Anda di halaman 1dari 77

MAKALAH SEMINAR MEDICAL EMERGENCY TRAUMA

ABDOMEN
Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat Tahun
Ajaran
2020/2021

Disusun Oleh: KELOMPOK 17

1. Supriati Ningsih NRM : 2040703091


2. Yunita NRM : 2040703097
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UBT

2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma
juga mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah
kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas
seseorang.
Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu hal
penting dan menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup
deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi pada abdomen
dan pelvis pada pasien trauma tumpul. Trauma tajam pada dada di antara nipple dan
perineum harus dianggap berpotensi mengakibatkan cedera intraabdominal. Pada
penilaian abdomen, prioritas maupun metode apa yang terbaik sangat ditentukan oleh
mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma, maupun status hemodinamik penderita.
Cedera abdomen menduduki urutan ketiga penyebab kematian akibat trauma.
Cedera ini dilaporkan menyebabkan 13% hingga 15% kematian akibat trauma,
terutama disebabkan oleh pendarahan. Kematian yang terjadi lebih dari 48 jam
setelah cedera abdomen disebabkan oleh sepsis dan komplikasinya. Pada trauma
intra abdomen, jarang sekali terjadi hanya cedera pada satu organ saja.
Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu penyebab
kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Sebaiknya jangan menganggap bahwa
ruptur organ berongga maupun perdarahan dari organ padat merupakan hal yang
mudah untuk dikenali. Hasil pemeriksaan terhadap abdomen mungkin saja
dikacaukan oleh adanya intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obat tertentu, adanya
trauma otak atau medulla spinalis yang menyertai, ataupun adanya trauma yang
mengenai organ yang berdekatan seperti kosta, tulang belakang, maupun pelvis.
Setiap pasien yang mengalami trauma tumpul pada dada baik karena pukulan
langsung maupun deselerasi, ataupun trauma tajam, harus dianggap mungkin
mengalami trauma visera atau trauma vaskuler abdomen.
Trauma tumpul cenderung menyebabkan kerusakan serius di organ padat dan
trauma tembus paling sering mencederai organ berongga. Kompresi dan
deselerasi pada trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsul organ padat dan
parenkim, sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap gaya tersebut.
Namun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen terpajan cedera yang
disebabkan oleh trauma tembus. Umumnya organ padat merespon trauma dengan
pendarahan. Organ berongga rupture dan mengeluarkan isinya ke dalam ruang
peritoneum yang menyebabkan peradangan dan infeksi. (Morton, P.G. et.al. 2008)

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah
yang akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu:

1. Bagaimana Konsep Dasar Medis Trauma Abdomen?


2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen?

1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan dan
meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma abdomen.

1.4 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman


mengenai trauma abdomen sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus- kasus
trauma abdomen di klinik sesuai kompetensi tenaga medis terutama perawat.
deselerasi pada trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsul organ padat dan
parenkim, sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap gaya tersebut.
Namun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen terpajan cedera yang
disebabkan oleh trauma tembus. Umumnya organ padat merespon trauma dengan
pendarahan. Organ berongga rupture dan mengeluarkan isinya ke dalam ruang
peritoneum yang menyebabkan peradangan dan infeksi. (Morton, P.G. et.al. 2008)

1.5 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah
yang akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu:

1. Bagaimana Konsep Dasar Medis Trauma Abdomen?


2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen?

1.6 Tujuan
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan dan
meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma abdomen.

1.7 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman


mengenai trauma abdomen sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus- kasus
trauma abdomen di klinik sesuai kompetensi tenaga medis terutama perawat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Abdomen


Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks
dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen yang terbentuk
dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium. Untuk membantu
menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering dipakai adalah pembagian
abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan
vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi
sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui
setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca
dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga
kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale. Daerah-daerah itu adalah: 1)
hypocondriaca dextra, 2) epigastrica, 3) hypocondriaca sinistra, 4) lumbalis dextra,
5) umbilical, 6) lumbalis sinistra, 7) inguinalis dextra, 8) pubica/hipogastrica, 9)
inguinalis sinistra.

Gambar 1. Pembagian Anatomi Abdomen (Griffith, 2003)


1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu, sebagian
duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal
kanan.
2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian hati.
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal pankreas,
fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.
4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum. 5. Umbilical meliputi organ: Omentum,
mesenterium, bagian bawah duodenum, jejenum dan ileum.
6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter
kanan.
8. Pubica/Hipogastricmeliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.
Dengan mengetahui proyeksi organ intraabdomen tersebut, dapat
memprediksi organ mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam
pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut(Griffith, 2003).
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu :
rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. Rongga pelvis
sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.
Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. Rongga
peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang thorax, termasuk diafragma, liver, lien,
gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai komponen
torakoabdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus
halus, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ
reproduksi pada wanita(Trauma, 2012). Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen
bagian belakang, berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar
duodenum, pancreas, ginjal, dan ureter, permukaan posterior kolon ascenden dan
descenden serta komponen 11 retroperitoneal dari rongga pelvis. Sedangkan rongga
pelvis dikelilingi oleh tulang pelvis yang pada dasarnya adalah bagian bawah dari
rongga peritoneal dan retroperitoneal. Berisi rektum, kandung kencing, pembuluh
darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada wanita(Griffith, 2003)

2.1 Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Trauma penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014).
Trauma penetrans merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke trauma
center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma penetrasi pada
populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit hitam pada umur 15-24
tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab wound, impalements, gigitan
anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena kebanyakan trauma penetrans pada
abdomen biasanya memerlukan tindakan pembedahan maka persiapan di ruang
operasi harus simultan dengan assessment pasien (Pratama, 2014).
2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul: diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme
utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga
kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau
kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat
kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt injury). Hal yang sering
terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom
subkapsular pada organ padat visera.

Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ


berongga dan menyebabkan rupture (MH Assiddqi, 2014).

Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada populasi anak. Lebih dari 80% trauma
pada anak adalah berupa trauma tumpul dan kebanyakan berhubungan dengan
kecelakan kendaraan bermotor. Cedera abdominal dapat disebabkan juga oleh karena
terjatuh dan langsung mengenai dinding abdomen misalnya pada handlebar injuri
(Pratama, 2014).
Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada populasi anak. Lebih dari 80%
trauma pada anak adalah berupa trauma tumpul dan kebanyakan berhubungan
dengan kecelakan kendaraan bermotor. Cedera abdominal dapat disebabkan juga
oleh karena terjatuh dan langsung mengenai dinding abdomen misalnya pada
handlebar injuri (Pratama, 2014).

2.2 Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma, iritasi, infeksi, obstruksi dan
operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus,
biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan mobil,
pukulan langsung atau jatuh. Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan cedera
eksterna yang mengancam nyawa (MH Assiddqi, 2014).

2.3 Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen


Patofisiologi cedera intraabdomen pada trauma tumpul abdomen berhubungan
dengan mekanisme trauma yang terjadi. Pasien yang mengalami trauma dengan
energi yang tinggi akan mengalami goncangan fisik yang berat sehingga
menyebabkan cedera organ. (Mehta, Babu and Venugopal, 2014). Ada beberapa
mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat menyebabkan cedera
organ intraabdomen, yaitu : 1. Benturan langsung terhadap organ intraabdomen
diantara dinding abdomen anterior dan posterior 2. Cedera avulsi yang
diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan kecepatan tinggi atau
jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi deselerasi horizontal dan
deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi peregangan pada struktur-struktur
organ yang terfiksir seperti pedikel dan ligamen yang dapat menyebabkan
perdarahan atau iskemik (Guillion, 2009). 3. Gaya kompresi eksternal yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang tiba-tiba dan mencapai
puncaknya biasanya menyebabkan cedera organ berongga. Berat ringannya
perforasi tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera 13
4. Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur
pelvis, fraktur tulang iga) 5. Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan
mendadak dapat menyebabkan cedera diafragma bahkan cedera kardiak. Trauma
langsung abdomen atau deselerasi cepat menyebabkan rusaknya organ
intraabdomen yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti
hati, limpa, ginjal dan pankreas. Pola injuri pada trauma tumpul abdomen sering
disebabkan karena kecelakaan antar kendaraan bermotor, pejalan kaki yang
ditabrak kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian dan pemukulan dengan benda
tumpul. Trauma tumpul abdomen terjadi karena kompresi langsung abdomen
dengan objek padat yang mengakibatkan robeknya subscapular organ padat
seperti hati atau limpa. Bisa juga karena gaya deselerasi yang menyebabkan
robeknya organ dan pembuluh darah pada regio yang terfiksir dari abdomen (hati
atau arteri renalis). Atau bisa karena kompresi eksternal yang menyebabkan
peningkatan intraluminal yang menyebabkan cedera organ berongga (usus halus).
Trauma tumpul abdomen yang mayoritas sering mengenai organ limpa sekitar
40% - 55%, hati 35% - 45% dan usus halus 5%-10%(Avini et al., 2011)

2.4 Manifestasi Klinis


Secara umum manifestasi klinik trauma abdomen antara lain :

1. Nyeri

Nyeri tekan lepas menandakan iritasi peritoneum karena cairan gastrointestina

atau darah
2. Distensi abdomen
3. Demam
4. Anoreksia
5. Mual dan muntah
6. Takikardi
7. Peningkatan suhu tubuh
Sementara manifestasi berdasarkan etiologinya:
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium
Manifestasi klinis dari trauma tembus tergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis
objek yang menembus, area tempat cedera terjadi, organ yang mungkin terkena, dan
lokasi serta jumlah luka. Tanda dan gejala yang seringkali muncul adalah:
a. Terdapat nyeri dan/atau nyeri tekan lepas serta perdarahan
Nyeri dapat menjadi petunjuk terjadinya kerusakan organ. Semisal, terdapat nyeri
bahu, mungkin nyeri tersebut merupakan akibat dari limpa yang rusak dengan darah
subphrenic
b. Biasanya disertai dengan peritonitis
Tanda-tanda peritoneal terjadi ketika katup peritoneal dan aspek posterior dari
dinding abdomen anterior mengalami inflamasi. Darah dan organ di dalam peritoneal
atau retroperineal terangsang oleh ujung saraf yang lebih dalam (serabut visceral
aferen nyeri) dan mengakibatkan rasa yang sangat nyeri. Iritasi pada peritoneum
parietal mengarah ke nyeri somatik yang cenderung lebih terlokalisasi.
c. Distensi abdomen. Apabila distensi abdomen pada pasien tidak responsif, hal tersebut
dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif.
d. Pada laki-laki, prostat tinggi-naik menunjukkan terjadinya cedera usus dan cedera
saluran urogenital. Jika ditemukan terdapat notasi darah di meatus uretra juga
merupakan tanda adanya cedera saluran urogenital.
e. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Hilangnya fungsi organ dapat menjadi penanda terjadinya syok, karena pada saat
syok, darah akan dipusatkan kepada organ yang vital, sehingga untuk organ yang
tidak begitu vital kurang mendapatkan distribusi darah yang mencukupi untuk dapat
bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga kinerja organ dapat mengalami penurunan
atau bahkan fungsi organ menjadi terhenti (Offner, 2014).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
Penilaian klinis awal pada pasien trauma abdomen tumpul seringkali sulit dan
akurat. Tanda dan gejala yang paling nampak antara lain:
a. Nyeri
b. Perdarahan gastrointestinal
c. Hipovolemia
d. Ditemukannya iritasi peritoneal
Sebagian besar darah dapat menumpuk di rongga peritoneal dan panggul tanpa
adanya perubahan signifikan atau perubahan awal dalam temuan pemeriksaan fisik.
Bradikardi dapat mengindikasikan adanya darah disekitar intraperitoneal.

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan:


a. Tanda lap belt: berhubungan dengan adanya ruptur usus kecil
b. Memar berbentuk kemudi, sering terjadi pada kecelakaan
c. Memar/ekimosis di sekitar panggul (Grey Turner sign) atau umbilikus (cullen sign):
mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi biasanya terjadi setelah beberapa
jam atau beberapa hari
d. Distensi abdomen
e. Auskultasi bising usus dada: menunjukkan adanya cedera diafragma
f. Bruit abdomen: mengindikasikan penyakit vaskular yang mendasari atau trauma
fistula arteriovena
g. Nyeri secara keseluruhan atau lokal, kekakuan, atau nyeri tekan lepas:
mengindikasikan adanya cedera peritoneal
h. Kepenuhan dan konsistensi pucat pada palpasi:
mengindikasikan perdarahan intra abdominal
i. Krepitasi atau ketidakstabilan rongga dada bagian bawah: menunjukkan potensi
cedera limpa atau hati (Legome, 2016)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostic yang diperlukan selama kondisi preoperative di gawat
darurat, meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, laju endap darah, waktu
perdarahan dan waktu pembekuan darah, serta hematokrit), serum elektrolit,
pemeriksaan USG, Foto polos (abdomen dan toraks), dan CT scan (muttaqin,
kumalasari, 2013).
Pemeriksaan diagnostic dapat mencakup sonografi abdomen terfokus untuk
trauma, (FAST, focused abdomen sonography for trauma), lavase peritoneum
diagnostic (DPL, diagnostic peritoneal lavage), foto toraks (untuk menentukan
kelainan makroskopik serta adanya pergeseran organ), dan CT scan abdomen.
1. Pemeriksaan FAST
- Pemeriksaan yang relative cepat menyediakan informasi yang bermanfaat dan
banyak digunakan oleh pusat trauma
- Pemeriksaan ini dilakukan dengan menaruh ultrasound probe diatas berbagai area
abdomen yang menentukan apakah ada cairan bebas di area tersebut. Area yang
dievaluasi adalah kantong morison di kuadran kanan atas, kantong pericardial, region
splenorenal di kuadran kiri atas, dan panggul (kantong douglas).
- Jika hasil FAST positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, maka dilakukan
laparotomi eksploratif.
2. Pemeriksaan DPL
- Prosedur diagnostic cepat yang digunakan selama fase resusitasi pada perawatan
pasien trauma hemodinamiknya tidak stabil untuk menegakkan diagnosa perdarahan
intra-abdomen.
- Indikasi: cedera tumpul abdomen dengan perubahan status mental, hipotensi tidak
jelas sebabnya, penurunan hematokrit, syok, hasil pemeriksaan abdomen tidak jelas,
cedera medulla spinalis, cedera alih (fraktur tulang, trauma dada), trauma tembus
abdomen (jika eksplorasi tidak diindikasikan).
- Kontraindikasi: riwayat pembedahan abdomen berulang, kehamilah trimester tiga,
sirosis hati lanjut, obesitas morbid, riwayat koagulopati, dan riwayat pembedahan
abdomen berulang kali (terdapat peningkatan resiko

laserasi omentum dan visera atau perforasi vascular jika DPL dilakukan pada pasien
yang menunjukkan temuan ini).
laserasi omentum dan visera atau perforasi vascular jika DPL dilakukan pada pasien
yang menunjukkan temuan ini).
- Teknik: masukkan kateter lavase ke ruang peritoneum melalui insisi 1 -2 cm,
upayakan aspirasi cairan peritoneum, infusikan salin normal atau ringer laktat
mengggunakan gaya gravitasi, miringkan pasien ke kiri dan kanan (kecuali
kontraindikasi), Biarkan cairan masuk ke dalam kantong melalui gravitasi, kirim
specimen ke laboratorium.
- Hasil positif: 10-20 ml darah makroskopik pada aspirasi awal, > 100.000 sel darah
merah/mm3, lebih dari 500 sel drah putih/mm3, kadar amylase meningkat, adanya
(empedu, bakteri, atau feses)
- Jika hasil DPL positif dan hemodinamik pasien tidak stabil, dilakukan laparotomi
eksploratif.
- Ketika melakukan DPL, penting terlebih dahulu memastikan bahwa pasien terpasang
kateter foley dan slang orogastrik atau nasogastrik untuk mendekompresi lambung
dan kandung kemih sehingga mencegah terjadinya perforasi tidak sengaja saat
memasang kateter lavase. Ketika kateter foley dan slang orogastrik atau nasogastrik
terpasang, katetter lavase dimasukkan ke dalam ruang peritoneum. Jika darah
makroskopi yang kembali kurang dari 10 ml, kantong berisi satu liter kristaloid
(larutan RL atau NS 0,9%) hangat diinfuskan ke dalam peritoneum. Setelah infuse
selesai, kantong IV diletakkan pada posisi tergantung guna memungkinkan cairan
keluar dari abdomen karena gravitasi.
3. CT Scan
- Lebih sering digunakan pada pasien yang hemodinamiknya lebih stabil.
- Sering dilakukan dengn kontras IV atau oral untuk melihat organ dan mengetahui
adanya gangguan.
- CT scan memungkinkan visualisasi area peritoneum, retroperineum, dan panggul
serta memungkinkan perkiraan jumlah cairan di area ini.
- CT scan juga digunakan untuk menentukan derajat cedera pada organ padat
- Keterbatasan penggunaan CT mencakup lama waktu yang diibutuhkan untuk
melakukan pemeriksaan, kebutuhan untuk memindahkan pasien keluar dari area
resusitasi, dan syarat bahwa pasien harus memiliki
hemodinamik yang stabil dan pergerakan dibatasi selama pemeriksaan. (Morton ,
2011)

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen
1. Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien telah
stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa lambung,
selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi
bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk mengosongkan kandung
kencing dan menilai urin. Pada trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra
peritoneum harus dilakukan laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi
selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan.
Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan.
Sedangkan pada organ berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan
sederhana sampai reseksi sebagian.

2. Trauma Tembus Abdomen


Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien
telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa
lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya
aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk mengosongkan
kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah. Luka
tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh darah besar atau
hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak mengakibatkan
perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang terkena. Perdarahan
tersebut harus diatasi segera, sedangkan pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi
cairan harus menjalani pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada baian
bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat semua pasien
dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi
hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda- tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.
Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu.
Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan. Prolaps
visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam
lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intera peritoneal, dan lavase
peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak
ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak
dianjurkan agar dilakukan laparotomi.

Menurut Catherino (2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen


ialah :

 Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free
air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan

 Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non- operative


berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT

 Pemberian obat analgetik sesuai indikasi

 Pemberian O2 sesuai indikasi

 Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan

 Trauma penetrasi :

Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas


Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan

Sedangkan menurut ENA (2000) penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma abdomen


yaitu :

 Monitor TTV

 Monitor CVP

 Monitor AGD

 Berikan terapi oksigen sesuai indikasi

 Berikan resusitasi cairan IV dengan cairan kristaloid, darah atau komponen darah

 Pasang kateter urine

 Monitor pemasukan dan haluaran

 Pasang NGT sesuai indikasi

 Berikan analgesik jika diijinkan

 Minimalkan rangsangan dari luar

 Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi

 Monitor GCS

 Monitor perfusi jaringan perifer

 Antiembolic stoking untuk mencegah pembentukan trombus sekunder untuk


meningkatkan trombosit

 Monitor tingkat kesadaran

 Monitor CRT
 Jelaskan prosedur dengan sederhana

 Jawab pertanyaan pasien

 Monitor serum amilase dan lipase

 Monitor serum dan kadar gula dalam urine

 Monitor suhu tubuh

 Monitor serum amilase dan lipase

 Monitor serum dan kadar gula dalam urine

 Monitor tanda-tanda peritonitis : spasme otot/kekakuan abdomen, penurunan sampai


tidak ada bising usus.
Menurut Bambang Suryono (2008),pengelolaan trauma abdomen ialah :
Perawatan pasien dengan perdarahan abdomen difokuskan seputar pencegahan
dan penanganan syok. Pengobatan definitif untuk perdarahan internal hanya dapat
dilakukan di ruang operasi rumah sakit. Tanda-tanda syok harus dinilai sejak dini,
periksa periksa dengan cermat nadi penderita, kesadaran dan warna kulit. Penurunan
tekanan darah merupakan tanda yang terlambat. Tanda-tanda itu akan muncul setelah
perdarahan internal menyebabkan kehilangan darah yang signifikan. Pasien yang
diduga mengalami perdarahan internal harus dianggap serius dan harus dirujuk ke
rumah sakit secepatnya.
Seperti semua pasien, prioritas pertama adalah ABC. Pastikan pembukaan jalan
nafas, pernafasan yang adekuat dan sirkulasi. Pasien dengan perdarahan internal
kemungkinan akan memburuk dengan cepat. ABC dan tanda vital harus sering
dimonitor. Persiapkan untuk mempertahankan jalan nafas pasien, untuk memberikan
ventilasi atau melakukan RJP jika diperlukan.

2.7 Komplikasi Trauma Abdomen


Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan karena trauma abdomen adalah:
1. Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau
mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi
perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis
hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala
karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah
24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum. Kolon
merupakan tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah feses, maka jika kolon terluka
dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera
dilakukan pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan feses. Hal
ini dapat menimbulkan peritonitis yang bisa memberikan dampak yang lebih berat.
2. Perdarahan dan syok hipovolemik
Setiap trauma abdomen (baik trauma tumpul dan trauma tembus) dapat menimbulkan
perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat
parenkim, mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat traktus digestivus pada
trauma tumpul biasanya tidak terkena. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul
lebih sulit dibandingkan dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan.
Dalam taraf pertama darah akan berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-
tanda umum perangsangan peritoneal belum ada sama sekali. Apabila perdarahan
tidak segera ditangani dengan baik dan tepat maka dapat terjadi syok hipovolemik
yang ditandai dengan hipotensi, takikardia, dehidrasi, penurunan turgor kulit,
oliguria, kulit dingin dan pucat.
3. Menurunnya atau menghilangnya fungsi organ
Penurunan fungsi organ dapat disebabkan karena terjadinya perdarahan yang masif
tanpa penanganan yang adekuat sehingga pasokan darah ke organ tertentu menjadi
berkurang sehingga dapat mengakibatkan penurunan fungsi organ, bahkan fungsi
organ bisa menghilang.
4. Infeksi dan sepsis
Peradangan dan penumpukan darah dan cairan pada rongga peritoneal dapat
menyebabkan mudahnya bakteri untuk menginfeksi sehingga risiko terjadinya infeksi
sangat tinggi, dan apabila infeksi tak terkendali, mikroorganisme
penyebab infeksi dapat masuk ke dalam darah dan mengakibatkan syok sepsis.
5. Komplikasi pada organ lainnya
a. Pankreas: pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pankreas-duodenal, dan
perdarahan
b. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral
dingin, diaphoresis dan syok
c. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok
d. Ginjal: Gagal ginjal akut (Legome, 2016).
2.8 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
Pengkajian
a. Pengkajian secara umum
Pada trauma abdomen pengkajian terdiri dari identitas klien dan penanggung
jawab, pengkajian darurat serta pengkajian lanjut. Pengkajian darurat terdiri dari
pengkajian primer dan skunder dimana perlu dilakukan evaluasi cepat disertai
resusitasi secara simultan. Pengkajian primer dilakukan tanpa melakukan penilaian
riwayat secara menyeluruh sampai kondisi kegawatan teratasi. Namun untuk
memprediksi pola cedera yang lebih baik dan mengidentifikasi risiko yang lebih fatal
maka perlu dipastikan mekanisme cedera yang didapatkan dari berbagai elemen yang
dapat menjelaskan kronologi terjadinya trauma secara jelas dan ringkas baik dari
keluarga, saksi, pengantar atau pihak kepolisian.
Faktor penting yang berhubungan dengan pengkajian darurat, khususnya
dengan etiologi kecelakaan kendaraan bermotor meliputi hal-hal berikut:
 Tingkat kerusakan kendaraan.
 Apakah ada penumpang lain yang terluka atau meninggal.
 Penggunaan perangkat keselamatan seperti sabuk pengaman dan helm.
 Penggunaan alkohol atau penggunaan obat adiktif.
 Adanya cedera kepala/otak dan cedera spina.
 Apakah ada masalah kejiwaan yang jelas.

Untuk menentukan prioritas resusitasi dan diagnosis ditetapkan berdasarkan


stabilitas hemodinamik dan tingkat keparahan cedera. Berdasarkan arahan protokol
Advanced Trauma Life Support adalah untuk mengidentifikasi dan melakukan
pencegahan terhadap kondisi yang mengancam jiwa. Protokol ini terdiri dari:
 Airway, dengan tindakan pencegahan pada spina servikal.
 Breathing.
 Circulation.
 Disability.
 Expouse.
Selain prioritas resusitasi dilaksanakan, untuk melakukan pengkajian riwayat cepat
menurut Salomon (200) merekomendasikan pendekatan AMPLE:
 Allergies.
 Medications.
 Past medical history.
 Last meal or other intake.
 Event leading presentation.

Resusitasi dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik sampai kondisi


kegawatan teratasi. Sementara pengkajian skunder dilanjutkan untuk
mengidentifikasi cedera melalui pemeriksaan head-to-toe. Selama proses pengkajian
pasien sampai saat memberikan intervensi kepada pasien tenaga kesehatan yang
bertugas perlu meningkatkan kewaspadaan dengan menggunakan alat pelindung
seperti cap, pelindung mata, masker, gown, sarung tangan, dan sepatu penutup untuk
mencegah terjadinya kontaminasi cairan tubuh pasien.
Pada kondisi klinik, penilaian klinis awal pasien dengan trauma abdomen
seringkali silit dan tidak akurat. Pengkajian utama tetap dilakukan
terhadap status yang bisa menyebabkan kondisi disfungsi neurologis, yang dapat
disebabkan karena cedera kepala atau penyalahgunaan zat. Pemeriksaan umum yang
dapat diandalkan dan gejala pada pasien yang masihh dalam kondisi sadar adalah
nyeri, nyeri tekan abdomen, adanya tanda perdarahan gastrointestinal, hipovolemia,
dan bukti adanya iritasi peritoneum. Sejumlah besar darah dapat terakumulasi di
rongga peritoneal dan pelvis tanpa adanya perubahan yang signifikan atau didapat
pada fase awal dalam temuan pemeriksaan fisik.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi,
dan perkusi dengan hasil temuan sebagai berikut:
 Inspeksi: Pada saat pemeriksaan dapat ditemukan adanya kondisi lecet (abrasi) atau
ekimosis. Tanda memar akibat sabuk pengaman, yakni luka memar atau abrasi di
perut bagian bawah sangat berhubungan dengan kondisi patologis intraperitoneal.
Inspeksi visual sangat penting dilakukan untuk mendapatkan adanya distensi
abdomen yang mungkin dapat terjadi karena pneumoperitonium, dilatasi lambung,
atau ileus yang diproduksi oleh iritasi peritoneal. Fraktur iga bagian bawah dapat
berhubungan dengan cedera pada limpa atau cedera hati.
 Auskultasi: Ditemukannya bunyi usus pada bagian toraks menunjukkan adanya
cedera pada otot diafragma.
 Palpasi: Palpasi dapat menemukan adanya keluhan tenderness (nyeri tekan) baik
secara lokal atau seluruh abdomen, kekakuan abdominal, atau rebound tenderness
yang menunjukkan cedera peritoneal.
 Perkusi: untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang mengalami cedera.
 Pemeriksaan rektal: Dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi akibat patah
tulang panggul dan pada feses dievaluasi adanya darah kotor.
 Pemeriksaan fungsi perkemihan: Dilakukan terutama adanya tanda dan riwayat
trauma panggul yang dapat menyebabkan cedera pada uretra dan kandung kemih.
Palpasi kekencangan kandung kemih dan kemampuan dalam melakukan miksi
dilakukan untuk mengkaji adanya ruptur uretra.

c. Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial, pasien dan keluarga biasanya mengalami
kecemasan dan pasien memerlukan pemenuhan informasi tentang sesuatu yang
berhubungan dengan kondisi klinis dan rencana pembedahan darurat.
Apabila pasien trauma abdomen memiliki indikasi untuk dilakukan prosedur
pembedahan maka pada kondisi pascabedah pasien akan mendapatkan perawatan di
ruang intensif. Pada kondisi ini perlakuan pengkajian disesuaikan dengan konteks
keperawatan kritis. Pengkajian lanjutan pada konteks keperawatan medikal-bedah di
ruang rawat inap bedah dilakukan secara anamnesis, pemeriksaan fisik, pengkajian
diagnostik, dan pengkajian penatalaksanaan medik. Pada pasien pascabedah setelah
dari ruang intensif di ruang bedah hasil pengkajian yang dapat ditemukan:
1. Keluhan utama: Nyeri, keluhan yang berhubungan denga penurunan motilitas usus.
2. Pengkajian riwayat penyakit: Merupakan pengkajian lanjutan riwayat intervensi yang
sudah didapat pasien selama di unit gawat darurat, kamar bedah, dan ruang intensif,
seperti jenis
pembedahan, penggunaan cairan dan transfusi darah, fungsi gastrointestinal, serta
pengetahuan dalam mobilisasi pasca bedah.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan disik yang didapatkan dapat sesuai dengan manifestasi klinik. Pada
survei umum, pasien terlihat lemah, TTV bisa didapatkan adanya perubahan. Pada
pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan hal-hal berikut:
 Inspeksi: Kondisi yang paling sering adalah terdapat luka pascabedah pada bagian
abdomen dan terpasang Foley kateter. Pada kondisi ini penting dikaji kondisi luka
pascabedah dan berbagai risiko yang meningkatkan masalah pada pasien, seperti
adanya infeksi luka operasi (ILO), risiko dehisens dan eviserasi terutama pada pasien
obesitas.
 Auskultasi: Pada kondisi klinik sering didapatkan bising usus tidak ada, terutama
dengan pasien yang memiliki keterbatasan mobilitas.
 Palpasi: pemeriksaan ini sering tidak dilakukan karena akan menjadi stimulus nyeri
pada pasien.
 Perkusi: Sering didapatkan adanya bunyi timpani akibat abdomen mengalami
kembung.
4. Pengkajian diagnostik lanjutan: Dilakukan di ruang rawat inap bedah, meliputi:
pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, dan LED),
pemeriksaan serum elektrolit, serta pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal.
5. Penatalaksanaan medis yang perlu dikaji: Adanya pemberian antimikroba yang akan
diberikan selama 5-7 hari pascabedah terutama pada pasien trauma abdomen dengan
kontaminasi rongga peritoneal.

Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS : Etiologi dan faktor Risiko Syok Hipovolemik
 Pasien mengeluh kembung di predisposisi
area abdomen ↓ Menyebabkan
DO: cedera
 Pasien tampak lemah abdomen
 Penurunan kesadaran ↓ Perdarahan
 Akral dingin ↓

 Hipotensi Penurunan volume darah



 Penurunan hematokrit
Penurunan perfusi perifer

DS : Risiko syok hipovolemik
Etiologi dan faktor Defisiensi
 Pasien sebelumnya melakukan
Pengetahuan
predisposisi
penatalaksanaan yang tidak
↓ Menyebabkan
tepat
cedera
 Mengungkapkan tidak pernah
abdomen
mendapatkan informasi yang

adekuat
Kurang paparan informasi
sebelumnya DS :

 Pasien mengeluh kembung di
Defisiensi pengetahuan
area abdomen Risiko Trauma
Etiologi dan faktor
 Pasien mengeluh nyeri di area predisposisi
abdomen ↓ Menyebabkan
 Pasien mengatakan terkena cedera
objek tertentu di area abdomen abdomen
DO: ↓ Risiko trauma
 Terdapat jejas dan
hematom
 Peristaltik usus 7x/menit
 Pekak DS :
 Pasien mengeluh nyeri di Etiologi dan faktor
area Nyeri Akut
abdomen predisposisi
DO: ↓ Menyebabkan
 Wajah pasien tampak menyeringai cedera
karena nyeri abdomen

 Pengkajian PQRST ↓ Cedera organ


intraabdomen
 Peningkatan TTV
↓ Distensi
 Terdapat jejas dan hematom di sekitar
abdomen
abdomen
↓ Nyeri akut

DS : Etiologi dan faktor predisposisi Risiko


 Pasien lemas DO: ↓ Menyebabkan
 Pasien tampak lemah ketidakseimbang
cedera
an Volume
 Pasien tampak pucat abdomen
Cairan
 Penurunan kesadaran ↓ Perdarahan
 Akral dingin ↓
Penurunan volume darah
 Penurunan hematokrit
↓ Kehilangan
 Penurunan turgor kulit
cairan dalam
 Bibir kering
tubuh
 Oliguria ↓
Risiko ketidakseimbangan
volume cairan
DS : Etiologi dan faktor
 Pasien mengeluh demam DO: predisposisi

Risiko Infeksi
 Pasien tampak lemah Menyebabkan cedera

 Peningkatan TTV abdomen



 Kadar leukosit
Trauma jaring integumen:
abnormal/tinggi
abrasi dan ekimosis

Port de entree
mikroorganisme

Risiko infeksi
 DS : Etiologi dan faktor Ansietas
Pasien mengeluh predisposisi
kebingungan akan kondisi ↓
tubuhnya saat ini Menyebabkan cedera

DO: abdomen

Pasien tampak bingung ↓

Wajah pasien tegang Kurang paparan informasi
 ↓
Akral dingin Peningkatan
Defisiensi pengetahuan
TTV

Perubahan kondisi tubuh dan
hospitalisasi

Cemas akan kondisi yang
dialami

Ansietas
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat diangkat antara lain:
1. Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, skunder dari cedera vaskular
intraabdominal
2. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi dan kurang sumber pengetahuan
ditandai dengan kurangnya pengetahuan terkait dengan penyakit, penatalaksanaan,
dan perawatan
3. Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat rumah tangga yang rusak, bahaya listrik
(mis. salah stop kontak, kabel terkelupas, kotak sikring kelebihan daya), bermain
dengan objek berbahaya, jalan tidak aman, jarak yang berdekatan dengan jalur
kendaraan (mis. jalan raya, rel kereta api), kontak dengan mesin berbahaya,
lingkungan tempat tinggal kriminal, tidak menggunakan sabuk pengaman, kurang
pengetahuan tentang kewaspadaan keselamatan, dan gangguan keseimbangan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai dengan
diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan tentang
intensitas menggunakan standar skala nyeri, laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah, merengek,
menangis, waspada), perilaku distraksi, perubahan pada parameter fisiologis (mis.
TD, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan end tidal
karbondioksida), perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perubahan selera makan,
putus asa, dan sikap melindungi area nyeri.
5. Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d ansietas, berkeringat, trauma, obstruksi
intestinal, sepsis, dan program pengobatan.
6. Risiko infeksi b.d kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan, prosedur
invasif, gangguan integritas kulit, statis cairan tubuh, penurunan hemoglobin dan
malnutrisi.
7. Ansietas b.d ancaman pada status terkini, krisis situasi, dan stresor ditandai dengan
gelisah, kontak mata yang buruk, ekspresi kekhawatiran karena perubahan dalam
peristiwa, penurunan produktivitas, distres, gugup, takut, sangat khawatir,
peningkatan ketegangan, peningkatan keringat, wajah tegang, anoreksia, dilatasi
pupil, gangguan pernapasan, jantung berdebar,
mulut kering, peningkatan denyut nadi, peningkatan RR, peningkatan TD, mual,
nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.

