Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES I


MODUL 6: KONDUKSI

Dosen :

Oleh :
KELOMPOK 9JA

LABORATORIUM PROSES OPERASI TEKNIK


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
berkat dan rahmat-Nya, kami kelompok 9JA mampu menyelesaikan laporan praktikum ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan Laporan Praktikum “Modul 6:
Konduksi” ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Unit Operasi Proses 1 (UOP
1).
Pada kesempatan ini, kami kelompok 9JA selaku tim penyususn laporan ini mengucapkan
terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung
selama penyususnan makalah ini, kepada orang tua, saudara, teman-teman, dan terutama kepada
Bapak Dr. Ir. Sukirno M.Eng. dan Riezqa Andika S.T., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing untuk
mata kuliah Praktikum Unit Operasi Proses 1 (UOP 1) dan Bregas Pambudy selaku Asisten
Laboratorium untuk Modul 6: Konduksi yang telah membimbing tim penulis, serta semua orang
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penyusunan laporan praktikum ini sudah diusahakan sebaik dan sesempurna mungkin.
Apabila masih terdapat kekurangan, tim penulis mengundang pembaca untuk memberikan kritik
dan saran demi perbaikan karya penulis di masa mendatang.
Demikian makalah ini disusun dengan harapan, semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi para pembaca.

Depok, 23 Oktober 2020

Kelompok 9JA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 1


Daftar Isi 2
Daftar Gambar 4
Daftar Tabel 5
Bab I Pendahuluan 5
1.1. Latar Belakang 5
1.2. Tujuan Percobaan 6
Bab 2 Literature Review / Landasan Teori 7
2.1. Penegertian Konduksi 7
2.2. Hukum Fuorier 8
2.3. Konduktivitas Thermal 8
2.4. Tahanan Kontak Thermal 9
2.5. Kondisi Keadaan Tunak 10
2.1. Kondisi Keadaan Tak Tunak 12
2.2. Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh 13
Bab 3 Data Percobaan dan Pengolahan Data 15
3.1. Data Percobaan 15
3.2. Pengolahan Data Unit 2 16
3.2. Pengolahan Data Unit 3 22
Bab 4 Analisis 25
4.1. Analisis Alat dan Bahan 25
4.2. Analisis Percobaan 26
4.3. Analisis Perhitungan dan Grafik 27
4.4. Analisis Kesalahan 29
Bab 5 Penutup 30
5.1. Kesimpulan 30
5.2. Saran 31
Daftar Pustaka 32

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1 Ilustrasi Perpindahan Panas Secara Konduksi 7

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 2


Gambar 2.4.1 proses konduksi melalui permukaan 9
Gambar 2.6.1 ilustrasi perpindahan panas pada plat 12
Gambar 2.7.1 ilustrasi gradien suhu pada plat dan resistansi panasnya 13
Gambar 2.7.2 ilustrasi alat penukar panas sederhana dan resistansi panasnnya 13
Gambar 3.2.1 Grafik Hubungan T ( C) vs L (Jarak Node) 19
Gambar 3.2.2 Grafik Hubungan Tavg ( C) vs k 21
Gambar 3.3.1 Grafik konduktivitas tembaga terhadap suhu node 24

DAFTAR TABEL

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 3


Tabel 2.4.2 tabel nilai konduktansi interfasial 10
Tabel 2.6.1 persamaan sistem perpindahan panas tak tunak untuk benda 3D 13

Tabel 3.1.1 Tabel Hasil Percobaan Konduksi Unit 215

Tabel 3.1.2 Tabel Hasil Percobaan Konduksi Unit 315

Tabel 3.2.1 Konversi Satuan Data Percobaan Unit 216

Tabel 3.2.2 Menghitung Nilai Konduktivitas 17

Tabel 3.2.3 Menghitung Nilai k Rata-rata untuk Tiap Bahan 17

Tabel 3.2.4 Menghitung Persentase Kesalahan Relatif Nilai K 18

Tabel 3.2.5 Profil 𝑻𝒂𝒗𝒈 dan 𝑻𝒂𝒗𝒈 𝒂𝒊𝒓 terhadap 𝑳 18

Tabel 3.2.6 Menghitung Nilai Koefisien Kontak (hc) pada Unit 2 20

Tabel 3.2.7 Menghitung Nilai dari Qair, Qbahan, dan Qloss20

Tabel 3.3.1 Konversi suhu menjadi dalam satuan ˚C 22

Tabel 3.3.2 menenntukan nilai Q 22

Tabel 3.3.3 Penentuan penurunan jari-jari, hesar jari-jari, dan area permukaan logam 23

Tabel 3.3.4 Menghitung k tembaga 24

BAB I

PENDAHULUAN
KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 4
1.1 Latar Belakang
Perpindahan kalor secara konduksi melibatkan transfer energi dengan difusi
mikrosopik dan tumbukan partikel dalam suatu material tanpa gerak materi secara keseluruhan.
Tumbukan dan difusi mikroskopik terjadi pada molekul, elektron, atom, dan foton yang
mentransfer energi kinetik dan potensial mikroskopik sebagai energi internal. Tingkat
perpindahan panas tergantung pada gradien suhu dan konduktivitas termal material. Konduksi
hanya dapat terjadi dalam suatu benda atau materi, atau antara dua objek yang berada dalam
kontak langsung atau tidak langsung dengan satu sama lain. Konduksi terjadi di semua bentuk
materi ditimbang, seperti padat, cair, gas dan plasma, namun perpindahan kalor dengan cara
konduksi pada umumnya terjadi pada zat padat. Suatu zat yang dapat menghantarkan kalor
disebut konduktor, seperti berbagai jenis logam. Konduktor logam yang baik contohnya adalah
(dalam urutan menurun) perak, tembaga, emas, aluminium, berilium, dan tungsten. Sedangkan
zat penghantar kalor yang buruk disebut isolator, pada umumnya benda-benda non logam
seperti kayu, plastik, udara, kertas, dan lainlain.
Pada skala mikroskopik, konduksi panas muncul sebagai "rasa panas", atom yang
bergetar atau berpindah sedemikian cepat berinteraksi dengan atom dan molekul sekelilingnya
sehingga memindahkan sejumlah energi mereka ke partikel di sekelilingnya. Dengan kata lain,
panas dipindahkan dengan konduksi ketika atom yang saling berdampingan menggetarkan satu
sama lain, atau ketika elektron berpindah dari satu atom ke atom lain. Konduksi adalah bentuk
perpindahan panas paling umum pada benda padat pada kontak termal. Fluida-terutama
gaskurang konduktif. Konduktansi kontak termal adalah studi konduksi panas antara benda
padat yang saling bersentuhan.
Proses perpindahan konduksi berlangsung dalam dua kondisi, yaitu kondisi tunak dan
kondisi tak tunak. Perbedaan dasarnya adalah pada konduksi tunak tidak terjadi perubahan
energi internal terhadap waktu, sedangkan tak tunak berubah terhadap waktu. Pada konduksi
tak tunak terjadi aliran kalor yang tidak langsung setimbang secara termal.
Untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dalam ruang lingkup perpindahan
panas yang terjadi pada setiap elemen kecil pada suatu sistem yang akan dianalisa,
dilakukanlah praktikum mengenai perpindahan panas. Pada praktikum ini, praktikan akan
mensimulasikan proses perpindahan panas secara konduksi. Pada peristiwa konduksi, koefisien
perpindahan panas dan koefisien kontak merupakan faktor yang penting, yang dalam percobaan
ini akan ditentukan besarnya untuk dua unit yang digunakan dalam percobaan.
Dengan dilakukannya praktikum ini, tentu saja akan membantu mahasiswa untuk lebih
memahami penerapan teori perpindahan kalor yang telah dipelajari sebelumnya.

