milkovich dan Newman (2002) fakta membuktikan bahwa kinerja pegawai tergantung pada tiga
faktor utama yaitu skill, knowledge, dan motivation.
Faktor-faktor ini dirumuskan dalam persamaan:
Employee performance = f (S, K, M)
Dimana: S = Skill and ability to perform task
K = Knowledge of acts, rules, principles, and procedures
M = Motivation to perform
Organisasi memerlukan orang yang berkompeten (memiliki skill dan knoewledge) untuk
mendapatkan kontribusi terhadap kinerja. Tetapi orang yang berkompeten tersebut tidak akan
memberikan kontribusi apapun apabila tidak memiliki motivasi. Oleh karena itu, organisasi perlu
mencari cara untuk memotivasi pegawai sehingga bisa menggunakan skill dan knowledge untuk
membantu organisasi mencapai tujuannya. Berkaitan dengan motivasi, Milkovich dan Neuman
(2002) mendefinisikan sebagai kesediaan seseorang untuk melakukan beberapa sikap tertentu.
DeCenzo dan Robbins (1994) mendefinisikan, motivasi adalah sesuatu yang didorong oleh
kemampuan bertindak untuk memenuhi kebutuhan. Sementara Werther dan Davis (1996)
mengatakan, motivasi mengarahkan seseorang untuk mengambil tindakan yang disebabkan orang
tersebut ingin melakukannya. Sedangkan Mondy dan Noe (1993) memberi definisi yang lebih luas
yaitu motivasi sebagai kesediaan untuk mengusahakan terus menerus dalam mengejar tujuan
organisasi. Teori-teori yang menjelaskan tentang motivasi yang berhubungan dengan remunerasi
antara lain adalah Maslow’s Need Hierarchy Theory (Maslow, 2004); Herzberg’s Two Factor
Theory (Herzberg; Milkovich dan Newman, 2002); Expectacy Theory (Vroom; Armstrong dan
Murlis, 2001); Equity Theory (Adams; Milkovich dan Newman, 2002); Reinforcement Theory
(Milkovich dan Newman, 2002); Goal Setting Theory (Latham & Locke; Milkovich dan Newman,
2002); Agency Theory (Milkovich dan Newman, 2002). Meskipun ada pengecualian, secara umum
pemberian upah akan menghasilkan kinerja pegawai dan organisasi yang lebih baik (Cooke, tt;
Milkovich dan Neuman, 2002). Kaitannya remunerasi dan pelayanan, penelitian ini memfokuskan
pada kajian kualitas pelayanan di Departemen Keuangan. Sebagaimana birokrasi pada umumnya,
kualitas layanan di Departemen Keuangan juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Padahal
Departemen Keuangan dinilai sangat strategis karena merupakan lem-baga pemerintah pengelola
fiskal negara. Instansi ini memiliki kantor vertikal yang tersebar di seluruh Indonesia dan bersifat
holding type organization, dengan jumlah pegawai sekitar 60.000 orang. Pemerintah kemudian
menjadikan Departemen Keuangan sebagai salah satu pilot project program reformasi birokrasi.
Departemen ini mulai melakukan reformasi birokrasi, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan dan Nomor
31/KMK.01/2007 tentang Pembentukan Tim Reformasi Birokrasi Pusat Departemen Keuangan
Tahun Anggaran 2007. Program utama dalam reformasi birokrasi di Departemen Keuangan
meliputi empat poin, yaitu: (1) penataan organisasi dan kelembagaan, (2) perbaikan tata laksana,
(3) peningkatan sumber daya manusia, dan (4) pembenahan sistem pengawasan. Perbaikan sistem
remunerasi atau kesejahteraan adalah bagian dari manajemen SDM. Proses ini diawali sejak
rekrutmen, pembinaan karir, hingga pensiun. Karenanya, apabila program reformasi berokrasi ini
berhasil, maka akan dikembangkan dan diterapkan pola yang sama di departemen atau lembaga
pemerintah lain.

B. Metode Penelitian
jenis penelitian deskriptif (Creswell, 2002) dengan populasi seluruh pegawai KPPN Jakarta I,
termasuk pegawai kantor/satuan kerja instansi pemerintah dan bendahara/staf kantor/satuan kerja
instansi pemerintah yang dilayani oleh KPPN Jakarta I. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah kuesioner dengan menggunakan metode sampling insindental terhadap 148 resonden.
Remunerasi merupakan variabel independent (X) dan pelayanan merupakan variabel
dependent (Y). Dalam penelitian ini penulis juga menempatkan variabel antara yaitu motivasi.
Hipotesis penelitian adalah :
a. Hipotesis Kerja
“Pemberian remunerasi akan meningkatkan kinerja pegawai sehingga kualitas pelayanan yang
diberikan akan meningkat”.
b. Hipotesis Statistik:
Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan atas pemberian remunerasi terhadap peningkatan
kualitas pelayanan publik di KPPN Jakarta I.
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan atas pemberian remunerasi terhadap peningkatan
kualitas pelayanan publik di KPPN Jakarta I.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Deskripsi Variabel Remunerasi dan Motivasi
Tanggapan pegawai KPPN Jakarta I terhadap pemberlakuan remunerasi cenderung baik
dengan nilai mean 2,6919 dengan skala pengukuran 1-4. Data menunjukkan bahwa pemberian
remunerasi belum sepenuhnya memenuhi harapan responden.
Remunerasi yang diterima pegawai terbukti dapat memberikan motivasi pegawai di KPPN
Jakarta I dengan nilai mean 3,2727. Hasil ini menunjukkan hasil bahwa program perbaikan
remunerasi dalam reformasi birokrasi dapat menciptakan kesiapan organisasi dan sumber daya
manusianya untuk meningkatkan kinerjanya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
jawaban responden. Sesuai dengan teori remunerasi yang telah dibahas sebelumnya bahwa
penentuan besarnya yang bersangkutan.
Hasil ini memperkuat pendapat Hasibuan (2007) bahwa kompensasi (remunerasi) akan
memberikan motivasi seseorang untuk bekerja dengan baik dan mendorong berprestasi. Motivasi
akan mendorong pegawai bekerja dengan baik dan benar sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan maupun sesuai dengan harapan pelanggan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa
kinerja pegawai tergantung pada tiga faktor utama, salah satunya motivation (Milkovich dan
Neuman, 2002). Sementara peneliti lain menyatakan uang merupakan hal yang pen-ting bagi
seseorang, karena merupakan instrumen dalam pemenuhan sebagian besar kebutuhan (Armstrong
dan Murlis, 2001). Selanjutnya Armstrong dan Murlis menyimpulkan bahwa pembayaran
(kompensasi) dapat memberi motivasi, menggali prestasi, dan menguatkan perilaku yang
diinginkan.
Deskripsi Variabel Pelayanan
Hasil penilaian berdasarkan lima dimensi pelayanan ternyata menunjukkan semua dimensi
pelayanan dirasakan oleh pelanggan meningkat setelah dilakukan reformasi birokrasi (tabel 3).
Semua dimensi pelayanan memiliki nilai lebih dari 3,0000 berarti pelayanan KPPN Jakarta I baik.
Tanggapan responden sebelum diberlakukan remunerasi, pelayanan KPPN Jakarta I cukup baik
yaitu 2,5789, sedangkan setelah diberlakukan remunerasi pelayanan KPPN Jakarta I meningkat
menjadi 3,2062. Nilai yang lebih besar dari 3,0000 menunjukkan bahwa kualitas pelayanan KPPN
Jakarta I baik. Peningkatan nilai kualitas pelayanan sebelum pegawai diberi remunerasi dengan
sesudahnya adalah 0,6166. Tabel 4 menunjukkan, nilai kualitas pelayanan terbesar berada pada
dimensi assurance (jaminan). Artinya, pegawai kantor/satuan kerja instansi pemerin-tah dan
bendahara atau staf kantor atau satuan kerja instansi pemerintah yang dilayani oleh KPPN Jakarta
I.
Sedangkan nilai kualitas pelayanan terendah pada dimensi emphaty, yaitu dimensi yang
berhubungan dengan kepedulian dan perhatian individu dalam organisasi dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan. Peningkatan terbesar terjadi pada dimensi tangible sebesar 0,838,
sedangkan terendah dirasakan pada dimensi emphaty sebesar 0,3853. Apabila dianalisis lebih
lanjut, dimensi assurance (jaminan) merupakan dimensi yang terbesar yang dirasakan pegawai,
dibandingkan dimensi tangible, reliability, responsiveness, dan emphaty (Zeithamal, dkk 1990).
Hal ini berarti pengetahuan pegawai serta kemampuan mereka dalam menyampaikan kepercayaan
dan keyakinan kepada pelanggan, lebih dirasakan oleh pelanggan dibandingkan dengan
peningkatan kualitas pegawai yang memberikan pelayanan. Pelanggan lebih merasakan adanya
jaminan dibanding dimensi non fisik dalam pelayanan.
Analisis Variabel
Analisis hubungan antara remunerasi dengan motivasi dilakukan dengan melihat ada
tidaknya korelasi antara variabel remunerasi dengan motivasi. Analisis untuk tujuan tersebut
dilakukan dengan analisis nonparametric menggunakan uji rank spearmens. Hal ini dimungkinkan
karena data remunerasi dan motivasi bersifat ordinal.
Dengan demikian, hipotesis kerja yang menyatakan pemberian remunerasi akan
meningkatkan kinerja pega-wai sehingga kualitas pelayanan yang diberikan akan meningkat
diterima. Jadi, teori yang mengatakan uang merupakan sumber motivasi sehingga karyawan akan
bekerja dengan baik terbukti. Berkaitan dengan hal ini, Handoko (1992) menyatakan bahwa bagi
mayoritas karyawan, uang masih tetap merupakan motivasi kuat – atau bahkan paling kuat.
Analisis pengaruh pemberlakuan reformasi remunerasi terhadap pelayanan dilakukan dengan
melihat ada tidaknya perubahan nilai pelayanan sebelum dilakukan remunerasi dengan sesudah
dilakukan remunerasi. Analisis untuk tujuan tersebut dilakukan dengan analisis nonparametric
menggunakan uji Wilcoxon. Uji ini dilakukan karena data pada penelitian ini ternyata tidak
berdistribusi normal. Analisis ini melibatkan dua pengukuran pada subjek yang sama terhadap
suatu pengaruh atau perlakuan tertentu yaitu Kualitas Pelayanan sebelum diberlakukannya
remunerasi dan sesudah diberlakukannya remunerasi. Uji Wilcox-on merupakan penyempurnaan
uji Sign, tetapi memperhatikan besarnya perbedaan perlakuan.
Berdasarkan hasil ini dan hasil deskripsi variabel pelayanan dan dimensinya seperti yang
sudah diterangkan sebelumnya maka terlihat bahwa. Pertama, terdapat per-ubahan signifikan dari
pelayanan sebelum diberlakukan remunerasi dengan sesudah diberlakukan remunerasi.Kedua, ada
perubahan signifikan dari dimensi pelayanan Tangibles sebelum diberlakukan remunerasi dengan
sesudah diberlakukan remunerasi. Ketiga, terdapat per-ubahan signifikan dari dimensi pelayanan
Realibility sebelum diberlakukan remunerasi dengan sesudah diberlakukan remunerasi. Keempat,
ada perubahan signifikan dari dimensi pelayanan responsiveness sebelum diberlakukan remunerasi
dengan sesudah diberlakukan remunerasi. Kelima, terdapat perubahan signifikan dari dimensi
pelayanan assurance sebelum diberlakukan remu-nerasi dengan sesudah diberlakukan remunerasi.
Keenam, terdapat perubahan signifikan dari dimensi pelayanan Emphaty se-belum diberlakukan
remunerasi dengan sesudah diberlakukan remunerasi. Dengan demikian, dari hasil penelitian ini
hipotesis kerja yang menyatakan “Pemberian remunerasi akan meningkatkan kinerja pegawai
sehingga kualitas pelayanan yang diberikan akan meningkat” dinyatakan tidak ditolak. Demikian
pula dengan hipotesis statistik Ha yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan atas
pemberian remunerasi terhadap pe-ningkatan kualitas pelayanan publik di KPPN Jak-arta I
dinyatakan tidak ditolak. Sedangkan Ho yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang
signifikan atas pemberian remunerasi terhadap pe-ningkatan kualitas pelayanan publik di KPPN
Jakarta I dinyatakan ditolak.

