Disusun Oleh:
SANDRA HASBA
G2C1 19 018
Kendari
2020
I. ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI BADAN PELAYANAN
PERIJINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG
A. Pendahuluan
Dalam pendahuluan jurnal ini mencoba mengemukakan tentang Kualitas Pelayanan Publik.
Dimana kualitas pelayanan public yang baik menjadi isu kebijakan yang strategis karena
pelayanan public sangat berimplikasi luas khususnya dalam memperbaiki kepercayaan kepada
pemerintah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah variabel bukti fisik, daya tanggap,
keandalan, jaminan dan empati sebagai faktor penentu kualitas pelayanan publik dalam
pengurusan ijin usaha pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Badung dan
Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan publik terhadap Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Badung. Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan
dibidang perijinan usaha untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Badung, Jumlah sampel sebanyak 100 responden,pengambilannya secara
Proportionate Stratified Random Sampling, dari jumlah usaha mikro kecil sebanyak 60 dan jumlah
usaha menengah sebanyak 607 usaha. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan
dikumpulkan dengan penyebaran kuesioner. Teknik analisis yang digunakan analisis deskriftif dan
analisis faktor.
Suatu fenomena yang sekaligus menjadi masalah utama yaitu belum optimalnya kinerja
aparatur pemda dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yang ditunjukkan masih banyaknya
keluhan-keluhan yang disampaikan masyarakat atas pelayanan yang diberikan pemda selama ini.
Oleh karena itu perbaikan pelayanan publik mutlak diperlukan agar imageburuk masyarakat
kepada pemerintah dapat diperbaiki, karena dengan perbaikan kualitas pelayanan publik dapat
mempengaruhi kepuasan masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat
dibangun kembali (Enceng, 2008) .
B. Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Badung dengan ruang lingkup Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Badung. Alasan yang mendasari pemilihan lokasi ini adalah untuk
mengetahui tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan ijin usaha dengan terbentuknya Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu satu pintu.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini yaitu : data kuantitatif adalah data yang mempunyai satuan
hitung, yaitu : data yang berupa angka-angka persepsi responden tentang kualitas pelayanan
publikContoh : besaran biaya dalam pengurusan ijin usaha. Dan data kualitatif adalah data-data
yang berupa keterangan-keterangan yang tidak mempunyai satuan hitung, yang digunakan untuk
memberikan penjelasan yang mendukung penelitian. Contoh: data yang tidak berupa angka-angka,
melainkan berupa gambaran, keterangan atau kategori, yaitu persepsi kondisi pelayanan publik di
BPPT Kabupaten Badung.
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primeryang meliputi variabel bukti fisik, daya
tanggap, keandalan, jaminan dan empati, dan data sekunder diperoleh dari Badung Dalam Angka
serta dari kualitas pelayanan publik di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Badung.
Variabel Penelitian
Variabel dalam Penelitian ini meliputi Bukti fisik, Daya Tanggap Kehandalan, Jaminan , dan
Empati. Semua variabel tersebut merupakan variabel laten, yaitu variabel yang dibentuk oleh
variabel terukur atau indikator. Variabel laten ini disebut juga dengan istilah konstruk (construct)
yang artinya harus dibangun (dibentuk) dulu karena besarannya belum dapat diukur secara
langsung.
Untuk membentuk konstruk-konstruk tersebut dibutuhkan kuesioner yang biasanya banyak
berisi item-item yang dijadikan sebagai pertanyaan - pertanyaan. kumpulan dari beberapa item
pertanyaan inilah membentuk suatu konstruk.
1) Variabel eksogen (independent variabel)
Variabel eksogen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,2012). Yang termasuk
variabel eksogen dalam penelitian ini adalah : bukti fisik (X1), daya tanggap (X2),
keandalan (X3), jaminan (X4) dan empati (X5).
2) Variabel endogen (dependent variabel)
Variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel eksogen. Yang termasuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah
:kualitas pelayanan publik (Y).
Populasi, sampel dan metode penentuan sampel
Populasidalam penelitian ini dari masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan dibidang
perijinanusaha untuk usaha mikro kecil dan menengah di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Kabupaten Badung, jumlah populasinya sebesar 667 perusahaaan. Sampelnya ditentukan
berdasarkan pendekatan Slovin. Hasil perhitungan sampel menunjukkan nilai 87 yang berarti
sampel diambil sebanyak 87 orang responden. Karena jumlah sampel minimal, dalam penelitian
ini jumlah sampel yang diambil berjumlah 100 responden. Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah dengan Proportionate Stratified Random Sampling. Pada metode ini jumlah
sampel yang diambil proporsional dengan jumlah anggota populasi.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang
terdiri dari :
1) Observasi adalah melakukan pengamatan terhadap gejala atau fenomena yang ditelitiyaitu
data-data tentang pelayanan publik pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten
Badung.
2) Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan kepada responden agar memperoleh
informasi yang lebih terperinci atau alasan yang sebenarnya dari responden dalam
mengambil suatu keputusan yang terkait dengan data pendukung seperti kepuasan
masyarakat dalam pengurusan ijin usaha oleh responden pada Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Badung.
3) Kuesioner yaitu rangkaian pertanyaan untuk pengumpulan tanggapan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan publik pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten
Badung, sesuai dengan skala penilaian (sangat baik = 4, baik = 3, kurang baik = 2, dan
tidak baik = 1.
Responden diminta untuk memberikan tanggapan atas kinerja pelayanan publik pada BPPT
Kabupaten Badung melalui kuisioner yang berisi dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkait
dengan kualitas layanan yang diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan responden dalam hal
ini adalah pencari ijin usaha perdagangan kecil.
Teknik Analisis Data
Uji validitas instrumen
Untuk dapat menguji validitas instrumen penelitian, maka terlebih dahulu diambil sejumlah
sampel dan populasi penelitian untuk diuji cobakan dengan instrumen penelitian. Jumlah anggota
sampel yang digunakan adalah 100 orang. Setelah itu, data yang diperoleh ditabulasikan untuk
kemudian dilakukan pengujian validitas konstruksi menggunakan analisis faktor yaitu dengan
mengkorelasikan antara skor item instrumen dalam suatu faktor dan mengkorelasikan skor faktor
dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas, maka faktor
tersebut merupakan konstruk yang kuat. Sebaliknya, apabila salah satu dan nilai r bernilai negatif
dan lebih kecil dan 0,3, maka instrumen ataupun faktor tersebut harus dihilangkan atau diperbaiki.
Uji Reliabilitas instrumen
Menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach’s yang
diperoleh melalui pengujian menggunakan SPSS. Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui
unidimensionalitas setiap butir pertanyaan terhadap variabel laten yang diteliti (dalam hal ini yaitu
kelima dimensi kualitas pelayanan yaitu bukti fisik sebesar 0,737, daya tanggapsebesar 0,786,
keandalansebesar 0,793, jaminansebesar 0,817 dan empatisebesar 0,801). Berdasarkan analisis dari
kelima variabel didapat nilai Alpha Cronbach’s sudah lebih besar dari 0,6 maka data dinyatakan
reliabel.
Deskripsi Data Hasil Penelitian
Analisis deskripsi variabel bertujuan untuk membuat analisis terhadapjawaban tiap-tiap
instrumen dengan menggunakan skor rata-rata sehingga dapatdiketahui posisi kinerja tiap-tiap
instrumen yang membentuk dimensinya.
Analisis Faktor
Dalam penelitian ini analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasifaktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan publik pada pengurusan ijin usaha pada Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Badung.Analisis faktor yang digunakan adalah jenis Confirmatory
Factor Analysis karena kita ingin mengkonfirmasi validitas variabel yang membentuk faktor yang
sudah jelas kelompoknya sesuai dengan teori. Variabel tersebut adalah Bukti fisik, Daya tanggap,
Keandalan, Jaminan dan empati.
D. Kesimpulan
Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik diantaranya:
(1) Faktor individu yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Semakin professional dan memiliki komitmen untuk melayani dari petugas
sebuah instansi pelayanan akan menjadiknnya loyal dan disiplin terhadap tugas (tupoksi) yang
diberikan. Dengan kata lain semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia dalam suatu
instansi pemerintah tentu semakin besar kemungkinan instansi yang bersangkutan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas.
(2) Faktor sistem yang digunakan untuk menunjukkan pada mekanisme dan prosedur pelayanan
yang digunakan. Semakin sederhana dalam arti tata cara pelayanan tidak berbelit-belit,jelas
(transfarans) dalam arti mekanisme dan prosedur pelayanan pasti, simple (efisien) dalam arti
perpaduan Antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan, serta cepat dalam arti
cepat menanggapi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani.
Faktor sumber daya manusia dan sistem yang digunakan, dalam sebuah instansi sebagai salah
satu determinan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sehingga mempengaruhi
keinginan masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha yang berdampak langsung terhadap
kesejahteraan masyarakat itu sendiri, dalam pengurusan perijinan bagi pengusaha Mikro Kecil
dan Menengah secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Badung. Dengan bertambahnya pendapatan daerah maka pemerintah dapat membangun
infrastruktur yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang selanjutnya dapat menghasilkan
kesejahteraan.
II. ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PUBLIK TERHADAP
KEPUASAN MASYARAKAT
(Studi tentang Pelayanan Perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik
(e-KTP) di Kota Depok)
A. Pendahuluan
Sebagai pendahuluan dalan jornal ini menilai bahwa kualitas pelayanan public bukanlah
kegiatan yang sangat mudah khususnya pemberian pelayanan publik yang bersifat jasa maupun
administratif, namun terlepas dari persoalan tersebut masalah mengenai kualitas pelayanan publik
pada saat ini menjadi pusat perhatian di berbagai Negara demokratis khususnya Indonesia karena
pemberian pelayanan publik pada saat ini menjadi tolok ukur suatu Negara dikatakan gagal atau
baik, untuk mengukur kualitas pelayanan publik adakalanya peneliti memaparkan penjelasan
mengenai pengertian kualitas pelayanan dari berbagai pakar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan e-KTP terhadap
kepuasan masyarakat di Depok dan untuk menentukan subvariabel dari kualitas pelayanan yang
paling berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat. Sampel yang diambil adalah 100 orang dari
seluruh populasi ini 1.020.002 orang dengan rumus Slovin.
Menurut Brady dan Conin dijelaskan bahwa “Kualitas pelayanan merupakan perbandingan
antara kenyataan atas pelayanan yang diterima dengan harapan atas pelayanan yang ingin
diterima” (Afrial, 2009, h.88). Sedangkan ditambahkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
dalam (Samosir, 2005, h.28) “kualitas pelayanan adalah perbandingan yang diharapkan konsumen
dengan pelayanan yang diterimanya”. Dari pengertian dari berbagai pakar tersebut dapat dipahami
bahwa masyarakat dalam memberikan penilaian terhadap kualitas pelayanan berdasarkan
perbandingan pengalaman yang pernah dirasakan dengan apa yang diharapkan atas pelayanan
tersebut. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa di dalam suatu organisasi, konsep kualitas
pelayanan menjadi ukuran keberhasilan organisasi, keberhasilan organisasi yang dimakud baik itu
pada organisasi bisnis maupun juga pada organisasi yang bertugas untuk menyediakan pelayanan
publik.