Rencana Keperawatan
1. Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami
syok hipovolemik. Didapatkan skor pada indikator NOC “Shock severity:
Hypovolemic “
Indikator 1 2 3 4 5
 Penurunan TD sistolik √
 Penurunan TD diastolik √
 Peningkatan RR √
Pengisian capillary reffil yang tertunda
Aritmia
Peningkatan nadi tetapi lemah
Penurunan oksigen
Peningkatan karcon dioksida
Kulit dingin
Dehidrasi
Penurunan output urin
Letargi
Asidosis metabolic
Hyperkalemia
Intervensi: NIC “Bleeding Reduction: Gastrointestinal”
1. Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2. Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3. Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan persistent
4. Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5. Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement darah

2. Masalah keperawatan: Defisiensi pengetahuan


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pengetahuan pasien
tentang penyakit dan prosedur penatalaksanaan meningkat. Didapatkan skor pada
indikator NOC: “Knowledge: Pain Management“
Indikator 1 2 3 4 5
Faktor penyebab dan pendukung
Tanda dan gejala nyeri
Strategi untuk mengontrol nyeri
Regimen pengobatan yang sesuai
Penggunaan obat yang tepat
Penggunaan obat secara aman
Efek terapeutik pengobatan
Efek samping obat
Efek tambahan obat
Pengurangan aktivitas
Teknik posisi yang efektif
Teknik relaksasi
Sumber pengontrol nyeri yang adekuat

Intervensi: NIC “Pain Management“


1. Memeriksa nyeri secara keseluruhan, meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor yang mendukung
terjadinya nyeri
2. Mengobservasi nyeri dari respon non-verbal pasien
3. Mengeksplorasi faktor yang menyebabkan nyeri semakin membaik atau semakin
parah
4. Memberikan informasi tentang nyeri secara adekuat dan memberikan cara
mengantisipasi ketidaknyamanan dari prosedur yang dilakukan
5. Mengontrol lingkungan yang berpengaruh terhadap
respon ketidaknyamanan pasien
6. Mengajarkan prinsip manajemen nyeri
7. Mengajarkan tentang obat yang bisa mengurangi nyeri
8. Mengajarkan penggunaan obat anti nyeri dengan tepat
9. Memberikan waktu istirahat yang adekuat untuk mengurangi nyeri

3. Masalah keperawatan: Risiko trauma


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan trauma pada pasien
berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Physical Injury Severity“
Indikator 1 2 3 4 5
Abrasi kulit
Memar
Laserasi
Gangguan mobilitas
Penurunan kesadaran
Ruptur limpa
Perdarahan
Trauma abdomen
Intervensi: NIC “Pressure Management“
1. Memakaikan pakaian yang longgar kepada pasien
2. Memberikan tempat kepada pasien di tempat
tidur yang sesuai/memberikan efek terapeutik
3. Mencegah dari penerapan tekanan kepada bagian tubuh yang berkaitan dengan
cedera atau trauma
4. Tidak melakukan mobilisasi kepada pasien tiap 2 jam, berdasarkan jadwal yang
dibuat
5. Memantau adanya kemerahan atau luka disekitar kulit
6. Memantau mobilisasi dan aktifitas pasien

4. Masalah keperawatan: Nyeri akut


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nyeri pada pasien
berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Pain Level“
Indikator 1 2 3 4 5
Pelaporan nyeri
RR
Ekspresi wajah nyeri
Tekanan darah
Lama episode nyeri
Intervensi: NIC “Pain Management”
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan factor resipitasi
2. Monitor TTV
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
8. Evaluasi keefektifan control nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul

5. Masalah keperawatan: Risiko ketidakseimbangan volume cairan


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan cairan dalam tubuh
pasien seimbang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Fluid Balance“
Indikator 1 2 3 4 5
Tekanan darah
Nadi
Tekanan arteri
Tekanan vena sentral
Keseimbangan intake dan output
cairan dalam waktu 24 jam
Turgor kulit
Kelembapan mukus membran
Serum elektrolit
Perdarahan
Edema
Dehidrasi
Intervensi: NIC “Fluid Management“
1. Memberikan catatan input dan output cairan yang akurat
2. Memantau status hidrasi seperti mukus membran, nadi yang adekuat dan tekanan
darah
3. Memantau TTV
4. Memeriksa lokasi edema
5. Memantau status nutrisi
6. Memberikan terapi IV
7. Memberikan intake cairan selama 24 jam
8. Memberikan terapi elektrolit
9. Memantau respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan
10. Menyiapkan tranfusi darah
11. Memberikan produk tranfusi darah jika diperlukan

6. Masalah keperawatan: Risiko infeksi


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami infeksi. Didapatkan skor pada indikator NOC “Infection Severy“
Indikator 1 2 3 4 5
Kemerahan
Perubahan bau tidak sedap
Drainase purulen
Demam
Nyeri
Letargi
Kehilangan nafsu makan
Jumlah sel darah putih
Intervensi: NIC “Infection Control“
1. Membersihkan lingkungan di sekitar pasien untuk
meminimalisir perkembangbiakan mikroorganisme penyebab
infeksi
2. Membatasi kunjungan
3. Mengajarkan teknik membersihkan tangan dengan benar
4. Penggunaan masker, sarung tangan dan gown steril saat mengkaji kondisi pasien
5. Memberikan terapi antibiotik dengan tepat
6. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan
harus segera lapor ke tenaga kesehatan
7. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga untuk mencegas infeksi

7. Masalah keperawatan: Ansietas


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan kecemasan pada pasien
dan keluarga pasien berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Anxiety
Level“
Indikator 1 2 3 4 5
Sikap gelisah
Distress
Wajah tegang
Sulit berkonsentrasi
Serangan panik
Laporan ansietas
Peningkatan TD
Peningkatan nadi
Peningkatan RR
Dilatasi pupil
Berkeringat
Intervensi: NIC “Anxiety Reduction“
1. Melakukan teknik relaksasi
2. Menjelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang akan dirasakan ketika prosedur
sedang berlangsung
3. Memberikan informasi faktual tentang diagnosis, pengobatan dan prognosis
4. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan pasien
5. Mengenali pengungkapan perasaan ketakutan, persepsi dan ketakutan pasien
6. Mengidentifikasi perubahan tingkat ansietas
7. Membantu pasien mengidentifikasi keadaan yang dapat menyebabkan ansietas
8. Mendukung penggunaan strategi coping pasien

Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut:
1. Tidak terjadi syok hipovolemik.
2. Informasi kesehatan terpenuhi.
3. Tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah laparotomi.
4. Nyeri berkurang dan teradaptasi.
5. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Infeksi luka operasi tidak terjadi.
7. Kecemasan berkurang.
8. Informasi prabedah terpenuhi.

BAB III KASUS

TRIGGER: Trauma Abdomen


Tn. P umur 65 tahun bekerja sebagai wiraswata, pendidikan terakhir SD, dan
bertempat tinggal di Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang datang ke RS
minggu tgl 5 juni 2016, dengan keluhan sakit pada perut sebelah kanan. Riwayat
kesehatan Tn. P : ± 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang
mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien
menabrak truk yang ada di depannya. Klien terjatuh dengan posisi dada dan perut
kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan
mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien merasa
tidak enak saat bernapas, perut sebelah kanan perlahan kembung sampai punggung
dan nyeri dibagian perut kanan bertambah parah, pasien mengatakan nyeri di
rasakan sejak terjadinya kecelakaan sampai saat ini. Oleh keluarga di antar ke IGD
Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang sesampainya di IGD di lakukan pengkajian
pada pukul 14.00. Pasien dan keluarga cemas akan kondisi yang terjadi saat ini.
Mereka memerlukan informasi terkait kondisi dan rencana pembedahan darurat. Pada
saat di lakukan pemeriksaan oleh perawat di temukan wajah klien tampak tegang,
akrak dingin, wajah tampak pucat, dan mukosa bibir tampak kering. Klien juga
mengeluh nyeri terus-menerus dengan skala nyeri 7/10. Saat dilakukan primary
survey ABCDE didapatkan data sebagai berikut :
 Airway : Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
 Breathing : Klien bermafas secara spontan. Klien menggunakan O2
4L/menit, RR : 26x/menit. Pernafasan irreguler.
 Circulasi
TD : 130/90 mmHg, N : 90x/menit, Capillary reffil : 3 detik
 Disability
GCS : E4M5V6, Kesadaran : compos mentis
 Exposure : Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah
kanan
Saat dilakukan secondary survey, didapatkan data sebagai berikut:
 Alergi :Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik
makanan ataupun obat-obatan.
 Medicasi :Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit
tidak mengkonsumsi obat apapun.
 Pastillnes :Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Saiful Anwar Malang
dengan penyakit paru-paru.
 Lastmeal :Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
 Environment : Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.

Pada saat perawat melakukan pemeriksaan fisik, didapatkan data bentuk kepala:
simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan
kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung
simetris tidak ada secret. Bagian leher : tidak ada kaku kuduk. Bagian parubentuk
simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama, terdapat fremitus vokal kanan dan kiri
sama, saat dilakukan perkusi terdapat suara sonor, dan saat auskultasi suara vesikuler.
Bagian abdomen terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan,
peristaltik usus 7x/menit, tidak ada pembesaran hati, dan saat dilakukan perkusi
terdapat pekak. Pada bagian ekstermitas atas dan bawah tidak ada edema, turgor kulit
baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal. Urin baik
Saat dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil :

Hemoglobin : 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)


Eritrosit : 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
Hematokrit : 36% (n : 40-52%)
Trombosit : 204
Gol darah :O
HBSAG :-
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS
4.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn. P
Umur : 65 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama :-
Alamat : Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Tangga&Jam Pengkajian : 09 Juni 2016 & 12.31 WIB
B. Identitas Penanggung Jawab Nama : Tn. W
Umur : 41 tahun
Alamat : Terusan Sigura-gura Blok E60 Kota Malang
Hubungan dengan klien : Anak
C. Riwayat Penyakit
 Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.
 Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai sepeda
motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak truk yang ada di
depannya. Klien terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal.
Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan mengendarai sepeda
motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien merasa perut sebelah kanan
ampeg sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di antar ke IGD
Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.
 Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit
serupa.
D. Primary Survay
 Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
 Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menitR : 26x/menit,
pernafasan reguler
 Circulasi
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/menit Capillary reffil : 3 detik
 Disability
GCS : E4M5V6 Kesadaran : Compos Mentis
 Exposure
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan

E. Secondary Survay
 AMPLE
- Alergi:
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun
obat-obatan.
- Medicasi:
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.
- Pastillnes:
Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Saiful Anwar Malang dengan
penyakit paru-paru.
- Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
- Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.

F. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


 Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat
digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak
anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
 Leher
Tidak ada kaku kuduk
 Paru
o Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
o Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : vesikuler
 AbdomenInspeksi:
terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
- Auskultasi : peristaltik usus 7x/menit
- Palpasi : tidak ada pembesaran hati
- Perkusi : pekak
 Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada edema, turgor kulit baik. Kekuatan otot
ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.

G. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009

- Hemoglobin : 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)


- Eritrosit : 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
- Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
- Hematokrit : 43,8% (n : 40-52%)
- Trombosit : 204
- Gol darah :O - HBSAG :-
4.2 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Kecelakaan Pola nafas tidak
Klien mengatakan tidak nyaman motor efektif
ketika bernapas ↓
Klien mengatakan perut sebelah
Cedera intra
kanan terasa kembung abdomen
Klien dan keluarga mengatakan
cemas akan kondisinya saat ini ↓
DO :
Perdarahan tertutup
RR : 26x/menit
Ritme pernafasan irreguler

Dalam waktu
lama
menyebabkan
kdar Hb turun

Proses
pengikatan
oksigen di paru
tidak maksimal

Respon paru-
paru bernafas
lebih cepat

Pola nafas
irregular

Ketidakefektifa n
pola nafas
2. DS : Kecelakaan motor Nyeri akut
perut sebelah
Klien mengatakan
kanan nyeri
DO : ↓
P :-
Menyebabkan
Q : skor 7
cedera abdomen
R : perut sebelah kanan
S : nyeri tumpul

T : terus-menerus
Terdapat jejas pada abdomen sebelah Cedera organ
kanan intra abdomen

Menyebabkan nyeri

Nyeri terus-
menerus

Nyeri akut
3. DS : - Kecelakaan Resiko syok
DO : motor
Akral dingin

Mukosa bibir kering
Wajah tampak pucat Menyebabkan

Terdapat luka lecet pada perut kanan cedera abdomen

Terdapat jejas dan hematoma pada


abdomen sebelah kanan ↓
Ht :36% Perdarahan tertutup
Leukosit : 12,1 103/ul
CRT : 3 detik

Penurunan
volume darah

Penurunan
perfusi perifer

Risiko syok

4.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
3. Resiko syok

4.4 Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa 1


Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ansietas, nyeri
ditandai dengan pola nafas abnormal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pola napas klien
menjadi normal
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 5 pada indikator NOC dengan penurunan
ekspansi paru

NOC: Respiratory Status: Airway Patency

No Indikator 1 2 3 4 5
1 RR 26x/m 12-
20x/m
2 Ritme respirasi Iregule reguler
r
3 Ansietas Kliien & Menjad i
keluarg tidak
a cemas cemas

NIC: Respiratory Monitoring


1. Monitor ritme, kedalaman & RR
2. Monitor saturasi oksigen
3. Monitor apabila ada peningkatan ansietas
4. Monitor tanda tanda kelelahan otot diafragma
5. Monitor adanya dipsneu & kondisi yang memperburuk klien

Diagnosa 2
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi wajah
nyeri, mengekspresikan perilaku
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri klien
berkurang
Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor pada indikator NOC

NOC : Pain Level


N INDIKATOR 1 2 3 4 5
O
1 Pelaporan nyeri Terus Jarang
menerus melaporkan
(sejak nyeri
kecelakaan)
2 Respiratory Rate 26x/m 12-
20x/m
3 Ekspresi wajah nyeri Skala 8 Skala 1-2
pada pada
pengukuran pengukuran
nyeri Wong nyeri Wong
Baker Baker
4 Tekanan darah 130/80
mmHg

Intervensi (NIC):
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan factor resipitasi
2. Monitor TTV
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
8. Evaluasi keefektifan control nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

Administrasi analgetik:
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul

Diagnosa 3 Resiko Syok

Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan


pasien tidak mengalami syok hipovolemik.

NOC “Shock severity: Hypovolemic “


Indikator Peningkatan RR 1 2 3 4 5
 26x/ 12-
m 20x/m 1-2 S
 CRT3 s

 Akral Dingin Akral Akral


dingin hangat

Intervensi: NIC “Bleeding Reduction: Gastrointestinal”


1. Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2. Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3. Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan tertutup dan persistent
4. Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5. Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement darah

NIC: Bleeding Precautions


1. Monitor perdarahan pasien (perdarahan dalam) hematoma
2. Catat kadar Hb dan HCT sebelum dan setelah kehilangan darah
3. Monitor TD pasien
4. Kolaborasi terkait pemberian obat (antacid) jika diperlukan
5. Bombing keluarga dan pasien untuk memberitahu perawat jika ada tanda dan gejala
perburukan pendarahan.