D. Kesimpulan
Dari rangkaian kegiatan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
pemberlakuan remunerasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan
pegawai KPPN Jakarta I yang dirasakan pelanggan. Penilaian kualitas pelayanan KPPN Jakarta I
yang paling besar peningkatannya dirasakan oleh pelanggan adalah dimensi tangibles yang
berhubungan dengan sarana dan prasarana. Dimensi ini merupakan dimensi atas faktor yang tam-
pak di mata pelanggan (fisik). Sementara dimensi reliability, responsiveness, assurance, dan
emphaty yang berhubungan dengan SDM lebih rendah peningkatannya dibanding dimensi
tangibles. Empat dimensi pelayanan yang terakhir pelaksanaannya tergantung pada faktor manusia.
Penilaian paling rendah dirasakan oleh pelanggan adalah peningkatan pelayanan pada dimensi
emphaty
IV. E-GOVERNMENT DAN PELAYANAN PUBLIK
(STUDI TENTANG ELEMEN SUKSES PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT
DI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN)

Joko Tri Nugraha


(Universitas Tidar)
(Jalan Kapten Suparman 39, Potrobangsan, Magelang)

A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menawarkan solusi untuk
meningkatkan kinerja pelayanan publik yang lebih berbasis pada good governance. Kesiapan
sumber daya manusia, regulasi, anggaran dana, sarana dan prasarana adalah hal mutlak yang harus
disediakan dalam penyelenggaraan egovernment. Salah satu tujuan implementasi egovernment
adalah agar lembaga pemerintah mampu menyediakan pelayanan publik yang lebih baik. Dalam
kaitan ini dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk merintis dan memulai hal yang
baru dalam birokrasi. Pemanfaatan e-government bagi birokrasi diharapkan dapat menjadi
alternatif bagi reformasi birokrasi menuju pelayanan yang lebih baik.
Untuk mendukung keberhasilan implementasi e-government, maka pemerintah pada tahun
2003 telah mengeluarkan beberapa panduan, antara lain Panduan Pembangunan Infrastruktur
Portal Daerah, Pembangunan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah, Panduan
Penyusunan Rencana egovernment Lembaga, Pedoman Penyelenggaraan Diklat ICT dalam
menunjang e-government, Pedoman tentang Penyelenggaran Situs Web Pemerintah Daerah.
Kemudian dilengkapi dengan panduan yang dikeluarkan pada tahun 2004 meliputi: standar mutu
dan jangkauan pelayanan serta pengembangan aplikasi (eservices), kebijakan tentang
kelembagaan, otorisasi, informasi dan keikutsertaan swasta dalam kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan manajemen perubahan, panduan pelaksanaan proyek dan
penganggaran e-government, blueprint aplikasi e-government pusat dan daerah. Kemudian pada
tahun 2006, pemerintah membentuk Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional
(Detiknas) melalui Keppres No. 20 tahun 2006 yang salah satu tugasnya untuk mempercepat
pelaksanaan e-government. Wajah pelayanan publik saat ini sudah lebih baik.
Akhir-akhir ini upaya pengembangan e-government sedang giatgiatnya dilakukan kalangan
birokrasi publik. Kecenderungan birokrasi publik seperti kementerian, lembaga pemerintah non
kementerian, pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten menerapkan e-government dalam
sistem tata pemerintahan patut diperhatikan dan menarik untuk dikaji. Berkaitan dengan
diberlakukannya otonomi daerah, maka isu yang menarik adalah bagaimana tugas-tugas yang telah
diserahkan pusat ke daerah dapat berjalan dengan baik. Untuk melaksanakan tugas dengan baik
khususnya pada sektor pelayanan, e-government nampaknya bisa dijadikan alternatif.
Pembentukan Kantor Pengelolaan Data Elektronik (PDE) atau Kantor Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika menunjukkan komitmen Pemerintah Kabupaten Sleman untuk
mempercepat proses penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik. Meski demikian,
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di Kabupaten Sleman baru sebatas tahap awal
pengembangan e-government, yaitu tahap persiapan. Pada dasarnya ada empat tahap
pengembangan e-government, yakni: (1) Tahap persiapan; (2) Tahap penerapan; (3) Tahap
pematangan dan; (4) Tahap pemantapan. Dalam perkembangannya, sebagian besar tahap
pengembangan aplikasi egovernment yang ada pada saat ini masih berfokus pada penyediaan
website dan layanan informasi saja. Sehingga jika suatu pemerintah daerah telah memiliki website,
muncul anggapan telah menerapkan aplikasi e-government. Padahal konsep egovernment, tidak
saja menampilkan informasi pemerintah melalui layanan website saja, melainkan terjadinya
transformasi hubungan antara pemerintah dengan seluruh stakeholder yang semula menggunakan
media konvensional beralih menggunakan teknologi informasi. Selanjutnya terkait dengan tahap
persiapan e-government, di Kabupaten Sleman sifatnya baru satu arah saja yakni hanya
memberikan informasi kepada stakeholders dan belum mencapai hubungan yang interaktif antara
pemerintah sebagai pelayan dan masyarakat sebagai pihak yang dilayani. Bentuk layanan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman berupa situs web yang hanya menampilkan
informasi satu arah dari pemerintah kepada masyarakat atau bisnis. Dengan demikian, aplikasi
pelayanan berbasis e-government kepada masyarakat selama ini, masih terdapat banyak hal yang
perlu dipersiapkan. Pada titik inilah teknologi yang diciptakan untuk mempermudah dan
memperbaiki kualitas kehidupan manusia menunjukkan peranannya. Pada dasarnya mayoritas
bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakatnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan
pengumpulan, pengolahan dan penyediaan berbagai data, informasi, pengetahuan maupun
kebijakan beserta penyebarannya ke seluruh anggota masyarakat yang membutuhkan, maka
teknologi yang paling cocok untuk diterapkan adalah teknologi informasi. Berdasarkan data-data
di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana cara Pemerintah Kabupaten Sleman
dalam mengembangkan e-government dalam pelayanan publik serta endala apa saja yang ditemui
dalam mengembangkan pelayanan publik berbasis e-government di Kabupaten Sleman.
Perkembangan sistem informasi dan teknologi informasi yang sangat pesat pada saat ini, telah
dianggap juga sebagai sumber daya yang sangat penting bagi organisasi, baik organisasi
pemerintah maupun organisasi swasta saat ini (Hammer dan Champy, 1993). Sistem informasi dan
teknologi informasi, tidak hanya berperan sebagai suatu dukungan semata, namun juga telah
berperan sebagai key operational, high potential, peran strategis dan dapat dimanfaatkan untuk
mendukung efektivitas, efisiensi dan produktivitas dalam sebuah organisasi (Wheelan dan Hunger,
2004). E-government secara umum dapat didefinisikan sebagai penggunaan teknologi digital
untuk mentransformasikan kegiatan pemerintah, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas,
efisiensi dan penyampaian layanan (Forman, 2005).
Istilah e-government atau electronic government merujuk pada penggunaan teknologi
informasi oleh organisasi pemerintahan agar organisasi tersebut menjadi lebih efektif dan
transparan. Dengan e-government diharapkan pelayanan terhadap masyarakat dapat lebih baik,
efektivitas internal organisasi pemerintahan semakin meningkat dan akses masyarakat terhadap
informasi dalam lingkungan pemerintahan semakin mudah (Kase, 2010).
Pengertian lain disampaikan oleh Hartono (2010) e-government merupakan suatu proses
sistem pemerintahan dengan memanfaatkan ICT (Information, Communication and Technology)
sebagai alat untuk memberikan kemudahan proses komunikasi dan transaksi kepada warga
masyarakat, organisasi bisnis dan lembaga pemerintah serta stafnya. Sehingga dapat dicapai
efisiensi, efektivitas, transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada warganya. Dengan
konsep pengembangan menyangkut hubungan Government to Government (G2G), Government to
Business (G2B) dan Government to Citizens (G2C).
Sedangkan menurut Hole (2011) secara konseptual konsep dasar dari egovernment
sebenarnya adalah bagaimana memberikan pelayanan melalui elektronik (e-services), seperti
melalui internet, jaringan telepon seluler dan komputer serta multimedia. Melalui pengembangan
egovernment ini dilakukan pula penataan sistem manajemen informasi dan proses pelayanan
publik dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.
Untuk mengembangkan egovernment ada empat fase yang diusulkan oleh World Bank
(2002), yakni Presence (kehadiran), Interaction (interaksi), Transaction (transaksi) dan
Transformation (transformasi). Model yang sama dikemukakan oleh Gartner Research (Gupta,
2004), mengajukan model The Value Chain of E-Service, yang menetapkan empat tahap yang
secara khusus dikembangkan dalam konteks egovernance. Keempat fase pengembangan tersebut
jika dikontekskan untuk pengembangan situs web e-government di Indonesia, meliputi: (1)
Kehadiran, yaitu memunculkan situs web daerah di internet. Dalam tahap ini, informasi dasar yang
dibutuhkan masyarakat ditampilkan dalam situs web pemerintah; (2) Interaksi, yaitu web daerah
yang menyediakan fasilitas interaksi antara masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam tahap ini,
informasi yang ditampilkan lebih bervariasi seperti fasilitas download dan komunikasi email
dalam situs web pemerintah; (3) Transaksi, yaitu web pemerintah daerah yang selain memiliki
fasilitas interaksi juga dilengkapi fasilitas transaksi pelayanan publik dari pemerintah; (4)
Transformasi, yaitu dalam hal ini pelayanan pemerintah meningkat secara terintegrasi (Gupta,
2004).
Sementara, menurut hasil kajian dari Harvard JFK School of Government, untuk menerapkan
konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik, terdapat tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan
diperhatikan sungguh-sungguh. Masingmasing elemen sukses tersebut adalah support, capacity
dan value (Indrajit, 2002).
Pertama, support. Tanpa adanya unsur political will ini, mustahil berbagai inisiatif
pembangunan dan pengembangan e-government dapat berjalan mulus. Karena budaya birokrasi
cenderung bekerja berdasarkan model manajemen top down, maka jelas dukungan
implementasi program e-government yang efektif harus dimulai dari para pimpinan
pemerintahan yang berada pada level tertinggi.
Kedua, capacity. Maksud elemen kedua ini adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan
dari pemerintah setempat dalam mewujudkan impian e-government terkait dengan menjadi
kenyataan.
Ketiga, value. Elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat dari sisi
pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif e-government tidak akan
berguna jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya impelementasi konsep
tersebut dan dalam hal ini, yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan
adanya e-government bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan
mereka yang berkepentingan. Untuk itulah, maka pemerintah harus benar-benar teliti dalam
memilih prioritas jenis aplikasi egovernment apa saja yang harus didahulukan pembangunannya
agar benarbenar memberikan manfaat (value) yang secara signifikan dirasakan oleh
masyarakatnya. Salah dalam mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat justru akan
mendatangkan bumerang bagi pemerintah yang akan mempersulit meneruskan usaha
mengembangkan konsep e-government. Perpaduan antara ketiga elemen terpenting di atas akan
membentuk sebuah pusat syaraf jaringan e-government yang akan merupakan kunci sukses
utama penjamin keberhasilan.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini
dilakukan pada obyek alamiah di mana kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada
obyek tersebut, tetapi dengan menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang
diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna (Sugiyono, 2012). Informan dalam penelitian ini adalah
web admin 28 orang di masing-masing OPD. Sumber data yang digunakan terdiri dari sumber data
primer berupa wawancara mendalam dan observasi lapangan serta sumber data sekunder catatan-
catatan yang diperoleh di lapangan. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik flow model analysis dari Miles and
Huberman (1992).

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Menurut hasil kajian dari Harvard JFK School of Government, untuk menerapkan konsep-
konsep digitalisasi pada sektor publik, terdapat tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan
diperhatikan sungguh-sungguh, yaitu support, capacity dan value.
Support merupakan elemen pertama dan yang paling krusial yang harus dimiliki oleh
Pemerintah Kabupaten Sleman, yaitu keinginan dari berbagai kalangan pejabat publik dan politik
untuk benar-benar menerapkan e-government. Hasil temuan di lapangan menunjukkan empat
aspek yang me njadi kunci sukses pengembangan e-government, antara lain:
1. Kesepakan bersama untuk menerapkan e-government. Pemahaman informan mengenai konsep
e-government sudah cukup baik. Mereka meyakini bahwa penerapan e-government dalam
pelayanan publik akan menjadi lebih efektif dan efisien. Tantangan bagi Pemerintah Kabupaten
Sleman selaku pihak yang memiliki inisiatif mengimplementasikan egovernment ialah harus
tetap dapat meyakinkan mereka yang tidak bisa atau tidak berminat untuk mempergunakan
berbagai fasilitas teknologi informasi.
2. Dialokasikannya berbagai sumber daya (manusia, finansial, tenaga, waktu, informasi).
Kesungguhan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam mengembangkan e-government dapat
dilihat dari beberapa fitur layanan yang sudah mulai dikembangkan berbasis digital, meski
belum menjangkau semua pelayanan. Keterbatasan SDM dengan background IT disiasati pihak
Pemkab dengan melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan literacy para
pegawainya.
3. Dibangunnya berbagai infrastruktur dan superstruktur pendukung agar tercipta lingkungan yang
kondusif untuk mengembangkan e-government. Hasil wawancara di lapangan meski tidak
secara khusus dianggarkan di masing-masing OPD, tetapi ada kemauan dari pimpinan OPD
untuk memasukkan anggaran pengembangan IT dan pemeliharaan maintenance.
Pengembangan infrastruktur dilakukan bekerjasama dengan pihak ketiga.
4. Disosialisasikannya konsep egovernment secara merata, konsisten dan menyeluruh. Hasil di
lapangan menunjukkan informan menyatakan setuju Pemkab Sleman telah mensosialisasikan
penerapan e-government dalam pelayanan publik. Ada usaha nyata dari pemkab untuk merubah
layanan yang konvensional menjadi layanan yang responsif dari hari ke hari. Masyarakat tidak
perlu tahu apa yang terjadi di belakang semua itu (back office), namun yang perlu mereka
ketahui adalah kinerja pemerintah terlihat meningkat dan hal ini terjadi sejak program e-
government di Pemkab Sleman dicanangkan.
Elemen yang kedua adalah capacity, yakni adanya unsur kemampuan atau keberdayaan dari
Pemerintah Kabupaten Sleman dalam mewujudkan e-government dalam pelayanan publik menjadi
kenyataan. Hasil kajian di lapangan menemukan empat aspek yang harus dimiliki oleh Pemerintah
Kabupaten Sleman, antara lain:
1. Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-government.
Ketersediaan sumber daya dalam penerapan egovernment ini menjadi tantangan bagi Pemkab
Sleman. Keterbatasan dana menyebabkan anggaran untuk pengembangan e-government tidak
dialokasikan khusus. Perlu diperhatikan dalam aspek ini ialah pertemuan khusus untuk
membahas kemajuan program egovernment. Pertemuan ini merupakan hal yang mutlak
dilakukan karena hampir semua pelayanan pemerintah melalui egovernment memerlukan
koordinasi lintas sektoral, sehingga tanpa adanya pembicaraan antar mereka yang berwenang,
mustahil akan diperoleh kualitas pelayanan yang diinginkan.
2. Ketersediaan infrastruktur teknologi yang memadai. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan
adanya infrastruktur teknologi yang mendukung penerapan egovernment, yang terdiri dari
perangkat keras dan perangkat lunak di setiap OPD. Penyediaan infrastruktur pendukung
egovernment juga harus jelas sesuai dengan kebijakan nasional dan dilaksanakan secara
konsisten sesuai dengan masterplan yang telah disetujui. Ketersediaan dan pengembangan
infrastruktur ini merupakan suatu strategi transformasi yang jelas dapat dilihat oleh masyarakat,
dunia usaha dan pihak-pihak lain yang bekerjasama dengan pemerintah pun akan merasa aman
karena adanya kepastian sehingga mereka tidak ragu-ragu untuk berpartisipasi dan
menanamkan investasinya di sektor publik.
3. Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan
dalam penerapan egovernment. Ketersediaan sumber daya manusia yang menguasai teknologi
informasi masih menjadi tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Sleman dalam menerapkan e-
government. Fakta di lapangan banyak pegawai senior yang hampir memasuki pensiun
beberapa sama sekali tidak bisa mengoperasikan komputer. Ada kebijakan dari Pemkab Sleman
untuk menggunakan tenaga alih daya. Meski demikian, yang harus diperhatikan tidak semua
hal yang berkaitan dengan pengembangan e-government dalam pelayanan publik dapat
dialihdayakan (outsource) ke pihak lain. Hal-hal kritikal (inti atau core) yang harus tetap berada
di bawah kendali pemerintah hendaknya tidak dijadikan domain aliansi. Sementara yang
bersifat pendukung (necessity atau supporting) dapat dijadikan sebagai contoh domain e-
government yang dapat dioutsource.
Elemen ketiga adalah value, artinya berbagai inisiatif e-government tidak akan ada gunanya
jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut dan
dalam hal ini, yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya
egovernment bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan merekalah yang
berkepentingan (demandside). Hasil wawancara dengan informan menunjukkan sebagian besar
menyatakan penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik akan lebih memudahkan
masyarakat. Mereka juga berpendapat perlunya peningkatan literacy pengelola e-government.
Sosialisasi penggunaan egovernment yang paling baik dan efektif adalah dari mulut ke mulut,
dalam arti bahwa pengalaman sukses seseorang berinteraksi melalui pemerintah melalui fasilitas
teknologi informasi merupakan hal yang sangat berharga. Konsep e-government tidak hanya
berarti adanya perubahan kinerja yang baik dari kalangan pemerintah kepada rakyatnya, namun
lebih jauh berarti adanya transformasi pendekatan penyelenggaraan sebuah pemerintahan yang
awalnya berpusat pada pemerintah (eksekutif) menuju kepada yang berpusat masyarakat
(demokrasi).
D. Kesimpulan
Cepat lambatnya evolusi sebuah pemerintahan dari knowledge society menuju e-government
sangat tergantung dari seberapa peka pemerintah dan masyarakatnya dalam membaca tandatanda
zaman (tren atau kecenderungan). Dukungan penerapan e-government dalam pelayanan publik
sudah diberikan Pemkab Sleman meski belum optimal, hal ini karena belum ada payung hukum
yang mengatur secara khusus di samping alokasi anggaran yang berbeda-beda di setiap OPD. Pada
sisi kemampuan, secara umum tingkat literacy pegawai Pemkab Sleman masih rendah terutama
para pegawai senior. Sementara pada sisi nilai, para pengelola e-government di Pemkab Sleman
sudah memahami manfaat dan pentingnya aplikasi teknologi informasi dalam pelayanan publik.
Agar pelasanaan e-government berjalan maksimal maka perlu dibuat payung hukum yang jelas dan
membuat grand design pengembangan e-government termasuk menyiapkan penganggarannya.
Terkait dengan rendahnya literacy pegawai perlu direncanakan diklat IT yang berkesinambungan
dan kedepannya pihak Pemkab Sleman harus merencanakan merekrut pegawai yang berlatar
belakang pendidikan teknologi informasi.