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 5


1.2 Tujuan Percobaan
Berikut tujuan dari pelaksanaan percobaan ini.
(1) Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k, dengan
menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi tunak dan tak tunak.
(2) Menghitung koefisien kontak

BAB II
LITERATURE REVIEW / LANDASAN TEORI

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 6


2.1 Pengertian Konduksi
Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, akan terjadi perpindahan energi berupa
kalor dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Salah satu cara
perpindahan energi ini melalui mekanisme yang disebut konduksi atau hantaran. Konduksi
dapat diartikan sebagai transmisi energi (panas) dari satu bagian padatan yang bersuhu tinggi
ke bagian padatan lain yang kontak dengannya dan memiliki suhu lebih rendah.
Pada dasarnya konduksi adalah perpindahan panas tanpa disertai perpindahan bagian-
bagian zat perantaranya, dimana energi panasnya dipindahkan dari satu molekul ke molekul
lain dari benda tersebut. Perpindahan kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan
saja tetapi bisa juga terjadi pada cairan ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar pada
padatan.

Gambar 2.1.1 Ilustrasi Perpindahan Panas Secara Konduksi

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan
pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat
meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Konduksi terjadi
melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Pada zat padat, energi kalor tersebut dipindahkan
hanya akibat adanya vibrasi dari atom-atom zat padat yang saling berdekatan. Hal ini
disebabkan karena zat padat merupakan zat dengan gaya intermolekular yang sangat kuat,
sehingga atom-atomnya tidak dapat bebas bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor hanya
dapt terjadi melalui proses vibrasi. Sedangkan proses konduksi pada fluida disebabkan karena

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 7


pengaruh secara langsung karena atom-atomnya dapat lebih bebas bergerak dibandingkan
dengan zat padat.

2.2 Hukum Fourier


Hukum Fourier adalah hukum empiris yang menghubungkan laju konduksi dengan
gradien temperatur pada daerah perpindahan panas. Dimana, hubungan tersebut adalah, laju
konduksi berbanding lurus dengan besar gradien temperatur pada daerah perpindahan panas.

Berikut adalah persamaan hukum Fourier


dT
q x =−k
dx
W
Dimana q x adalah fluks kalor ( ¿ pada area perpindahan kalor, k adalah konduktivitas termal
m2
material (W/mK), dan dT/dx adalah gradien temperatur (K/m) pada area perpindahan kalor.

Atau persamaan hukum Fourier adalah sebagai berikut


dT
Q̇ x =−kA
dx
Dimana Q̇ x adalah laju perpindahan kalor melalui konduksi (W) dan A adalah area perpindahan
kalor (m 2 ¿ . Nilai fluks kalor bertanda negatif menandakan bahwa kalor mengalir dari suhu
yang tinggi ke suhu yang rendah.

2.3 Konduktivitas Thermal


Konduktivitas termal adalah sebuah property fisik material, yang bergantung pada
gradien temperatur. Semakin besar nilai k, biasanya materialnya bersifat menghantarkan panas
lebih baik. Misalnya, logam memiliki nilai k yang lebih besar daripada nonlogam. Pada rentang
suhu tertentu, nilai k konstan.

Persamaan k berdasarkan persamaan umum konduksi adalah


ΔQ x
k=
A Δt ΔT
Dimana ∆t adalah perubahan waktu (s), ∆Q adalah perubahan kalor (J), x adalah tebal material
(m), A adalah luas (m2 ¿ ,dan ∆T adalah perubahan suhu (K).

Bila k dianggap sebagai fungsi dari suhu maka persamaannya adalah sebagai berikut

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 8


k =k o (1+ βT )
Dimana β adalah konstanta empiris.

2.4 Tahanan Kontak Thermal


Suatu daerah di mana analogi resistansi elektrik yang terabaikan tiba-tiba menjadi
begitu berpengaruh adalah pada interfasa dari dua media penghantar. Tidak ada dua permukaan
padatan yang selamanya memberikan kontak termal sempurna ketika keduanya disambungkan.
Adanya faktor kekasaran permukaan, menyebabkan terbentuknya celah udara yang sempit
seperti yang terlihat pada gambar 2.2(a). Konduksi melalui kontak bagian padatan ke padatan
sangat efektif, tetapi konduksi yang melalui celah udara yang memiliki nilai konduktivitas
termal yang kecil sangat tidak menguntungkan, ditambah lagi dengan kemungkinan terjadinya
radiasi termal pada celah tersebut.
Konduktansi interfasial, h c, ditempatkan pada permukaan kontak secara seri dengan
material penghantar pada sisi-sisinya. Koefisien h c ini analog dengan koefisien perpindahan
kalor. Jika ΔT adalah perubahan suhu yang terjadi pada daerah interfasa, maka Q= A . h c . ∆ T di
mana pada tahanan kontak Q=∆ T /Rt , dan Rt =1/( A . hc ).

Gambar 2.4.1 a) Transfer kalor melalui permukaan kontak antara 2 permukaan padatan, (b)
Konduksi melalui 2 unit daerah dengan tahanan kontak

Pada gambar 2.4(b), dengan menerapkan neraca energi pada kedua bahan (bahan pertama A,
bahan kedua B) diperoleh

T 1−T 2 A T 2 A−T 2 B T −T 3
q=k A A = =k B A 2 B
∆ XA 1/h c A ∆ XB

T 1−T 3
q=
∆ XA
+1/hc A +∆ X B /k B A
kA A

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 9


dengan memberi tanda Ac untuk bidang kontak termal dan Av untuk celah, serta memberi Lg
untuk tebal celah dan kf untuk konduktivitas termal fluida yang mengisi celah. Luas
penampang total batangan adalah A, maka dapat ditulis

T 2 A −T 2 B T −T 2 B T 2 A −T 2 B
q= +k f A v 2 A =
Lg Lg Lg 1/ hc A
+
2 k A Ac 2 kB Ac

1 A c 2k A k B A v
h c= ( + k)
L g Ak A +k B A f

Tabel 2 berikut menampilkan sejumlah nilai hc untuk beberapa bahan.

Gambar 2.4.2 tabel nilai konduktansi interfasial

Meskipun belum ada teori yang dapat meramalkan konsep tahanan kontak ini secara lengkap,
beberapa hipotesis dapat diambil:

- Tahanan kontak meningkat jika tekanan gas sekitar diturunkan hingga di bawah nilai terbesar
mean free path karena konduktivitas termal efektif akan menurun pada keadaan ini.
- Tahanan kontak menurun jika tekanan sambungan ditingkatkan karena akan memperluas
deformasi kontak.

2.5 Kondisi Keadaan Tunak


Pada konduksi tunak, terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu
rendah, dimana suhu tidak berubah terhadap fungsi waktu. Berdasarkan arah pergerakan laju
perpindahan kalor, konduksi tunak dibagi atas konduksi tunak dimensi satu dan konduksi tunak
dimensi rangkap.

Konduksi Tunak Satu Dimensi

 Sistem Tanpa Sumber Kalor


Pada aliran kalor satu dimensi dalam keadaan tunak, dimana tidak terdapat pembangkitan
kalor, persamaan umum yang berlaku adalah

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 10


d2T
=0
dx2
Dalam koordinat silindris persamaan ini menjadi
d 2 T 1 dT
+ =0
dr 2 r dr

Dengan mengaplikasikan persamaan Fourier, pada dinding datar berlaku persamaan

Jika dalam sistem teradapat lebih dari satu macam bahan (komposit), aliran kalor dapat
ditulis

Untuk geometri lainnya, penurunan persamaannya dapat dilihat pada tabel 1 di bagian
lampiran.

 Sistem dengan Sumber Kalor


Pada beberapa proses perpindahan kalor, misalnya pada reaktor nuklir, konduktor listrik,
maupun sistem reaksi kimia, terdapat situasi di mana kalor dibangkitkan dari dalam. Untuk
sistem tunak yang disertai adanya kalor yang dibangkitkan, maka digunakan persamaan
umum,
d2T q
+ =0
dx2 k
Pada dinding datar dengan sumber kalor berlaku persamaan
qL2
T 0= +T w
2k
Untuk geometri lainnya, persamaan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1 lampiran.