4.5 Tindakan resusitasi


A. Airway
Pasien merasa sesak dan tidak enak pada waktu bernafas
B. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit R : 26x/menit, pernafasan
reguler
C. Circulation
TD: 120/80 mmHg N : 90x/menit
Capillary reffil : 3 detik

No Tindakan resusitasi keterangan


1. Kaji pola napas klien Klien bernafas secara spontan
R : 26x/menit, pernafasan reguler
2. Posisikan klien semifowler Dengan posisi ini ekspansi paru
maksimal sehingga memudahkan
pernapasan
3. Beri nasal kanul 4 liter/menit
4. Monitor TTV TD : 130/80 mmHg N : 90x/menit

Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas?
Jika ada obstruksi maka lakukan:
 Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas. Jika
pernafasan tidak memadai maka lakukan:
 Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
 Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
 Pernafasan buatan Berikan oksigen jika ada
Penilaian ulang ABC harus dilakukan lagi jika kondisi pasien tidak stabil

Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:
 Hentikan perdarahan eksternal
 Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
 Berikan infus cairan

Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
 AWAKE = A
 RESPONS BICARA (verbal) = V
 RESPONS NYERI = P
 TAK ADA RESPONS = U Cara ini cukup jelas dan cepat.

4.6 Implementasi
Nama pasien: Tn.P

N Tanggal/jam No dx Implementasi
o
1 5 juni 2016/14.15 1 Mengkaji pola nafas klien
Memposisikan klien semi fowler
Memberikan nasal kanul 4L/menit
2 5 juni 2016/14.15 3 Evaluasi respon psikologis klien terhadap
pendarahan
Pertahankan patensi airway (bila perlu)
Monitor adanya tanda dan gejala adanya
perdarahan tertutup dan persistent
Monitor adanya tanda dari syok
hipovolemik
3 5 juni 2016/14.30 2 Mengkaji tingkat nyeri
Memberikan injeksi analgesik
Mengajarkan nafas dalam bila nyeri timbul

4.7 Discharge planning


Pola nafas tidak efektif

1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang


a. Tidak ada secret di saluran pernafasan
b. RR dalam rentan normal; (12-20 X/Menit)
c. Rencana Perawatan untuk di rumah:
- Keperluan perawatan di rumah dan istirahat disediakan
- Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
- Keluarga memahami prosedur monitoring RR
- Keluarga memiliki sumber komunikasi dan akses ke pelayanan kesehatan

2. Instruksi Pemulangan kepada keluarga:


a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b. Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan
c. Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan Nyeri

Akut

1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang


a. Tidak ada secret di saluran pernafasan
b. RR dalam rentan normal; (12-20 X/Menit)
c. Rencana Pengobatan untuk di rumah:
- Keperluan perawatan di rumah dan istirahat disediakan
- Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
- Keluarga memahami prosedur monitoring RR
- Keluarga memiliki sumber komunikasi dan akses ke pelayanan kesehatan

2. Instruksi Pemulangan kepada keluarga:


a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b. Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan
c. Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan Resiko

Shock Hipovolemik

1. Evaluasi kesiapan klien untuk pulang


a. Tidak terjadi shock
b. Sirkulasi normal
c. Akral hangat
2. Rencana keperawatan dirumah
a. Keluarga mengerti dan memahami tanda-tanda syok
b. Keluarga mengetahui kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan
c. Keluarga memiliki dukungan sosial yang dibutuhkan
3. Instruksi Pemulangan kepada keluarga:
a. Penjelasan tentang kondisi klien saat ini
b. Pemahaman bagaimana memantau tanda tanda syok pernafasan
c. Pemahaman kapan harus menghubungi tenaga kesehatan
BAB V PEMBAHASAN

Perbedaan Teori dan Kasus

IndikatorAskep Umum (Teori) Askep Kasus


Tanda dan Gejala yang Tanda dan gejala berupa demam, Tanda hanya berupa nyeri tekan
ditimbulkan anoreksia, mual dan muntah, dan perut kembung saja
takikardi, dan peningkatan suhu
tubuh (selain tanda utama nyeri
tekan)
Penanganan pertama pada Stop makanan dan minuman, Tidak segera di bawa e rumah
trauma abdomen tumpul imobilisasi segera, dan kirim ke sakit, ketika sudah timbul
rumah sakit. ketidak nyamanan pada
pernapasan baru dibawa ke
rumah
sakit.
- Pengkajian- pemeriksaan darah - hanya dilakukan
diagnostic preoperative gawat (hemoglobin,leukosit, laju endap pemeriksaan darah saja, tidak
darurat setelah di RS darah, waktu perdarahan dan waktu ada informasi terkait hasil
pembekuan darah, serta hematokrit), pemeriksaan yang lain.
serum elektrolit, pemeriksaan USG,
Foto polos (abdomen dan toraks),
dan CT scan

Asuhan keperawatan pre- Airway : Airway :


hospital Control tulang belakang, buka jalan Tidak ada sumbatan jalan
napas dengan jaw trust (kasus napas, bersih sehingga tidak
trauma). Periksa apakah ada benda dilakukan jaw trust dan
asing yang mengakibatkan pengeluaran secret.
tertutupnya jalan napas (muntahan,
makanan, darah atau benda asing).

Breathing :
Ventilasi adekuat, menggunakan
cara lihat- dengar-rasakan tidak
lebih dari 10 detik atau untuk
memastikan ada napas atau tidak
Breathing :
(periksa status respirasi korban
Napas klien cepat sehingga
(kecepatan,ritme dan napas yang
dlakukan diberikan ventilasi
tidak adekuat).
yang adekuat

Circulation :
- Control perdarahan hebat,
jika pernapasan tersengal- sengal,
gunakan alat bantu napas. Jika tidak
ada tanda sirkulasi lakukan RJP (30
: 2)

Circulation :
Tekanan darah turun, napas
cepat, menggunakan alat
bantu napas O2 21%.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak


menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ berongga pada
abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.

6.2 Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien yang mengalami trauma
abdomen yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan tindakan
kegawatdaruratan yang cepat dan tepat, terutama pada kasus trauma abdomen akibat
cidera atau kecelakaan.
Untuk memudahkan pemberian tindakan darurat secara sepat dan tepat perlu
dilakukan prosedur tetap/protocol yang dapat digunakan setiap hari. Bila
memungkinkan, sangat tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi dengan
buku-buku yang diperlukan baik untuk perawat maupun pasien.

Daftar Pustaka
Legome EL. 2016. Blunt Abdominal Trauma Clinical Presentation”.
http://emedicine.medscape.com/article/1980980-clinical#b3
Morton, P.G, Fontaine, D, Hudak, C. M, Gallo, B. M. 2008. Keperawatan Kritis.
Jakarta: EGC
MH Assiddqi. 2014. Bab II Tinjauan
Pustaka.
http://eprints.undip.ac.id/44820/4/M.Hasbi_Asshiddiqi_22010110110072_Bab
2KTI.pdf. Diakses pada 8 Juni 2016.
Morton, Patricia Gonce.2011. Keperawatan kriris : pendekatan asuhan holistic.
Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2013. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin A, Sari K. 2013. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Offner P. 2014. Penetrating Abdominal
Trauma.
http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview.
Pratama, Andi, Djaja. 2014. Trauma Abdomen
pada Anak.
http://www.academia.edu/9479086/TRAUMA_ABDOMEN_PADA
_ANAK. Diakses pada 8 Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai