Anda di halaman 1dari 204

Tegangan majemuk :

Kombinasi tegangan normal


akibat gaya normal sentris dan
momen lentur.
Gaya normal sentris adalah gaya
normal yang bekerjanya (titik
tangkapnya) pada titik berat
penampang
Gaya normal bekerja pada titik berat penampang.
Akibat gaya normal sentris maka akan timbul
tegangan s = P/A
Jika kita perhatikan arah tegangan yang terjadi pada
suatu potongan batang akibat gaya normal sentris
dan momen lentur selalu mempunyai arah tegak
lurus penampang batang.
Tegangan akibat gaya normal : s = P/A
Tegangan akibat momen lentur : s = MY/Ix
Kedua tegangan dapat di kombinasikan (dijumlahkan)
dan rumus kombinasi tegangan menjadi :
N MY
σ 
A Ix
N MY
σ 
A Ix

Tanda + pada rumus tegangan kombinasi dipakai jika


arah tegangan N/A sama dengan MY/Ix
Tanda - pada rumus tegangan kombinasi dipakai jika
arah tegangan N/A berlawanan dengan MY/Ix
N M * Ya
σa  
Akibat gaya N tekan dan M
Pada balok positif, sa selalu akan tekan
bekerja gaya A Ix
normal Tekan Akibat gaya N tekan dan M
dan Momen N M * Yb positif,

Positif σb   sb
tarik
tekan
A Ix nol
N M * Ya
σa  s 1  s 2   Akibat gaya N tekan dan M
positif, sa selalu akan tekan
A Ix
N M * Yb Akibat gaya N tekan dan M
σb  s 1  s 3   positif,
A Ix sb = tarik jika s3 > s1
sb = tekan jika s3 < s1
sb = nol jika s3 = s1
N M * Ya
σa  s 1  s 2   Akibat gaya N tekan dan M
positif, sa selalu akan tekan
A Ix
N M * Yb Akibat gaya N tekan dan M
σb  s 1  s 3   positif,
A Ix sb = tarik karena s3 > s1
N M * Ya
σa  s 1  s 2   Akibat gaya N tekan dan M
positif, sa selalu akan tekan
A Ix
N M * Yb Akibat gaya N tekan dan M
σb  s 1  s 3   positif,
A Ix sb = tekan karena s3 < s1
N M * Ya
σa  s 1  s 2   Akibat gaya N tekan dan M
positif, sa selalu akan tekan
A Ix
N M * Yb Akibat gaya N tekan dan M
σb  s 1  s 3   positif,
A Ix sb = 0 karena s3 = s1
N MY
Pada balok σa  
bekerja gaya A Ix
normal Tekan
dan Momen N MY
Negatif σb  
A Ix
N M * Ya
σa    s1  s 2
A Ix
N M * Yb
σb    s1  s 3
A Ix
s2 > s1

s2 < s1

s2 = s1
contoh

Sebuah balok di atas dua tumpuan


menderita beban merata q = 5 kN/m
dan beban normal N = 20 kN.
Hitung dan gambarkan tegangan
maksimum pada balok akibat gaya
normal dan momen lentur
Pada saat yang bersamaan balok akan menderita dua gaya
dalam yaitu gaya normal tekan (merata sepanjang balok)
sebesar 20 kN dan momen lentur (berubah-ubah) dengan
nilai maksimum terletak di tengah bentang balok
Jika balok berbentuk empat
persegi panjang dengan
ukuran 30*60 cm2

Balok akan menderita dua


jenis tegangan yaitu
tegangan akibat gaya
normal dan akibat momen
lentur
Pada potongan I-I di
tengah bentang balok akan
terjadi tegangan akibat M
σtekan = 7.8125 MPa
σtarik = 7.8125 MPa
Dan tegangan akibat N
σtekan = 0.111 MPa
Ke tiga tegangan tersebut
mempunyai arah tegak
lurus bidang potongan
balok
Tegangan normal akibat M
dapat dijumlahkan dengan
tegangan normal akibat N
Hasil penjumlahan tegangan :
σtekan = 7.9235 MPa
σtarik = 7.7015 MPa
Sumbu netral berjarak 30.426
cm dari sisi atas
TUGAS

Sebuah balok di atas dua tumpuan


menderita beban merata q = 5 kN/m
dan beban normal N = 200 kN.
Hitung dan gambarkan tegangan
maksimum pada balok pada posisi
tumpuan A, B dan pada posisi momen
positif maksimum akibat gaya normal
dan momen lentur
Tegangan Geser
Pada Balok
Jika balok berupa benda yang
tersusun dari dua balok masif dan
kita potong pada potongan 1-1
dan 2-2 maka pada potongan 1-1
akan timbul momen M1 dan pada
potongan 2-2 akan timbul momen
M2 dan M1<M2.
Akibat M1 dan M2 pada balok akan
terjadi lendutan tetapi juga terjadi
pergeseran diantara bidang batas
antara balok 1 dan balok 2
Dari gambaran tersebut di atas, maka pada saat balok mengalami
lenturan sebetulnya pada balok terjadi pergerakan dari elemen balok
kesamping (bergeser kesamping). Balok masif tidak bergeser
kesamping karena adanya ikatan yang kuat antara molekul- molekul
balok sehingga dapat menahan pergerakan kesamping. Mengapa
pergerakan kesamping (pergeseran) ini terjadi ?
Lihat eleman balok pada potongan 1-1 dan 2-2. Jarak kedua
potongan = dz. Jarak dz sangat kecil.
Pada potongan 1-1 akan ada momen M1
Pada potongan 2-2 akan ada momen M2
Akibat momen M + dM maka
pada potongan 2-2 akan
timbul tegangan :

(M  dM) * y
σ
Ix

M1 = M
M2 = M+dM

Akibat momen M
maka pada
potongan 1-1 akan
timbul tegangan :

M*y
σ
Ix
Lihat pada potongan C-C
dengan jarak y dari sumbu berat
balok (sumbu netral balok)
ya ya

 
M M
F1  σ1* dA  y dA  S
Ix Ix
F2 > F1
y y

ya ya
(M  dM) (M  dM)
F2  
y
σ3 * dA 
Ix 
y
y dA 
Ix
S

S = statis momen elemen penampang


terhadap sumbu X
F2 > F1

Karena gaya F1 tidak sama dengan gaya F2, maka elemen balok
pada potongan C-C tidak seimbang. Elemen batang akan didorong
ke kiri. Jika tidak ada gaya yang menahan pergerakan tersebut,
maka elemen balok akan bergerak kekiri.

Supaya elemen balok ada dalam kondisi seimbang maka harus ada
gaya yang arahnya kekanan yang besarnya = F2 – F1
ya ya

 
M M
F1  σ1* dA  y dA  S
Ix Ix
y y dM
K  F2  F1  S
Ix
ya ya
(M  dM) (M  dM)
F2  
y
σ3 * dA 
Ix 
y
y dA 
Ix
S
K timbul karena adanya gaya
gesek antara dua lapisan elemen
balok pada potongan C-C. Pada
potongan C-C timbul tegangan
geser 
dM
τ * B * dz  *S
Ix
dM
K  F2  F1  S dM S
Ix τ *
dz B * Ix
dM
K  τ * B * dz dz
 gaya lintang  D

D*S
τ
B * Ix
D*S
τ
B * Ix
untuk elemen dA  B * dy
S  B * y * dy
1
Ix  B * H3
12
1 1 1
S  B * ( H  y) * * ( H  y )
2 2 2
1 1
S  B*( H2  y 2 )
2 4
D*S
τ  diagram geser berbentuk parabolis
B * Ix
H
y
2
1
Ix  B* H3
12
1
S  B*( H2  y 2 )  0
4
τ0
y0
1
Ix  B * H3
12
1 1 1
S  B * ( H 2 )  BH 2
2 4 8
1
D * BH 2
8 D
τ 
1 2
B * BH 3 BH
12 3
D
τ 
2
BH
3
D D
τ  
2 A'
BH
3
SEKIAN
TERIMA KASIH
Tegangan Normal Eksentris
Tegangan akibat gaya normal
eksentris
k t i
(Tegangan Normal Eksentris)
Tegangan normal akibat
normal akibat gaya normal 
normal
dapat dihitung dengan membagi besarnya
gaya normal dan
normal dan luas penampang.
penampang

P
σ =
A
P = gaya dalam yang timbul pada suatu potongan
batangg atau elemen struktur
A = luas penampang
Akibat gaya normal P (tarik
normal P (tarik atau
tekan) maka seluruh penampang
akan menderita tegangan yang 
merata.
merata

Gaya P yang bekerja pada


penampang akan menghasilkan
tegangan yang merata jika posisi
garis kerja gaya P melewati titik
berat penampang.
Tegangan normal akibat gaya Normal

Jika pada sebuah batang bekerja gaya normal, maka


pada seluruh p
p permukaan ppenampang
p g batangg akan
timbul tegangan normal σ = P/A
Tegangan normal akibat gaya Normal

Jika pada sebuah batang bekerja gaya normal, maka


pada seluruh p
p permukaan ppenampang
p g batangg akan
timbul tegangan normal σ = P/A
Tegangan normal akibat gaya Normal

Jika pada sebuah batang bekerja gaya normal, maka


pada seluruh p
p permukaan ppenampang
p g batangg akan
timbul tegangan normal σ = P/A
Tegangan normal akibat gaya Normal

Jika pada sebuah batang bekerja gaya normal, maka


pada seluruh p
p permukaan ppenampang
p g batangg akan
timbul tegangan normal σ = P/A
Tegangan normal akibat gaya Normal

Jika pada sebuah batang bekerja gaya normal, maka


pada seluruh p
p permukaan ppenampang
p g batangg akan
timbul tegangan normal σ = P/A
Tegangan normal akibat gaya Normal

Jika pada sebuah batang bekerja gaya normal, maka


pada seluruh p
p permukaan ppenampang
p g batangg akan
timbul tegangan normal σ = P/A
Dari uraian tentang tegangan normal 
di atas, maka bagaimanapun bentuk
penampang batang, jika
batang, jika luasnya A 
A
dan menderita gaya normal P 
(b k j pada
(bekerja d titik berat
b t penampang),  )
maka akan selalu menghasilkan
g
tegangan yang sama yaitu :

P
σ =
A
Bagaimana jika gaya normal bekerja
tidak pada titik berat penampang
(diluar titik berat penampang) ?
penampang) ?

Mengapa gaya normal harus


M lh
ditempatkan
p diluar titik berat
penampang ?
Gaya normal yang bekerja diluar titik
berat penampang dikenal dengan
gaya normal eksentris.
e = jarak titik tangkap gaya normal terhadap titik berat penampang
e = eksentrisitas gaya normal

Bagaimana menghitung tegangan


akibat gaya normal eksentris ?
e = jarak titik tangkap gaya normal terhadap titik berat penampang
e = eksentrisitas gaya normal

Bagaimana menghitung tegangan


akibat gaya normal eksentris ?
Pada balok bekerja Pada balok bekerja beban P eksentris dan dua beban
beban P eksentris tambahan yang besarnya sama dengan P dan bekerja
saling berlawanan arah.

Me = P*e
Me = P*e

Akibat gaya normal eksentris P yang bekerja pada penampang balok, maka
“seolah-olah” pada balok bekerja dua gaya yaitu gaya normal sentris P dan
momen Me.
M

Momen Me juga biasa dikenal dengan nama



“momen eksentris”
k t i ”
Tegangan Normal Eksentris
dan Momen Lentur
Tegangan akibat gaya normal
eksentris
(Tegangan Normal Eksentris)
Analisa tegangan pada balok yang
menerima gaya normal eksentris
sama seperti analisa tegangan
balok yang menerima gaya normal
sentris dan momen lentur

P Me * y
σ
A Ix
P P*e * y
σ
A Ix
Pada balok dengan penampang empat persegi panjang bekerja beban P
eksentris dengan posisi beban P di bawah sumbu X

Titik K adalah titik tangkap beban P


Kondisi I akan terjadi jika Me*y/Ix > P/A

Kondisi II akan terjadi jika Me*y/Ix = P/A

Kondisi III akan terjadi jika Me*y/Ix < P/A


Kondisi II akan terjadi jika Me*y/Ix = P/A

Me*y/Ix = P/A P*e* y P


=
P*e*y/Ix = P/A Ix A
y = h/2 1
Ix = 1/12*b*h3 bh 3
Ix 1
A = b*h e= = 12 = h
y*A h 6
*b*h
2
∴ Jarak e = 1/6 h merupakan posisi batas maksimum dimana
penampang akan mengalami tegangan tekan semua atau kombinasi
tekan dan tarik
Kondisi I akan terjadi jika Me*y/Ix > P/A atau e > h/6

Kondisi II akan terjadi jika Me*y/Ix = P/A atau e = h/6

Kondisi III akan terjadi jika Me*y/Ix < P/A atau e < h/6
Analogi jika pada balok dengan penampang empat persegi panjang
bekerja beban P eksentris dengan posisi beban P di atas sumbu X
Kondisi II akan terjadi jika e = 1/6 h
Gaya P juga dapat bekerja pada sumbu X. Dengan cara yang sama
seperti pada gaya normal yang bekerja pada sumbu Y, maka analisa
tegangan pada penampang akibat gaya normal eksentris sepanjang
sumbu X :

P Me * x
σ
A Iy
P P*e * x
σ
A Iy

Titik tangkap gaya normal

1
Iy * h * b3
12
Beban P bekerja pada sumbu Y

P Mex * y
σ
A Ix
P P * ex * y
σ
A Ix

Beban P bekerja pada sumbu X

P Mey * x
σ
A Iy
P P * ey * x
σ
A Iy
Bagaimana jika Gaya Normal
bekerja diluar sumbu Y maupun
sumbu X.
Tegangan yang terjadi pada satu titik
di dalam penampang dipengaruhi
ketiga tegangan tersebut di atas dan
nilainya sangat ditentukan dimana
posisi dari titik yang ditinjay
Rumus umum tegangan :

P Mex * y Mey * x
σ = ± ±
A Ix Iy
P P * ex * y P * ey * x
σ = ± ±
A Ix Iy
Titik P bekerja pada K (dikuadran ke IV)
Tegangan pada titik A di kuadran ke II

P Mex * y Mey * x
σ = − −
A Ix Iy
P P * ex * y P * ey * x
σ = − −
A Ix Iy
Titik P bekerja pada K (dikuadran ke IV)
Tegangan pada titik B di kuadran ke I

P Mex * y Mey * x
σ = − +
A Ix Iy
P P * ex * y P * ey * x
σ = − +
A Ix Iy
Tegangan Normal Eksentris dan
Tegangan Momen Lentur
Tegangan Kombinasi akibat gaya
normal eksentris dan momen
lentur.
Akibat beban merata q, maka pada balok akan terjadi momen positif
maksimum = 1/8 qL2.
Jika ukuran balok bxh, maka pada tengah bentang balok akan timbul
tegangan tarik dan tegangan tekan yang nilainya sama :

1 qL2 * h 1 qL2
σa σtekan 8 2 8
1 bh 3 1 bh 2
12 6
1 qL2 * h 1 qL2
σb σtarik 8 2 8
1 bh 3 1 bh 2
12 6
Jika pada balok bekerja beban normal sentris N (tekan) dan beban
merata q, maka pada balok akan terjadi pengurangan tegangan tarik
di bagian bawah dan penambahan tegangan tekan di bagian atas
balok

1 qL2 * h 1 qL2
N 8 2 N 8
σa
bh 1 bh 3 bh 1 bh 2
12 6
1 qL2 * h 1 qL2
N 8 2 N 8
σb
bh 1 bh 3 bh 1 bh 2
12 6
Jika pada balok bekerja beban normal eksentris N (tekan) dan beban
merata q, maka pada balok akan terjadi pengurangan tegangan tarik
di bagian bawah akibat adanya tegangan normal tekan dan tegangan
akibat momen eksentris

1 qL2 * h N * ex * h
N 8 2 2
σb
bh 1 bh 3 1 bh 3
12 12
Jika pada balok bekerja beban normal eksentris N (tekan) dan beban
merata q, maka pada balok akan terjadi pengurangan tegangan tekan
di bagian atas akibat adanya tegangan normal tekan dan tegangan
akibat momen eksentris

1 qL2 * h N * ex * h
N 8 2 2
σb
bh 1 bh 3 1 bh 3
12 12
1 akibat gaya normal N (tekan)
2 akibat momen lentur ML (tekan) 1, 4 dan
3 akibat momen lentur ML (tarik) 5 akibat
gaya normal
4 akibat momen eksentris Mex (tarik)
eksentris
5 akibat momen eksentris Mex (tekan)
Pada saat balok hanya menderita beban q maka pada balok akan
timbul tegangan 2 (tekan) diatas dan tegangan 3 (tarik) di bawah.
Dengan adanya gaya normal eksentris N, tegangan 3 berkurang
setelah pada penampang bekerja 1 (tekan) dan 5(tekan).
Gaya normal N juga menaikkan tegangan tekan 2 akibat adanya
tegangan 1(tekan). Tetapi kenaikkan tegangan di sisi sebelah atas
balok dihambat karena adanya tegangan 4 (tarik).
Dengan adanya normal
eksentris di sebelah bawah
dari sumbu X akan
memberikan keuntungan
ganda yaitu menurunkan
tegangan tarik dibagian bawah
dan kenaikan tegangan tekan
dibagian atas tidak terlalu
besar.
Pengurangan tegangan tarik yang terjadi pada balok sering
dilakukan karena banyak material yang kemampuan menahan
tegangan tarik jauh lebih kecil daripada kemampuan menahan
tegangan tekan. Sebagai contoh pada batang atau balok yang
terbuat dari beton, kemapuan menahan tegangan tekan dari
beton lebih dari 10X kemampuan menahan tegangan tarik.
Pemberian tegangan normal tekan
eksentris (sentris) merupakan
konsep dasar perkuatan batang
(beton) yang menderita tegangan
tarik terlalu tinggi.

Kemampuan beton menahan


tegangan tarik jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kemampuan
menahan tegangan tekan.
Tegangan tarik yang melebihi
kemampuan tegangan tarik
maksimum pada batang akan
direduksi dengan pemberian
tegangan normal tekan eksentris
(sentris).
Pemberian tegangan normal tekan
sentris memberikan reduksi
tegangan tarik yang lebih kecil
dibandingkan dengan pemberian
tegangan normal tekan eksentris.
Sebuah balok dengan ukuran 80 x 130 cm2 dengan bentang 20 m menahan
beban q =100 kN/m.
Jika pada balok bekerja gaya normal sentris N = 10000 kN tegangan yang
terjadi pada balok adalah :
Jika pada balok bekerja gaya normal eksentris N = 10000 kN dan ex = 20
cm, tegangan yang terjadi pada balok adalah :
Tegangan Puntir/Torsi
Beban Puntir

Secara vektor

Contoh beban puntir


Tegangan di poros transmisi

Tegangan geser terjadi pada


poros yang mengalami beban
puntir
Terjadi tegangan pada arah
memanjang dan bidang
tegak lurus sumbu poros
Tegangan Geser akibat puntir

Distribusi tegangan geser akibat puntir


Poros pejal Poros berlubang (hollow)

T = torsi (Nm)
J = momen inersia
polar poros (m4)

Tegangan geser maks Tegangan geser pada


c adalah jari-jari poros jarak ρ dari pusat poros
Deformasi akibat beban torsi

Regangan maksimum terjadi pada


permukaan terluar poros atau
Contoh
Sebuah poros berlubang dengan panjang 1,5 m
berdiameter dalam 40 mm dan diameter luarnya
60 mm mengalami beban puntir seperti di gambar
a. Tentukan torsi maksimum yang dapat diberikan
ke poros jika tegangan geser maksimum yang
diijinkan sebesar 120 MPa
b. Tegangan geser minimum yang terjadi

Solusi

a.

b.
Poros dengan penampang bervariasi

torsi dalam

DBB
Poros dengan penampang bervariasi
Diberi beban puntir Tc
τ max =
J

J= momen inersia penampang


di mana terjadi T
Ilustrasi

Patah ulet Patah getas


Material ulet tidak kuat Material getas tidak kuat
menahan tegangan geser menahan tegangan
akibat puntir normal akibat puntir
Contoh
Poros BC adalah poros berlubang dengan
diameter dalam 90 mm dan diameter luar
120 mm. Poros AB dan CD adalah poros pejal
berdiameter d. untuk pembebanan seperti
Di gambar tentukan:
a. Tegangan maksimum dan minimum di poros
BC
b. Diameter d yang diperlukan oleh poros AB
dan CD jika tegangan geser yang diijinkan
sebesar 65 MPa
Solusi
Sudut Puntir

Hukum Hooke
berlaku di daerah
elastis

Sudut puntir
Beban puntir kombinasi
Poros Statis tak tentu
Sebuah poros baja dan tabung aluminium
dihubungkan dengan tumpuan tetap dan piringan
kaku seperti gambar. Jika diketahui bahwa tegangan
awal adalah nol, tentukan torsi maksimum T0 yang
dapat diberikan ke piringan jika tegangan yang diijinkan
adalah 120 MPa di poros baja dan 70 MPa di tabung
aluminium. Gunakan G=77 GPa untuk baja dan G=27
GPa untuk aluminium
Solusi

Asumsi persyaratan τ<=70 MPa untuk aluminium yang kritis

Karena τ lebih dari τijin untuk baja(120MPa) maka τmax=120 Mpa


digunakan untuk mencari T0 maksimum
SEKIAN
TERIMA KASIH
Soal
Tegangan Normal Eksentris dan
Tegangan Momen Lentur
Tegangan Kombinasi akibat gaya
normal eksentris dan momen
lentur.
Contoh :

Hitung tegangan normal maksimum yang


terjadi pada titik I.
Gambarkan diagram tegangan normal
pada titik I
Contoh :
A 75 * 15 45 * 40 65 * 15 85 * 15 30 * 25
A 4425 cm 2

75 * 15 * 77.5 45 * 40 * 50
65 * 15 * 22.5 85 * 15 * 7.5
30 * 25 * 45
y
4425
y 39.534 cm

1
Ix * 75 * 15 3 75 * 15 * (77.5 - 39.534) 2
12
1
* 45 * 40 3 45 * 40 * (50 - 39.534) 2
12
1
* 65 * 15 3 65 * 15 * (22.5 - 39.534) 2
12
1
* 85 * 15 3 85 * 15 * (7.5 - 39.534) 2
12
1
* 25 * 30 3 - 30 * 25 * (45 - 39.534) 2
12
Ix 3634663.665 cm 4
Contoh :
A 75 * 15 45 * 40 65 * 15 85 * 15 30 * 25
A 4425 cm 2

75 * 15 * 42.5 45 * 40 * 42.5
65 * 15 * 42.5 85 * 15 * 42.5
30 * 25 * 42.5
x
4425
x 42.5 cm

1 1
Iy * 15 * 75 3 * 40 * 45 3
12 12
1 1
* 15 * 65 3 * 15 * 85 3
12 12
1
* 30 * 25 3
12
Iy 1902968.75 cm 4
Contoh :
Contoh :
A 4425 cm 2 Ix 3634663.665 cm 4

N 10000 kN
σ1 22598.87 2
22.599 MPa (tekan)
A 0.4425 m
2453.4 * 0.45466 kN
σ2 30689.575 2
30.69 MPa (tarik)
0.03634663665 m
2453.4 * 0.39534 kN
σ3 26685.472 2
26.685 MPa (tekan)
0.03634663665 m

PN 1000 kN
σ4 2259.887 2
2.26 MPa (tekan)
A 0.4425 m
Contoh :
A 4425 cm 2 Ix 3634663.665 cm 4

N 10000 kN
σ1 22598.87 2
22.599 MPa (tekan)
A 0.4425 m
2453.4 * 0.45466 kN
σ2 30689.575 2
30.69 MPa (tarik)
0.03634663665 m
39.534
σ3 * 30.69 26.685 MPa (tekan)
45.466
1000
σ4 * 22.599 2.26 MPa (tekan)
10000
Contoh :
A 4425 cm 2 Ix 3634663.665 cm 4

6641.1 * 0.45466 kN
σ5 83073.505 2
83.074 MPa (tekan)
0.03634663665 m

6641.1 * 0.39534 kN
σ6 72234.812 2
72.235 MPa (tarik)
0.03634663665 m
Contoh :
A 4425 cm 2 Ix 3634663.665 cm 4

6641.1 * 30.69
σ5 83.075 MPa (tekan)
2453.4

6641.1 * 26.685
σ6 72.234 MPa (tarik)
2453.4
Contoh :
A 4425 cm 2 Iy 1902968.75 cm 4

1250 * 0.425 kN
σ7 27916.906 2
27.917 MPa (tarik)
0.0190296875 m

1250 * 0.425 kN
σ8 27916.906 2
27.917 MPa (tekan)
0.0190296875 m

42.5
σ8 * 27.917 27.917 MPa (tekan)
42.5
Soal
Tegangan Geser
Contoh :

Hitung tegangan normal maksimum yang


terjadi pada titik I.
Gambarkan diagram tegangan normal
pada titik I
TEGANGAN GESER
TEGANGAN BIDANG PADA BALOK

MEKANIKA BAHAN
SEKAR MENTARI ST MT
Tegangan Bidang
• Jenis-jenis tegangan yang timbul pada batang akibat tarik, tekan,
maupun torsi yang sudah dipelajari hingga saat ini adalah merupakan
contoh-contoh dari tegangan bidang (plane stress)
• Tinjau suatu elemen kubus dalam gambar, dengan sumbu xyz sejajar
dengan tepi-tepi elemen

• Bila bahan berada dalam keadaan tegangan


bidang dalam bidang xy, maka hanya muka x dan
y dari elemen yang mengalami tegangan, muka z
tidak bertegangan dan sumbu z adalah normal
permukaan tersebut

Tegangan bukanlah vektor karena tidak dapat dijumlahkan dengan aturan jajaran genjang. Sebenarnya
tegangan merupakan besaran yang lebih rumit daripada vektor dan dalam matematika disebut tensor.
Besaran tensor lainnya adalah regangan dan momen inersia
Tegangan Bidang
Tegangan Normal
• Tegangan normal s, mempunyai subskrip yang menunjukkan muka di
mana tegangan normal tersebut bekerja
• Tegangan yang bekerja di muka x dari elemen dinotasikan sx
• Tegangan yang bekerja di muka y dari elemen dinotasikan sy
• Tegangan normal yang sama bekerja di muka yang berlawanan
Tegangan Geser
• Tegangan geser t, memiliki dua subskrip, subskrip pertama
menunjukkan muka di mana tegangan bekerja, subskrip kedua
menunjukkan arah di muka tersebut
• Tegangan txy bekerja di muka x dalam arah sumbu y
• Tegangan tyx bekerja di muka y dalam arah sumbu x
Tegangan Bidang

Perjanjian Tanda
• Tegangan normal bernilai positif untuk tegangan tarik, dan bernilai
negatif untuk tegangan tekan
• Tegangan geser bernilai positif apabila bekerja di muka positif dalam
arah positif, atau bekerja di muka negatif dalam arah negatif.
Sedangkan tegangan geser bernilai negatif apabila bekerja dalam
muka dan arah yang tidak bertanda sama
txy = tyx

Untuk memudahkan penggambaran elemen tegangan bidang,


biasanya cukup digambarkan dalam bentuk dua dimensi
Keadaan tegangan secara umum di
suatu titik

Keadaan tegangan bidang


dua permukaan (mis: arah z) Contoh keadaan
dianggap tidak ada tegangan tegangan bidang
Tegangan Utama dan Bidang Utama

Keadaan tegangan bidang di suatu elemen (a)


Keadaan tegangan apabila elemen diputar dengan
sudut θ (b)
Apabila tegangan yang terjadi pada suatu sudut q adalah
yang maksimum maka disebut tegangan utama dan bidang
di mana terjadi tegangan maksimum tersebut disebut bidang
utama
Ilustrasi
Sebuah tanki tekanan berbentukbola adalah
contoh penerapan tegangan bidang karena
luas bidan gbola jauh lebihbesar dari tebal
bola, maka tegangan ke arah radial biasanya
diabaikan
Tegangan Bidang

Tegangan di Potongan Miring


• Selanjutnya akan ditinjau tegangan pada elemen
kubus tadi, apabila elemen ini diputar
berlawanan jarum jam melalui sudut q terhadap
sumbu xy
• Elemen yang diputar ini terkait dengan sumbu
x1,y1 dan z1
• Tegangan normal dan geser pada elemen baru
ini diberi notasi sx1, sy1, tx1y1 dan ty1x1
• Pada elemen ini berlaku pula hubungan
t x1 y1  t y1x1
Tegangan Bidang

Tegangan di Potongan Miring


• Potongan elemen tegangan yang mempunyai muka miring yang sama dengan muka x1
dari elemen miring, ditunjukkan pada gambar kiri
• Untuk menuliskan persamaan kesetimbangan potongan elemen tersebut, maka dibuat
free-body diagram yang menunjukkan gaya-gaya yang bekerja di semua muka
• Luas muka kiri (muka x negatif) diberi notasi Ao.

Stresses Forces
Tegangan Bidang
• Susun persamaan kesetimbangan
• SFx1 = 0
sx1Aosec q – sxAocos q – txyAosin q – syAotan q sin q – txyAo tan q cos q = 0

• SFy1 = 0
tx1y1Aosec q + sxAosin q – txyAocos q – syAotan q cos q + tyxAo tan q sin q = 0

• Karena txy = tyx, maka dua persamaan di atas dapat disederhanakan :

sx1 = sxcos 2q + sysin 2q + 2txysin q cos q Jika q = 0o


atau 90o ??
tx1y1= −(sx− sy)sin q cos q + txy(cos 2q − sin 2q)
Tegangan Bidang
• Dari persamaan-persamaan dalam trigonometri :
cos 2 q 
1
1  cos 2q  sin 2 q 
1
1  cos 2q  sin q cos q 
1
sin 2q
2 2 2

• Maka persamaan sebelumnya dapat dituliskan menjadi :


s x s y s x s y
s x1   cos 2q  t xy sin 2q
2 2
s x s y
t x1 y1   sin 2q  t xy cos 2q
2

Persamaan ini disebut persamaan transformasi untuk tegangan bidang, karena persamaan ini
mentransformasikan komponen tegangan dari satu sistem sumbu ke sistem sumbu lainnya
Tegangan Bidang
• Dengan mengganti nilai q menjadi q+90o, maka akan diperoleh sy1 :
s s y s x s y
s y1  x  cos 2q  t xy sin 2q
2 2
• Dan akhirnya akan didapatkan pula hubungan :
s x1  s y1  s x  s y

• Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah tegangan normal yang


bekerja di muka-muka yang saling tegak lurus dari elemen tegangan
bidang adalah konstan dan tidak bergantung pada sudut q.
Tegangan Bidang
• Jika semua tegangan yang bekerja di elemen xy adalah nol kecuali
tegangan normal sx, maka elemen dikatakan berada dalam keadaan
tegangan uniaksial
• Persamaan transformasi yang berkaitan adalah :
sx1 atau tx1y1
sx
s x1  1  cos 2q 
2
sx
t x1 y1   sin 2q
2

smaks = sx
tmaks = 0.5sx
Tegangan Bidang
• Apabila sx= sy = 0, namun txy dan tyx ≠ 0 maka elemen dikatakan
berada dalam keadaan geser murni (pure shear)
• Persamaan transformasi yang berkaitan adalah :
s x1  t xy sin 2q

t x1 y1  t xy cos 2q sx1

sx1 maks pada


tx1y1 q = 45o
Tegangan Bidang
• Bila elemen mengalami tegangan normal dalam arah x dan y, tanpa ada
tegangan geser maka elemen dikatakan berada dalam keadaan
tegangan biaksial
• Persamaan transformasi yang berkaitan adalah :
s x s y s x s y
s x1   cos 2q
2 2
s x s y
t x1 y1   sin 2q
2
Contoh 1
Sebuah elemen yang berada dalam
keadaan tegangan bidang mengalami
tegangan sx = 110 MPa, sy = 40 MPa dan
txy = tyx = 27 MPa, seperti tampak pada
gambar. Hitunglah semua tegangan yang
bekerja pada suatu elemen yang miring
pada sudut q = 45o
Jawab :
s x s y 110  40 s x s y 110  40
  75MPa   35MPa txy = 27 MPa
2 2 2 2

sin 2q = sin 90o = 1 cos 2q = cos 90o = 0

sx sy sx s y
s x1   cos 2q  t xy sin 2q = 75 + 35(0) + 27(1) = 102 MPa
2 2

s x s y
t x1 y1   sin 2q  t xy cos 2q =  35(1) + 27(0) = 35 MPa
2
s x s y s x s y
s y1   cos 2q  t xy sin 2q = 75 – 35(0) = 75 MPa
2 2
Tegangan Utama & Tegangan Geser Maksimum
• Tegangan normal maksimum dan minimum (yang disebut dengan
tegangan utama), dicari dari persamaan transformasi untuk sx1 yang
dideferensial terhadap q dan menyamakannya dengan nol.
ds x1
 s x  s y  sin 2q  2t xy cos 2q
dq
• Yang menghasilkan 2t xy
tan 2q p 
s x s y

• Dua harga sudut 2qp yang diperoleh berbeda sebesar 180o, sehingga qp
sendiri mempunyai dua nilai yang berbeda 90o. Sudut qp dikenal
sebagai sudut utama
• Bidang yang berkaitan dengan sudut utama, disebut dengan bidang
utama
Tegangan Utama & Tegangan Geser Maksimum
• Dari persamaan untuk tan 2qp, maka dapat diperoleh pula hubungan
untuk sin 2qp dan cos 2qp sebagai berikut
t xy s x s y
sin 2q p  cos 2q p 
R 2R
• Dengan nilai R adalah :

 s x s y 
2

R     t xy 2
 2 
Tegangan Utama & Tegangan Geser Maksimum
• Dari dua buah nilai qp yang diperoleh, maka akan ditemukan besarnya
tegangan – tegangan utama sebagai berikut :

s x s y  s x s y 
2

s 1,2      t xy 2
2  2 
• Dengan s1 merupakan tegangan utama maksimum, dan s2 adalah
tegangan utama minimum
• Dari persamaan tersebut dapat dilihat pula bahwa berlaku juga
hubungan yang menyatakan s1 + s2 = sx + sy

Tegangan geser adalah sama dengan nol di bidang-bidang utama


Tegangan Utama & Tegangan Geser Maksimum
• Elemen-elemen yang berada dalam keadaan tegangan uniaksial dan
tegangan biaksial, memiliki bidang utama berupa bidang-bidang x dan
y itu sendiri (karena nilai tan 2qp = 0, yang dipenuhi oleh qp = 0o dan
90o)
• Elemen yang berada dalam geser murni, memiliki bidang utama yang
berorientasi 45o terhadap sumbu x (karena tan 2qp = , yang dipenuhi
oleh qp = 45o dan 135o). Jika txy positif, maka s1 = txy, da s2 = - txy

Elemen dalam keadaan Tegangan Elemen dalam keadaan Geser Murni


Uniaksial dan Biaksial
Tegangan Utama & Tegangan Geser Maksimum
• Dengan cara yang sama tegangan geser maksimum dan bidang dimana
tegangan tersebut bekerja dapat dicari dari persamaan transformasi
untuk tx1y1 yang dideferensial terhadap q dan menyamakannya dengan
nol. dt x1 y1
 s x  s y cos 2q  2t xy sin 2q  0
dq
• Yang menghasilkan s x s y
tan 2q s  
2t xy
• Diperoleh pula hubungan antara qs dan qp sebagai berikut :
q s1  q p1  45o

q s 2  q p1  45o
Tegangan Utama & Tegangan Geser Maksimum
• Besarnya tegangan geser maksimum yang diperoleh adalah :
 s x s y 
2

t maks     t xy 2
 2 

• Dapat dibuktikan pula bahwa tegangan geser maksimum sama dengan


setengah selisih tegangan-tegangan utama
s s 2
t maks  1
2
• Bidang-bidang tegangan geser maksimum juga mengandung tegangan
normal yang besarnya sama dengan : s x s y
s ratarata 
2
Ilustrasi
Keadaan tegangan pada suatu titik seperti
Di gambar di samping ini. Tentukanlah:
a. Bidang utama
b. Tegangan-tegangan utama
c. Tegangan geser maksimum dan tegangan
normal saat terjadi tegangan geser maksimum
TERIMA KASIH
TEGANGAN BIDANG PADA BALOK

MEKANIKA BAHAN
SEKAR MENTARI ST MT
LATIHAN

Tentukan tegangan normal dan geser


pada permukaan bidang dengan sudut seperti
di gambar di samping ini
LATIHAN

Sebuah elemen yang dalam keadaan


tegangan bidang mengalami tegangan sx =
85 MPa, sy = −29 MPa dan txy = −32 MPa
seperti tampak pada gambar.
a. Tentukan tegangan utama dan tunjukkan
tegangan tersebut pada suatu gambar
elemen yang berorientasi benar
b. Tentukan tegangan geser maksimum dan
tunjukkan tegangan tersebut pada gambar
elemen yang berorientasi benar
Jawab :
Tegangan Utama
Tegangan Geser Maksimum