Konduksi Tunak Dua Dimensi


Perpindahan kalor konduksi keadaan tunak dua dimensi, kalor mengalir dalam arah kordinat
ruang x dan y yang tidak saling bergantungan satu sama lain. Untuk keadaan tunak berlaku
persamaan Laplace
∂2 T ∂2 T
+ =0
∂ x2 ∂ y2

Dengan menganggap konduktivitas termal tetap. Persamaan ini dapat diselesaikan dengan
metode analitik, numerik atau grafik. Penyelesaian persamaan di atas akan memberikan suhu
dalam benda dua dimensi sebagai fungsi dari dua kordinat ruang x dan y. aliran kalor pada arah
x dan y dapat dihitung dari persamaan Fourier:

∂T
q x =−k A x
∂x

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 11


∂T
q y =−k A y
∂y
Besaran-besaran aliran kalor tersebut masing-masing mempunyai arah x atau y. aliran kalor
total pada setiap titik dalam bahan itu adalah resultan dari qx dan qy di titik itu. Jadi, vektor
aliran kalor total mempunyai arah sedemikian rupa sehingga tegak lurus terhadap garis-garis
suhu tetap.

2.6 Kondisi Keadaan Tak Tunak

Gambar 2.6.1 ilustrasi perpindahan panas pada plat (Sumber : Heat Transfer Practical Approach)

Jika pada kondisi tunak tidak terjadi akumulasi panas sehingga perpindahan panas
pada setiap titik tidak berubah-ubah seiring waktu, pada kondisi tak tunak, terjadi akumulasi
sehingga perpindahan panas pada setiap titik akan berubah seiring waktu.
Jika terdapat plat dengan ketebalan Δx dan densitas ρ, kapasitas kalor spesifik C, dan
area yang tegak lurus dengan arah perpindahan panas A. neraca energi pada sistem ini (dalam
interval waktu Δt) dapa diekspresikan sebagai berikut
∆ Eelement
Q̇ x −Q̇ x+ ∆ x + Ġ element =
∆t

Perubahan energi elemen dan laju generasi panas dalam elemen dapat diekpspresikan
sebagai berikut
∆ E element =Et +∆ t −Et =mC ( T t+ ∆ t−T t ) =ρCA ∆ x ( T t +∆ t −T t )
Ġ element = ġ V element = ġ A ∆ x

Dengan mensubtitusikan kedua persamaan di atas ke neraca energi keseluruhan, maka didapat :
ρCA ∆ x ( T t +∆ t −T t )
Q̇ x −Q̇ x+ ∆ x + ġ A ∆ x=
∆t

Membagi persamaan tersebut dengan AΔx, didapat :


−1 Q̇ x −Q̇ x+∆ x ∆ x ( T t+ ∆ t −T t )
+ ġ=ρC
A Δx ∆t

Dengan limit Δx→0 dan Δt→0, didapat :


1 ∂ ∂T ∂T
A ∂x
kA( ∂x )
+ ġ=ρC
∂t

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 12


karena luas permukaan A bernilai konstan, maka :
∂ ∂T ∂T
( )
k
∂x ∂ x
+ ġ=ρC
∂t
( variable conductivity )

Umumnya, nilai konduktivitas termal dapat dianggap konstan pada nilai tertentu, maka :
∂2 T ∂T
2
+ ġ=ρC (constant conductivity )
∂x ∂t

Pada sistem tak tunak, tidak ada panas yang dihasilkan ( ġ=0, dan α = k/ρC, maka :
∂2 T 1 ∂ T
=
∂ x 2 α ∂t

Tabel 2.6.1 persamaan sistem perpindahan panas tak tunak untuk benda 3D (Sumber : Heat Transfer Application
for The Practicing Engineer)

2.7 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Gambar 2.7.1 ilustrasi gradien suhu pada plat dan resistansi panasnya (Sumber : Heat Transfer Practical
Approach)

Pada gambar, plane wall terekspos dengan fluida panas pada sisi kiri dan fluida dingin pada sisi
kanan. Perpindahan panas yang terjadi dapat diekspresikan oleh persamaan berikut
kA
q=h1 A ( T A −T 1 )= ( T −T 2 )=h2 A(T 2−T B )
∆x 1

Proses perpindahan panas dapat direpresentasikan oleh rangkaian resistansi dan perpindahan
panas keseluruhan dihitung sebagai rasio dari perubahan suhu keseluruhan terhadap jumlah
resistansi termal, yang dapat diekspresikan oleh persamaan berikut

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 13


T A −T B
q=
1 ∆x 1
+ +
h 1 A kA h2 A

Gambar 2.7.2 ilustrasi alat penukar panas sederhana dan resistansi panasnnya (Sumber : Heat Transfer Practical
Approach)

1/hA digunakan untuk merepresentasikan resistansi konveksi. Perpindahan panas keseluruhan


(kombinasi konduksi dan konveksi) sering kali direpresentasikan oleh koefisien perpindahan
panas U, dengan hubungan sebagai berikut
q=UA ∆ T overall
1 1
U= =
1 ∆ x 1 Rvalue
+ +
h1 k h2

untuk sebuah silinder berongga yang terekspos pada lingkungan konveksi pada permukaan
dalam dan luarnya, analogi resistansi elektrik juga akan muncul. Perhatikan bahwa konveksi
tidak sama pada kedua fluida. dalam kasus ini, luas permukaan bergantung pada diameter
dalam dan luar tabung. Besar perpindahan panas dapat diekpresikan dalam persamaan berikut
T A −T B
q=
r
1
+
( )
ln o
ri
+
1
h i Ai 2 πkL ho A o

koefisien perpindahan panasnya diekspresikan dalam persamaan :


1
U i=
r
1
+
( )
Ai ln o
ri
+ i
A
hi 2 πkL ho Ao
1
Uo=
r
Ao
+
( )
Ao ln o
ri
+
1
hi A i 2 πkL ho

Secara umum, untuk plat ataupun silinder, perpindahan panas dapat diekpresikan ke dalam
persamaan berikut
1
UA=
∑ Rth

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 14


KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 15
BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1Data Percobaan
3.1.1 UNIT 2
Tabel 3.1.1 Tabel Hasil Percobaan Konduksi Unit 2
Laju Alir (ml/s)
PERCOBAAN 1 6,8
PERCOBAAN 2 4,4

Percobaan 1 Percobaan 2
Node
T1 air (˚C) T1 Logam (mV) T2 air (˚C) T2 Logam (mV)
1 32,9 2,3 30,2 2,2
2 33,3 1,5 30,2 1,69
3 33,9 0,85 30,3 1,21
4 33,6 0,75 30,4 1,01
5 33,7 0,65 30,5 0,9
6 33,6 0,5 30,5 0,77
7 33,9 0,44 30,6 0,61
8 33,6 0,4 30,6 0,51
9 33,7 0,38 30,8 0,46
10 34,1 0,3 30,9 0,3

3.1.2 UNIT 3
Tabel 3.1.2 Tabel Hasil Percobaan Konduksi Unit 3
Laju Alir (ml/s)
PERCOBAAN 1 6
PERCOBAAN 2 5,8

Percobaan 1 Percobaan 2
Node
T1 air (˚C) T1 Logam (mV) T2 air (˚C) T2 Logam (mV)
1 29,1 3,71 30 3,54
2 29,1 3,21 30 3,11
3 29,3 2,97 30 2,7
4 29,3 2,37 30 2,32
5 29,4 2,03 30 2,01
6 29,3 1,77 30 1,71
7 29,6 1,5 30 1,5
8 29,7 1,26 30 1,28
9 29,8 1,08 30 1,1
10 29,8 0,9 30 0,92

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 16


3.2Pengolahan Data Unit 2
Berikut merupakan pengolahan data berdasarkan data-data yang diperoleh dari unit 2.
1. Mengubah T1 dan T2 yang satuannya mV menjadi satuan ºC, dengan menggunakan
persamaan:
T (¿0 C)=[ 24,82 ×T ( mV ) ] +29,74 ¿
Selain itu, juga dihitung Tavg logam dan Tavg air untuk setiap node, sehingga diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 3.2.1 Konversi Satuan Data Percobaan Unit 2
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 1 Percobaan 2 T avg
Node
T1 air (˚C) T1 Logam (mV) T2 air (˚C) T2 Logam (mV) T1 air (˚C) T1 Logam (˚C) T2 air (˚C) T2 Logam (˚C) T air (˚C) T Logam (˚C)
1 32,9 2,3 30,2 2,2 32,9 86,8 30,2 84,3 31,6 85,6
2 33,3 1,5 30,2 1,69 33,3 67,0 30,2 71,7 31,8 69,3
3 33,9 0,85 30,3 1,21 33,9 50,8 30,3 59,8 32,1 55,3
4 33,6 0,75 30,4 1,01 33,6 48,4 30,4 54,8 32,0 51,6
5 33,7 0,65 30,5 0,9 33,7 45,9 30,5 52,1 32,1 49,0
6 33,6 0,5 30,5 0,77 33,6 42,2 30,5 48,9 32,1 45,5
7 33,9 0,44 30,6 0,61 33,9 40,7 30,6 44,9 32,3 42,8
8 33,6 0,4 30,6 0,51 33,6 39,7 30,6 42,4 32,1 41,0
9 33,7 0,38 30,8 0,46 33,7 39,2 30,8 41,2 32,3 40,2
10 34,1 0,3 30,9 0,3 34,1 37,2 30,9 37,2 32,5 37,2

2. Menghitung laju alir massa


Laju alir massa diperoleh dengan menghitung debit selama 10 detik dalam 2 kali
percobaan:
Laju Alir (ml/s)
PERCOBAAN 1 6,8
PERCOBAAN 2 4,4

Rata-rata laju alir (debit) dalam waktu 10 detik yaitu Q = 5,6 ml/s = 5,6 x 10-6 m3/s
Lalu, menghitung laju alir massa ṁ dengan menggunakan ρ = 1000 kg/m3
−6 m3 kg
ṁ=Q . ρ=(5,6 ×10 )(1000 3 )
s m
kg
ṁ=0,0056
s

3. Menghitung nilai konduktivitas (k)


Nilai k untuk masing-masing bahan penyusun node dengan menggunakan azas Black
yaitu kalor yang diterima sama dengan kalor yang dilepaskan, secara matematis
ditunjukkan oleh persamaan berikut:
Qlepas =Q terima
k . A . d T avg
= ṁ. Cp air . ∆ T air
dx
(T ¿ ¿ ¿ air−T out air ).d x
k =ṁ. Cp air . ¿
A . d T avg

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 17


Dengan:
𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟 = konstanta perpindahan panas (4200 J/(kg.ºC))
𝑇𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟−𝑇𝑜𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 = perbedaan temperatur air di tiap node
𝐴 = luas permukaan logam (7.9 x 10-4 m2)
𝑑𝑇𝑎𝑣𝑔 = beda suhu logam pada tiap node
𝑑𝑥 = jarak antar node

Berdasarkan data dan perhitungan:


𝑇𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 28˚𝐶
Cp = 4200 J/kg,
Diameter = 3.18 cm
Luas permukaan (A) unit 2 = 0.000794 𝑚2

Tabel 3.2.2 Menghitung Nilai Konduktivitas


Node dx T air in (˚C) T air out (˚C) dTavg (˚C) K (W/m C)
1--2 0,025 28 31,7 77,5 34,8973
3--4 0,045 28 32,1 53,4 101,0166
4--5 0,045 28 32,1 50,3 107,3746
5--6 0,045 28 32,1 47,2 114,9912
7--8 0,027 28 32,2 41,9 79,6901
8--9 0,045 28 32,2 40,6 137,0797
9--10 0,045 28 32,4 38,7 150,7908

*Note: Tair out didapatkan melalui perhirungan rata-rata data temperatur air di tiap
rentang node.

Nilai k untuk masing-masing node dapat dihitung dengan menggunakan cara berikut:
a. kavg baja = k node 1-2
b. kavg alumunium = (k node 3-4 + k node 4-5 + k node 5-6)/3
c. kavg magnesium = (k node 7-8 + k node 8-9 + k node 9-10)/3

Maka nilai k rata-rata untuk tiap bahan adalah:


Tabel 3.2.3 Menghitung Nilai k Rata-rata untuk Tiap Bahan
Node Bahan K (W/m C) Kavg (W/m C)
1--2 Baja 34,8973 34,8973
3--4 101,0166
4--5 Alumunium 107,3746 107,7941
5--6 114,9912
7--8 79,6901
8--9 Magnesium 137,0797 122,5202
9--10 150,7908

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 18


4. Menghitung persentase kesalahan relatif (% KR)
Dengan nilai k yang didapatkan diatas, kita dapat mencari nilai rata-rata k untuk tiap
jenis bahan pada node untuk dibandingkan dengan nilai k literaturnya.

Nilai kesalahan relative dapat dicari dengan menggunakan persamaan:


|k percobaan−k literatur|
%KR= × 100 %
k literatur
Nilai kesalahan literatur untuk setiap node pun didapatkan sebagai berikut:

Tabel 3.2.4 Menghitung Persentase Kesalahan Relatif Nilai K


Node Bahan K (W/m°C) Kavg (W/m°C) K literatur (W/m°C) %KR
1--2 Baja 36,7668 36,7668 72,0000 48,935
3--4 106,4282
4--5 Alumunium 113,1268 113,5688 202,0000 43,778
5--6 121,1514
7--8 83,9592
8--9 Magnesium 144,4233 129,0838 158,2400 18,425
9--10 158,8689

(Sumber k literatur : Cengel, Y.A & Moran M.j, Thermodynamics an Engineering Approach)

5. Membuat profil suhu logam (𝑻𝒂𝒗𝒈) dan profil suhu air keluaran (𝑻𝒂𝒗𝒈 𝒂𝒊𝒓) terhadap
𝑳 (jarak node terhadap pemanas unit 2):

Tabel 3.2.5 Profil 𝑻𝒂𝒗𝒈 dan 𝑻𝒂𝒗𝒈 𝒂𝒊𝒓 terhadap 𝑳


T avg
Node L (m)
T air (˚C) T Logam (˚C)
1 31,6 85,6 0,183
2 31,8 69,3 0,208
3 32,1 55,3 0,265
4 32,0 51,6 0,310
5 32,1 49,0 0,355
6 32,1 45,5 0,400
7 32,3 42,8 0,435
8 32,1 41,0 0,462
9 32,3 40,2 0,507
10 32,5 37,2 0,552

Kemudian dilakukan ploting antara nilai T sebagai sumbu-y dan nilai L sebagai sumbu-
x:

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 19


Grafik Suhu Logam (Node) dan Suhu Air Keluaran terhadap L
(Jarak Node)
90.0
80.0
70.0
60.0
50.0
T (C)
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500 0.550 0.600
L (m)

Suhu Logam (node) Rerata Suhu Air Keluar (out) Rerata

Gambar 3.2.1 Grafik Hubungan T ( C) vs L (Jarak Node)

6. Menghitung nilai koefisien kontak (hc) pada Unit 2


Dengan asumsi bahwa fluida yang terperangkap di dalam ruang kosong adalah udara,
sehingga harga kf sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai kA dan kB.

Maka nilai hc dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:


1 Ac 2 k A kB A c
hc=
( × + × kf
Lg A (k A +k B ) A )
dengan satuan m2 oC/watt, dimana:
Lg : Tebal ruang kosong antara A dan B (Lg = 5μm)
kf : Konduktivitas fluida dalam ruang kosong (udara = 1)
A : Luas penampang total batang
Ac : Luas penampang batang yang kontak (Ac = 0,5A)
Av : Luas penampang batang yang tidak kontak

Dengan kesalahan relative:


hc perhitungan −hc literatur
% KR= | hc literatur | × 100 %

Sehingga diperoleh nilai hc dan kesalahan literatur untuk masing-masing logam yang
ber-kontak sebagai berikut yaitu:

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 20


Tabel 3.2.6 Menghitung Nilai Koefisien Kontak (hc) pada Unit 2
Perhitungan Literatur %KR
hc Stainless stell dan alumunium 5654989,363 10716058,394 47,229
hc alumunium dan magnesium 12183029,002 17846213,635 31,733

7. Menghitung nilai dari 𝑸𝒂𝒊𝒓, 𝑸𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏, dan 𝑸𝒍𝒐𝒔𝒔


Berdasarkan persaamaan di bawah ini:
Qair =ṁair .Cpair . ∆ T =ṁair . Cpair . ¿
k literatur . A . dT avg
Q bahan =
dx
Q loss=Q bahan−Q air
Informasi-informasi yang harus kita ketahui antara lain :
 ṁ air =7.83 𝑥10−3 𝑘𝑔/s
 Cpair =4200 𝐽/(𝑘𝑔.℃)
 𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑖𝑛=28℃
 Node 1-2  𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 = 31,7 ℃
 Node 3-6  𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 = 32,1 ℃
 Node 7-10  𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 = 32,2 ℃
 Diameter (𝐷) logam sebesar 3,18 𝑐𝑚
 Luas permukaan
1 1
A= π D 2= π ( 0,0318 )2
4 4
A=0,0007942m2

Sehingga diperoleh nilai 𝑸𝒂𝒊𝒓, 𝑸𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏, dan 𝑸𝒍𝒐𝒔𝒔 sebagai berikut yaitu:

Tabel 3.2.7 Menghitung Nilai dari Qair, Qbahan, dan Qloss


Node Q air (J) Q Bahan (J) Q loss (J)
1--2 120,0339 177,1658 57,1319
3--6 133,4624 179,3943 45,9320
7--10 139,4915 130,1595 -9,3319

8. Menghitung nilai 𝒌𝟎 dan 


Membuat grafik k vs T node avg (menggunakan metode least square) dengan
menggunakan data k dan T nodeavg dari aluminium dan magnesium berdasarkan rumus:
k =k 0 (1+ βT )

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 21


k =k 0 + k 0 . β .T ¿

y c m x

Kemudian dilakukan ploting antara nilai k sebagai sumbu-y dan nilai T sebagai sumbu-x
sehingga di dapatkan nilai k 0 . β sebagai slope atau gradien dan nilai k 0 sebagai
interceptnya.

Grafik Suhu Logam (node) rerata terhadap K


160.0000
f(x) = − 20.91 x + 967.13
140.0000 R² = 0.81

120.0000
f(x) = − 2.25 x + 221.04
100.0000 R² = 1
K (W/mC)

80.0000

60.0000

40.0000

20.0000

0.0000
36.0 38.0 40.0 42.0 44.0 46.0 48.0 50.0 52.0 54.0 56.0

T (C)

Alumunium Linear (Alumunium)


Magnesium Linear (Magnesium)

Gambar 3.2.2 Grafik Hubungan Tavg ( C) vs k

Dari grafik diperoleh persamaan sebagai berikut:


Alumunium  𝑦 = −20,91x + 967,13
Magnesium  𝑦 = -2,2505x + 221,04

Sehingga nilai 𝑘0 dan 𝛽 untuk Alumunium dan Magnesium adalah sebagai berikut:
Alumunium (Al)
c=k 0=967,13
m=k 0 . β=−20,91
−20,91 −20,91
β= = =−0,02162
k0 967,13

Magnesium (Mg)

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 22


c=k 0=221,04
m=k 0 . β=−2,2505
−2,2505 −2,2505
β= = =−0,01018
k0 221,04

3.3 Pengolahan Data Unit 3


Berikut merupakan pengolahan data berdasarkan data-data yang diperoleh dari unit 3
1. Mengubah T1 dan T2 yang satuannya mV menjadi satuan ºC, dengan menggunakan
persamaan:

(℃) = [24.82 × 𝑇(𝑚𝑉)] + 29.74

Selain itu, juga dihitung Tavg node dan Tavg air untuk setiap node, sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 3.3.1 Konversi suhu menjadi dalam satuan ˚C

Temperature air
2. Temperature Logam (mV) Temperature Logam (˚C) T avarage
(˚C)
Node
T1 air T2 air T1 Logam T2 Logam T1 Logam T2 Logam T Air T logam
(˚C) (˚C) (mV) (mV) (˚C) (˚C) (˚C) (˚C)
1 29,1 30 3,71 3,54 121,822 117,603 29,55 119,713
2 29,1 30 3,21 3,11 109,412 106,930 29,55 108,171
3 29,3 30 2,97 2,7 103,455 96,754 29,65 100,105
4 29,3 30 2,37 2,32 88,563 87,322 29,65 87,943
5 29,4 30 2,03 2,01 80,125 79,628 29,70 79,876
6 29,3 30 1,77 1,71 73,671 72,182 29,65 72,927
7 29,6 30 1,5 1,5 66,970 66,970 29,80 66,970
8 29,7 30 1,26 1,28 61,013 61,510 29,85 61,261
9 29,8 30 1,08 1,1 56,546 57,042 29,90 56,794
10 29,8 30 0,9 0,92 52,078 52,574 29,90 52,326
Menghitung laju alir massa dengan menghitung laju alir volume dan mengalikannya dengan
densitas air yaitu 1000 kg/m3
Tabel 3.3.2 menenntukan nilai Q
volume volume
percobaan m air (kg) Q (kg/s) Q avg
air (ml/s) air (m3)
1 25 0,000025 0,025 0,025
2 30 0,00003 0,03 0,03 0,0275

3. Menghitung selisih jarak dan luas tiap node


Terjadi pengurangan besar jari – jari node, dengan efek luas per node yang akan memiliki
perbedaan. Melalui informasi pada modul yang menyatakan diameter akhir node adalah 5.04
cm dengan diameter awal mencapai 2.55 cm. Sehingga dapat diketahui penurunan besar jari
– jari adalah sebagai berikut:

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 23


r awal−r akhir
dr =
dx
0,0252−0,01275
¿
0,025
¿ 0,001132 m
Besar jari-jari dan luas dari setiap node kemudian dapat dituliskan sebagai berikut :

Tabel 3.3.3 Penentuan penurunan jari-jari, hesar jari-jari, dan area permukaan logam
nod
e dr (m) R (m) A (m2)
0,00204
1 - 0,0255 2
0,00168 0,02718 0,00232
2 7 7 1
0,00384 0,03103 0,00302
3 6 3 4
0,00303 0,00364
4 7 0,03407 5
0,00303 0,03710 0,00432
5 7 7 3
0,00303 0,04014
6 7 3 0,00506
0,00236 0,04250 0,00567
7 2 5 3
0,00182 0,04432
8 2 7 0,00617
0,00303 0,04736 0,00704
9 7 3 4
0,00303 0,00797
10 7 0,0504 6

4. Menghitung nilai k
Nilai k dapat dihitung menggunakan asas black yaitu:

Qlepas =Q terima
ṁ .Cp .(T ¿ ¿ out air−T ¿air )=k . A .(T ¿ ¿ node i−T node i−1) /dx ¿ ¿
ṁ. Cp.(T ¿ ¿ out air−T ¿ air ) .dx
k= ¿
A .(T ¿ ¿ node i−T node i−1 )¿
Dimana
𝑘 = konduktivitas termal (W/m°C )
𝑚𝑎𝑖𝑟 = laju alir massa air = 𝑄 × 𝜌 = 0,015 kg/s
∆𝑇𝑎𝑖𝑟 = 𝑇𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑜𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 = perbedaan temperatur air di tiap node (°C)
𝐴 = luas permukaan logam (7,9 × 10−4m2)
𝑑𝑇𝑎𝑣𝑔 = perbedaan suhu logam pada tiap node (°C)
𝑑𝑥 = jarak antar node (m)
𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟 = konstanta perpindahan panas (4200 J/kg°C)

Diketahui data – data pendukung rumus adalah sebagai berikut

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 24


M 0,006007 kg/s
Cp 4200 J/kg
Dx 0,025

Tabel 3.3.4 Menghitung k tembaga


Node dx dT1 dT2 dT avg Tnode avg deltTair A avg k k avg klit %error
1--2 0,025 8,1906 9,928 9,0593 105,8754 0,35 0,002181 27,89539
2--3 0,057 8,4388 4,4676 6,4532 98,1191 0,1 0,002672 70,439
3--4 0,045 13,4028 11,9136 12,6582 88,5634 0,3 0,003334 85,05019
4--5 0,045 3,2266 6,4532 4,8399 79,81435 0,35 0,003984 259,5121
5--6 0,045 6,9496 7,9424 7,446 73,6714 0,25 0,004692 120,4878 137,3514 385 64,32431
6--7 0,035 5,7086 5,9568 5,8327 67,03205 0,1 0,005366 47,8533
7--8 0,027 6,205 5,4604 5,8327 61,19935 0,35 0,005921 129,2039
8--9 0,045 4,2194 5,7086 4,964 55,801 0,4 0,006607 289,1706
9--10 0,045 4,2194 2,7302 3,4748 51,5816 0,2 0,00751 206,5505

5. Menghitung kesalahan relative dari k perhitungan


Diketahui bahwa logam tembaga memiliki nilai konduktivitas 385 W/m°C. Nilai
konduktivitas liogam tembaga yang diperoleh dari pengolahan data percobaan kali ini
adalah 137,35 W/m°C. Maka dapat ditentukan kesalahan relative untuk unit 3 sebagai
berikut.
%KR=¿

6. Menghitung nilai k0 dan β dengan membuat gravik k vs. T node avg (metode least
squares)
350

300

250
k (W/mK)

200 f(x) = − 3.05 x + 368.46


150

100

50

0
40 50 60 70 80 90 100 110
T (°C)

Gambar 3.3.5 Grafik konduktivitas tembaga terhadap suhu node


k =k o+ k o βT
y=−3,0513 x +368,46
Dengan demikian, didapat nilai ko dan β
k o=368,46

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 25


k o β=−3,0513
−3,0513
β= =−0,00828
368,46

BAB IV
ANALISIS

4.1 Analisis Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan unit 2 dan unit 3 adalah sebagai berikut.
1. Millivoltmeter
Millivoltmeter digunakan untuk membaca potensial listrik berskala millivolt.
2. Sistem Konduksi Termal
Sistem konduksi termal terdiri dari unit 1-2, unit 3-4, unit selector, thermocouple
selector, saklar, pemanas, dan temperature adjustor.
3. Unit 1-2 berisikan 10 node yang tersusun dari 3 material, dimana node 1-2 stainless
steel, node 3-6 aluminium, dan node 7-10 magnesium. Unit 1-2 disusun sedemikian
rupa supaya praktikan dapat mempelajari fenomena konduksi pada material komposit.
4. Unit 3-4 berisikan 10 node yang tersusun dari 1 material, yaitu tembaga, dengan luas
permukaan yang berbeda-beda. Unit 3-4 disusun sedemikian rupa supaya praktikan
dapat mempelajari pengaruh luas permukaan yang berubah-ubah pada satu jenis
material.
5. Setiap node dihubungkan dengan thermocouple, yang bekerja sebagai sensor suhu,
dimana perbedaan suhu ditranslasikan menjadi perubahan potensial listrik. Oleh karena
itu, thermocouple dihubungkan ke mVmeter. Perubahan voltase ini kemudian
ditranslasikan menjadi suhu melalui sambungan ke digital thermometer indicator.
Untuk mengukur node yang lain, thermocouple selector diatur untuk memindahkan
thermocouple ke node yang diinginkan.
6. Unit selector digunakan untuk memilih unit yang menjadi objek percobaan. Sumber
kalornya adalah sebuah pemanas yang dibungkan dengan logam. Untuk mengatur suhu
pemanas dapat menggunakan temperature adjustor.
7. Saluran pembuangan air

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 26


Sistem konduksi dialiri dengan air agar kalor yang diterima oleh air dari logam dapat
dihitung. Untuk dapat menghitung volume, debit, dan suhu air, air dialirkan keluar dari
badan unit.
8. Digital temperature indicator
Alat ini digunakan untuk mengukur suhu node.
9. Termometer digital
Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air yang keluar dari sistem
konduksi termal.
10. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air yang keluar sistem konduksi termal.

4.2. Analisis Percobaan


Percobaan konduksi ini merupakan bentuk aplikasi dari pembelajaran dan
pendalaman materi dari mata kuliah perpindahan kalor (heat transfer). Dimana, tujuan dari
percobaan ini adalah untuk menentukan nilai koefisien perpindahan panas logam (k) dan
pengaruh suhu terhadap nilai k itu sendiri (melibatkan dengan nilai β). Dalam hal ini,
percobaan dilakukan dengan menganalisa, mekanisme perpindahan panas konduksi baik
untuk kondisi steady maupun untuk kondisi non-steady. Selain itu, percobaan ini juga
bertujuan untuk menghitung nilai koefisien kontak yang terjadi antara dua logam. Untuk
memenuhi tujuan ini, dilakukan percobaan dengan menggunakan unit 2 dan unit 3 yang
masing-masing unit memiliki spesifikasi tertentu terkait perpindahan panas konduksi.
Percobaan pertama dilakukan pada unit 2. Unit 2 tersusun atas 10 node dari 3 jenis
material berbeda-beda, yaitu stainless steel, aluminium, dan tembaga. Tujuan penggunaan
material node yang bebeda adalah agar praktikan dapat mempelajari fenomena konduksi
pada material komposit. Karena materialnya berbeda-beda, maka perbedaan tersebut dapat
diamati melalui pengukuran suhu setiap node. Juga, karena materialnya berbeda-beda,
maka terjadi fenomena tahanan kontak dimana pada setiap perbatasan antara 2 material
yang berbeda, maka akan terjadi kekosongan yang diisi oleh udara. Udara adalah gas
sehingga konduktivitas termalnya jauh lebih kecil daripada logam, sehingga suhu akan
mengalami penurunan signifikan saat mencapai material kedua. Selanjutnya, air yang
keluar dari Unit 2 juga akan diukur volume dan suhunya selama selang 10 detik. Data
tersebut akan digunakan untuk menghitung laju alir massa air, untuk perhitungan kalor
yang diterima air.
Percobaan konduksi selanjutnya adalah dengan menggunakan unit 3. Percobaan
dengan unit 3 ini bertujuan untuk menjelaskan tentang karakteristik dari konduktivitas

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 27


termal (k) yang memiliki hubungan sebanding dengan perubahan temperatur. Selain itu,
dapat terlihat juga pengaruh dari luas permukaan bidang kontak terhadap kemampuan
logam tembaga (Cu) dalam menghantarkan panas secara konduksi. Unit 3 ini merupakan
suatu sistem dari logam tembaga (Cu) yang dihubungkan dengan plat pemanas yang berdiri
secara vertikal dengan luas penampang yang mengkerucut menjadi kecil dari atas ke
bawah. Perubahan nilai konduktivitas termal yang terjadi sepanjang logam dapat dideteksi
dengan menggunakan profil temperatur tertentu. Variabel yang berpengaruh terhadap
perpindahan kalor pada unit 3 adalah jarak antara node dengan sumber kalor dan luas
penampang. Di dalam sistem unit 3 ini digunakan air pendingin yang dialirkan dengan laju
yang kecil sehingga perubahan temperatur pada tiap node dapat diamati dengan mudah
sesuai dengan Azas Black dan mencegah terjadinya rugi kalor akibat dari perpindahan
panas secara koveksi. Selain itu, air pendingin ini juga berguna untuk merepresentasikan
daya panas yang mengalir sepanjang sistem dan juga mempertahankan kondisi steady dari
system.
Laju alir yang dibutuhkan dalam sistem ini adalah laju alir yang kecil, karena
apabila air dialirkan dengan laju yang terlalu besar maka kalor yang akan diserap semakin
besar pula sehingga tidak mudah untuk dapat mengamati distribusi temperatur pada tiap-
tiap node. Dalam percobaan unit 3 ini, perlu memperhatikan beberapa komponen yang ada
yaitu: 1. Memilih unit yang akan dicari temperaturnya yaitu unit 2 dan unit 3. Kemudian,
thermocouple selector yang menunjukkan node-node dari node 1 sampai node 10 dan
kemudian divariasikan nodenya sehingga temperatur tiap node pada suatu unit dapat
dibaca dengan menggunakan temperature recorder. Kemudian, terdapat tombol untuk
mengatur voltmeter yang digunakan untuk mengubah pembacaan temperatur dari satu node
ke node lainnya. Selanjutnya, air keliaran akan diukur suhu nya dengan menggunakan
termometer dengan cara menampung air keluaran dari selang unit yang telah dipilih
sebelumnya (apakah selang yang berasal dari unit 2 atau unit 3) dalam gelas beaker dan
menunggu selama 1 menit. Pengambilan data dilakukan dengan menunggu selama 1 menit
ini bertujuan agar suhu air yang keluar selang sesudahnya sudah stabil dan data yang
diperoleh akan lebih akurat, serta distribusi temperatur pada tiap node sudah merata.

4.3Analisis Perhitungan dan Grafik


Perhitungan Nilai k pada Unit 2 Dan Unit 3
Data hasil yang diperoleh dari percobaan secara laboratorium menunjukkan bahwa
adanya pengaruh node dan temperature, dimana dengan semakin besarnya node, maka
temperature akan semakin rendah, phenomena ini ditunjukkan pada unit percobaan 2 dan 3.

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 28


Penyebab terjadinya dikarenakan jarak antar node dengan heater. Dimana, heater yang
berfungsi sebagai pemanas terlebih dahulu akan mengalirkan panas ke node 1, lalu dialirkan
ke node 2 dan seterus nya hingga node ke 10. Aliran panas ini bergantung pada nilai
koefisien konduksi logam masing-masing node, yang disimbolkan dengan sebagai k. Nilai k,
merupakan konstanta perpindahan laju kalor konduksi pada suatu bahan material, dimana
dalam percobaan yang kami lakukan adalah bahan material logam pada unit 2 dan 3 adalah
bahan Aluminum, Stainless Steel dan Magnesium serta tembaga untuk unit 3. Untuk
memperoleh nilai k, kami melakukan perhitungan dengan menggunakan metode Asas Black
dimana kalor yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap sama dengan kalor
dilepas logam yang terjadi akibat dari adanya perbedaan suhu kontak antar dua permukaan
(yakni air dan logam).

Perhitungan Nilai β pada Unit 2 Dan Unit 3


Tujuan kami melakukan perhitungan nilai β adalah untuk mengetahui hubungan nilai
konduktifitas kalor (k) terhadap suhu. Nilai koefisien β untuk setiap bahan percobaan dapat
diperoleh dari plot data ke grafik antara nilai k dan Tnode average dengan metode least
square, persamaan yang digunakan yaitu;
k =k 0 + k 0 . β .T

Persamaan yang diatas dapat diturunkan dari persamaan regresi grafik yang telah diplot
sebelum nya, dimana nilai k sebagai sumbu y, ko sebagai intersept sedangkan Ko.β sebagai
slope. Sehingga kita akan memperoleh nilai koefisien β pada bahan material logam adalah;

β aluminium=−0,022

β magnesium=−0,01

β tembaga=−0,00828

Pada unit dua, nilai β aluminium dan magnesium bernilai negatif. Hal ini menunjukkan
terjadi penyusutan luas daerah perpindahan panas. Nilai k dari node ke node sejenis
nilainya bertambah, tetapi dari node ke node berbeda jenis nilainya berkurang dikarenakan
adanya tahanan termal. Juga, karena kalor berpindah dari suhu yang tinggi ke rendah, dapat
disimpulkan, bahwa konduktivitas termalnya naik seiring penurunan suhu.

Selanjutnya adalah percobaan pada Unit 3. Pada unit ini hanya terdapat satu bahan
penyusun node yaitu tembaga (Cu). Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai
kesalahan relatif besar. Hal ini menunjukkan bahwa ketidak-idealan sistem konduksi yang
terjadi tinggi sehingga data yang diperoleh oleh praktikuan kurang akurat sehingga

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 29


menyebabkan besarnya nilai kesalahan literatur. Berdasarkan teori, dapat diketahui bahwa
semakin besar nilai konduktivitas termal (k), makin baik pula kemampuan material
tersebut untuk menghantarkan panas baik dalam bentuk melepaskan maupun menerima
kalor. Berdasarkan pada nilai k hasil percobaan dan nilai k literatur, dimana nilai k
tembaga termasuk besar, maka barang tentu kemampuan logam tembaga dalam
menghantarkan panas sangat baik. Pada unit 3 tidak terdapat koefisien kontak (hc)
dikarenakan hanya terdapat satu bahan.

Selain k, data yang diperoleh dari percobaan unit 3 ini adalah β yang diperoleh
sebesar -0,00828. nilai β bernilai negatif, karena logam selalu mengalami korosi bahkan
korosi karena air.

Perhitungan Nilai h c pada Unit 2

Analisis Grafik pada Percobaan Unit 2 dan Unit 3


Grafik Percobaan Unit 2
Pada Gambar 3.2.1 menunjukkan Grafik Hubungan T (C) vs L (Jarak Node).
Grafik ini merupakan grafik yang mengambarkan hubungan antara suhu node dan suhu air
keluar terhadap jarak node dengan pemanas. Kurva pada grafik tersebut menunjukkan
bahwa suhu material logam akan semakin menurun sepanjang penambahan jarak node yang
terukur terhadap pemanas. Hal ini disebabkan semakin jauh jarak pemanas terhadap node
yang diukur membuat panas yang mengalir berkurang karena panas tersebut telah berpindah
ke lingkungan karena kondisi insulasi unit yang kurang baik ataupun karena pengaruh
konduktivitas termal dari material penyusunnya yang menggambarkan kecepatan energi dari
kalor pada air yang mengalir pada material komposit tersebut. Selain itu, hal ini juga dapat
disebabkan karena semakin panjangnya jarak antara node yang diukur dengan pemanas
membuat panas yang ditransfer oleh pemanas membutuhkan waktu lebih lama. Kemudian,
pada grafik juga menggambarkan bahwa semakin panjang jarak antara node yang terukur
dengan pemanas membuat suhu air keluar yang terukur cenderung konstan. Hal ini
mengindikasikan bahwa peristiwa konveksi antara air dan material node tidak terjadi atau
hanya terjadi dalam kuantitas kecil saja sehingga dapat diabaikan. Jika terjadi fenomena
konveksi, maka suhu air yang keluar akan berbanding lurus dengan nilai konduktivitas
termal material penyusun node, sehingga material dengan konduktivitas yang lebih besar
membuat panas yang dibawa oleh alir mengalir dengan baik dan membuat suhu air yang
keluar akan semakin besar.

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 30


Pada Gambar 3.2.2 menunjukkan grafik Hubungan Tavg ( C) vs k berdasarkan
material penyusunnya yakni alumunium dan magnesium. Grafik Hubungan Tavg ( C) vs k
ini digunakan untuk melakukan perhitungan nilai . Dalam grafik ini, praktikan tidak
memplot untuk material baja stainless stell dikarenakan data yang didapatkan untuk baja
stainless stell tidak cukup mewakili kondisi dari praktikum tersebut (datanya kurang untuk
dibuat suatu grafik) sehingga praktikan hanya melakukan plot grafik untuk material
alumunium dan magnesium. Pada grafik alumunium, nilai R 2 hampir mendekati 1 sehingga
nilai yang didapatkan cukup linier, sedangkan pada grafik magnesium, nilai R 2 sangat jauh
dari 1 sehingga tidak linier. Grafik yang linier (grafik untuk material alumunium)
menunjukkan bahwa semakin besar suhu, nilai k juga akan semakin besar, dan begitu pula
sebaliknya. Sedangkan, grafik yang tidak linier (grafik untuk material magnesium)
menunjukkan kurva yang cenderung menurun, Hal ini terjadi karena adanya tahanan kontak
termal yang cukup besar, di mana tahanan kontak termal ini terjadi karena adanya
ketidaksempurnaan antara sambungan logam penyusun sehingga membuat fluida
terperangkap di dalam ruang sambungan dan membuat penghantaran panas pada logam
mengalami gangguan.

Grafik Percobaan Unit 3

4.4Analisis Kesalahan
Kesalahan hasil percobaan baik pada unit 2 maupun unit 3 terhadap literatur yang
cukup besar yaitu lebih dari 10% (seperti yang terlihat dalam pengolahan data), dapat
disebabkan oleh beberapa kesalahan yang dilakukan seperti diantaranya ialah:
a. Kesalahan praktikan dalam melakukan pengukuran volume air yang terukur, suhu air
yang masuk dan keluar, ataupun suhu node yang terukur karena alat yang digunakan
belum dikalibrasi atau alat yang digunakan sudah kurang akurat (yang dapat disebabkan
dari kurangnya maintenance) ataupun lainnya. Hal ini tentunya membuat nilai
konduktivitas material dan suhu keluarnya air menjadi kurang akurat.
b. Mungkin terdapatnya Impurities logam dan air yang digunakan mempengaruhi
perhitungan dan pengukuran properties konduksi.
c. Kesalahan pengambilan data oleh praktikan yang bersifat prosedural, seperti melupakan
satu langkah dari prosedur percobaan.
d. Kesalahan pengambilan data oleh praktikan karena ketidaktelitian pengukuran, seperti
kurang teliti membaca volume di gelas ukur.

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 31


e. Kesalahan pengolahan data oleh praktikan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan konduksi ini, dapat ditarik Kesimpulan yakni antara lain :
1. Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana panas
mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah,
tetapi medianya tetap. Perpindahan kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada
padatan saja tetapi bisa juga terjadi pada cairan ataupun gas, hanya saja konduktivitas
terbesar pada padatan.
2. Rumus umum untuk perpindahan panas secara konduksi adalah
dT
q=−kA
dx

Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan panas konduksi ialah: koefisien


konduksi / konduktivitas termal (k), luas area perpindahan panas (A), perbedaan
suhu (dT), dan panjang bahan (L atau dx).

3. Pada bagian batas antara dua benda padat bersentuhan, terjadi tahanan kontak termal
yang menyebabkan penurunan suhu secara tiba-tiba. Tahanan kontak termal muncul
akibat adanya ketidaksempurnaan pada bidang pertemuan kedua benda, sehingga
kekosongan yang ada diisi oleh fluida (gas/udara) yang akan memberikan tahanan
baru terhadap perpindahan panas konduksi pada sistem tersebut. Rumus umum bagi
tahanan kontak termal :
1 A c 2k A k B A v
h c= ( + k)
L g Ak A +k B A f

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 32


4. Perubahan suhu dapat mempengaruhi konduktivitas termal. Umumnya untuk semua
jenis zat, semakin besar suhu, maka semakin besar konduktivitas termalnya:
k =k 0 + k 0 . β .T
dengan k0 adalah konduktivitas termal pada saat T = 0 °C dan β adalah koefisien
muai termal untuk dua dimensi (luas).

5. Pada proses konduksi yang diamati, sangat besar kemungkinan terjadinya suatu
penyimpangan akibat adanya interaksi lingkungan dengan sistem, dimana sistem
akan melepaskan panas ke lingkungan dengan laju tertentu, yang disebut dengan heat
loss. Heat loss dirumuskan sebagai selisih antara qteoritis dan qeksperimen.
6. Pada percobaan ini diperoleh hasil:
 Unit 2
Untuk perhitungan nilai konduktivitas termal:
o k aluminium = 113,5688 W /mo C = 113,6 W /mo C
o k magnesium = 129,0838 W /mo C = 129,1 W /mo C
o k stainless steel = 36,7668 W /mo C = 36,8 W /mo C
Untuk perhitungan koefisien kontak termal:
o hc stainless steel dengan aluminium = 5654989,363
o hc aluminium dengan magnesium = 12183029,002
Untuk perhitungan nilai β
o β aluminium = -0,02
o β magnesium = -0,01

 Unit 3
k tembaga = 137,35 W/m°C
β tembaga = -0,00828

5.2 Saran
Dengan melihat bagaimana kesalahn-kesalahan yang terjadi baik dalam melakukan
percobaan maupun dalam pengolahan data, berikut beberapa saran yang dapat praktikan
sarankan untuk meminimalisir terjadinya keselahan dalam praktikum selanjutnya atau
kedepannya.

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 33


1. Lamanya waktu pemanasan alat percobaan sebelum digunakan sebaiknya sesuai dengan
yang seharusnya karena hal tersebut dapat mempengaruhi temperatur keluaran.
2. Praktikum dilaksanakan sebaiknya pada saat cuaca yang cerah atau mendukung
praktikum. Karena cuaca yang buruk dapat mempengaruhi temperature dari air
pendingin yang digunakan atau dengan kata lain selama proses praktikum, temperature
harus dijaga dalam kondisi baik.

DAFTAR PUSTAKA

De Nevers, Noel. 1991. Fluid Mechanics for Chemical Engineering 2nd Edition. Singapore:
McGraw-Hill.
Holman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor Edisi Keenam, Alih Bahasa Ir. E. Jasjfi M. Sc. Jakarta:
Erlangga.
Incropera, Frank P. And David P. DeWitt. 2005. Heat and Mass Transfer. Singapore: John Wiley &
Sons (Asia) Pte.
Lienhard V, John H. and John H. Leinhard IV. A Heat Transfer Textbook third edition.version1.22
January 5th 2004. http:/ /web.mit.edu/leinhard/www/ahtt.html.
Mc.Cabe, Warren L. 1985. Unit Operation of Chemical Engineering. 4th edition. Mc.Graw-Hill
International Book Company: Singapore.
Perry, Robert H. Chemical Engineers’ Handbook. USA: McGraw-Hill
Theodore, Louis. 2011. Heat Transfer Application for The Practicing Engineer. New Jersey : John
Wiley&sons
Tim Penulis. 2019. Modul Praktikum Unit Operasi Proses 1. Depok: Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Warren McCabe, Julian Smith, dan Peter Harrior. 1994. Unit Operation of Chemical Engineering,
5th edition.New-York: Mc-Graw Hill International .
White, Frank. 2009. Fluid Mechanics Seventh Edition. New York : McGraw-Hill.

KELOMPOK 9JA_UOP1_KONDUKSI 2020 34

Anda mungkin juga menyukai