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian penjelasan.
Menurut Singarimbun dalam Singarimbun dan Effendi (2006, h.5), “penelitian penjelasan
menyoroti hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa”. Populasi sasaran
di dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk menurut kontrak yang akan direkam tahun 2011
sebesar 1.020.002 Orang. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunaan rumus Slovin:
N
N= 2
N +(e) .
Populasi (N) adalah sebanyak 1.020.002 orang, tingkat kelonggaran ketelitian (e) sebesar
10% maka besarnya pengambilan sampel (n) adalah sebesar 100 orang. Penentuan sampel
dilakukkan dengan teknik Proportionate Stratified Random Sampling. Teknik ini digunakan jika
karakteristik setiap unsur populasi heterogen namun berstrata secara proporsional. Adapun cara
menentukan jumlah sampel adalah (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007, h.44):
x/y dikalikan n
x = target jumlah sampel
y = jumlah populasi
n = jumlah populasi setiap strata
Analisis Data
Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis variabel kualitas pelayanan (X) yang terdiri
dari bukti fisik (X1), reliabilitas (X2), daya tanggap (X3), Jaminan (X4), Empati (X5) berpengaruh
terhadap kepuasan masyarakat (Y). Adapun perumusan regresi linier berganda:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Keterangan:
Y = kepuasan masyarakat
a = konstanta
b1 b2 b3 b4 b5 = koefisien regresi
X1 = bukti fisik
X2 = reliabilitas
X3 = daya tanggap
X4 = jaminan
X5 = empati
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh subvariabel bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap,
jaminan, dan empati terhadap kepuasan masyarakat dilakukan baik secara simultan dan parsial
dengan dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% atau taraf signifikasi 5% (α = 0,05). pengujian
signifikansi secara simultan dilakukan dengan cara uji F dan secara parsial dengan cara uji T
D. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas Pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, jaminan, dan empati
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan masyarakat yang kualitas pelayanan
memberikan pengaruh secara berarti terhadap kepuasan masyarakat yang menerima pelayanan
perekaman e-KTP.
2. Secara parsial subvariabel bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, jaminan, dan empati
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan masyarakat.
3. Subvariabel reliabilitas yang meliputi menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan, dapat
diandalkan dalam menangani masalah pelayanan pelanggan, menyampaikan jasa secara benar
semenjak pertama kali, dan menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan,
merupakan subvariabel kualitas pelayanan yang dominan mempengaruhi kualitas masyarakat
yang mendapatkan pelayanan perekaman e-KTP di Kota Depok.
III. PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Bambang Sancoko
(Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Jan–Apr 2010, hlm.43-51)
(ISSN 0854-3844. Volume 17, Nomor 1)
(Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan, Kementerian Keuangan)
A. Pendahuluan
Pelayanan publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan
ekonomi dan politik. Pelayanan publik juga merupakan unsur paling penting dalam meningkatkan
kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun. Secara ideal, tujuan utama pemerintah
tersebut berada (Saragih, 2006). Untuk mengatasi masalah pelayanan publik yang buruk ini, maka
mendesak dilakukan reformasi birokrasi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
pemerintah pada masyarakat. Pemerintah telah menyiapkan delapan Undang-Undang untuk
mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi sebagai berikut. (1) UndangUndang tentang
Kementerian dan Kementerian Negara; (2) Undang-Undang tentang Pelayanan Publik; (3)
Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan; (4) Undang-Undang tentang Etika Penye-
lenggara Negara; (5) Undang-Undang tentang Kepegawaian Negara; (6) Undang-Undang tentang
Badan Layanan Umum/Nirlaba; (7) Undang-Undang tentang Pengawasan Nasional; (8) Undang-
Undang tentang Tata Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Peraturan perundangan tersebut
kemudian dikombinasikan dalam rangka reformasi birokrasi menjadi UU Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian dan Kementerian Negara. Saat ini, juga sudah diterbitkan grand design
reformasi birokrasi dalam bentuk Peraturan Menpan No.15/2008 tentang Pedoman Umum
Reformasi Birokrasi, yang merupakan cetak biru reformasi hingga tahun 2025
(www.menpan.go.id).
Kualitas pelayanan publik merupakan hasil inter-aksi dari tiga aspek, yaitu sistem pelayanan
yang di-bangun organisasi penyedia layanan, sumberdaya manusia pemberi pelayanan, strategi
pelayanan, serta pelanggan atau pengguna layanan (Albrecht dan Zemke, 1990) Ketiga aspek
tersebut saling terkait serta berinteraksi satu dengan yang lainnya dan direkatkan oleh suatu
budaya organisasi yang diarahkan kepada kebutuhan pelanggan.
Kaitannya dengan penelitian ini, sejumlah penelitian terdahulu mencatat adanya hubungan
yang sangat erat antara kompensasi dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh sumber daya
manusia pemberi pelayanan. Radjagukguk (2007) meneliti pengaruh antara program modernisasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Empat berupa (1) pemberian hadiah kepada
pegawai pajak, (2) kecepatan pelayanan, (3) sikap ramah dan sopan santun, (4) kemampuan dan
penguasaan peraturan, dan penampilan ruang pelayanan yang semakin baik dan rapi kualitas
pelayanan bagi wajib pajak setelah diterapkan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem
kompensasi mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan. Penelitian lainnya menyimpulkan
ada pengaruh sistem remunerasi dengan penggajian terhadap kualitas pelayanan (Zalbianis dan
Sanusi, 2006). Penelitian senada dilakukan Permana (2007) di tiga kota Yogyakarta, Depok, dan
Tangerang, yang menemukan bahwa salah satu penyebab yang mempengaruhi kualitas pelayanan
adalah faktor remunerasi yang diterima pegawai. Penelitian-penelitian ini membuktikan adanya
pengaruh kompensasi terhadap kualitas layanan publik.