V. PENERAPAN KEBIJAKAN E-GOVERNMENT DALAM PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR KECAMATAN SAMBUTAN
KOTA SAMARINDA

Diah Rachma Aprianty


eJournal Ilmu Pemerintahan, 2016, 4 (4): 1589-1602
ISSN 2477-2458, ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id
© Copyright 2016

A. Pendahuluan
Penerapan Kebijakan E-government dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik di Kantor
Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. Penerapan kebijakan e-Government dalam peningkatan
mutu pelayanan publik di kantor kecamatan Sambutan kota Samarinda merupakan tindakan
pemerintah dalam pelaksanaan suatu peraturan dalam hal pemberian suatu pelayanan publik
melalui penggunaan media teknologi informasi secara elektronis untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang sesuai dengan hak-hak dasar setiap warganegara di samping itu juga mendukung
terwujudnya misi kecamatan Sambutan yakni Terwujudnya pelayanan prima serta membangun
partisipasi masyarakat yang mandiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan penerapan kebijakan e-government dalam peningkatan mutu pelayanan publik di
kantor kecamatan Sambutan, serta mengetahui dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi
Kecamatan Sambutan Kota Samarinda berdasarkan indikator pengembangan e-government yaitu,
Support, Capacity, dan Value.
Perkembangan teknologi informasi tersebut diterapkan dalam bentuk penyelenggaraan
pemerintahan agar publik dapat mengetahui dan mengawasi kinerja pemerintah dalam rangka
mewujudkan good governance. Salah satu bentuk dari penyelenggaran pemerintahan dengan
penggunaan suatu sistem manajemen yang berbasis teknologi, yang populer disebut dengan e-
government. e-Government merupakan bentuk penerapan pelayanan yang dapat meningkatkan
mutu pelayanan publik dengan berbasis teknologi dan komunikasi demi menjawab tuntutan dan
kebutuhan publik yang menginginkan proses pengolahan data yang cepat dan informasi yang tepat.
e-Government diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas
penyelenggaraan pemerintahan dengan maksud agar tumbuh peningkatan kepercayaan masyarakat
terhadap citra pelayanan pemerintah khususnya birokrasi.
e-Government mulai diperkenalkan dalam institusi publik menjelang akhir abad 20 persisnya
pada dekade akhir 1990-an. Teknologi informasi berkembang di Indonesia namun
pengimplementasiannya di instansi – instansi pemerintahan dimulai sejak dikeluarkannya
kebijakan pada tahun 2001 melalui Instruksi Presiden No. 6 tahun 2001 tentang Telematika
(Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus
menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses
demokrasi. Selanjutnya dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan e-government yang merupakan bukti nyata pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui e-government.
Keberadaan e-government telah sampai ke seluruh provinsi di Indonesia khususnya Provinsi
Kalimantan Timur. Provinsi Kalimantan Timur telah menerapkan Teknologi Informasi berupa
pemerintahan berbasis e-government sejak tahun 2001. Tahap awal dari pengembangan e-
government yang paling mendasar dilakukan adalah pengoperasian situs web (website).
Penyediaan informasi pemerintah kota Samarinda melalui internet masih belum ditunjang oleh
sistem manajemen yang efektif karena kurangnya dukungan terutama berupa persamaan persepsi
oleh setiap instansi di lingkungan pemerintah Kota Samarinda tentang pentingnya penerapan dan
pemanfaatan teknologi informasi, serta kurangnya kesiapan dan keterbatasan sumber daya manusia
dalam komputerisasi. Penerapan e-government dalam lini kecamatan selama ini penerapan baru
dilakukan di Kecamatan Sungai Kunjang dan Sambutan. Keduanya merupakan proyek
percontohan dari pelaksanaan e-government kecamatan di Kota Samarinda. Oleh karena itu perlu
adanya pengawasan keimigrasian terhadap warga Negara Asing yang masuk di wilayah Indonesia
terutama wilayah kerja kantor Imigrasi Kelas I Samarinda. Fenomena banyaknya warga Negara
Asing yang masuk ke Indonesia menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya
penyalahgunaan izin tinggal. Dari hasil observasi penulis menemukan bahwa pelaksanaan e-
government di kecamatan Sambutan dengan berpedoman terhadap instruksi presiden nomor 3
tahun 2003 masih pada tahap persiapan hal ini ditandai dengan adanya situs website yang telah
tersedia namun tidak dapat diakses, penyiapan sarana akses seperti koneksi wifi yang masih
terbatas, serta kurangnya sosialisasi situs informasi kepada masyarakat. Hasil observasi berikutnya
diketahui bahwa masih belum optimalnya pelaksanaan e-government kecamatan hal ini disebabkan
karna kurangnya fungsi kontrol dan pembinaan dari stakeholder terkait, kurangnya komitmen
pelaksana dalam menjalankan kebijakan, masih minimnya otoritas kecamatan oleh pusat dalam
pengelolaan data. Hal ini berakibat pada ketersediaan sumber daya alat dan properti IT yang masih
belum mencukupi. Dan lemahnya tingkat koneksi jaringan sebagai akibat terbatasnya anggaran
dana pelaksanaan egovernment serta masih adanya beberapa masalah dalam disposisi pelaksana
yang mempunyai implikasi pada ketersediaan sumber daya pendukung dalam pelaksanaan
kebijakan e-government.

B. Metode Penelitian
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif
yaitu memberikan gambaran dan penjelasan yang tepat mengenai masalah yang dihadapi. Arikunto
(2006) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status atau gejala yang ada, yaitu gejala
yang dikumpulkan di lapangan memuat apa adanya saat penelitian dilakukan.
Dengan berpedoman pada fokus penelitian, maka peneliti membatasi bagian-bagian variabel
untuk mengukur seberapa jauh penerapan e-government di Kantor Kecamatan Sambutan dalam
meningkatkan mutu pelayanan publik, maka penulis menggunakan tiga indikator dalam
pengembangan e-government yaitu:
1. Penerapan Kebijakan e-Government dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik di Kantor
Kecamatan Sambutan Kota Samarinda, yaitu: a) support, berkaitan dengan political will dari
pelaksana kebijakan. b) Capacity, berkaitan dengan sumber daya yang tersedia. c) Value,
berkaitan dengan seberapa besar manfaat kebijakan egovernment dalam pemberian pelayanan
kepada masyarakat.
