Anda di halaman 1dari 11

PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITAS PERIWAYATAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Hadits

Dosen Pengampu :

H. Encep Taufik Rahman, S.H.I, M.Ag

Disusun oleh :

Putra Dimas (1204050117)

Putri Nurul Iman (1204050121)

Rifla Mufarihana Zahira (1204050132)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI JURNALISTIK

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2021/1443H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil 'alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah
menganugerahkan keimanan, keislaman, kesehatan, dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul ”Pembagian Hadits Dari Segi
Kualitas Periwayatan”.

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang Ulumul Hadits bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penyusunan makalah ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak yang telah
berkontribusi secara maksimal. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.

Meski demikian, penulis meyakini masih banyak yang perlu diperbaiki dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi dalil, sumber hukum, tata bahasa, dan bahkan tanda
baca sehingga sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian sebagai bahan
evaluasi penulis.

Penulis

Bandung, 13 Maret 2021


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata hadist berasal dari bahasa Arab. Menurut Ibn Manzhur, kata ini berasal dari kata al-
Hadits, jamaknya: al-Hadits al-Haditsan dan al-Haditsan. Hadits adalah kata, bertindak,
ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang digunakan sebagai dasar hukum
Islam . Hadits digunakan sebagai sumber hukum Islam di samping al-Qur’an, hadits posisi
dalam hal ini adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.

Sesuai dengan sejarah perjalanan hadits, ternyata tidak semua yang disebut hadits itu
benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. Apalagi kita mengetahui hadits palsu itu
memang ada. Benar bahwa tadinya, hadits itu segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang fungsinya sebagai rujukan dalam memahami dan melaksanakan
ajaran Islam. Selanjutnya, apa yang dinisbahkan kepada sahabat pun disebut hadits, bahkan,
yang disandarkan kepada tabi’in. Maka persoalannya, mana hadits yang dapat
diterima (maqbul) sebagai dalil agama karena “diduga keras” berasal dari Nabi Muhamad
SAW. dan mana pula yang ditolak (mardud). Sekarang kita akan membicarakan tentang
hadits-hadits yang mungkin dapat diterima dan mungkin ditolak informasinya.

1.2 Rumusan Masalah

a. Pengertian Hadits Shahih, Hadits Hasan, Hadits Dha’if


b. Kriteria Hadits Shahih
c. Macam-macam Hadist Shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dha’if
d. Kedudukan Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dha’if sebagai dalil hukum
e. Sebab-sebab kedha’ifan suatu hadits
f. Tingkatan-tingkatan hadits dha’if

1.3 Tujuan Penulisan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hadits Shahih

2.1.1 Pengertian Hadits Shahih

Menurut bahasa, Shahih itu lawan dari Saqim (sakit atau lemah). Sedangkan
pengertian shahih menurut istilah adalah hadits yang sanadnya bersambung melalui (riwayat)
rawi yang adil lagi dlabith dan rawi yang semisal hingga akhir (sanad), tanpa ada syudzudz
maupun ‘ilat.

2.1.2 Kriteria Hadits Shahih

Dari penjelasan pengertian diatas, hadits shahih memiliki beberapa karakter sebagai berikut :

a. Sanadnya bersambung. Artinya, bahwa setiap rawi mengambil (haditsnya) secara


langsung dari orang di atasnya, dari awal sanad hingga akhir sanad.

b. Adilnya para perawi. Yaitu, setiap rawi harus muslim, baligh, berakal, tidak fasik, dan
tidak buruk tingkah lakunya.

c. Dlabithnya para perawi. Yaitu, harus sempurna daya ingatnya, baik ingatan dalam
benak atau pun tulisan.

d. Tidak ada syadz. Yaitu, haditsnya tidak syadz.Syudzudz berarti haditsnya tidak
menyelisihi dnegan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqoh
dibandingkan dirinya.

e. Tidak ada ’ilat. Yaitu, haditsnya tidak ma’lul (cacat). ’Ilat adalah penyebab samar lagi
tersembunyi yang bisa mencemari shahihnya sebuah hadits, meski secara dhahir,
kelihatan terbebas dari cacat.

2.1.3 Macam-Macam Hadits Shahih

Hadis sahih terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Hadits shahih Lidzatihi yaitu hadits yang bersambung sanadnya dengan penukilan
perawi yang ‘adl dan dhabith dari yang semisalnya sampai akhir sanad tersebut
serta hadits tersebut bukan hadits yang syadz dan bukan hadits
yang mu’allal (cacat).
b. Hadits shahih Li Ghairihi adalah hadits hasan li dzatihi apabila diriwayatkan dari
jalan lain yang setingkat atau lebih kuat darinya. Dan dinamakan hadits shahih li
ghairihi, karena keshahihannya tidak datang dari sanadnya sendiri, tetapi karena
bergabung dengan sanad yang lain.

2.1.4 Kedudukan Hadits Shahih Sebagai Dalil Hukum


Kedudukan hadits shahih ini wajib diamalkan sesuai dengan ijma’ (kesepakatan) ahli hadits, begotu
pula menurut ahli ushul dan para fuqaha. Hadits shahih bisa dijadikan hujjah (argumen) syar’i
Seorang muslim tidak dibiarkan mengamalkan hadits shahih. Kedudukan Hadits Shahih itu
bertingkat seiring dengan bertingkatnya sifat kedhabitan dan keadilan rowinya.
Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadits yang bersanad Ashohhul Asanid.
Imam Nawawi membagi shahih menjadi tujuh bagian:

a. Hadits yang muttafaq ‘alaihi atau muttafaq ‘ala shihhatihi, yaitu hadits shahih yang


telah disepakati oleh kedua Imam hadits Bukhari dan Muslim, tentang sanadnya.
b. Hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim
tidak meriwayatkan.
c. Hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhari
tidak meriwayatkan.
d. Hadits Hadits shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim,
sedang kedua Imam itu tidak mentakhrijkannya, yaitu bahwa rawi-rawi hadits yang
dikemukakan itu, terdapat di dalam kedua kitab shahih Bukhari dan Muslim.
e. Hadits shahih menurut syarat Bukhari, sedang beliau sendiri tidak mentakhrijkannya
(mengeluarkannya).
f. Hadits shahih menurut syarat Muslim, sedang beliau sendiri tidak mentakhrijkannya.
g. Hadits shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhari dan
Muslim akan tetapi dishahihkan oleh imam-imam hadits yang lain. Misalnya hadits
Ibnu Khuzaimah, AlHakim, dll.

2.2 Hadits Hasan

2.2.1 Pengertian Hadits Hasan

Menurut bahasa, hadits hasan merupakan sifat musabbahah dari kata al-husn,yang
berarti al-jamal (bagus). Pengertian hadits hasan menurut istilah para ulama memiliki definisi
yang berbeda-beda, karena melihat melihat bahwa hadits hasan ini di tengah-tengah hadits
shahih dan dha’if, dan sebagian dari ulama-ulama itu mendefinisikannya dengan mencakup
salah satu dari dua kategori tersebut. Berikut definisi hadits hasan menurut para ulama :

a. Menurut al-Khathabi, yaitu hadits yang diketahui tempat keluarnya, para perawinya
masyhur (dikenal), menjadi tempat beredarnya hadits, diterima oleh banyak ulama,
dan digunakan oleh sebagian besar fuqaha.

b. Menurut at-Tarmidzi, yaitu setiap hadits yang diriwayatkan, yang dalam sanadnya
tidak ada rawi yang dituduh berdusta, haditsnya tidak syadz, diriwayatkan pula
haditsnya melalui jalan lain.

c. Menurut Ibnu Hajar, yaitu hadits ahad yang diriwayatkan oleh rawi yang adil
kedlabitannya sempurna, sanadnya bersambung, haditsnya tidak ’ilal maupun syadz;
hadits yang semacam ini adalah hadits shahih li dzatihi. Jika derajat kedlabitannya
lebih rendah, itulah hadits hasan li dzatihi.

Kesimpulan dari definisi hadits hasan diatas adalah, hadits hasan yaitu hadits yang
sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang derajat dlabitnya lebih
ringan dari orang yang serupa hingga puncak (akhir) sanad, tidak ada syudzudz maupun ’ilat.

2.2.2 Macam-Macam Hadits Hasan


Hadits hasan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Hadits hasan li dzatihi adalah hadits yang dengan sendirinya telah memenuhi kriteria


hadits hasan, dan tidak memerlukan riwayat lain untuk mengangkatnya ke derajat
hasan.
b. Hadits hasan li ghairihi adalah hadits dha’if apabila jalan (datang)-nya berbilang
(lebih dari satu), dan sebab-sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya fasik atau
pendusta.

2.2.3 Kedudukan Hadits Hasan Sebagai Dalil Hukum

Hadits hasan sebagaimana kedudukannya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah


hadits shahih, adalah dapat dijadikan sebagai hujjah dalam penetapan hukum maupun dalam
beramal. Para ulama hadits dan ulama ushul fiqh, serta para fuqaha sependapat
tentang kehujjahan hadits hasan ini.

2.3 Hadits Dha’if

2.3.1 Pengertian Hadits Dha’if


Hadits Dha’if adalah hadits yang kehilangan salah satu syarat hadits shahih dan hasan.
Seperti, sanadnya ada yang terputus, diantara periwayat ada yang pendusta atau tidak dikenal,
dan lain-lain. Hadits dha’if ini tingkatannya lebih rendah dari hadits hasan.

2.3.2 Macam-Macam Hadits Dha’if

1) Dha’if disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya


Sanad. Dha’if jenis ini di bagi lagi menjadi :
a. Hadits Mu’allaq
Hadits mu’allaq yaitu hadits yang pada sanadnya telah dibuang satu atau lebih
rawi baik secara berurutan maupun tidak.
b. Hadits Mursal
Hadits mursal menurut istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya
setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in mengatakan, ”Rasulullah
SAW. bersabda begini atau berbuat seperti ini”.
c. Hadits Munqathi'
Hadits munqathi’ menurut istilah para ulama hadits mutaqaddimin sebagai
“hadis yang sanadnya  tidak bersambung dari semua sisi”. Sedangkan menurut
para ulama hadits mutaakhkhirin adalah ”suatu hadits yang ditengah sanadnya
gugur seorang perawi atau beberapa perawi tetapi tidak berturut-turut”.
d. Hadits Mu'dhal
Hadits mu’dhal menurut istilah adalah “ hadits yang gugur pada sanadnya dua
atau lebih secara berurutan.”.
e. Hadits Mudallas
Hadits Mudallas hadits yang diriwayatkan dengan menghilangkan rawi
diatasnya.
2) Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya ada lima, dan yang berkaitan dengan
kedhabithannya juga ada lima.

Berikut ini macam-macam hadis yang dikarenakan sebab-sebab diatas:

a. Hadits Maudhu'
Hadis maudhu’ adalah hadis kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak
mempunyai dasar sama sekali. Menurut Subhi Shalih adalah khabar yang di buat oleh
pembohong kemudian dinisbatkan kepada Nabi.karena disebabkan oleh faktor
kepentingan.
b. Hadits Matruk
Hadis matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang disangka suka
berdusta.

c. Hadits Munkar
Hadis munkar adalah hadits yang diriwatkan oleh perawi yang dhaif, yang menyalahi
orang kepercayaan perawi itu tidak memenuhi syarat biasa dikatakan seorang dhabit,
atau dengan pengetian hadits yang rawinya lemah dan bertentangan dengan riwayat
rawi tsiqah. Munkar sendiri tidak hanya sebatas pada sanad namun juga bisa terdapat
pada matan.
d. Hadits Majhul
 Majhul 'aini : hanya diketahui seorang saja tanpa tahu jarh dan ta'dilnya
 Majhul hali : diketahui lebih adari satu orang namun tidak
diketahui jarh dan ta'dilnya.
e. Hadits Mubham
Hadits mubham yaitu hadits yang tidak menyebutkan nama orang dalam
rangkaian sanad-nya, baik lelaki maupun perempuan.
f. Hadits Syadz
Hadis syadz yaitu hadis yang beretentangan dengan hadis lain yang riwayatnya
lebih kuat.
g. Hadits Maqlub
Hadis maqlub ialah yang memutar balikkan (mendahulukan) kata, kalimat, atau nama
yang seharusnya ditulis di belakang, dan mengakhirkan kata, kalimat atau nama yang
seharusnya didahulukan.
h. Hadits Mudraj
Secara terminologis hadits mudraj ialah yang didalamnya terdapat sisipan atau
tambahan, baik pada matan atau pada sanad. Pada matan bisa berupa penafsiran
perawi terhadap hadits yang diriwayatkannya, atau bisa semata-mata tambahan, baik
pada awal matan, di tengah-tengah, atau pada akhirnya.
i. Hadits Mushahaf
Hadits Mushahaf adalah yang terdapat perbedaan dengan hadits yang diriwayatkan
oleh orang kepercayaan, karena di dalamnya terdapat beberapa huruf yang di ubah.
Perubahan ini juga bisa terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadits
menjadi jauh berbeda dari makna dan maksud semula.

2.3.2 Kedudukan Hadits Dha’if

2.3.3 Sebab-Sebab Kedha’ifan Suatu Hadits

Kedha’ifan suatu hadits bisa disebabkan karena dua hal, yaitu :

a. Dha’if disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya Sanad.


b. Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya.

Dan juga Ada beberapa sebab terjadinya daif dalam kategori kedua ini, yaitu :

a) Sering berbohong (muttaham bi al-kadzab): yakni rawi tersebut diketahui sering


berbohong dalam ucapannya sehari-hari tetapi tidak diketahui apakah ia berbohong
atau tidak dalam meriwayatkan hadits. Konsekuensi dari sebab ini adalah menjadikan
hadits yang diriwayatkan menjadi hadits matruk.
b) Fasiq: perawi tersebut pernah melakukan suatu dosa besar atau terus-menerus
melakukan dosa kecil.
c) Pelaku bid’ah: rawi melakukan bid'ah, baik dalam keyakinan maupun perbuatan.
d) Tidak dikenali (jahâlah al-ʽain): perawi tidak dikenal atau tidak diketahui perilakunya.
Sering melakukan kesalahan (fahsy al-ghalaṭ): Hafalan sangat buruk, lebih banyak
salah daripada benarnya dalam meriwayatkan hadits.
e) Sering lupa (ghaflah)
f) Jelek hafalannya (sû’ al-ḥifdz): Jeleknya hafalan rawi sehingga ia sering salah dalam
dalam meriwayatkan hadits.
g) Ragu-ragu (wahm): Rawi sering salah sangka dalam periwayatan, semisal mengira
atsar yang mauquf menjadi hadits marfu', mengira hadits munqathi' adalah muttasil.
h) Berbeda dengan riwayat orang-orang yang terpercaya (mukhalafah al-tsiqqah).

2.3.4 Tingkatan-Tingkatan Hadits Dha’if


Hadits dhaif ada 3 tingkatan, yaitu:

1. Hadits dhaif yang ringan kedhaifannya, setiap hadits dhaif yang tidak masuk kategori
hadits palsu dan hadits yang sangat dhaif.
2. Hadits dhaif yang berat kedhaifannya, hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi
yang sangat buruk hifzh-nya, atau yang tertuduh berdusta, dan yang matruk, atau
dhaif karena menyelisihi riwayat orang-orang yang maqbul, dan ia adalah hadits
munkar, atau riwayat orang yang maqbul yang menyelisihi riwayat orang-orang yang
lebih rajih darinya, dan ia adalah hadits syadz.
3. Hadits palsu, hadits yang di dalam sanadnya terdapat seorang pendusta, bersama
dengan diingkarinya matan, atau yang di dalamnya terdapat tanda-tanda kepalsuan
hadits.

Anda mungkin juga menyukai