Berkaitan dengan remunerasi atau kompensasi, Werther dan Davis (1996) mengatakan:
“Compensation is what employees receive in exchange for their contribution to the organization”.
(Kompensasi adalah apa yang diterima para pekerja sebagai balasan/ pertukaran dari kontribusi
yang diberikannya kepada organisasi). Pengertian yang sama disampaikan Handoko (1991) bahwa
kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja
mereka. Sedangkan Deluca (1993) menjelaskan: “The sum total of payments, direct and indirect
that an employee is given in exchange for service provided. There may be as many as five
elements, including: base pay, shortterm incentives, long-term incentives, benefits, and
perquisites.”
Mondy dan Noe (1993) mengatakan: “Compensation refers to every type of reward that
individuals receive in return for their labor”. Senada dengan Mondy dan Noe, Milkovich dan
Newman (2002) memberi definisi: “Compensation refers to all forms of financial returns and
tangible services and benefits employees receive as part an employemnet relationship”. Sementara
dimensi kompensasi menurut Mondy dan Noe (1993) terdiri dari financial dan non financial.
Dimensi financial merupakan reward yang diterima individu atas tenaga yang diberikan, terdiri
dari direct financial dan indirect financial. Dimensi non financial merupakan kepuasan yang
diterima dari job itu sendiri atau suasana yang mendukung.
Selain faktor kompensasi, kualitas pelayanan atau kinerja pegawai pelayanan dipengaruhi
juga oleh motivasi pegawai yang bersangkutan. Menurut McCloy, Campbell dan Cuedeck dalam
Milkovich dan Newman (2002) fakta membuktikan bahwa kinerja pegawai tergantung pada tiga
faktor utama yaitu skill, knowledge, dan motivation.
Faktor-faktor ini dirumuskan dalam persamaan:
Employee performance = f (S, K, M)
Dimana: S = Skill and ability to perform task
K = Knowledge of acts, rules, principles, and procedures
M = Motivation to perform
Organisasi memerlukan orang yang berkompeten (memiliki skill dan knoewledge) untuk
mendapatkan kontribusi terhadap kinerja. Tetapi orang yang berkompeten tersebut tidak akan
memberikan kontribusi apapun apabila tidak memiliki motivasi. Oleh karena itu, organisasi perlu
mencari cara untuk memotivasi pegawai sehingga bisa menggunakan skill dan knowledge untuk
membantu organisasi mencapai tujuannya. Berkaitan dengan motivasi, Milkovich dan Neuman
(2002) mendefinisikan sebagai kesediaan seseorang untuk melakukan beberapa sikap tertentu.
DeCenzo dan Robbins (1994) mendefinisikan, motivasi adalah sesuatu yang didorong oleh
kemampuan bertindak untuk memenuhi kebutuhan. Sementara Werther dan Davis (1996)
mengatakan, motivasi mengarahkan seseorang untuk mengambil tindakan yang disebabkan orang
tersebut ingin melakukannya. Sedangkan Mondy dan Noe (1993) memberi definisi yang lebih luas
yaitu motivasi sebagai kesediaan untuk mengusahakan terus menerus dalam mengejar tujuan
organisasi. Teori-teori yang menjelaskan tentang motivasi yang berhubungan dengan remunerasi
antara lain adalah Maslow’s Need Hierarchy Theory (Maslow, 2004); Herzberg’s Two Factor
Theory (Herzberg; Milkovich dan Newman, 2002); Expectacy Theory (Vroom; Armstrong dan
Murlis, 2001); Equity Theory (Adams; Milkovich dan Newman, 2002); Reinforcement Theory
(Milkovich dan Newman, 2002); Goal Setting Theory (Latham & Locke; Milkovich dan Newman,
2002); Agency Theory (Milkovich dan Newman, 2002). Meskipun ada pengecualian, secara umum
pemberian upah akan menghasilkan kinerja pegawai dan organisasi yang lebih baik (Cooke, tt;
Milkovich dan Neuman, 2002). Kaitannya remunerasi dan pelayanan, penelitian ini memfokuskan
pada kajian kualitas pelayanan di Departemen Keuangan. Sebagaimana birokrasi pada umumnya,
kualitas layanan di Departemen Keuangan juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Padahal
Departemen Keuangan dinilai sangat strategis karena merupakan lem-baga pemerintah pengelola
fiskal negara. Instansi ini memiliki kantor vertikal yang tersebar di seluruh Indonesia dan bersifat
holding type organization, dengan jumlah pegawai sekitar 60.000 orang. Pemerintah kemudian
menjadikan Departemen Keuangan sebagai salah satu pilot project program reformasi birokrasi.
Departemen ini mulai melakukan reformasi birokrasi, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan dan Nomor
31/KMK.01/2007 tentang Pembentukan Tim Reformasi Birokrasi Pusat Departemen Keuangan
Tahun Anggaran 2007. Program utama dalam reformasi birokrasi di Departemen Keuangan
meliputi empat poin, yaitu: (1) penataan organisasi dan kelembagaan, (2) perbaikan tata laksana,
(3) peningkatan sumber daya manusia, dan (4) pembenahan sistem pengawasan. Perbaikan sistem
remunerasi atau kesejahteraan adalah bagian dari manajemen SDM. Proses ini diawali sejak
rekrutmen, pembinaan karir, hingga pensiun. Karenanya, apabila program reformasi berokrasi ini
berhasil, maka akan dikembangkan dan diterapkan pola yang sama di departemen atau lembaga
pemerintah lain.
B. Metode Penelitian
jenis penelitian deskriptif (Creswell, 2002) dengan populasi seluruh pegawai KPPN Jakarta I,
termasuk pegawai kantor/satuan kerja instansi pemerintah dan bendahara/staf kantor/satuan kerja
instansi pemerintah yang dilayani oleh KPPN Jakarta I. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah kuesioner dengan menggunakan metode sampling insindental terhadap 148 resonden.
Remunerasi merupakan variabel independent (X) dan pelayanan merupakan variabel
dependent (Y). Dalam penelitian ini penulis juga menempatkan variabel antara yaitu motivasi.
Hipotesis penelitian adalah :
a. Hipotesis Kerja
“Pemberian remunerasi akan meningkatkan kinerja pegawai sehingga kualitas pelayanan yang
diberikan akan meningkat”.
b. Hipotesis Statistik:
Ho: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan atas pemberian remunerasi terhadap peningkatan
kualitas pelayanan publik di KPPN Jakarta I.
Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan atas pemberian remunerasi terhadap peningkatan
kualitas pelayanan publik di KPPN Jakarta I.
D. Kesimpulan
Dari rangkaian kegiatan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
pemberlakuan remunerasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan
pegawai KPPN Jakarta I yang dirasakan pelanggan. Penilaian kualitas pelayanan KPPN Jakarta I
yang paling besar peningkatannya dirasakan oleh pelanggan adalah dimensi tangibles yang
berhubungan dengan sarana dan prasarana. Dimensi ini merupakan dimensi atas faktor yang tam-
pak di mata pelanggan (fisik). Sementara dimensi reliability, responsiveness, assurance, dan
emphaty yang berhubungan dengan SDM lebih rendah peningkatannya dibanding dimensi
tangibles. Empat dimensi pelayanan yang terakhir pelaksanaannya tergantung pada faktor manusia.
Penilaian paling rendah dirasakan oleh pelanggan adalah peningkatan pelayanan pada dimensi
emphaty
IV. E-GOVERNMENT DAN PELAYANAN PUBLIK
(STUDI TENTANG ELEMEN SUKSES PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT
DI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN)
A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menawarkan solusi untuk
meningkatkan kinerja pelayanan publik yang lebih berbasis pada good governance. Kesiapan
sumber daya manusia, regulasi, anggaran dana, sarana dan prasarana adalah hal mutlak yang harus
disediakan dalam penyelenggaraan egovernment. Salah satu tujuan implementasi egovernment
adalah agar lembaga pemerintah mampu menyediakan pelayanan publik yang lebih baik. Dalam
kaitan ini dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk merintis dan memulai hal yang
baru dalam birokrasi. Pemanfaatan e-government bagi birokrasi diharapkan dapat menjadi
alternatif bagi reformasi birokrasi menuju pelayanan yang lebih baik.
Untuk mendukung keberhasilan implementasi e-government, maka pemerintah pada tahun
2003 telah mengeluarkan beberapa panduan, antara lain Panduan Pembangunan Infrastruktur
Portal Daerah, Pembangunan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah, Panduan
Penyusunan Rencana egovernment Lembaga, Pedoman Penyelenggaraan Diklat ICT dalam
menunjang e-government, Pedoman tentang Penyelenggaran Situs Web Pemerintah Daerah.
Kemudian dilengkapi dengan panduan yang dikeluarkan pada tahun 2004 meliputi: standar mutu
dan jangkauan pelayanan serta pengembangan aplikasi (eservices), kebijakan tentang
kelembagaan, otorisasi, informasi dan keikutsertaan swasta dalam kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan manajemen perubahan, panduan pelaksanaan proyek dan
penganggaran e-government, blueprint aplikasi e-government pusat dan daerah. Kemudian pada
tahun 2006, pemerintah membentuk Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional
(Detiknas) melalui Keppres No. 20 tahun 2006 yang salah satu tugasnya untuk mempercepat
pelaksanaan e-government. Wajah pelayanan publik saat ini sudah lebih baik.
Akhir-akhir ini upaya pengembangan e-government sedang giatgiatnya dilakukan kalangan
birokrasi publik. Kecenderungan birokrasi publik seperti kementerian, lembaga pemerintah non
kementerian, pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten menerapkan e-government dalam
sistem tata pemerintahan patut diperhatikan dan menarik untuk dikaji. Berkaitan dengan
diberlakukannya otonomi daerah, maka isu yang menarik adalah bagaimana tugas-tugas yang telah
diserahkan pusat ke daerah dapat berjalan dengan baik. Untuk melaksanakan tugas dengan baik
khususnya pada sektor pelayanan, e-government nampaknya bisa dijadikan alternatif.
Pembentukan Kantor Pengelolaan Data Elektronik (PDE) atau Kantor Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika menunjukkan komitmen Pemerintah Kabupaten Sleman untuk
mempercepat proses penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik. Meski demikian,
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di Kabupaten Sleman baru sebatas tahap awal
pengembangan e-government, yaitu tahap persiapan. Pada dasarnya ada empat tahap
pengembangan e-government, yakni: (1) Tahap persiapan; (2) Tahap penerapan; (3) Tahap
pematangan dan; (4) Tahap pemantapan. Dalam perkembangannya, sebagian besar tahap
pengembangan aplikasi egovernment yang ada pada saat ini masih berfokus pada penyediaan
website dan layanan informasi saja. Sehingga jika suatu pemerintah daerah telah memiliki website,
muncul anggapan telah menerapkan aplikasi e-government. Padahal konsep egovernment, tidak
saja menampilkan informasi pemerintah melalui layanan website saja, melainkan terjadinya
transformasi hubungan antara pemerintah dengan seluruh stakeholder yang semula menggunakan
media konvensional beralih menggunakan teknologi informasi. Selanjutnya terkait dengan tahap
persiapan e-government, di Kabupaten Sleman sifatnya baru satu arah saja yakni hanya
memberikan informasi kepada stakeholders dan belum mencapai hubungan yang interaktif antara
pemerintah sebagai pelayan dan masyarakat sebagai pihak yang dilayani. Bentuk layanan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman berupa situs web yang hanya menampilkan
informasi satu arah dari pemerintah kepada masyarakat atau bisnis. Dengan demikian, aplikasi
pelayanan berbasis e-government kepada masyarakat selama ini, masih terdapat banyak hal yang
perlu dipersiapkan. Pada titik inilah teknologi yang diciptakan untuk mempermudah dan
memperbaiki kualitas kehidupan manusia menunjukkan peranannya. Pada dasarnya mayoritas
bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakatnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan
pengumpulan, pengolahan dan penyediaan berbagai data, informasi, pengetahuan maupun
kebijakan beserta penyebarannya ke seluruh anggota masyarakat yang membutuhkan, maka
teknologi yang paling cocok untuk diterapkan adalah teknologi informasi. Berdasarkan data-data
di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana cara Pemerintah Kabupaten Sleman
dalam mengembangkan e-government dalam pelayanan publik serta endala apa saja yang ditemui
dalam mengembangkan pelayanan publik berbasis e-government di Kabupaten Sleman.
Perkembangan sistem informasi dan teknologi informasi yang sangat pesat pada saat ini, telah
dianggap juga sebagai sumber daya yang sangat penting bagi organisasi, baik organisasi
pemerintah maupun organisasi swasta saat ini (Hammer dan Champy, 1993). Sistem informasi dan
teknologi informasi, tidak hanya berperan sebagai suatu dukungan semata, namun juga telah
berperan sebagai key operational, high potential, peran strategis dan dapat dimanfaatkan untuk
mendukung efektivitas, efisiensi dan produktivitas dalam sebuah organisasi (Wheelan dan Hunger,
2004). E-government secara umum dapat didefinisikan sebagai penggunaan teknologi digital
untuk mentransformasikan kegiatan pemerintah, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas,
efisiensi dan penyampaian layanan (Forman, 2005).
Istilah e-government atau electronic government merujuk pada penggunaan teknologi
informasi oleh organisasi pemerintahan agar organisasi tersebut menjadi lebih efektif dan
transparan. Dengan e-government diharapkan pelayanan terhadap masyarakat dapat lebih baik,
efektivitas internal organisasi pemerintahan semakin meningkat dan akses masyarakat terhadap
informasi dalam lingkungan pemerintahan semakin mudah (Kase, 2010).
Pengertian lain disampaikan oleh Hartono (2010) e-government merupakan suatu proses
sistem pemerintahan dengan memanfaatkan ICT (Information, Communication and Technology)
sebagai alat untuk memberikan kemudahan proses komunikasi dan transaksi kepada warga
masyarakat, organisasi bisnis dan lembaga pemerintah serta stafnya. Sehingga dapat dicapai
efisiensi, efektivitas, transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada warganya. Dengan
konsep pengembangan menyangkut hubungan Government to Government (G2G), Government to
Business (G2B) dan Government to Citizens (G2C).
Sedangkan menurut Hole (2011) secara konseptual konsep dasar dari egovernment
sebenarnya adalah bagaimana memberikan pelayanan melalui elektronik (e-services), seperti
melalui internet, jaringan telepon seluler dan komputer serta multimedia. Melalui pengembangan
egovernment ini dilakukan pula penataan sistem manajemen informasi dan proses pelayanan
publik dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.
Untuk mengembangkan egovernment ada empat fase yang diusulkan oleh World Bank
(2002), yakni Presence (kehadiran), Interaction (interaksi), Transaction (transaksi) dan
Transformation (transformasi). Model yang sama dikemukakan oleh Gartner Research (Gupta,
2004), mengajukan model The Value Chain of E-Service, yang menetapkan empat tahap yang
secara khusus dikembangkan dalam konteks egovernance. Keempat fase pengembangan tersebut
jika dikontekskan untuk pengembangan situs web e-government di Indonesia, meliputi: (1)
Kehadiran, yaitu memunculkan situs web daerah di internet. Dalam tahap ini, informasi dasar yang
dibutuhkan masyarakat ditampilkan dalam situs web pemerintah; (2) Interaksi, yaitu web daerah
yang menyediakan fasilitas interaksi antara masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam tahap ini,
informasi yang ditampilkan lebih bervariasi seperti fasilitas download dan komunikasi email
dalam situs web pemerintah; (3) Transaksi, yaitu web pemerintah daerah yang selain memiliki
fasilitas interaksi juga dilengkapi fasilitas transaksi pelayanan publik dari pemerintah; (4)
Transformasi, yaitu dalam hal ini pelayanan pemerintah meningkat secara terintegrasi (Gupta,
2004).
Sementara, menurut hasil kajian dari Harvard JFK School of Government, untuk menerapkan
konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik, terdapat tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan
diperhatikan sungguh-sungguh. Masingmasing elemen sukses tersebut adalah support, capacity
dan value (Indrajit, 2002).
Pertama, support. Tanpa adanya unsur political will ini, mustahil berbagai inisiatif
pembangunan dan pengembangan e-government dapat berjalan mulus. Karena budaya birokrasi
cenderung bekerja berdasarkan model manajemen top down, maka jelas dukungan
implementasi program e-government yang efektif harus dimulai dari para pimpinan
pemerintahan yang berada pada level tertinggi.
Kedua, capacity. Maksud elemen kedua ini adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan
dari pemerintah setempat dalam mewujudkan impian e-government terkait dengan menjadi
kenyataan.
Ketiga, value. Elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat dari sisi
pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif e-government tidak akan
berguna jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya impelementasi konsep
tersebut dan dalam hal ini, yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan
adanya e-government bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan
mereka yang berkepentingan. Untuk itulah, maka pemerintah harus benar-benar teliti dalam
memilih prioritas jenis aplikasi egovernment apa saja yang harus didahulukan pembangunannya
agar benarbenar memberikan manfaat (value) yang secara signifikan dirasakan oleh
masyarakatnya. Salah dalam mengerti apa yang dibutuhkan masyarakat justru akan
mendatangkan bumerang bagi pemerintah yang akan mempersulit meneruskan usaha
mengembangkan konsep e-government. Perpaduan antara ketiga elemen terpenting di atas akan
membentuk sebuah pusat syaraf jaringan e-government yang akan merupakan kunci sukses
utama penjamin keberhasilan.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian ini
dilakukan pada obyek alamiah di mana kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada
obyek tersebut, tetapi dengan menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang
diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna (Sugiyono, 2012). Informan dalam penelitian ini adalah
web admin 28 orang di masing-masing OPD. Sumber data yang digunakan terdiri dari sumber data
primer berupa wawancara mendalam dan observasi lapangan serta sumber data sekunder catatan-
catatan yang diperoleh di lapangan. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik flow model analysis dari Miles and
Huberman (1992).
A. Pendahuluan
Penerapan Kebijakan E-government dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik di Kantor
Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. Penerapan kebijakan e-Government dalam peningkatan
mutu pelayanan publik di kantor kecamatan Sambutan kota Samarinda merupakan tindakan
pemerintah dalam pelaksanaan suatu peraturan dalam hal pemberian suatu pelayanan publik
melalui penggunaan media teknologi informasi secara elektronis untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang sesuai dengan hak-hak dasar setiap warganegara di samping itu juga mendukung
terwujudnya misi kecamatan Sambutan yakni Terwujudnya pelayanan prima serta membangun
partisipasi masyarakat yang mandiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan penerapan kebijakan e-government dalam peningkatan mutu pelayanan publik di
kantor kecamatan Sambutan, serta mengetahui dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi
Kecamatan Sambutan Kota Samarinda berdasarkan indikator pengembangan e-government yaitu,
Support, Capacity, dan Value.
Perkembangan teknologi informasi tersebut diterapkan dalam bentuk penyelenggaraan
pemerintahan agar publik dapat mengetahui dan mengawasi kinerja pemerintah dalam rangka
mewujudkan good governance. Salah satu bentuk dari penyelenggaran pemerintahan dengan
penggunaan suatu sistem manajemen yang berbasis teknologi, yang populer disebut dengan e-
government. e-Government merupakan bentuk penerapan pelayanan yang dapat meningkatkan
mutu pelayanan publik dengan berbasis teknologi dan komunikasi demi menjawab tuntutan dan
kebutuhan publik yang menginginkan proses pengolahan data yang cepat dan informasi yang tepat.
e-Government diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas
penyelenggaraan pemerintahan dengan maksud agar tumbuh peningkatan kepercayaan masyarakat
terhadap citra pelayanan pemerintah khususnya birokrasi.
e-Government mulai diperkenalkan dalam institusi publik menjelang akhir abad 20 persisnya
pada dekade akhir 1990-an. Teknologi informasi berkembang di Indonesia namun
pengimplementasiannya di instansi – instansi pemerintahan dimulai sejak dikeluarkannya
kebijakan pada tahun 2001 melalui Instruksi Presiden No. 6 tahun 2001 tentang Telematika
(Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus
menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses
demokrasi. Selanjutnya dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan e-government yang merupakan bukti nyata pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui e-government.
Keberadaan e-government telah sampai ke seluruh provinsi di Indonesia khususnya Provinsi
Kalimantan Timur. Provinsi Kalimantan Timur telah menerapkan Teknologi Informasi berupa
pemerintahan berbasis e-government sejak tahun 2001. Tahap awal dari pengembangan e-
government yang paling mendasar dilakukan adalah pengoperasian situs web (website).
Penyediaan informasi pemerintah kota Samarinda melalui internet masih belum ditunjang oleh
sistem manajemen yang efektif karena kurangnya dukungan terutama berupa persamaan persepsi
oleh setiap instansi di lingkungan pemerintah Kota Samarinda tentang pentingnya penerapan dan
pemanfaatan teknologi informasi, serta kurangnya kesiapan dan keterbatasan sumber daya manusia
dalam komputerisasi. Penerapan e-government dalam lini kecamatan selama ini penerapan baru
dilakukan di Kecamatan Sungai Kunjang dan Sambutan. Keduanya merupakan proyek
percontohan dari pelaksanaan e-government kecamatan di Kota Samarinda. Oleh karena itu perlu
adanya pengawasan keimigrasian terhadap warga Negara Asing yang masuk di wilayah Indonesia
terutama wilayah kerja kantor Imigrasi Kelas I Samarinda. Fenomena banyaknya warga Negara
Asing yang masuk ke Indonesia menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya
penyalahgunaan izin tinggal. Dari hasil observasi penulis menemukan bahwa pelaksanaan e-
government di kecamatan Sambutan dengan berpedoman terhadap instruksi presiden nomor 3
tahun 2003 masih pada tahap persiapan hal ini ditandai dengan adanya situs website yang telah
tersedia namun tidak dapat diakses, penyiapan sarana akses seperti koneksi wifi yang masih
terbatas, serta kurangnya sosialisasi situs informasi kepada masyarakat. Hasil observasi berikutnya
diketahui bahwa masih belum optimalnya pelaksanaan e-government kecamatan hal ini disebabkan
karna kurangnya fungsi kontrol dan pembinaan dari stakeholder terkait, kurangnya komitmen
pelaksana dalam menjalankan kebijakan, masih minimnya otoritas kecamatan oleh pusat dalam
pengelolaan data. Hal ini berakibat pada ketersediaan sumber daya alat dan properti IT yang masih
belum mencukupi. Dan lemahnya tingkat koneksi jaringan sebagai akibat terbatasnya anggaran
dana pelaksanaan egovernment serta masih adanya beberapa masalah dalam disposisi pelaksana
yang mempunyai implikasi pada ketersediaan sumber daya pendukung dalam pelaksanaan
kebijakan e-government.
B. Metode Penelitian
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif
yaitu memberikan gambaran dan penjelasan yang tepat mengenai masalah yang dihadapi. Arikunto
(2006) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status atau gejala yang ada, yaitu gejala
yang dikumpulkan di lapangan memuat apa adanya saat penelitian dilakukan.
Dengan berpedoman pada fokus penelitian, maka peneliti membatasi bagian-bagian variabel
untuk mengukur seberapa jauh penerapan e-government di Kantor Kecamatan Sambutan dalam
meningkatkan mutu pelayanan publik, maka penulis menggunakan tiga indikator dalam
pengembangan e-government yaitu:
1. Penerapan Kebijakan e-Government dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Publik di Kantor
Kecamatan Sambutan Kota Samarinda, yaitu: a) support, berkaitan dengan political will dari
pelaksana kebijakan. b) Capacity, berkaitan dengan sumber daya yang tersedia. c) Value,
berkaitan dengan seberapa besar manfaat kebijakan egovernment dalam pemberian pelayanan
kepada masyarakat.
2. Kendala-kendala yang menjadi penghambat dalam melaksanakan penerapan e-government.
Penulis menggunakan dua sumber data dalam penelitian skripsi ini, yaitu data primer dan data
sekunder. Data yang diperoleh melalui narasumber yang dipilih melalui teknik Purposive
Sampling Sugiyono (2014), yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu. Data primer
diperoleh melalui key informan dan informan. Kemudian data sekunder didapat dari dokumen dan
data kecamatan Sambutan, jurnal, buku ilmiah, dan internet.
Untuk memperoleh data yang relevan dan lengkap, penelitian ini menggunakan beberapa
teknik untuk mengumpulkan data dengan menggunakan beberapa teknik antara lain observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya
penulis menganalisis data-data tersebut. Seperti halnya pengumpulan data, dalam analisis data juga
diperlukan teknik. Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu analisis
data deskriptif kualitatif yang mencakup pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (verifikasi).
D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan berdasarkan
tujuan penelitian dan fokus penelitian yang ada menunjukkan bahwa Penerapan kebijakan e-
government dalam peningkatan mutu pelayanan publik di Kantor Kecamatan Sambutan Kota
Samarinda dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
a. Pada indikator support menunjukan bahwa kebijakan e-government telah jelas dan dipahami
oleh pegawai kantor Kecamatan Sambutan yang dapat dengan mudah dilaksanakan melalui
SOP yang ada. Adanya papan informasi, dan prosedur pelayanan yang telah diletakkan
ditempat yang strategis yaitu di depan pintu masuk ruang pelayanan agar mudah dibaca oleh
masyarakat. Namun pelaksanaan sosialisasi tentang adanya pelayanan berbasis online dan
website yang tersedia masih kurang diketahui oleh masyarakat luas.
b. Indikator Capacity atau Sumber daya di Kecamatan Sambutan dapat diketahui bahwa sumber
daya manusia di Kantor Kecamatan Sambutan telah mampu melaksanakan tugasnya dengan
baik, namun hal ini tidak diimbangi dengan sumber daya peralatan dan minimnya anggaran
yang tersedia yang membuat proses pelaksanaan e-government menjadi terhambat.
c. Serta adapun indikator value atau manfaat yang akan diperoleh masyarakat sebagai penerima
layanan dan petugas sebagai pelaksana dapat ditunjukan bahwa peranan fungsi website masih
sangat terbatas yang ditandai oleh kurangnya fungsi sarana penyebaran informasi, fungsi
sosialisasi kebijakan, dan penghubung interaksi antara pemerintah kecamatan dengan
masyarakat yang menyebabkan keterbukaan informasi pelayanan sebagian besar masih bersifat
offline, Namun nilai manfaat yang didapat dengan adanya pengelolaan informasi yang
terhubung secara online atau e-government yakni, hemat biaya, waktu, dan tenaga sehingga
dapat meningkatkan mutu produk pelayanan Kecamatan Sambutan.
d. Di dalam proses pelaksanaan kebijakan e-government di Kecamatan Sambutan terdapat
kendala-kendala yang dihadapi yaitu, terbatasnya sumber daya yang dimiliki, kurangnya
sosialisasi kebijakan kepada masyarakat, miskomunikasi antara pimpinan dan pegawai.