2. Kendala-kendala yang menjadi penghambat dalam melaksanakan penerapan e-government.
Penulis menggunakan dua sumber data dalam penelitian skripsi ini, yaitu data primer dan data
sekunder. Data yang diperoleh melalui narasumber yang dipilih melalui teknik Purposive
Sampling Sugiyono (2014), yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu. Data primer
diperoleh melalui key informan dan informan. Kemudian data sekunder didapat dari dokumen dan
data kecamatan Sambutan, jurnal, buku ilmiah, dan internet.
Untuk memperoleh data yang relevan dan lengkap, penelitian ini menggunakan beberapa
teknik untuk mengumpulkan data dengan menggunakan beberapa teknik antara lain observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya
penulis menganalisis data-data tersebut. Seperti halnya pengumpulan data, dalam analisis data juga
diperlukan teknik. Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu analisis
data deskriptif kualitatif yang mencakup pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (verifikasi).

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Penerapan Kebijakan e-Government dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik
a. Support
Dalam pengembangan e-government diperlukan aspek penting yang menjadi salah satu awal
dari inisiatif pembangunan e-government yaitu kebijakan yang telah disepakati oleh pejabat publik
yang diselenggarakan secara mudah untuk dipahami, mudah dilaksanakan dan sesuai dengan SOP
(Standar Operasional Prosedur) yang ada. Dalam pengembangan e-government, kebijakan diatur
dalam instruksi presiden nomor 3 tahun 2003 yang menyatakan bahwa “untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan layanan publik yang efektif dan
efisien diperlukan adanya kebijakan dan strategi pengembangan e-government. Kebijakan tersebut
dapat disederhanakan dalam peraturan walikota kota Samarinda nomor 35 tahun 2014 tentang
penyelenggaraan pelayanan administrasi terpadu kecamatan di lingkungan pemerintah kota
Samarinda dan SOP (standar operasional prosedur) yang ada di kecamatan Sambutan. ”Standard
operational procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian
waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan
luas” (Winarno, 2005). Pihak kecamatan Sambutan telah melakukan sosialisasi secara langsung
mengenai adanya pelaksanaan e-government kepada para tokoh masyarakat pada setiap pertemuan
yang diharapkan dapat disampaikan kepada masyarakat luas. Tetapi dari wawancara yang telah
penulis lakukan sebagian masyarakat masih belum mengenal adanya pelaksanaan e-government di
kantor kecamatan Sambutan. Berdasarkan hasil analisis yang peneliti lakukan bahwa kejelasan
SOP dan aturan dapat dipahami dengan mudah baik untuk pegawai sebagai pemberi layanan
maupun untuk masyarakat dan masih kurangnya sosialisasi yang dilaksanakan oleh pihak
kecamatan.
b. Capacity
Keberhasilan suatu pelaksanaan kebijakan tidak bisa lepas dari adanya capacity yakni sumber
daya manusia, sumber daya anggaran, dan sumber daya peralatan yang dapat mendukung proses
kelancaraan suatu pelaksanaan program. Hal ini menurut Darumurti (2012) menyatakan bahwa
“aspek penting yang harus dipersiapkan adalah sumber daya manusia, sumber daya keuangan,
sarana dan prasarana serta organisasi dan manajemennya.” Pertama, staf atau pegawai,
sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam menjalankan konsep e-government di
kantor kecamatan Sambutan. Pegawai yang dimaksudkan ialah pegawai yang mampu berinteraksi
dan berkomunikasi dengan masyarakat secara baik, serta dapat menjalankan tugas dan
wewenangnya dengan benar. Namun selama ini permasalahan yang terjadi pada back-office
adalah, jika salah satu petugas pelayanan tidak hadir maka akan di back up oleh petugas lainnya,
dimana petugas yang menggantikan tersebut juga memiliki tugasnya sendiri. Hal ini akan
berakibat adanya penumpukan pekerjaan sehingga akan menjadi tidak efisien. Kedua, sumber daya
keuangan. Anggaran menjadi faktor pendukung yang penting dalam proses pelaksanaan e-
government. Untuk dapat melaksanakannya, dibutuhkan anggaran yang cukup besar baik pada
tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaan. Anggaran yang ada di kantor kecamatan
Sambutan diperoleh dari APBD kota Samarinda. Pada tahun 2016 terjadi pemangkasan anggaran
dikarenakan adanya defisit sehingga menyebabkan pada tahun ini tidak banyak anggaran yang
diperoleh dalam hal penambahan dan perawatan alat-alat teknologi. Ketiga, faktor pendukung
yang lainnya adalah sumber daya peralatan. Suatu program kebijakan tidak dapat berjalan tanpa
adanya peralatan yang tersedia. Kondisi peralatan teknologi di kantor kecamatan Sambutan dapat
dikatakan masih minim. Hal ini terlihat dari kurangnya printer yang dibutuhkan, komputer yang
sebagian memerlukan perawatan, serta jaringan yang tidak stabil sehingga sering terjadi gangguan
dalam proses pemberian pelayanan. Dilihat dari faktor penentu keberhasilan implementasi e-
government yang ada, maka dapat dianalisis bahwa sumber daya manusia, anggaran serta peralatan
memiliki pengaruh terhadap jalannya suatu kebijakan. Sumber daya manusia yang cukup mampu
dalam menjalankan kebijakan tidak diimbangi dengan tersedianya anggaran dan sarana prasarana
yang memadai serta jumlah sumber daya manusia yang perlu ditambah.
c. Value
Pelaksanaan suatu kebijakan tidak terlepas dari nilai atau besaran manfaat yang didapat.
Kebijakan e-government tentu akan memiliki manfaat yang akan diperoleh masyarakat sebagai
penerima layanan dan petugas sebagai pelaksana. Hakikat keberadaan pemerintah yaitu untuk
memberikan pelayanan kepada warga negaranya. Dalam hal pelayanan tidak bicara mengenai
kuantitas melainkan juga kualitas yang diberikan. Ketersediaan pelayanan dengan sistem online di
kecamatan Sambutan telah berjalan sejak tahun 2012 dengan konsep pelaksanaan PATEN
(pelayanan administrasi terpadu kecamatan). Dalam pelaksanaan tersebut semua pelayanan
menggunakan sistem loket yang kemudian diolah oleh back-officer untuk diinput data secara
online. Tidak hanya dalam hal pelayanan yang menggunakan sistem online namun dalam
perencanaan anggaran, SIMDA, SIMPEG, absensi elektronik, dan ketersediaan website
kecamatan. Adapun nilai manfaat yang didapat dengan adanya pengelolaan informasi yang
terhubung secara online atau e-government yakni, hemat biaya, waktu, dan tenaga sehingga dapat
meningkatkan mutu produk pelayanan Kecamatan Sambutan.
