Anda di halaman 1dari 9

Badan lebih (overweight) dan obesitas menggambarkan keabnormalan atau kelebihan akumulasi

jaringan adiposa dibanding orang normal yang berdampak pada kesehatan (WHO, 2015; CDC,
2012). Walaupun sering dihubungkan dengan peningkatan berat badan total, hal tersebut tidak
berlaku pada orang yang memililiki massa otot yang tinggi (Flier, 2010). Mengukur jaringan adiposa
secara langsung sangat sulit. Berat badan terdistribusi pada seluruh jaringan sehingga penting untuk
menentukan apakah kelebihan berat badan tersebut berasal dari jaringan adiposa atau bukan (Flier,
2010). Walaupun tidak mengukur langsung jaringan adiposa, indeks massa tubuh (IMT) menjadi
metode yang sering digunakan (WHO, 2015). signifikan berbanding lurus dengan massa lemak. IMT
secara relatif (Klein dan Romijn,2003). Cara lain yang bisa digunakan termasuk skinfold thickness
(lipat kulit), densitometry (berat dalam air), CT atau MRI dan electrical impedance. (Flier,
2010) Indeks massa tubuh (IMT) sering digunakan untuk mengklasifikasikan obesitas pada orang
dewasa. IMT dinilai dengan membandingkan berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan
(dalam meter kuadrat). IMT ≥ 25 kg/m2 diklasifikasikan sebagai overweight dan ≥ 30 kg/m2 sebagai
obesitas (WHO, 2015). Berbeda pada anak-anak, status berat badan ditentukan dengan menggunakan
kurva persentil (lampiran II dan III) IMT terhadap usia dan jenis kelamin. Jika IMT berada di antara
kurva persentil 85 dan 95 maka dikategorikan overweight sedangkan jika IMT di atas kurva persentil
95 maka dikategorikan obesitas. Hal ini disebabkan distribusi berat badan total anak-anak
dipengaruhi usia dan jenis kelamin (CDC, 2012).

Tabel 2.1 Klasifikasi Overweight dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut WHO
Klasifikasi
Berat Badan Kurang
Normal

IMT (kg/ m2)


<18,5
18,5-24,9

Overweight

>25

Pre-Obesitas

25,0-29,9

Obesitas Tingkat I
30,0-34,9

Obesitas Tingkat II

35,0-39,9

Obesitas Tingkat III

>40

Sumber : WHO 2000 dalam IPD, 2013

Tabel 2.2 Klasifikasi Overweight dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria
Asia Pasifik
Klasifikasi
Berat Badan Kurang
Normal
Overweight

IMT (kg/ m2)


<18,5
18,5-22,9
≥23

Berisiko

23,0-24,9

Obesitas Tingkat I

25,0-29,9

Obesitas Tingkat II

≥30,0
Sumber : WHO 2000 dalam IPD, 2013

Berdasarkan jenis kelamin, distribusi akumulasi jaringan adiposa memiliki


dua tipe. Tipe android (seperti buah apel) yang umumnya pada laki-laki adalah
tipe distribusi jaringan adiposa yang dominan di daerah abdomen sedangkan tipe
gynoid (seperti buah pir) yang umumnya pada perempuan adalah tipe distribusi
jaringan adiposa yang lebih dominan pada daerah panggul. Kelebihan di daerah
abdomen diukur dengan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul (waisthip ratio). Wanita
dengan waist-hip ratio di atas 0,8 dan pria dengan waist-hip
ratio di atas 1 memiliki risiko komorbiditas yang tinggi dibanding dengan IMT

Universitas Sumatera Utara

yang sama. Sehingga lokasi distribusi tersebut sangat menentukan morbiditas


(Flier, 2010). Obesitas tipe android berhubungan dengan erat profil metabolisme
dan risiko kardiovaskular dibanding tipe gynoid (Hellerstein dan Parks, 2007).