Gambar Tegangan
Tugas Latihan Soal

Tentukan bidang utama dan tegangan-tegangan utama sbb


TERIMA KASIH
LINGKARAN MOHR

MEKANIKA BAHAN
SEKAR MENTARI ST MT
Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Bidang
• Persamaan transformasi untuk tegangan bidang dapat
dinyatakan dalam bentuk grafis yang sering dikenal dengan
Lingkaran Mohr
• Sebutan Lingkaran Mohr diberikan untuk menghargai jasa
ilmuwan Jerman Otto Christian Mohr (1835-1918) yang
menemukannya pada tahun 1882.
• Lingkaran Mohr ini sangat berguna dalam analisis tegangan,
karena dapat memberikan beragam informasi tegangan normal
dan tegangan geser yang bekerja pada setiap bidang dari suatu
elemen
Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Bidang

• Persamaan-persamaan transformasi untuk tegangan bidang


dapat dituliskan kembali menjadi :
s x s y s x s y
s x1   cos 2q  t xy sin 2q
2 2
s x s y
t x1 y1   sin 2q  t xy cos 2q
2
• Jika kedua sisi dikuadratkan, dan jumlahkan keduanya maka
akan didapatkan :
s x s y   s x s y 
2 2

 s x1    t x1 y12     t xy 2
 2   2 
Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Bidang

• Dengan mengingat bahwa :


 s x s y 
2
s x s y
s ratarata  R     t xy 2
2  2 

• Maka persamaan tersebut dapat dituliskan ringkas :


s x1  s ratarata 2  t x1y12  R 2
• Persamaan tersebut merupakan persamaan lingkaran dalam sistem
koordinat x1 dan y1, memiliki radius R dan pusat lingkaran tersebut
terletak pada sx1 = srata-rata dan tx1y1 = 0
Lingkaran Mohr untuk
tegangan bidang

Keadaan tegangan bidang


dengan tegangan-tegangan utamanya Representasi Lingkaran Mohr
Lingkaran Mohr

Tegangan Geser Maksimum pada Lingkaran Mohr


membentuk sudut 450 dengan tegangan2 utama
Lingkaran Mohr

Perjanjian tanda pembuatan Lingkaran Mohr


Ilustrasi
Ilustrasi (lanjutan)

Keadaan tegangan2 utama dan tegangan geser maksimum serta


Lingkaran Mohrnya
Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Bidang

• Dalam menggambarkan lingkaran Mohr, diambil


kesepakatan tegangan geser positif digambar dalam arah
sumbu vertikal ke bawah dan sudut positif sebesar 2q
digambarkan berlawanan arah jarum jam
 s x s y 
2

R     t xy 2
 2 

s x s y 
C  ;0 
 2 
Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Bidang
Apabila nilai sx, sy dan txy diketahui, maka dapat digambarkan
Lingkaran Mohr dengan langkah sebagai berikut :
• Gambarkan sistem koordinat sx1 (absis) dan tx1y1 (ordinat)
• Tentukan lokasi pusat lingkaran (titik C)
• Tentukan lokasi titik A (q = 0o), yang merepresentasikan
tegangan di muka x, dan titik B (q = 90o) yang
merepresentasikan tegangan di muka y
• Garis yang melalui titik A, B dan pusat C merupakan diameter
lingkaran
• Dengan menggunakan titik C sebagai pusat, gambarkan
lingkaran Mohr melalui titik A dan B
Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Bidang
Tegangan
Geser Maks

s x s y
cos 2q p1 
2R
t xy
sin 2q p1 
R

Tegangan
Utama Maks

1  s x s y  1  s x s y 
cos    cos 2q  t xy sin 2q  sin    sin 2q  t xy cos 2q 
R 2  R 2 
Tegangan Bidang
Contoh 3
Di suatu titik pada permukaan suatu
silinder bertekanan, bahannya
mengalami tegangan biaksial sx = 90 MPa
dan sy = 20 MPa. Dengan menggunakan
Lingkaran Mohr, tentukanlah tegangan
yang bekerja di suatu elemen yang
miring pada sudut q = 30o.
s x s y
2
  90  20 
2

R     t xy 2     0  35MPa
 2   2 

D (sx1;tx1y1) q = 30o
sx1 = srerata + R cos 60o = 72,5 MPa
R tx1y1=  R sin 60o =  30,3 MPa

60o q = 0o
q= 90o
sx1
B (20;0) C (55;0) A (90;0)

q = 120o D’ (sy1;ty1x1)
sy1 = srerata  R cos 60o = 37,5 MPa
ty1x1= R sin 60o = 30,3 MPa
tx1y1
Contoh 4
Sebuah elemen yang dalam keadaan
tegangan bidang di permukaan mesin
besar, mengalami tegangan sx = 105
MPa, sy = 35 MPa dan txy = 27,5 MPa.
Dengan menggunakan Lingkaran Mohr,
tentukanlah:
a.tegangan yang bekerja di suatu elemen
yang miring pada sudut q = 40o
b.Tegangan utama
c.Tegangan geser maksimum
 s x s y
2
  105  35 
2

R     t xy 2     27 ,5  44,51MPa
2

 2   2 

S1 (70;R) qS1 = 64,08o

D (sx1;tx1y1) q = 40o
q = 90o B (35;−27,5) sx1 = 70 + 44,51(cos 41,84o) = 103,16 MPa
R
80o tx1y1=  44,51(sin 41,84o) = 29,69 MPa

41,84o P1 (s1;0) q = 19,08o s1 = 70 MPa + 44,51 MPa


q = 109,08o P2 (s2;0)
sx1 = 114,51 MPa
s2 = 70 MPa  44,51 MPa C (70;0) 38,16o
= 25,49 MPa 41,84o

A (105;27,5) q = 0o

q = 130o D’ (sy1;ty1x1)
sy1 = 70  44,51(cos 41,84o) = 36,84 MPa S2 (70;+R) qS2 = 26,92o
tx1y1= 44,51(sin 41,84o) = 29,69 MPa

tx1y1
TERIMA KASIH
DEFLEKSI DAN ROTASI BALOK LENTUR

A. Defleksi
Semua balok yang terbebani akan mengalami deformasi (perubahan bentuk) dan
terdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya. Dalam struktur bangunan, seperti : balok
dan plat lantai tidak boleh melentur terlalu berlebihan untuk mengurangi/meniadakan
pengaruh psikologis (ketakutan) pemakainya.
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan defleksi dan deformasi pada balok, diantaranya adalah : metode integrasi ganda
(”doubel integrations”), luas bidang momen (”Momen Area Method”), dan metode luas
bidang momen sebagai beban. Metode integrasi ganda sangat cocok dipergunakan untuk
mengetahui defleksi sepanjang bentang sekaligus. Sedangkan metode luas bidang momen
sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui defleksi dalam satu tempat saja. Asumsi
yang dipergunakan untuk menyelesaiakan persoalan tersebut adalah hanyalah defleksi
yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak-lurus terhadap sumbu balok, defleksi
yang terjadi relative kecil dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang
berbentuk bidang datar akan tetap berupa bidang datar walaupun terdeformasi.
2. Metode Luas Bidang Momen
Metode luas bidang momen inipun juga mempunyai kelemahan yang sama apabila
dipakai pada konstruksi dengan pembebanan yang lebih kompleks. Namun demikian
metode ini sedikit lebih praktis, karena proses hitungan dilakukan tidak secara matematis
tetapi bersifat numeris.

d

A B
 y
m n B’
B”
dx d d

AB

x

M BMD

Gambar 2.6. Gambar Balok yang mengalami Lentur

Dari gambar 2.6 tersebut didapat persamaan


1 d M
 =
r dx EI
atau dapat ditulis menjadi
M
d  dx (2.6)
EI
Dari persamaan 2.6 dapat didefinisikan sebagai berikut :
Definisi I : Elemen sudut d yang dibentuk oleh dua tangen arah pada dua titik yang
berjarak dx, besarnya sama dengan luas bidang momen antara dua titik
tersebut dibagi dengan EI.

Dari gambar 2.6, apabila dx adalah panjang balok AB, maka besarnya sudut yang
dibentuk adalah :

1 1
b b
2 3

h h

b b
A = bh A = bh/2
(a) Segi empat (b) Segi tiga
3 1
b b
8 4

h h

b b
A = (2/3)bh A = bh/3
(c) Parabola pangkat 2 (d) Parabola Pangkat 2

n  1 b 1
2n  2
b
n2

h h

b b
n 1
A bh A bh
n 1 n 1

(e) Parabola pangkat n (f) Parabola Pangkat n


Gambar 2.7. Letak titik berat
L M
AB   dx
0 EI
Berdasarkan garis singgung m dan n yang berpotongan dengan garis vertikal yang
melewati titik B, akan diperoleh :
M.x
B' B"  d  x.d  dx (2.7)
EI
Nilai M.dx = Luas bidang momen sepanjang dx.
M.x.dx = Statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari elemen
M.
Sehingga dari persamaan 2.7 dapat didefinisikan sebagai berikut :
Definisi II : Jarak vertikal pada suatu tempat yang dibentuk dua garis singgung pada dua
titik suatu balok besarnya sama dengan statis momen luas bidang momen
terhadap tempat tersebut dibagi dengan EI.
L M.x
Jarak BB'     dx
0 EI
Untuk menyelesaikan persamaan tersebut yang menjadi persoalan adalah letak
titik berat suatu luasan, karena letak titik berat tersebut diperlukan dalam menghitung
statis momen luas M.dx.x. Letak titik berat dari beberapa luasan dapat dilihat pada
gambar 2.7.
Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen,
akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.

Contoh 2.5. Balok Sederhana dengan Beban Merata


Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang
menahan beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.8, dengan metode luas
bidang momen.

Penyelesaian :
1 2
Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = qL
8
5 L 5
Letak titik berat dari tumpuan A sebesar = .  L
8 2 16
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :
Luas bidang momen
C 
EI
2 1 2 L
. qL .
C  3 8 2
EI
qL3
C 
24EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar :
Statis momen luas bidang
CC’ = C =
EI
2 1 2 L 5L
. qL . .
C  3 8 2 16
EI
5qL4
C 
384EI
q

A B
C C
C
C’

L/2
BMD
5 L
.
8 2

5 L

.
8 2

Gambar 2.8. Balok sederhana yang menahan beban merata

Contoh 2.6. Cantilever dengan Beban Merata


Hitung defleksi maksimum (B) yang terjadi pada struktur cantilever yang
menahan beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.9, dengan metode luas
bidang momen.

Penyelesaian :
1
Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - qL2
2
3
Letak titik berat ke titik B sebesar = L
4
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :
Luas bidang momen
B 
EI
1 1 2
L. qL
B  3 2
EI
qL3
B 
6EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar :
Statis momen luas bidang
BB’ = B =
EI
1 1 2 3
L. qL . L
B  3 2 4
EI
qL4
B 
8EI

A B
B B
B’
L

1 qL2  BMD
2

3 L
4

Gambar 2.9. Cantilever yang menahan beban merata

Contoh 2.7. Cantilever dengan Beban Titik


Hitung defleksi maksimum (B) yang terjadi pada struktur cantilever yang
menahan beban titik, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.10, dengan metode luas
bidang momen.
P
B
A B B
B’
L

PL  BMD

2 L
3
Gambar 2.10. Cantilever yang menahan beban titik

Penyelesaian :
Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - PL
2
Letak titik berat ke titik B sebesar = L
3
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :
Luas bidang momen
B 
EI
1
L.PL
B  2
EI
PL2
B 
2EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar :
Statis momen luas bidang
BB’ = B =
EI
1 2
L.PL . L
B  2 3
EI
PL3
B 
3EI
Contoh 2.8. Balok Sederhana dengan Beban Titik
Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang
menahan beban titik, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.11, dengan metode luas
bidang momen.
P

A B
C C
C
C’

L/2
BMD
PL 
1
4

2 L
.
3 2
Gambar 2.11. Balok sederhana yang menahan beban titik

Penyelesaian :
1
Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = PL
4
2 L 1
Letak titik berat dari tumpuan A sebesar = .  L
3 2 3
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :
Luas bidang momen
C 
EI
1 1 1
. L. PL
C  2 2 4
EI
PL2
C 
16EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar :
Statis momen luas bidang
CC’ = C =
EI
1 1 1 2L
. L. PL.
C  2 2 4 32
EI
PL3
C 
48EI
3. Metode Luas Bidang Momen Sebagai Beban
Metoda yang sudah dibahas di atas mempunyai kelemehana yang sama, yaitu
apabila konstruksi dan pembebanan cukup kompleks. Metode ”Bidang Momen Sebagai
Beban” ini pun dirasa lebih praktis dibanding dengan metode yang dibahas sebelumnya.
Metode ini pada hakekatnya berdasar sama dengan metode luas bidang momen,
hanya sedikit terdapat perluasan. Untuk membahas masalah ini kita ambil sebuah
konstruksi seperti tergambar pada gambar 2.12, dengan beban titik P, kemudian momen
dianggap sebagai beban.
Dari gambar 6.12, W adalah luas bidang momen, yang besarnya
1 Pab Pab
W  .L. 
2 L 2
Berdasarkan definisi II yang telah dibahas pada metode luas bidang momen, maka
didapat:
Statis momen luas bidang momen terhadap B
1 =
EI
 Pab  1 1
1    L  b 
 2  3  EI
PabL  b 
1 
6EI

Pada umumnya lendutan yang terjadi cukup kecil, maka berdasarkan pendekatan
geometris akan diperoleh :
1
1  A .L atau A 
L
PabL  b  R A
A  
6EIL EI
Dengan cara yang sama akan dihasilkan :
PabL  a  R B
B  
6EIL EI
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa : Sudut tangen di A dan B besarnya
sama dengan reaksi perletakan dibagi EI.
Berdasarkan gambar 2.12 sebenarnya yang akan dicari adalah defleksi pada titik C
sejauh x meter dari dukungan A (potongan i-j-k) yaitu sebesar Zc.
Zc = ij = ik – jk
Berdasarkan geometri, maka besarnya ik = A . x, maka
RA
ik  x
EI
Sedangkan berdasarkan definisi II adalah statis momen luasan A-m-n terhadap bidang m-
n dibagi EI, maka
x
luas A  m  n.
jk = 3
EI

a b

P
A i B

j
k

1
x

BMD
Pab
m 
L

A n
x
 W
Pab
 B
3 2

1
( L  b) 
3
PabL  b  PabL  a 
RA   RB  
6L 6L

Gambar 2.12. Konstruksi Balok Sederhana dan Garis Elastika

Sehingga lendutan ZC yang berjarak x dari A, adalah :


Zc = ij = ik – jk
1 x
ZC   R A x  luas Amn.  (2.8)
EI  3
Berdasarkan persamaan 2.8 didapat definisi III sebagai berikut :
Definisi III : Lendutan disuatu titik didalam suatu bentangan balok sedrhana besarnya
sama dengan momen di titik tersebut dibagi dengan EI apabila bidang
momen sebagai beban.
Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen sebagai
beban, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.

Contoh 2.9. Balok Sederhana dengan Beban Merata


Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang menahan
beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13, dengan metode luas bidang
momen sebagai beban.

(a) A B
C C
C
C’

L/2

(b) 5 L BMD
.
8 2

5 L
.
8 2
(c) A B

5 L
.
8 2
Gambar 2.13. Balok sederhana yang menahan beban merata

Penyelesaian :
Langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah mencari momen terlebih
dahulu, hasilnya sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.b. Hasil momen tersebut
kemudian dijadikan beban, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.13.c. Kemudian
dicari atau dihitung besarnya reakasi dan momennya. Besarnya A adalah sebesar RA
akibat beban momen dibagi dengan EI, sedangkan B adalah sebesar RB akibat beban
momen dibagi dengan EI, dan besarnya max adalah sebesar MC akibat beban momen
dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penyelesaian dibawah ini.
Berdasarkan gambar 2.13.a. didapat momen sebagaimana digambarkan pada gambar
1 2
2.13.b, yang besarnya sebesar MC = qL
8
Dari bidang momen yang didapat pada gambar 2.13.b dibalik dan dijadikan beban
sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.c. Dari gambar 2.13.c didapat reaksi yang
besarnya :
1  2 L 1
R A  R B   qL2     qL3 (besarnya sama dengan Amn = W)
8  3  2  24
Dengan demikian sudut kelengkunagannya dapat dihitung, yaitu sebesar :
RA qL3
A  B  
EI 24EI

Dari gambar 2.13.c. didapat juga momen dititik C, yaitu sebesar :


qL3 L qL3 3 L 5qL4
MC  .  . . 
23 2 24 8 2 384
Besanya max dapat dihitung yaitu sebesar :
Mc
C 
EI
5qL4
C 
384EI

B. Deformasi
Deformasi (perubahan bentuk) balok disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah : Akibat beban luar yang bekerja (seperti beban merata, terpusat, segitiga, dan
sebagainya), momen pada salah satu ujung balok, dan perpindahan (translasi) relatif ujung
balok terhadap ujung balok yang lain.
1. Deformasi Akibat Beban Merata
Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban merata
sebagaimana digambarkan pada gambar 2.14, dapat dihitung dengan metode luas bidang
momen sebagai beban.
Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar
1 2
Mmax = qL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD (Bending
8
Moment Diagram), seperti gambar 2.14b, kemudian BMD tersebut dipergunakan sebagai
beban, seperti gambar 2.14c, sehingga didapat reaksi perletakan pada tumpuan A dan B,
yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :
2 1 2
. qL .L
Luas bidang momen 3 8 qL3
RA  RB  = =
2 2 24
Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
RA qL3
A  =
EI 24EI
RB qL3
B   = 
EI 24EI
dengan E adalah Modulus Elastis dan I adalah Momen Inersia.

A B (a)
A B

L/2

Mmax (b)
BMD

Mmax (c)
A

Gambar 2.14. Balok sederhana yang menahan beban merata

2. Deformasi Akibat Momen Pada Salah Satu Ujung Balok


Struktur balok yang menahan beban momen di ujung A sebagaimana digambarkan
pada gambar 2.15. didapat bidang momennya berupa BMD.
MA A B
(a)
A B

MA (b)
BMD

Gambar 2.15. Balok sederhana yang menahan beban momen di Ujung A

BMD tersebut, dipergunakan sebagai beban sehingga didapat reaksi perletakan pada
tumpuan A dan B, yaitu sebesar:
2 2 1 M .L
RA  Luas bidang momen = . .L.M A = A
3 3 2 3
1 1 1 M .L
R B  Luas bidang momen = . .L.M A = A
3 3 2 6
Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
R A MAL
A  =
EI 3EI
RB M L
B   =  A
EI 6EI
Jika beban momen terletak pada ujung B sebagaimana tergambar pada gambar
2.16, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
R A M BL
A  =
EI 6EI
RB M L
B   =  B
EI 3EI

A B MB
(a)
A B

MB (b)
BMD

Gambar 2.16. Balok sederhana yang menahan beban momen di Ujung B


3. Deformasi Akibat Perpindahan (Translasi).
Jika suatu balok mengalami perpindahan ujung sebesar sebagaimana pada
gambar 2.17, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :

A  B 
L

A B

A B
L

Gambar 2.17. Balok yang mengalami translasi terhadap ujung yang lain

4. Deformasi Akibat Beban Terpusat di Tengah Bentang


Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban terpusat di
tengah bentang digambarkan sebagaimana pada gambar 2.18, dapat dihitung dengan
metode luas bidang momen sebagai beban.

A B
(a)
A B

Mmax (b)
BMD
Gambar 2.18. Balok sederhana yang menahan beban merata

Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar Mmax =
PL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD, kemudian BMD
4
tersebut dipergunakan sebagai beban sehingga didapar reaksi perletakan pada tumpuan A
dan B, yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :
1 PL
. .L
Luas bidang momen PL2
R A'  RB'  = 2 4 =
2 2 16
Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar : R 'A qL3
A  =
EI 16 EI
R 'B qL3
B   = 
EI 16EI
Contoh. Struktur cantilever ini dibebani beban merata w, tentukan putaran sudut
dan lendutan di titik B.
 
 
W
A B
 
 
 
L
 
 
  A
  B
2
WL /2 Diagram
M/EI
 
Luas
 
 
 
 
 
 
 
 
0a = 0 B
A
 
 
B
 
0b
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
1 wL2 
 
  1  
EI   0  
A
.L  wL3 (searah putaran jam)
B A B
3 2  6
 

 B  61 w L3 / EI
 

 3 3 wL4
EI  wL  L 
 

B  4
 6  8
1 wL4

B
 . (arah ke bawah)
8 EI
Contoh. Struktur dibawah ini dibebani beban P, tentukan putaran sudut dan
lendutan di titik C.
 

L/2 P
 
B
A
C
  EI Konstan
     
  L
   
P/2 P/2  
2/3*L/2  
  Diagram
  M/EI
PL/4
 
L/2
 
 
 
 
 
 
A B
C  
0 0B Slope dan
  A defleksi
 
C
 
C
 
 
 
(EI θA = EI θC ditambah luas diagram M dari titik A ke C)
 

EI θA 0 1 . PL . L  PL
2

2 4 2 16
   

PL   (Searah jarum jam)


2
 
A
16EI  
   
PL2  
B  (Kebalikan arah jarum jam)
16EI
 
   
Lendutan elastis    
     
PL2  L  PL3
EI  C  * 2 / 3*  
 16  2  48
 
1 PL3
 C  (kebawah)
48 EI
Contoh: Balok diatas dua tumpuan dengan beban merata w sepanjang bentang,
Hitung putaran sudut di titik A , A , dan di titik B , B
 
W
A B
 
EI Konstan
 
 
L
 
WL/2 WL/2
   
 
5/16
5/8 L
L
2
WL /8
 
 
 
  Diagram
M/EI
   

A C  
   
0A 0B  
Lendutan
Elastis
 

C
 
C
 
 
 
EI θA = EI θC + luas M/EI antara A dan C
  wL2 L   wL3
2
EI θA = 0    
3  8 2 24
 

wL3
θA  (searah jarum jam)
24EI
 
wL3
θB  (kebalikan arah jarum jam)
24EI
 
EI ∆C = defleksi A dari tangent di C
   
wL3 5 L  5wL4 
   
 24  16   384 
 
5wL4 
∆C =    (arah bawah)
 384 
Contoh 2.10
Contoh 2.11.
Latihan
Hitung slope di titik A dan D, serta deflection di titik B dan C dari struktur dibawah ini :
Dimana : I = 200 x 106 mm4 = 200. 102 cm4, E = 70 GPa. =70.000 MPa.
 
 
  10 kN
3 kN/m
 
 
A D
EI konstan B C
 
 
 
5m 2.5 m 2.5 m

Anda mungkin juga menyukai