d. Kendala – kendala Yang Menjadi Penghambat dalam Penerapan egovernment
Secara umum, institusi pemerintah yang melakukan E-government, besaran dan layanannya
secara online masih terbatas dan dilakukan secara terpisah serta belum terintegrasi. Pelayanan E-
government pada tingkat pemerintah daerah yang dilakukan melalui pelayanan satu atap
(SIMTAP) sudah merupakan usaha ke arah government online yang cukup baik, walaupun belum
sepenuhnya dilakukan secara online. Sebagian besar institusi pemerintahan baru pada tahapan
emerging presence atau “tahap persiapan berupa penyediaan situs pemerintah independen dengan
memberikan beberapa informasi formal tetapi terbatas dan statis.” (Ronaghan, 2001). Ada
beberapa hal yang menjadi hambatan atau tantangan dalam mengimplementasikan E-government
di kantor kecamatan Sambutan. Hambatan tersebut antara lain:
1. Terbatasnya sumber daya yang dimiliki Dalam R. Eko Indrajit (2002) bahwa ketersediaan
sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan agar
penerapan egovernment dapat disesuaikan dengan asas manfaat yang diharapkan. Selain
sumber daya manusia, fasilitas pendukung yakni komputer dan printer yang masih kurang
sehingga harus bergantian saat melaksanakan tugas, permasalahan jaringan yang tidak stabil
dan seringnya padam listrik membuat sebagian petugas harus mengulangi proses dari awal
listrik. Adanya defisit anggaran kota Samarinda di tahun 2016 serta kebijakan dalam
pengadaan barang umum yang masih diselenggarakan di BPKD atau badan aset daerah,
seharusnya pengadaan barang yang masih dibawah 20 juta atau yang bersifat taktis bisa
dilakukan dalam instansi kecamatan sehingga akan sulit untuk mengakomodasi kebutuhan
secara fleksibel. Adanya keterbatasan anggaran tersebut akan mengakibatkan sumber daya
peralatan menjadi terbatas pula. Hal tersebut tentu menjadi hambatan tersendiri bagi petugas
untuk memberikan pelayanan secara optimal.
2. Kurangnya sosialisasi kebijakan kepada masyarakat Sosialisasi bagi masyarakat sangat
penting dilakukan agar kebijakan dapat berjalan, menurut pengamatan peneliti masih
kurangnya sosialisasi adanya kebijakan e-government yang dilakukan pihak kecamatan
Sambutan, sosialisasi yang pernah dilakukan hanya kepada para tokoh masyarakat, Lurah dan
RT. Terlihat banyak sebagian masyarakat yang belum mengetahui adanya pelayanan berbasis
online dan adanya website karena memang pengetahuan masyarakat tentang tersebut masih
sangat terbatas. Selain itu, dalam hal program-program berbasis e-government juga masih
kurang misalnya saja ketika website diakses, masih terdapat kesalahan dan terbatasnya
informasi yang diberikan, sehingga sasaran yang diharapkan sulit dicapai.
3. Miskomunikasi antara pimpinan dan pegawai Adanya miskomunikasi tentang dukungan yang
diberikan oleh instansi lain yakni capil dan badan perijinan dan kebijkan peraturan walikota
Samarinda nomor 35 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pelayanan administrasi terpadu
kecamatan di lingkungan pemerintah kota Samarinda yang menurut pimpinan telah
memberikan dukungan kepada pihak kecamatan untuk menjalankan egovernment. Namun
menurut pegawai yang peneliti wawancara instansi lain seperti catatan sipil belum
sepenuhnya memberikan dukungan berupa supply database yang menurutnya akan memakan
waktu yang cukup lama jika harus meminta database terlebih dahulu ditambah lagi dengan
kebijakan yang masih setengah hati dalam hal pelimpahan wewenang kecamatan. Tetapi
terkait hambatan ini, peneliti tidak menemukan pertentangan antara pelaksana kebijakan
dengan perintah yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan.

D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan berdasarkan
tujuan penelitian dan fokus penelitian yang ada menunjukkan bahwa Penerapan kebijakan e-
government dalam peningkatan mutu pelayanan publik di Kantor Kecamatan Sambutan Kota
Samarinda dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
a. Pada indikator support menunjukan bahwa kebijakan e-government telah jelas dan dipahami
oleh pegawai kantor Kecamatan Sambutan yang dapat dengan mudah dilaksanakan melalui
SOP yang ada. Adanya papan informasi, dan prosedur pelayanan yang telah diletakkan
ditempat yang strategis yaitu di depan pintu masuk ruang pelayanan agar mudah dibaca oleh
masyarakat. Namun pelaksanaan sosialisasi tentang adanya pelayanan berbasis online dan
website yang tersedia masih kurang diketahui oleh masyarakat luas.
b. Indikator Capacity atau Sumber daya di Kecamatan Sambutan dapat diketahui bahwa sumber
daya manusia di Kantor Kecamatan Sambutan telah mampu melaksanakan tugasnya dengan
baik, namun hal ini tidak diimbangi dengan sumber daya peralatan dan minimnya anggaran
yang tersedia yang membuat proses pelaksanaan e-government menjadi terhambat.
c. Serta adapun indikator value atau manfaat yang akan diperoleh masyarakat sebagai penerima
layanan dan petugas sebagai pelaksana dapat ditunjukan bahwa peranan fungsi website masih
sangat terbatas yang ditandai oleh kurangnya fungsi sarana penyebaran informasi, fungsi
sosialisasi kebijakan, dan penghubung interaksi antara pemerintah kecamatan dengan
masyarakat yang menyebabkan keterbukaan informasi pelayanan sebagian besar masih bersifat
offline, Namun nilai manfaat yang didapat dengan adanya pengelolaan informasi yang
terhubung secara online atau e-government yakni, hemat biaya, waktu, dan tenaga sehingga
dapat meningkatkan mutu produk pelayanan Kecamatan Sambutan.
d. Di dalam proses pelaksanaan kebijakan e-government di Kecamatan Sambutan terdapat
kendala-kendala yang dihadapi yaitu, terbatasnya sumber daya yang dimiliki, kurangnya
sosialisasi kebijakan kepada masyarakat, miskomunikasi antara pimpinan dan pegawai.

Anda mungkin juga menyukai