2.2. Faktor Risiko Overweight dan Obesitas


Tanda yang umum dari obesitas adalah kelebihan akumulasi jaringan
adiposa. Bagaimanapun, obesitas bukan penyakit tunggal. Lebih dari 200 gen
pada tikus dan 100 gen pada manusia teridentifikasi mempengaruhi pengaturan
berat badan (Srivastava, et al., 2007). Interaksi lingkungan dan genetik
menyebabkan akumulasi kelebihan jaringan adiposa. Lazimnya, obesitas terjadi
harus ada faktor genetik dan faktor lingkungan. Hipotesis tersebut terbukti pada
populasi obesitas dengan variasi yang beragam (Atkinson, 2005).
a. Faktor Genetik
Berdasarkan ilmu genetika, identifikasi dan karakterisasi single-gene dan
polygenic pada obesitas membuktikan seberapa bermakna pengaruh keturunan
(Srivastava, et al., 2007). Screening genom pada populasi etnik yang berbeda
menunjukan lokasi kromosom 2, 4 , 10, 11, dan 20.
1) Single-Gene Defects
Ob/ob (obesitas) dan db/db (obesitas-diabetes) merupakan single-gene
yang paling dominan mengalami defek pada hewan maupun manusia.
Gen Ob/ob dan db/db masing-masing mengkode leptin dan
reseptornya. Selain itu dua gen tersebut, masih ada beberapa gen
lainnya seperti, agouti, tubby, dan proopiomelanocortin. Coleman
dalam Atkinson (2005) mendeskripsikan dua model tikus, obesitas
(ob/ob) dan obesitas-diabetes (db/db). Gen ob yang mengkode leptin
dideskripsikan pertama kali oleh Zhang, et al. (Atkinson, 2005).
Leptin dibentuk di jaringan adiposa dan diduga memberi sinyal
penurunan nafsu makan ke otak dan menurunkan jaringan adiposa
tubuh. Defisiensi leptin bersifat autosomal recessive yang berakibat

Universitas Sumatera Utara

pada obesitas pada tikus dengan defek ob/ob dan pada sebagian kecil
pada manusia dilaporkan mengalami defek ini.
Coleman membuktikan bahwa pada tikus dengan defek ob/ob harus
dibatasi hingga setengah asupan energi untuk mendapatkan berat
badan yang sama dengan tikus yang tidak memiliki defek ob/ob.
Ketika diinjeksikan leptin, tikus dengan defek ob/ob mengalami
penurunan berat badan menuju level pada tikus yang tidak mengalami
defek, termasuk pada manusia. Pada tikus yang mengalami defek
db/db menunjukan rusak atau absennya reseptor leptin. Pada
penginjeksian leptin pada tikus dengan defek db/db tidak menunjukan
penurunan berat badan.
Hanya sebagian kecil pada orang obesitas yang mengalami singlegene disorder. Beberapa penelitian
mengidentifikasi bahwa sangat
sedikit manusia yang mengalami defisensi leptin, dan reseptor leptin
(Clement, et al., 2002). Perubahan gen yang mengekspresikan
melanocortin 4 receptors (MC4R) terjadi kurang 5% obesitas pada
beberapa etnik. Perubahan tersebut menyebabkan rasa lapar yang
tinggi dan menjadi obesitas karena kelebihan makan (overeating)
(CDC, 2012).
2) Polygenes Obesity
Loos dan Bouchard (2003) telah mengidentifikasi lebih dari 300 gen
yang berkaitan dengan etiologi obesitas dan 24 kromosom yang
mempunyai gen yang berkontribusi pada obesitas. Beberapa gen
menginduksi terjadinya obesitas dan beberapa malah memproteksi.
Sehingga ada belasan hingga ribuan gen yang terlibat dalam obesitas.
Penelitian yang dilakukan Westphal, et al. (2008) menunjukan tidak
ada perbedaan signifikan resting metabolic rate dalam satu keluarga.
Gen yang diduga paling berpengaruh pada energi metabolisme adalah
gen uncoupling protein. Uncoupling protein-1 (UPC-1) memiliki
kontribusi dan juga proteksi pada metabolic syndrome. Kemudian
uncoupling protein-2 berpengaruh pada metabolic syndrome melalui

Universitas Sumatera Utara

mekanisme down-regulation sekresi insulin dan pada obesitas belum


menunjukan pengaruh yang jelas (Fisler dan Warden, 2006).
Walaupun ada hubungan, mutasi UPC pada obesitas sangat kecil,
sebesar 1-3% (Atkinson, 2005).
b. Faktor Lingkungan
1) Ekspresi Genetik oleh Lingkungan
Walaupun suatu gen memiliki peranan yang jelas, faktor lingkungan
mungkin menentukan bagaimana suatu gen diekspresikan. Peran
faktor lingkungan yang terjadi selama di dalam uterus dan bayi dalam
mengakibatkan suatu penyakit menjadi menarik untuk diteliti
(Atkinson, 2005).
Blokade Jerman terhadap Belanda selama

perang dunia II

mengakibatkan banyak ibu hamil yang mengalami kelaparan. Pada


tahun 1976, Ravelli, Stein, dan Susser melaporkan bahwa orang lahir
pada masa tersebut menunjukan peningkatan prevalensi obesitas. Ibu
yang mengalami kelaparan selama bulan ke-6 pertama kehamilan
memiliki keturunan obesitas dan menderita sindrom metabolik. Jika
pada bulan ke-3 terakhir kehamilan memiliki kecenderungan lebih
kurus dari yang normal.
Penelitian case-control pada usia 64-74 tahun menunjukan bahwa
orang dengan riwayat berat badan lahir rendah memiliki massa lemak
yang banyak dibanding kontrol (Kensara, 2005). Bagaimana hal
tersebut bisa terjadi masih belum jelas, tetapi diperkirakan
keabnormalan plasenta menjadi penyebab (Atkinson, 2005).
2) Faktor Keluarga dan Etnis
Faktor keluarga dan etnis dalam pilihan makanan, pola makan,
komposisi makanan, dan aktivitas fisik menjadi etiologi obesitas.
Penelitian tentang energi yang keluar pada tiap individu menunjukan
perbedaan yang besar antara keluarga dan dalam satu keluarga
(Westphal, 2008). Hal ini terjadi akibat faktor genetik yang
mempengaruhi metabolisme tetapi juga akibat dari pola aktivitas

Universitas Sumatera Utara

10

masing-masing. Tiap etnis menunjukan perbedaan karakter dan


jumlah makanan. Faktor tersebut berpengaruh pada asupan energi
termasuk frekuensi dan waktu makan serta penggunaan penyedap,
minyak, lemak dan sumber makanan pokok (beras atau gandum)
(Atkinson, 2005).
3) Komposisi Makanan dan Pola Makan
Kelebihan asupan energi di atas angka kecukupan harian sangat
berpengaruh pada kejadian obesitas tetapi tidak benar berasumsi
bahwa makan yang berlebihan menyebabkan obesitas. Kualitas dari
makanan sangat penting dalam mempengaruhi obesitas. Pada hewan
coba, diet tinggi lemak menyebabkan obesitas berat dibanding tinggi
karbohidrat (Atkinson, 2005). Hal ini disebabkan karena lemak
mengandung energi yang lebih besar dibandingkan dengan protein dan
karbohidrat sehingga diet tinggi lemak mempunyai total energi lebih
tinggi namun dengan volumenya lebh kecil sehingga penimbunan
lemak lebih efisien dibandingkan karbohidrat atau protein (Subardja,
2010).
Konsumsi makanan berserat (diatery fiber) berkontribusi menekan
nafsu makan dan mengurangi asupan kalori. Hal ini berkaitan dengan
β-glucan yang terdapat pada polisakarida (Akramienė, 2007). βglucan mengurangi rasa lapar dan
meningkatkan rasa kenyang karena
ada pengaruh terhadap pengeluaran ghrelin dan PYY. Pada penelitian,
kelompok yang mengonsumsi roti yang mengandung β-glucan
memiliki kadar ghrelin lebih rendah dan PYY yang lebih tinggi
dibanding dengan kelompok yang tidak (Vitaglione, 2009).

4) Aktivitas Fisik
Kuantitas

aktivitas

fisik

secara

jelas

berkontribusi

terhadap

pemeliharaan berat tubuh. Orang dengan obesitas kurang aktif


daripada orang normal. Di masa industri sekarang, dengan mekanisi
dan kemajuan transportasi, membuat kondisi kecenderungan kurang

Universitas Sumatera Utara

11

gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari.


Sebagai contoh, seorang petani yang membajak sawahnya secara
manual akan mengeluarkan energi 400 kkal dibanding menggunakan
traktor 130 kkal (Misnadiarly, 2007). Dengan peningkatan taraf hidup
dan penggunaan mesin, lebih banyak mobil, dan pekerja kasar yang
dibutuhkan semakin sedikit. Terobosan terbaru pada televisi rumah,
komputer, dan game komputer
meningkatkan aktivitas fisik yang

kurang bergerak, terutama bagi anak-anak (Atkinson, 2005).


5) Obat
Beberapa obat diperkirakan meningkatkan asupan makanan maupun
berat badan. Glukokortikoid menyebabkan pertambahan jaringan
adiposa terutama bagian batang tubuh. Insulin, sulfonilurea dan
tiazolidenosa meninduksi peningkatan berat badan dan jaringan
adiposa pada pasien diabetes. Phenotiazine dan golongan anti-psikotik
serat trisiklik anti-depresan menginduksi pertambahan berat badan.
Cyproheptadine dan asam valproat juga telah dicurigai sebagai
etiologi obesitas pada beberapa pasien. Terakhir, beta-bloker seperti
propanolol diperkirakan mengurangi efek simpatis dan menaikkan
berat badan atau susah kehilangan berat badan (Atkinson, 2005).

2.3. Hubungan Fast Food dengan Kejadian Overweight dan Obesitas


Fast food merupakan makanan yang mudah disajikan dan cepat
dikonsumsi. Fast food tidak memiliki nilai gizi serta tinggi lemak, garam, gula,
dan kalori (Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012). Tingginya kadar lemak
menyebabkan otak mengirimkan impuls ke sel untuk mengabaikan sinyal dari
leptin dan insulin sehingga terganggunya pusat kenyang (Benoit, et al., 2009).
Jenis-jenis makanan cepat saji yang banyak dikonsumsi oleh remaja antara
lain: hamburger, fried chicken, pizza dan donat (Virgianto, 2005). Misalnya
hamburger MC Donald memiliki kadar garam sebesar 2 gram/100 gram. Dengan
kata lain, jika seseorang mengonsumsi 300 gram hamburger MC Donald saja
sama dengan mengonsumsi 6 gram garam, sedangkan asupan garam per hari yang

Universitas Sumatera Utara

12

direkomendasikan WHO hanya 5 gram. Contoh lainnya adalah fried chicken KFC
memiliki kadar lemak trans sebesar 0,7 gram/100 gram. Dengan kata lain, jika
seseorang mengonsumsi 300 gram fried chicken KFC saja hampir mencapai batas
maksimal asupan lemak trans yang direkomendasikan sebesar 2,6. Selanjutnya,
pizza memiliki kadar lemak total sebesar 7,9 gram /100 gram dengan angka
rekomendasi lemak total per hari sebesar 35-79

gram (Johnson, Sahu, dan

Saxena, 2012). Kandungan gizi fast food tersebut dapat menyebabkan obesitas
jika dikonsumsi secara berlebihan (KEMENKES 2012; Zulfa, 2011).
Di Amerika Serikat, dari 4.746 siswa dengan rentang usia 11-18 tahun
menemukan bahwa sekitar 75% dari populasi tersebut paling sedikit
mengonsumsi fast food satu kali dalam seminggu. Di Riyadh, Arab Saudi, fakta
membuktikan satu dari empat remaja di sana mengonsumsi fast food lebih dari 2
kali dalam seminggu (ALFariz, et al., 2015). Di Surakarta, lebih dari setengah
siswa dikategorikan sering dalam mengonsumsi fast food (Muwakhidah dan Dian,
2008).
Penelitian yang dilakukan di Manado pada anak SD umur 6-12 tahun yang
dilakukan oleh Domopolli, Mayulu, dan Masi (2013), menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas pada anak-anak.
Dari penelitian yang dilakukan oeh Virgianto (2005) tentang konsumsi fast food
terhadap kejadian obesitas pada remaja umur 15-17 tahun di SMUN 3 Semarang
mendapatkan bahwa variasi jenis makanan cepat saji tidak meningkatkan risiko
terjadinya obesitas. Meskipun begitu, berdasarkan perhitungan odds ratio pada
kontribusi kalori yang berasal dari makanan cepat saji terhadap terjadinya
obesitas, menunjukkan bahwa siswa yang intake kalori setiap hari yang berasal
dari fast food ≥6%, mempunyai risiko terjadinya obesitas sebesar 4,2 kali lebih
tinggi dibandingkan siswa yang intake kalori setiap hari yang berasal dari
makanan cepat saji < 6%.
Semakin besar intake kalori, semakin besar kemungkinan terjadinya
obesitas. Jadi jelas bahwa total intake kalori yang dikonsumsi tiap hari sedikit
banyaknya berperan terhadap terjadinya obesitas. Hasil studi ini memperkuat
pernyataan beberapa peneliti lainnya dimana peningkatan masukan energi dan

Anda mungkin juga menyukai