REPUBLIK INDONESIA
-----------
JAKARTA, 2020
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
A. PENDAHULUAN
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) hadir dalam upaya meningkatan
kesejahteraan masyarakat desa sebagaimana amanat dari UU Desa. Pembentukan BUM
Desa kemudian menjadi program yang bersifat strategis dalam musyawarah desa dan
kegiatan pedesaan. Namun ada beberapa persolan BUM Desa dalam upaya
meningkatkan kesejahtreraan. BUM Desa sekedar menjadi kegiatan desa yang formalitas
dan jauh dari usaha memberdayakan masayarkat. Catatan Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (Fitra), ada 1.670 dari 2.188 BUMDes yang tidak berjalan tapi
tetap mendapat kucuran anggaran dari APBDesa, seakan menyatakan bahwa BUM Desa
hanya sekedar mendirikan, tapi usahanya belum benar-benar berjalan dan dapat
memberikan jalan keluar bagi perekonomian kerakyatan.
Pelaksanaan program dana desa dan BUM Desa memang menjadi kewenangan 2
(dua) kementrian: Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Republik Indonesia. Undang-undang
yang mengatur pun demikian. Sedikitnya ada 2 (dua) perundang-undangan yang
mengatur tentang desa : UU Pemda dan UU Desa. BUM Desa sendiri mempunyai 2
(dua) rejim regulasi yaitu peraturan Mendes dan Peraturan Mendagri. Pertanyaannya
kemudian adalah apakah regulasi yang mengatur tantang BUM Desa sudah cukup
dijadikan dasar dan panduan dalam menjalankan BUM Desa secara baik dan berdaya?
Dominasi pembentukan peraturan pelaksanaan ditingkat kementerian yang didominasi
oleh pihak eksekutif saja tanpa melibatkan lembaga legislatif sebagai wakil masyarakat
dan daerah juga menjadi kekurangan tersendiri dalam pembuatan regulasi. Ada ego
sektoral pengaturan BUM Desa antar Kementerian tadi yang pada akhirnya
membingungkan masyarakat dalam mendirikan dan mengelola BUM Desa. Karena itu
RUU mengenai BUM Desa bisa menjadi solusi alternatif dari ambiguitas dan polarisasi
regulasi tersebut.
Dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan oleh PPUU DPD RI dengan
beberapa narasumber, terdapat masukan bahwa UU Desa dan Peraturan Menteri Desa
(Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Republik
Indonesia) tidak cukup membuat BUM Desa kuat. Dalam UU Desa, berisi ruang lingkup
tentang banyak hal seperti kewenangan desa, penyelenggaran pemerintahan desa, dan
lainnya. Sementara pengaturan mengenai BUM Desa hanya diatur Pasal 87 sampai Pasal
90 (4 pasal) dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengatur tentang hal pokok
saja terkait dengan BUM Desa. Juga dapat dilihat beberapa permasalahan terkait ruang
lingkup yang harus diatur dalam undang-undang yang belum terakomodir seperti
masalah kewenangan desa yang masih menjadi perdebatan, badan hukum BUM Desa,
Bidang usaha, Pembinaan dan penyertaan modal.
Tidak ada lagi kata balik arah. Keberpihakan kepada daerah khususnya desa
sudah tepat, tinggal bagaimana mengarahkan perencanaan dan pengelolaan BUM desa
kepada tujuan seharusnya: mensejahterakan masyarakat. Karena itu selain anggaran,
yang perlu disiapkan adalah regulasi yang kuat dan mampu melindungi sekaligus
memberikan jaminan kepada para pelaku usaha ekonomi pedesaan. Melahirkan RUU
tentang BUM Desa cukup penting guna menempatkan posisi BUM Desa pada tempat
yang lebih strategis dan jelas, baik secara legalitas maupun fungsionalitasnya.
B. TUJUAN
1. Memperoleh masukan-masukan pemikiran mengenai permasalahan-permasalahan
yang terkait dengan pendirian, pengelolaan, pembubaran, dan pertanggungjawaban
pendanaan BUM Desa yang tidak berkembang;
2. Memperoleh gambaran urgensitas regulasi (Undang-Undang) dalam menjawab
berbagai persoalan yang dihadapi; dan
3. Memperoleh gambaran tentang ruang lingkup materi Undang-Undang tentang BUM
Desa.
C. BENTUK KEGIATAN
Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) yang
menghadirkan Akademisi/Pakar/Ahli ilmu hukum sebagai narasumber lokal, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Pemerintahan Daerah, Praktisi, Masyarakat dan
LSM sebagai peserta kegiatan.
D. PESERTA
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengundang peserta sebanyak 30 orang peserta
yang terdiri dari:
- Akademisi/Pakar/Ahli ilmu hokum;
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
- Pemerintahan Daerah;
- Praktisi; dan
- Masyarakat dan LSM
E. OUTPUT
Adapun output dari kegiatan FGD ini adalah untuk memperkaya penyusunan
Daftar Inventarisir Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik
Desa sebagai bahan dalam melakukan pembahasan dan pengayaan materi RUU tersebut.
H. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini disusun untuk menjadi pedoman dalam
mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan. Hal-hal yang belum diatur dalam kerangka
acuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut.