Anda di halaman 1dari 86

Memahami Surat Dakwaan

Memahami Surat Dakwaan


am

Paul SinlaEloE

P
PERKUMPULAN PENG
GEMBANGAN INISIATIF
F dan ADVOKASI RAK
KYAT
(PIAR NTT)
2015
Memahami Surat D Dakwaan 
Olleh: Paul SinlaEloE

Edditor: Ragil Supriyatnno & Yes Balle


Deesain sampul & isi: Sukriwul
S
Peenyelia Aksara: Tim IRGSC
I

Ceetakan Pertama, Jannuari 2015


Ukkuran : 13,5 x 20 cm
Jumlah Halaman : x + 74 hal.
ISBN : 978-602-711200-3-2

Diterbitkan oleh

PERKUMPULAN PEN
NGEMBANGAN INISIATIF dan ADVOKASI RAKYAT
T
(PIAR NTT)
Association of Initiative Developing an nd People Advocacy
Jl. Lalamentik, RT.32/RW.10,
R Kel. Fatuululi, Kec. Oebobo,
Kota Kupaang, Nusa Tenggara Timur,
T 85000
Telp: 0380 827917; E-mail: piar.nntt@gmail.com

© Haak Cipta pada Penulis dan Penerbit


Hak Cipta dilindunggi undang-undang. Diperbolehkan mengutip atau
menggandakan sebagian isi buku selama tidak un ntuk kepentingan komersiaal.
Pe
enganta
ar

Terbitnya bukku Memahami Surat S


Dakwaan ini, dilatar
d belakangi oleh
keprihatinan Peerkumpulan Penggem-
bangan Inisiatiff dan Advokasi Raakyat
(PIAR NTT) terhadap: pertaama,
rendahnya pem mahaman masyarrakat
adat, kaum miskkin, kelompok perrem-
puan korban keekerasan, dan kellom-
pok marginal lainnya
l tentang surat
s
daakwaan; kedua, Penuntut
P Umum terkadang secaraa se-
nggaja maupun tidaak sengaja, seringkali membuat surat s
daakwaan yang tidakk sempurna.
Seecara substansial, materi buku Memmahami Surat Dakw
waan
inii menjelaskan tentang arti pentinngnya surat dakwwaan
daalam proses peneegakan hukum suatu kasus pidana,, se-
kaaligus menguraikaan seluk-beluk suurat dakwaan dan ba-
gaaimana mengkritissinya.
Buuku ini diterbitkaan secara khususs dalam rangka pen-p
didikan hukum krritis untuk Comm munity Organizer yang
y
dimiliki oleh PIAR R NTT, yang tanp pa pamrih selalu setia
s
m
melakukan kerja-keerja advokasi di ko
omunitas dampinggan.
Buuku ini dimaksuddkan juga untuk membangun
m pemaha-
m hukum dari paara pihak yang beerkepentingan den
man ngan

v
suatu surat dakwaan. Karenanya, PIAR NTT mempersi-
lahkan para pihak yang berkepentingan dengan suatu
surat dakwaan untuk meng-copy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun,
sepanjang itu demi kepentingan dan perjuangan tegaknya
supremasi hukum di Indonesia.
Atas terbitnya buku Memahami Surat Dakwaan ini, PIAR
NTT menyampaikan ucapan terimakasih dan penghar-
gaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak ber-
kenaan dengan kontribusinya, mulai dari menggagas
sampai dengan selesainya penerbitan.
Pada akhirnya, buku ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang ingin memahami tentang surat
dakwaan.
Kupang, Januari 2015

Ir. Sarah Lery Mboeik


Direktur Eksekutif PIAR NTT

vi
Prakata

Surat dakwaan merupakan salah satu dokumen penting


dan penentu dalam proses penegakan hukum kasus
pidana. Surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa dalam
kedudukannya sebagai Penuntut Umum adalah dasar
pemeriksaan perkara dalam persidangan di pengadilan.
Hakim (majelis hakim) dalam hal putusan berkaitan
pemidanaan suatu perkara pun harus berpijak pada surat
dakwaan.
Mengingat pentingnya surat dakwaan sebagai dokumen
penentu dalam proses beracara di pengadilan dan fakta
bahwa sampai dengan saat ini masih banyak pihak
(terutama masyarakat adat, kaum miskin, kelompok perempuan
korban kekerasan dan kelompok marginal lainnya) yang belum
memahami tentang surat dakwaan, maka penulis tergerak
untuk menulis buku berjudul: MEMAHAMI SURAT
DAKWAAN.
Bahan-bahan yang dipergunakan untuk penulisan buku
ini, selain berasal dari berbagai referensi sebagaimana la-
zimnya sebuah karya akademik, juga bersumber dari hasil
diskusi lepas penulis dengan teman-teman advokat dan
jaksa di Kota Kupang, pada saat penulis melakukan
pemantauan kinerja dan perilaku jaksa di Pengadilan

vii
Negeri Kupang serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Nusa Tenggara Timur.
Buku Memahami Surat Dakwaan ini, disusun secara prak-
tis dan khusus untuk kepentingan penguatan kapasitas
dari Community Organizer yang dimiliki oleh Perkumpulan
Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR
NTT).
Kendati demikian, substansi dari buku ini dapat juga
dimanfaatkan oleh para pihak yang berkepentingan
dengan proses penegakan hukum suatu kasus pidana.
Karena kemanfaatan itulah penulis merasa perlu
mengkomunikasikan kepada sidang pembaca.
Akan tetapi, ketika buku ini dibaca oleh mereka yang
betul-betul memahami tentang surat dakwan dan terlibat
dalam perjuangan untuk tegaknya supremasi hukum di
Indonesia, otomatis mereka akan segera mengetahui ke-
lemahan dan kekurangan dari buku ini. Karenanya, kritik
dan saran demi penyempurnaannya sangat diharapkan.
Untuk itu sebelumnya diucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis sam-
paikan kepada teman-teman seperjuangan di PIAR NTT,
yakni: Sarah Lery Mboeik, Yuliana Ramideta, Adi Nange,
Zevan Aome, Yusak Bilaut dan Eston Sanam, yang telah
berkontribusi dalam segala hal berkaitan dengan
penyelesaian buku ini.
Terimakasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada
Friedom Radjah, SH (advokat), Alex Frans, SH (advo-
kat), Philipus Fernandez, SH (advokat), Ridwan Angsar,
SH (jaksa) dan Danny Salmon, SH (jaksa), yang telah
bersedia menjadi teman diskusi untuk memperkaya
wawasan penulis tentang surat dakwaan.

viii
Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Pdt. Dr. Merry Kolimon dan Jaringan Perempuan
Indonesia Timur (JPIT), karena atas kontribusi dan
dukungan merekalah buku ini dapat diterbitkan.
Sebagai penutup, buku ini diharapkan dapat menjadi ba-
caan alternatif yang bermanfaat bagi setiap individu yang
ingin memahami tentang surat dakwaan.

Tarus Raya, Desember 2014

Penulis

ix
Daftar Isi

Pengantar – v
Prakata – vii
Daftar isi – x

Bagian I
Pengertian Surat Dakwaan – 1

Bagian II
Syarat-syarat Surat Dakwaan – 5

Bagian III
Teknik Pembuatan Surat Dakwaan – 9

Bagian IV
Bentuk Surat Dakwaan – 21

Bagian V
Perubahan Surat Dakwaan – 31

Bagian VI
Mengkritisi Surat Dakwaan – 37

Lampiran-lampiran – 53
Kepustakaan – 65
Tentang Penulis – 68

x
Bagian I

Pengertian Surat Dakwaan

Surat Dakwaan menempati posisi sentral, strategis dan


merupakan dasar dalam pemeriksaan perkara pidana
di pengadilan. Dalam proses penegakan hukum suatu
tindak pidana, terdakwa hanya dapat dipidana ber-
dasarkan apa yang terbukti mengenai kualifikasi tindak
pidana yang dilakukan oleh seorang terdakwa menurut
rumusan surat dakwaan. Jadi walaupun terdakwa ter-
bukti melakukan tindak pidana dalam pemeriksaan
persidangan tetapi tidak didakwakan dalam surat dak-
waan, maka terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman
dan hakim jadinya akan membebaskan terdakwa.
Surat Dakwaan (telastelegging) oleh kebanyakan pa-
kar hukum di Indonesia, diartikan sebagai sebuah akta
yang dibuat oleh Penuntut Umum, yang berisi peru-
musan tindak pidana yang didakwakan kepada ter-
dakwa, berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan.
Memahami Surat Dakwaan

Surat Dakwaan bisa dipahami juga sebagai upaya pe-


nataan konstruksi yuridis atas fakta-fakta perbuatan
terdakwa, yang terungkap sebagai hasil dari suatu
penyidikan, dengan cara merangkai perpaduan antara
fakta-fakta perbuatan terdakwa dengan unsur-unsur
tindak pidana sesuai ketentuan undang-undang.
Tujuan utama pembuatan surat dakwaan ialah untuk
menentukan batas-batas pemeriksaan di sidang penga-
dilan, yang menjadi dasar dari Penuntut Umum mela-
kukan penuntutan terhadap terdakwa atau orang yang
diduga sebagai pelaku kejahatan.
Ditinjau dari berbagai kepentingan para pihak yang
berkepentingan dengan pemeriksaan perkara pidana,
maka surat dakwaan berfungsi untuk:
1. Pengadilan/hakim, surat dakwaan merupakan dasar
dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemerik-
saan, sebagai dasar melakukan pemeriksaan di si-
dang pengadilan, dan dasar pertimbangan dalam
penjatuhan keputusan.
2. Penuntut Umum, surat dakwaan merupakan dasar
pembuktian, dasar melakukan penuntutan, dasar
pembahasan yuridis dalam requisitoir, dasar mela-
kukan upaya hukum.
3. Terdakwa/penasehat hukum, surat dakwaan meru-
pakan dasar utama untuk mempersiapkan pembe-
laan dalam pledoi, dasar mengajukan bukti meri-
ngankan, dasar mengajukan upaya hukum.
4. Pemantau peradilan/masyarakat sipil, surat dakwa-
an merupakan dasar untuk menilai kinerja penegak
hukum dalam proses penegakan hukum.

2 | Pengertian Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

Menurut Pasal 14 huruf d KUHAP, yang berwenang


membuat surat dakwaan adalah Penuntut Umum. Pe-
nuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan me-
laksanakan penetapan hakim. (Pasal 1 angka 1 UU No.
16 Tahun 2004, Tentang Kejaksaan Republik Indone-
sia). Pembuatan surat dakwaan dilakukan oleh Penun-
tut Umum bila ia berpendapat bahwa dari hasil penyi-
dikan dapat dilakukan penuntutan (Pasal 140 ayat (1)
KUHAP).

Surat dakwaan yang telah dibuat oleh Penuntut Umum


dilimpahkan ke pengadilan dengan segera (Pasal 143
ayat (1) KUHAP). Turunan surat pelimpahan perkara
beserta surat dakwaan, harus disampaikan kepada ter-
sangka atau kuasa hukumnya atau penasehat hukum-
nya dan penyidik, pada saat bersamaan penyampaian
surat pelimpahan perkara ke pengadilan (Pasal 143
ayat (4) KUHAP).
Dengan posisi surat dakwaan yang sentral dan strate-
gis ini, maka tidaklah mengherankan apabila dalam
proses pembuatannya seringkali terjadi proses nego-
siasi perkara yang berimplikasi pada terjadinya korupsi
dalam proses peradilan (Judicial Corruption).
Pengalaman PIAR NTT dalam melakukan advokasi un-
tuk membongkar mafia peradilan, menemukan sejum-
lah modus korupsi dalam pembuatan surat dakwaan,
di antaranya: Pertama, pola utamanya adalah pengu-
rangan tuntutan dengan modus Jaksa akan menawar-
kan pada tersangka pasal apa yang akan diterapkan
kalau ingin tuntutan yang ringan dan konsekwensinya,
tersangka harus menyerahkan uang kepada Jaksa. Ak-
tor dari modus ini adalah Jaksa, Penasehat Hukum dan

Pengertian Surat Dakwaan |3
Memahami Surat Dakwaan

tersangka. Kedua, pola yang dipergunakan adalah


melepaskan tersangka. Modus yang dipergunakan ada-
lah membuat dakwaan yang kabur (Obscuur Libel)
sehingga tersangka bisa bebas. Dengan demikian, ter-
sangka akan dibebaskan melalui pengadilan yang sah
dan Jaksa/Penuntut Umum dan akan diberi imbalan
sesuai kesepakatan. Pada modus sepeti ini, Jaksa/Pe-
nuntut Umum dan Penasehat Hukum-lah yang men-
jadi aktornya.

4 | Pengertian Surat Dakwaan 
Bagian II

Syarat-syarat Surat Dakwaan

Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa di-


gunakan oleh Penuntut Umum berdasarkan atas asas
oportunitas yang memberikan hak kepada Jaksa Pe-
nuntut Umum sebagai wakil dari negara untuk melaku-
kan penuntutan kepada terdakwa atau pelaku tindak
pidana.
Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan ha-
rus membuatnya dengan sebaik-baiknya, sehingga su-
rat dakwaan dapat tersusun secara sempurna karena
telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ter-
dapat dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yakni:
A. Syarat Formil
Syarat formil yang harus dipenuhi atau terdapat dalam
suatu surat dakwaan adalah:
1. Diberi tanggal
Pencantuman tanggal dalam surat dakwaan diperlukan
guna memenuhi syarat sebagai suatu akte/surat. Se-
Memahami Surat Dakwaan

lain itu, pencantuman tanggal dalam surat dakwaan


sangat bermanfaat untuk mengantisipasi terjadinya
pembuatan surat dakwaan mendahului terjadinya
suatu peristiwa pidana.
2. Ditandatangani oleh penuntut umum
Surat dakwaan harus ditanda tangani oleh Penuntut
Umum dalam rangka memenuhi syarat sebagai suatu
akte/surat. Alasan lain dalam kaitannya dengan surat
dakwaan harus ditanda tangani oleh Penuntut Umum
adalah untuk menunjukan identitas dari pihak yang
bertanggung jawab atas surat dakwaan dan merupa-
kan penegasan tentang pihak yang berwenang (Pasal
14 huruf d KUHAP) untuk menandatangai suatu surat
dakwaan.
3. Berisi identitas terdakwa/para terdakwa
Meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tang-
gal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat (2)
huruf a KUHAP). Identitas tersebut dimaksudkan agar
orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang
pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebe-
narnya dan bukan orang lain (Error in Persona).
Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi
maka dapat dibatalkan oleh hakim (Vernietigbaar),
karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan
tersebut ditujukan.
B. Syarat Materil
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, mengamanatkan
bahwa surat dakwaan harus memuat secara cermat,
jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang di-
dakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tin-

6 | Syarat‐syarat Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

dak pidana dilakukan oleh terdakwa. Jika syarat ma-


teril ini tidak dipenuhi, maka dakwaan dinyatakan tidak
dapat diterima (niet onvanklijk verklaard) dan batal
demi hukum (absolut nietig).
Dalam KUHAP tidak dijelaskan tentang apa yang di-
maksud dengan istilah cermat, jelas, dan lengkap.
Namun oleh kebanyakan pakar hukum pidana, pe-
ngertian cermat, jelas dan lengkap dimaknai sebagai
berikut:
1. Uraian harus cermat
Cermat yang dimaksud di sini adalah ketelitian Jaksa
Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan
yang didasarkan undang-undang yang berlaku bagi
terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan dan atau
kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat
dakwaan atau tidak dapat dibuktikan. Dengan kata
lain, Jaksa Penuntut Umum diharuskan untuk bersikap
teliti dengan semua hal yang berhubungan dengan
keberhasilan penuntutan perkara di persidangan, di
antaranya: (a) apa ada pengaduan dalam hal delik
khusus atau tindak pidana umum?; (b) apa penerapan
hukumnya sudah tepat?; (c) apa terdakwa dapat di-
minta pertanggungjawaban dalam suatu tindak pidana;
(d) apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah
daluwarsa; (e) apakah tindak pidana yang didakwakan
itu tidak nebis in idem, yakni terdakwa diadili lebih dari
satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputu-
san yang menghukum atau membebaskannya.
2. Uraian harus jelas
Uraian yang jelas dan mudah dimengerti dengan cara
menyusun redaksi yang mempertemukan fakta-fakta
(perbuatan material) terdakwa dengan unsur-unsur

Syarat‐syarat Surat Dakwaan |7
Memahami Surat Dakwaan

tindak pidana yang didakwakan, sehingga terdakwa


atau penasehat hukum yang mendengar atau mem-
bacanya akan mengerti dan mendapatkan gambaran
tentang: (a) siapa yang melakukan tindak pidana; (b)
tindak pidana apa yang dilakukan; (c) kapan dan di
mana tindak pidana tersebut dilakukan; (d) apa akibat
yang ditimbulkan; dan (e) mengapa terdakwa melaku-
kan tindak pidana itu. Uraian komponen-komponen
tersebut disusun secara sistematik dan kronologis
dengan bahasa yang sederhana. Hal ini dimaksudkan
untuk para pihak yang terlibat dalam berperkara dapat
mengetahui secara jelas, apakah terdakwa dalam me-
lakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut da-
lam kapasitas sebagai pelaku (dader) dengan peran:
Orang yang Melakukan (pleger), Orang yang Menyuruh
Melakukan (doenpleger), Orang yang Turut Serta
Melakukan (medepleger), Orang yang Menganjurkan
untuk Melakukan (uitlokker), atau hanya sebagai Pem-
bantu Melakukan (medeplichting). Apakah unsur yang
diuraikan tersebut sebagai tindak pidana dengan
kualifikasi, misalnya penipuan atau penggelapan atau
pencurian, dsb.
3. Uraian harus lengkap
Uraian harus lengkap adalah bahwa dalam menyusun
surat dakwaan uraian surat dakwaan harus mencakup
semua unsur yang ditentukan secara lengkap. Jangan
sampai terjadi ada unsur delik yang tidak dirumuskan
secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan ma-
terilnya secara tegas dalam dakwaan, sehingga ber-
akibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana
menurut undang-undang.

8 | Syarat‐syarat Surat Dakwaan 
Bagian III

Teknik Pembuatan Surat


Dakwaan

Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa di mana


semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang
didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat di
mana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satu pun
yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di
dalam sidang pengadilan yang ketinggalan atau tidak
diuraikan.
Teknik pembuatan surat dakwaan berkenaan dengan
pemilihan bentuk surat dakwaan dan redaksi yang
dipergunakan dalam merumuskan tindak pidana yang
didakwakan.
Pemilihan Bentuk Surat Dakwaan
Bentuk surat dakwaan disesuaikan dengan jenis tindak
pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Apabila terdak-
wa hanya melakukan satu tindak pidana, maka diguna-
kan dakwaan tunggal. Dalam hal terdakwa melakukan
Memahami Surat Dakwaan

satu tindak pidana yang menyentuh beberapa perumu-


san tindak pidana dalam undang undang dan belum
dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pi-
dana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif
atau subsidair. Dalam hal terdakwa melakukan bebe-
rapa tindak pidana yang masing-masing merupakan
tindak pidana yang berdiri sendiri, digunakan bentuk
dakwaan kumulatif.
Teknis Redaksional
Hal ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta-
fakta dan perbuatan terdakwa yang dipadukan dengan
unsur-unsur tindak pidana sesuai perumusan keten-
tuan pidana yang dilanggar, sehingga nampak dengan
jelas bahwa fakta-fakta perbuatan terdakwa memenuhi
segenap unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan
dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumu-
san dimaksud harus dilengkapi dengan uraian tentang
waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Uraian ke-
dua komponen tersebut dilakukan secara sistematis
dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan
kalimat-kalimat yang efektif.
Box 1.
Rumus Penyusunan Surat Dakwaan
S+W+T+UUTP+K+Psl
Keterangan:
S = Subjek Hukum/Terdakwa
W = Waktu/Tempus Delicti
T = Tempat/ Locus Delicti
UUTP = Unsur-Unsur Tindak Pidana yang Didakwakan kepada
Terdakwa
K = Keterangan mengenai keadaan yang meliputi uraian kejadian serta
hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa
Psl = Pasal Undang-Undang yang Didakwakan

10 | Teknik Pembuatan Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

Logika sederhana yang dapat dipergunakan oleh Pe-


nuntut Umum dalam membuat surat dakwaan yang
cermat, jelas dan lengkap dapat mengikuti rumus di
atas.
Dalam menyusun surat dakwaan yang cermat, jelas
dan lengkap sesuai dengan syarat formil dan materiil
yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf
b KUHAP, maka ada 2 (dua) hal yang wajib diper-
hatikan oleh Penuntut Umum sebelum menyusun surat
dakwaan, yaitu:
A. Penguasaan atas Materi Perkara
Sebelum Penuntut Umum mulai membuat surat dak-
waan, terlebih dahulu haruslah dengan seksama mem-
baca seluruh berkas perkara yang ada agar materi per-
kara bisa dikuasai. Menguasai materi perkara berarti
mengetahui siapa yang diduga melakukan tindak
pidana, kapan tindak pidana tersebut dilakukan, di ma-
na terjadinya tindak pidana tersebut, cara bagaimana
tindak pidana itu dilakukan dan dengan alat apa tindak
pidana dimaksud dilakukan. Selanjutnya, yang harus
diketahui oleh Penuntut Umum adalah apa akibat dari
tindak pidana tersebut: siapa yang menjadi korban
atau siapa yang dirugikan. Semua itu harus didukung
oleh bukti-bukti yang cukup sesuai ketentuan undang-
undang.
Penguasaan materi perkara ini bisa dilakukan dengan
cara melakukan penelitan berkas perkara. Penelitian
berkas perkara harus difokuskan pada terpenuhinya
kelengkapan formil dan materil, sehingga bisa diketa-
hui sejauh mana fakta-fakta hasil penyidikan dapat
mendukung perumusan surat dakwaan beserta upaya
pembuktian.

Teknik Pembuatan Surat Dakwaan | 11
Memahami Surat Dakwaan

12 | Teknik Pembuatan Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

Dalam praktek, penelitian berkas perkara dari penyidik


dikenal dengan istilah ”tugas prapenuntutan” yang di-
lakukan oleh Jaksa Penuntut dengan bentuk formulir
dengan kode P-16. Uraian selengkapnya berkaitan
dengan kode formulir yang digunakan dalam proses
penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana,
dapat dilihat dalam tabel 1.
B. Penguasaan atas Materi Ketentuan
Perundang-undangan
Penguasaan materi ketentuan perundang-undangan ini
berarti pembuat surat dakwaan harus mengetahui se-
cara tepat dan rinci dari pasal yang direncanakan akan
didakwakan, di mana unsur-unsur tersebut cocok de-
ngan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
Menurut Pasal 141 KUHAP, Penuntut Umum dalam
penyusunan surat dakwaan dapat melakukan peng-
gabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat
dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir
bersamaan ia menerima berkas perkara dalam hal:
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh se-
orang yang sama dan kepentingan pemeriksaan
tidak menjadikan halangan terhadap penggabu-
ngannya.
b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut
satu dengan yang lain. (NB: Suatu tindak pidana
dianggap memiliki sangkut-paut satu dengan lain-
nya apabila: pertama, lebih dari seorang yang be-
kerja sama dan dilakukan pada saat yang bersa-
maan. kedua, lebih dari seorang pada saat dan
tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pe-
laksanaan dan pemufakatan jahat yang dibuat
oleh mereka sebelumnya. ketiga, seorang atau le-

Teknik Pembuatan Surat Dakwaan | 13
Memahami Surat Dakwaan

bih dengan maksud mendapat alat yang akan di-


pergunakan untuk melakukan tindak pidana lain
atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena
tindak pidana lain).
c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-
paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu
dengan yang lain itu ada hubungannya, yang da-
lam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi ke-
pentingan pemeriksaan.
Substansi dari Pasal 141 KUHAP ini pada dasarnya me-
ngatur tentang semenloop atau concursus, dalam ba-
hasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘Perbarengan’.
Berdasarkan bentuknya, Perbarengan dalam ilmu hu-
kum pidana dapat dibagi menjadi:
1. Perbarengan Peraturan (Concursus Idealis)
Perbarengan peraturan ini terjadi dalam hal se-
seorang yang melakukan satu perbuatan, tetapi
perbuatan yang dilakukan tersebut telah melanggar
beberapa peraturan (Pasal 63 KUHP).
2. Perbarengan Perbuatan (Concursus Realis)
Perbarengan perbuatan ini terjadi dalam hal sesorang
melakukan beberapa perbuatan, yakni perbuatan-
perbuatan tersebut merupakan perbuatan sendiri-
sendiri. Dalam KUHP, Concursus Realis dibedakan
menjadi perbarengan perbuatan atas kejahatan
(Pasal 65 KUHP dan Pasal 66 KUHP) dan perbarengan
perbuatan atas kejahatan (Pasal 70 KUHP).
3. Perbuatan Berlanjut (Voortgezette Handeling)
Perbuatan berlanjut terjadi dalam hal seseorang me-
lakukan beberapa perbuatan pidana yang masing-

14 | Teknik Pembuatan Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

masing berdiri sendiri, akan tetapi perbuatan-perbua-


tan tersebut ada hubungannya sedemikian rupa erat-
nya yang satu dengan yang lain, sehingga beberapa
perbuatan tersebut harus dianggap satu perbuatan
berlanjut (Pasal 64 KUHP).
Dasar pemikiran penggabungan perkara-perkara pida-
na ini ialah meringkaskan serta memudahkan pemerik-
saan di dalam suatu sidang pengadilan. Penggabungan
perkara-perkara ini dimaksudkan agar pemeriksaan be-
berapa macam perkara dapat dilaksanakan dengan
cepat dan lancar sehingga hubungan atau keberkaitan
yang ada dalam beberapa perkara itu menjadi lebih
mudah diketahui.
Dalam penangan perkara, Penuntut Umum diperke-
nankan untuk memecah perkara (spiltsing) menjadi
beberapa perkara dengan surat dakwaan tersendiri
pula. Menurut Pasal 142 KUHAP, dalam hal Penuntut
Umum menerima satu berkas perkara yang memuat
beberapa tindak pidana yang tidak masuk dalam Pasal
141 KUHAP, Penuntut Umum dapat melakukan penun-
tutan terhadap masing-masing terdakwa secara ter-
pisah.
Splitsing bisanya dilakukan dengan membuat berkas
perkara di mana para tersangka saling menjadi saksi.
Sehingga untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan baru,
baik terhadap tersangka maupun saksi.
Secara teknis, pembuat splitsing perkara adalah pe-
nyidik atas petunjuk Penuntut Umum, karena masalah
splitsing ini adalah masih tahap persiapan tindakan
penuntutan dan belum sampai pada tahap persida-
ngan perkara di pengadilan.

Teknik Pembuatan Surat Dakwaan | 15
Memahami Surat Dakwaan

Dalam hal Penuntut Umum menerima hasil penyidikan


dari penyidik, harus segera diteliti dan dipelajari apa-
kah perlu tidaknya di-split. Bilamana jaksa yang di-
percayakan untuk meneliti berpendapat bahwa perkara
tersebut perlu untuk dilakukan splitsing, maka dalam
waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada pe-
nyidik untuk dilengkapi dan disempurnakan dengan di-
berikan petunjuk seperlunya. Dalam waktu empatbelas
hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus
sudah menyampaikan berkas perkara yang telah di-
split itu kepada Penuntut Umum (kaitan dengan makna
ketentuan materi Pasal 138 ayat (1) & (2) KUHAP).
Dengan demikian, petunjuk mengenai splitsing itu di-
berikan dalam rangka prapenuntutan yang merupakan
wewenang Penuntut Umum sebagaimana tersebut
dalam Pasal 14 huruf b Jo. Pasal 110 Jo. Pasal 138
KUHAP.
Tabel 2
Contoh Matriks Verifikasi Surat Dakwaan
(contoh pengisian matriks terlampir)
NAMA KORBAN:
NAMA JAKSA PENUNTUT UMUM:
NOMOR PERKARA:
Syarat
Syarat Materiil Kualifikasi
Formil Alat
Locus & Unsur Tindak
Identitas Pasal Perbuatan Bukti
Tempus Pasal Pidana
Terdakwa Delik Materiil
delictie Delik

Catatan: matriks ini dapat juga digunakan oleh pihak lain yang
berkepentingan untuk menilai surat dakwaan

16 | Teknik Pembuatan Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

Mengingat pasal 143 ayat (3) KUHP yang mengama-


natkan bahwa surat dakwaan terancam batal apabila
tidak memenuhi Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b
KUHAP, maka matriks berikut ini dapat dipergunakan
untuk mempermudah Penuntut Umum dalam menilai
kembali surat dakwaannya yang sudah disusun (lihat
tabel 2).
Uraian dalam rangka pengisian matriks verifikasi surat
dakwaan di atas adalah:
1. Identitas Tersangka/Terdakwa
Dalam menyusun urutan identitas tersangka atau
terdakwa disesuaikan dengan urutan yang diatur
dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP.
2. Locus Delictie dan Tempus Delictie
Tempat dan waktu terjadinya delik harus dinyatakan
secara jelas: pertama, tempat disebutkan kam-
pung, kelurahan, kecamatan dan kabupaten; kedua,
waktu harus dijelaskan jam, hari, tanggal, bulan dan
tahun dan juga disebutkan waktu yang lain apabila
dalam undang-undang itu ditentukan.
• Manfaat diketahui/diuraikannya waktu terjadinya
tindak pidana (Tempus Delictie), (1) untuk me-
ngetahui usia pelaku (Pasal 47 KUHP) dan usia
korban untuk delik susila (Pasal 287 ayat (2)
KUHP, Pasal 290 KUHP dan Pasal 291 KUHP) pada
saat peristiwa pidana itu terjadi; (2) untuk me-
ngetahui apakah pelaku tindak pidana tersebut
adalah recidive atau bukan (Pasal 486 KUHP, Pasal
487 KUHP dan Pasal 488 KUHP); (3) untuk me-
ngetahui apakah tindak pidana yang dilakukan
sudah daluarsa dalam penuntutan dan menjalani
hukuman ataukah belum daluarsa. (Pasal 78 KUHP

Teknik Pembuatan Surat Dakwaan | 17
Memahami Surat Dakwaan

s/d Pasal 82 KUHP); (4) untuk memastikan bahwa


hukum tidak berlaku surut (asas legalitas) yang
artinya tidak ada hukuman jika tidak ada aturan
yang mengatur (Pasal 1 ayat (1) KUHP); (5) untuk
mengetahui apakah aturan berkaitan dengan
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa sudah
ada perubahan/pergantian atau belum (Pasal 1
ayat (2) KUHP); (6) untuk mengetahui alibi dari
terdakwa; (7) untuk mengetahui keadaan-keada-
an yang memberatkan pidana (Pasal 363 KUHP);
(8) untuk mengetahui terdakwa dapat dipidana
atau tidak. (Pasal 123 KUHP); (9) sebagai syarat
mutlak sahnya surat dakwaan. (Pasal 143 KUHAP).
• Tempat kejadian perkara tindak pidana (Locus
Delictie) menjadi sesuatu yang harus diketahui
dan ditentukan secara benar karena bermanfaat
untuk: (1) menentukan ruang lingkup berlakunya
undang-undang pidana nasional dalam hal konkret
(Pasal 2 KUHP s/d Pasal 9 KUHP); (2) untuk me-
mastikan kewenangan mengadili perkara seba-
gaimana yang diatur dalam Pasal 84 KUHAP, Pasal
137 KUHAP dan untuk mengetahui berwenang
atau tidaknya suatu pengadilan mengadili suatu
perkara (kompetensi relative) serta memastikan
berlakunya kewenangan mengadili terhadap pe-
laku yang melakukan tindak pidana di luar negeri
(Pasal 86 KUHAP); (3) untuk mengetahui apakah
tindak pidana tersebut dilakukan di muka umum
atau tidak (Pasal 154 KUHP, Pasal 156 KUHP dan
Pasal 160 KUHP); (4) sebagai salah satu syarat
mutlak sahnya surat dakwaan (Pasal 143 ayat (2)
KUHAP).

18 | Teknik Pembuatan Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

3. Pasal Delik yang Dilanggar


Pasal dari delik ini memiliki keterkaitan erat dengan
kualifikasi tindak pidana. Karenanya pasal dari delik
yang didakwakan pada terdakwa harus disebutkan/
ditulis secara cermat, jelas dan lengkap.
4. Unsur Delik
Unsur delik disusun sesuai dengan bunyi undang-
undangnya, unsur delik ditulis dengan terperinci dan
unsur dari satu tindak pidana tidak boleh lebih dan ti-
dak boleh satupun ketinggalan. Dalam menguraikan
unsur delik harus juga disebutkan kualifikasi atau
nama tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku atau
orang yang diduga sebagai pelaku. Artinya, pengu-
raian unsur delik harus dilakukan secara cermat, jelas
dan lengkap.
5. Perbuatan Materiil atau Fakta
Uraian dari tiap unsur delik harus dibuat secara jelas
dan wajib dibuat terpisah antar unsur delik yang satu
dengan unsur delik yang lainnya.
6. Alat Bukti dan Barang Bukti
Alat bukti di sini adalah semua alat bukti yang sah
menurut hukum (Pasal 184 Ayat (1) KUHAP) dan
barang bukti sebagai mana diatur dalam Pasal 39
ayat (1) KUHAP, yang terdapat dalam berita acara
dan mendukung pembuktian tindak pidana yang
didakwakan.
7. Kualifikasi Tindak Pidana
Berdasarkan uraian perbuatan materiil yang didukung
oleh alat bukti dapat ditentukan kualifikasi tindak pi-
dana yang akan dibuktikan di muka sidang penga-
dilan. Atau dengan kata lain, kualifikasi tindak pidana

Teknik Pembuatan Surat Dakwaan | 19
Memahami Surat Dakwaan
BOX. 2
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
ini merupakan kesimpulan
pembuatan surat sementara
dakwaan yang harus di-
A. buktikan
Pengertiandalam persidangan.
Perbuatan (Feit)
1.Perbuatan dilihat dari sudut "Materiele Feiten" yaitu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia (Menslijke Handelingen). Perbuatan materiil ini
adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh
undang-undang serta harus dirumuskan secara jelas dan tegas dalam
dakwaan.
2.Perbuatan dilihat dari sudut unsur-unsurnya, dapat diketgorikan atas 2
unsur yakni, unsur obyektif dan unsur subyektif. Kedua unsur tersebut
harus dirumuskan secara jelas dan tegas dalam surat dakwaan. Unsur
obyektif adalah unsur yang berkenaan dengan bentuk, jenis, sifat tindak
pidana tersebut. sedangkan unsur subyektif berkenaan dengan diri
pelaku dan hal ini menyangkut pertanggung jawaban pidana.
B. Penggunaan Istilah Lapisan Dakwaan
Dalam praktek digunakan istilah-istilah ‘pertama’, ‘kedua’ dan seterusnya
atau kesatu; kedua dan seterusnya; primair; subsidair dan seterusnya
C. Uraian Dalam Masing-Masing Lapisan Dakwaan
Dalam menguraikan tindak pidana yang didakwakan agar diupayakan
jangan sampai terjadi: pertama, uraian yang bertentangan satu sama
lain atau uraian yang kabur/samar-samar; kedua, bentuk surat dakwaan
tidak sesuai dengan hasil penyidikan; ketiga, uraian dakwaan yang ha-
nya menunjuk kepada uraian dakwaan terdahulu, sedang tindak pidana
yang didakwakan secara prinsipil berbeda satu sama lain; keempat,
menggabungkan uraian unsur-unsur tindak pidana yang satu dengan
yang lain sehingga secara konkrit tindak pidana yang didakwakan tidak
tergambar secara jelas, seperti menggabungkan unsur-unsur penipuan
dan penggelapan dalam satu lapisan dakwaan; kelima, menggabungkan
dakwaan tindak pidana yang harus diperiksa dengan Acara Pemeriksaan
Biasa/Acara Pemeriksaan Singkat dengan dakwaan tindak pidana yang
diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat, seperti menggabungkan
dakwaan pasal 359 KUHP dengan dakwaan pelanggaran Lalu Lintas;
keenam, dalam hal beberapa orang terdakwa melakukan beberapa
Tindak Pidana harus jelas kwalitas dari peranannya masing-masing.
D. Penggabungan dakwaan Tindak Pidana Khusus dan Tindak Pidana Umum.
Penggabungan demikian dapat dibenarkan dan hendaknya kita berpe-
gang pada dasar peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Bila
Tindak Pidana Khusus tersebut disidik sendiri oleh Kejaksaan, kemudian
di persidangan dakwaan yang terbukti adalah dakwaan Tindak Pidana
Umum, maka berkas perkara tersebut diregister sebagai perkara Tindak
Pidana Umum.

20 | Teknik Pembuatan Surat Dakwaan 
Bagian IV

Bentuk Surat Dakwaan

KUHAP tidak mengatur bentuk, susunan ataupun sis-


tematika dari surat dakwaan. Pada prakteknya, Pe-
nuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan selalu
berpijak pada strategi dan rasa seni sesuai dengan pe-
ngalaman prakteknya masing-masing. Meski demikian,
Penuntut Umum dalam menyusun dakwaannya tetap
harus berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalam
Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat
dakwaan yakni:
1. Surat Dakwaan Tunggal/Biasa
Penyusunan dakwaan tunggal/biasa merupakan penyu-
sunan surat dakwaan yang mudah disusun, jika diban-
dingkan dengan penyusunan dakwaan yang memper-
gunakan bentuk surat dakwaan lainnya. Penyusunan
surat dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu
Memahami Surat Dakwaan

sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula


dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.
Surat dakwaan biasanya disusun secara tunggal, jika
seseorang atau lebih terdakwa melakukan hanya satu
perbuatan pidana saja. Misalnya, Penuntut Umum me-
rasa yakin apabila terdakwa telah melakukan perbua-
tan ‘pencurian’ sebagaimana diatur dalam Pasal 362
KUHP, maka terdakwa hanya didakwa dengan Pasal
362 KUHP.
Box 3
Kerangka/Pola Surat Dakwaan
Tunggal/Biasa
1. Identitas terdakwa/para terdakwa
2. Status tahanan (tidak harus)
3. Dakwaan
4. Jumlah dan peran masing-masing terdakwa
5. Waktu terjadinya tindak pidana
6. Tempat terjadinya tindak pidana
7. Uraian lengkap unsur delik
8. Dirangkaikan dengan fakta/keadaan yang
mendukung masing-masing unsur delik (cara tindak
pidana dilakukan dan akibat yang ditimbulkan – delik
materil)
9. Diberi tanggal pembuatan surat dakwaan
10. Ditandatangani penuntut umum

Seorang terdakwa yang melakukan perbuatan ber-


lanjut (Voorgezette Handeling) atau beberapa orang
terdakwa secara bersama-sama (Medeplegen) melaku-
kan satu tindak pidana, dapat juga diadili dengan dak-
waan tunggal/biasa. Substansi dari dakwaan tunggal/
biasa adalah jika (para) terdakwa hanya melakukan

22 | Bentuk Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

satu perbuatan pidana saja dan tidak terdapat ke-


mungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan
untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai peng-
gantinya, maupun kemungkinan untuk mengakumulasi
atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat
dakwaan.
2. Surat Dakwaan Alternatif
Surat dakwaan alternatif dipergunakan oleh Penuntut
Umum apabila tindak pidana yang akan didakwakan
pada terdakwa hanya satu tindak pidana, akan tetapi
Penuntut Umum belum yakin benar tentang tindak
pidana apa yang paling tepat didakwakan pada ter-
dakwa.
Tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk di-
terapkan pada tindak pidana tersebut dan untuk mem-
perkecil peluang lolosnya terdakwa dari pertanggung-
jawaban pidana, maka digunakanlah bentuk dakwaan
alternatif. Penggunaan dakwaan alternatif oleh Penun-
tut Umum, dimaksudkan juga untuk memberikan pili-
han kepada hakim dalam menerapkan hukum yang
lebih tepat
Ciri dari dakwaan alternatif adalah dalam penulisannya
menggunakan kata ‘atau’. Dakwaan alternatif ini diper-
gunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana
yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain
menunjukan corak/ciri yang sama atau hampir sama.
Misalnya, pencurian atau penadahan, penipuan atau
penggelapan, pembunuhan atau penganiayaan yang
mengakibatkan mati, dsb.
Cara pemeriksaan/pembuktian suatu tindak pidana
yang didakwakan dengan dakwaan alternatif adalah

Bentuk Surat Dakwaan | 23
Memahami Surat Dakwaan

semua dakwaan harus diperiksa terlebih dahulu. Dari


hasil pemeriksaan ini, Penuntut Umum dan hakim ke-
mudian memilih satu dakwaan yang paling tepat dan
terbukti.
Surat dakwaan yang berbentuk alternatif, rumusannya
mirip dengan bentuk surat dakwaan subsidair, yaitu
terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari satu
tindak pidana/delik, tetapi sesungguhnya dakwaan
yang dituju dan yang harus dibuktikan hanya satu
tindak pidana.
Dalam praktek contoh dakwaan alternatif disusun
sebagai berikut:
Pertama:
Bahwa ia terdakwa … dst (melanggar Pasal 362 KUHP—
tentang pencurian).
Atau
Kedua:
Bahwa ia terdakwa … dst (melanggar Pasal 372 KUHP—
tentang penggelapan).
Atau
Ketiga:
Bahwa ia terdakwa … dst (melanggar Pasal 378 KUHP—
tentang penipuan).
3. Surat Dakwaan Subsidair/Berlapis
Penuntut Umum akan mempergunakan bentuk dak-
waan subsidair/berlapis, apabila suatu akibat yang di-
timbulkan oleh suatu tindak pidana menyentuh atau
menyinggung beberapa ketentuan pidana. Selain itu,
bentuk dakwaan subsidair/berlapis dapat dipergunakan
apabila dalam satu tindak pidana terdapat titik per-

24 | Bentuk Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

singgungan antara ketentuan pidana yang satu dengan


lainnya. Keadaan yang demikian dapat menimbulkan
keraguan pada Penuntut Umum, baik mengenai kuali-
fikasi tindak pidananya maupun mengenai pasal yang
dilanggarnya.
Dalam dakwaan yang berbentuk subsidair/berlapis, ter-
dakwa hanya didakwakan satu tindak pidana saja, di
mana tindak pidana yang diancam dengan pidana
pokok terberat ditempatkan pada lapisan atas dan
tindak pidana yang diancam pidana yang lebih ringan
ditempatkan di bawahnya.
Konsekuensi pembuktian dari dipergunakannya dak-
waan berbentuk subsidair/berlapis adalah jika satu
dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya
tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam praktek hukum, biasanya pertama-tama yang
dibuktikan adalah dakwaan utama/primair. Kalau dak-
waan primair terbukti, dakwaan pengganti/subsidair
tidak perlu dibuktikan. Dakwaan subsidair dibuktikan,
jika dakwaan primair tidak terbukti.
4. Surat Dakwaan Kumulatif
Dakwaan kumulatif dipergunakan oleh Penuntut Umum
jika seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari
satu perbuatan pidana yang harus dianggap berdiri
sendiri atau pun tindak pidana tersebut tidak mem-
punyai kaitan yang satu dengan lainnya (Concursus
Realis). Contohnya, terdakwa didakwakan melakukan
kejahatan pemerasan dalam jabatan, membawa pula
senjata api tanpa izin.
Jika terjadi hal yang demikian, maka terhadap masing-
masing kejahatan dibuat dakwaannya secara terpisah
dalam sebuah surat dakwaan. Misalnya:

Bentuk Surat Dakwaan | 25
Memahami Surat Dakwaan

Dakwaan ke-I
Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 12 huruf e UU
TIPIKOR—tentang pemerasan dalam jabatan).
DAN
Dakwaan ke-II
Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 1 ayat (1) UU
No. 12/DRT/1951—tentang kepemilikan senjata api).
Dalam hal pembuktian berkaitan dengan dakwaan
yang berbentuk kumulatif, setiap dakwaan harus di-
buktikan secara tersendiri, namun hukumannya hanya
satu saja, yakni ancaman hukuman yang terberat
ditambah dengan sepertiganya sebagaimana maksud
dari Pasal 63 KUHP sampai dengan Pasal 71 KUHP.
Sifat/ciri dari dakwaan kumulatif adalah (a) terdiri dari
lebih dari satu tindak pidana; (b) antara dakwaan yang
satu dengan yang lain dihubungkan dengan kata peng-
hubung ‘DAN’; (c) tidak boleh mengkumulasikan antara
delik yang diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa/
singkat dengan delik yang diperiksa dengan acara pe-
meriksaan cepat.
5. Surat Dakwaan Kombinasi
Bentuk dakwaan kombinasi ini merupakan perkemba-
ngan terbaru dalam praktek hukum. Penuntut Umum
mempergunakan dakwaan berbentuk kombinasi untuk
merespon pesat dan variatifnya peristiwa pidana baik
dalam bentuk/jenisnya maupun dalam modus operandi
yang digunakan.
Surat dakwaan kombinasi biasanya dipakai oleh Pe-
nuntut Umum untuk menjerat seseorang atau lebih
terdakwa yang melakukan satu perbuatan pidana

26 | Bentuk Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

tetapi perbuatan yang dilakukan tersebut telah me-


langgar beberapa peraturan (Concursus Idealis).
Surat dakwaan yang berbentuk kombinasi ini dasarnya
adalah surat dakwaan kumulatif. Artinya, dalam dak-
waan kombinasi salah satu atau setiap dakwaan kumu-
latif, terdapat bentuk dakwaan alternatif atau dakwaan
subsidair. Atau dengan kata lain, dalam surat dakwaan
kombinasi, seorang atau lebih terdakwa didakwa de-
ngan beberapa delik secara kumulatif yang terdiri dari
dakwaan subsider dan dakwaan alternatif secara se-
rempak/sekaligus, yang dalam praktik disusun sebagai
berikut:
Kesatu :
Primair:
Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 340 KUHP—
tentang pembunuhan berencana).
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa...dst (melanggar Pasal 338 KUHP—
tentang pembunuhan).
Kedua :
Pertama:
Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 368 KUHP—
tentang pemerasan dengan ancaman).
ATAU
Kedua:
Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 378 KUHP—
tentang penipuan).
ATAU
Ketiga:
Bahwa ia terdakwa…dst (melanggar Pasal 372 KUHP—
tentang penggelapan).

Bentuk Surat Dakwaan | 27
Memahami Surat Dakwaan

Pembuktian berkaitan dengan suatu perbuatan pidana


yang terdakwanya oleh Penuntut Umum didakwa de-
ngan dakwaan berbentuk gabungan/kombinasi, maka
dakwaan kesatu primair lebih dahulu dibuktikan. Kalau
sudah terbukti, dakwaan subsidair tidak perlu dibukti-
kan lagi. Kemudian dakwaan kedua juga harus dibukti-
kan, dst.

Box 4
Sifat dan Ciri Dakwaan Subsidair/berlapis
1. Tindak pidana yang satu dengan yang lain sejenis atau
menimbulkan akibat yang sama. Contohnya,
Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP);
Pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP); Penganiayaan
berencana mengakibatkan kematian (pasal 351 ayat (3)
KUHP)
2. Terdapat titik singgung antara ketentuan pidana yang
satu dengan lainnya.
3. Susunan dimulai dari ancaman pidana terberat sebagai
dakwaan primair baru yang ringan sebagai dakwaan
subsidair, dan seterusnya lebih subsidair. Contoh:
Primair:
Bahwa ia terdakwa...dst (melanggar pasal 340 KUHP).
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa....dst (melanggar pasal 338 KUHP).
Lebih Subsidair:
Bahwa ia terdakwa....dst (melanggar pasal 353 ayat (3)
KUHP)
Lebih-lebih Subsidair:
Bahwa ia terdakwa....dst (melanggar pasal 351 ayat (3)
KUHP).

28 | Bentuk Surat Dakwaan 
Bagian V

Perubahan Surat Dakwaan

Surat dakwaan adalah pijakan dasar bagi proses per-


sidangan pidana. Tetapi ada kalanya surat dakwaan itu
mempunyai kesalahan pada saat pembuatannya se-
hingga diperlukan suatu perubahan surat dakwaan.
Menurut Pasal 144 KUHAP, langkah-langkah hukum
yang dapat dilakukan oleh Penuntut Umum jika ada
suatu perubahan surat dakwaan ialah (1) Penuntut
Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pe-
ngadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan
untuk menyempurnakan ataupun untuk tidak melanjut-
kan penuntutannya (Pasal 144 ayat (1) KUHAP); (2)
pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan
hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum
sidang dimulai (Pasal 144 ayat (2) KUHAP); (3) dalam
hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan, maka
turunannya wajib disampaikan kepada tersangka atau
penasihat hukum dan penyidik (Pasal 144 ayat (3)
KUHAP).
Memahami Surat Dakwaan

Dalam teknis berperkara, jika perubahan surat dakwa-


an dilakukan tidak sesuai waktu yang telah disebutkan
di atas, terdakwa memperoleh hak untuk menolak di-
sidangkan dengan dasar dakwaan yang telah dirubah
tidak sesuai Pasal 144 KUHAP. Alur perubahan surat
dakwaan sebagaimana yang diamanatkan oleh KUHAP
(lihat bagan).
Bagan alur perubahan surat dakwaan menjelaskan
bahwa kewenangan Penuntut Umum dalam suatu per-
kara pidana adalah mulai dari menerima dan meme-
riksa berkas perkara penyidikan dari penyidik sampai
melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14 KUHAP).
Tetapi, apabila sebelum pembuatan surat dakwaan,
Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil pe-
nyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka dalam
waktu secepatnya Penuntut Umum harus membuat
surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP).
Jika surat dakwaan sudah selesai dipersiapkan, tinda-
kan selanjutnya adalah melaksanakan ketentuan Pasal
143 ayat (1) KUHAP, yaitu melimpahkan berkas per-
kara ke pengadilan dan segera dilanjutkan dengan pe-
netapan hari sidang. Akan tetapi apabila surat dak-
waan tersebut dianggap kurang sempurna baik dari
unsur formil maupun materiil karena ketidakcermatan
Jaksa Penuntut Umum dalam memasukkan salah satu
unsur, maka Penuntut Umum masih mempunyai ke-
sempatan mengubah surat dakwaan, baik melengkapi
maupun untuk memperbaiki dan menyempurnakan su-
rat dakwaan yang ketentuannya diatur dalam Pasal
144 KUHAP.

30 | Perubahan Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

Bagan Alur Perubahan Surrat Dakwaan

Peerubahan Surat Dakwaan
n | 31
Memahami Surat Dakwaan

Pada sisi yang lain, Pasal 144 KUHAP tidak membatasi


ruang lingkup substansi perubahan surat dakwaan,
yang dibatasi hanyalah waktu pelaksanakan peruba-
han. Artinya, bisa dipahami bahwa perubahan dak-
waan dalam konteks substansi dapat dilakukan. Walau-
pun demikian, perubahan surat dakwaan ini tidak bo-
leh mengakibatkan unsur-unsur tindak pidana semula
berubah menjadi tindak pidana baru.
Dalam praktek beracara di pengadilan, perubahan su-
rat dakwaan pada lingkup substansi maupun bentuk
dakwaan, bisa dilakukan dalam hal:
1. Penyempurnaan Akibat Ketidakcermatan
Dalam hal kesalahan dalam mencantumkan waktu
dan tempat terjadinya delik/perbuatan pidana da-
lam surat dakwaan, perubahannya masih dapat
dibenarkan. Artinya, dakwaan tetap menurut per-
buatan yang sama dan hanya ada perbedaan me-
ngenai delik/perbuatan pidana, maka dapat diada-
kan perubahan. Contoh: dakwaan mengenai pem-
bunuhan yang terjadi pada tanggal 11 November
2014 menurut redaksional pertama dirubah men-
jadi tanggal 12 November 2014, maka hal ini di-
perbolehkan. Akan tetapi, jika disamping waktu ter-
sebut diubah pula pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
menjadi penganiayaan yang mengakibatkan kema-
tian (Pasal 351 ayat (3) KUHP), maka tidak dapat
dibenarkan karena kualifikasi perbuatan (feit) telah
diubah dari pembunuhan menjadi penganiayaan.
2. Penyempurnaan Redaksional Surat Dakwaan
Perubahan dakwaan untuk penyempurnaan redak-
sional dapat dilakukan dengan maksud agar mudah
dimengerti oleh terdakwa dan atau penasehat hu-

32 | Perubahan Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

kum. Artinya, perubahan kata-kata atau redaksio-


nal bisa dilakukan asal tidak mengubah kualifikasi
perbuatan pidananya. Contohnya, delik berkualifi-
kasi pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal
338 KUHP, tidak boleh dirubah menjadi delik ber-
kualifikasi pembunuhan berencana yang diatur
dalam Pasal 340 KUHP, dan lain-lain.
3. Penyempurnaan Bentuk Surat Dakwaan
Perubahan bentuk surat dakwaan hanya dapat di-
benarkan apabila perubahannya terjadi dari bentuk
dakwaan biasa/tunggal menjadi bentuk dakwaan
alternatif. Selain itu, perubahan dakwaan ini hanya
dapat dibenarkan sepanjang kualifikasi perbuatan
pidananya adalah sama dan jika ada keadaan yang
memperberat pidana. Contoh, dakwaan tunggal/
biasa adalah Pasal 338 KUHP dirubah menjadi ben-
tuk dakwaan alternatif dengan dakwaan primairnya
adalah Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana),
dakwaan subsidairnya adalah Pasal 338 KUHP
(Pembunuhan).

Perubahan Surat Dakwaan | 33
Memahami Surat Dakwaan

Surat Dakwaan = Dokumen Publik

Surat dakwaan adalah dokumen publik yang bisa


diakses oleh siapa saja yang berkepentingan dengan
suatu surat dakwaan, setelah dibacakan dalam
persidangan yang bersifat terbuka. Argumen ini
sejalan dengan perintah Pasal 16 ayat (1) huruf b
PERJA RI No. PER-032/A/JA/08/2010, tentang
Pelayanan Informasi Publik di Kejaksaan, pada
intinya mengamanatkan bahwa Surat Dakwaan
sebelum dibacakan dalam persidangan yang bersifat terbuka
merupakan informasi publik yang dikecualikan atau
dirahasiakan. Hal ini dikarenakan apabila informasi
publik ini dibuka atau diberikan ke publik, dapat
menghambat proses penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan suatu tindak pidana.

34 | Perubahan Surat Dakwaan 
Bagian VI

Mengkritisi Surat Dakwaan

Dalam mengkritisi surat dakwaan, ada dua mekanisme


yang bisa ditempuh oleh para pihak yang berke-
pentingan dengan penegakan hukum suatu perkara.
Kepentingan pertama berkaitan dengan keberatan dari
terdakwa/penasehat hukum terhadap dokumen dak-
waan dalam proses peradilan. Kepentingan kedua ter-
kait dengan pengawasan/pemantauan terhadap kinerja
dan perilaku dari Jaksa/Penuntut Umum. Mengkritisi
surat dakwaan dengan kedua mekanisme ini bisa di-
lakukan oleh publik maupun dilaksanakan oleh pihak
internal kejaksaan. Kedua mekanisme ini dikenal de-
ngan istilah Eksepsi dan Eksaminasi
Eksepsi
Dalam proses berperkara di pengadilan, terdakwa
memiliki hak untuk mengajukan keberatan/tangkisan
terhadap dakwaan yang diajukan oleh Penuntut
Umum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 156 ayat
Memahami Surat Dakwaan

(1) KUHAP yang dalam praktek peradilan biasa disebut


dengan ’Eksepsi’ (contoh eksepsi, terlampir).
Keberatan diajukan setelah surat dakwaan dibacakan
oleh Penuntut Umum, apabila keberatan diajukan di
luar kesempatan tersebut tidak akan dijadikan bahan
pertimbangan dalam proses persidangan untuk kasus
dimaksud (Bagan Alur Mengadili Perkara Pidana Biasa
pada Pengadilan Tingkat Pertama, terlampir).
Untuk mengajukan keberatan tidak diatur bagaimana
bentuk keberatan itu. Dalam undang-undang hanya di-
jelaskan tentang jenis dari keberatan itu. Menurut Pa-
sal 156 ayat (1) KUHAP, jenis keberatan ada 3 (tiga)
dan terdakwa/penasehat hukumnya dapat mengajukan
3 (tiga) jenis sekaligus atau memilih salah satu yang
ada relevansinya dengan materi surat dakwaan.
Ketiga macam keberatan tersebut adalah:
1. Keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang
mengadili perkaranya (exeptio litispendentia)
Keberatan tentang wewenang pengadilan tersebut
adalah berkenaan dengan kompetensi dari pengadilan
tersebut, yaitu kompetensi absolut dan kompetensi
relatif.
a. Kompetensi absolut, adalah kewenangan yang
berhubungan dengan kekuasaan mengadili dari sua-
tu pengadilan, bahwa tidak setiap pengadilan mem-
punyai kekuasaan mengadili satu kasus perkara.
Pengadilan negeri tidak memiliki kekuasaan menga-
dili jenis perkara tata usaha negara, pengadilan
agama tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis
perkara tindak pidana korupsi.

36 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

b. Kompetensi Relatif, adalah tiap pengadilan itu


mempunyai daerah hukum. Apabila suatu tindak pi-
dana dilakukan setiap orang di daerah hukum Kota
Kupang, maka yang memiliki kekuasaan/kewena-
ngan mengadili adalah Pengadilan Negeri Kupang.
Jadi apabila terdakwa melakukan tindak pidana di
Kota Kupang, akan tetapi perkara tersebut diajukan
ke Pengadilan Negeri Oelamasi, maka terdakwa/
penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan/
eksepsi dengan alasan bahwa Pengadilan Negeri
Oelamasi tidak memiliki kewenangan untuk
mengadili.
2. Keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat
diterima (exeptio rei judicatae)
Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat
diterima pada umumnya didasarkan atas kewenangan
menuntut dari Penuntut Umum. Apabila wewenang
Penuntut Umum dalam menuntut suatu tindak pidana
sudah hapus dan tindak pidana tersebut diajukan ke
Pengadilan Negeri untuk disidangkan, terdakwa/pena-
sehat hukumnya berhak mengajukan keberatan atas
hak menuntut dari Penuntut Umum atas suatu perkara
sudah hapus.
Hapusnya hak Penuntut Umum untuk menuntut suatu
tindak pidana, apabila:
a. Pasal 75 KUHP mengatur ”orang yang mengadukan
pengaduan berhak menarik kembali dalam waktu 3
bulan setelah pengaduan diajukan”. Pasal 75 KUHP
mewajibkan apabila suatu tindak pidana aduan, di
mana pengadu telah menarik kembali aduannya,
namun tindak pidana tersebut dilimpahkan ke
pengadilan oleh Penuntut Umum untuk disidangkan.

Mengkritisi Surat Dakwaan | 37
Memahami Surat Dakwaan

Dalam hal tersebut, terdakwa/penasehat hukumnya


dapat mengajukan keberatan bahwa surat dakwaan
tidak dapat diterima dengan alasan bahwa aduan
telah ditarik kembali dan menurut Pasal 75 KUHP
kewenangan penuntut umum telah dihapus.
b. Kasus pidana yang diatur dalam Pasal 76 KUHP
yang biasa disebut ’Nebis in Idem’.
c. Kasus pidana yang diatur dalam Pasal 78 KUHP
yang biasa disebut ’daluwarsa’ (Exeptio Paremptoir).
d. Surat dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut
Umum bukan perkara pidana tetapi perkara perdata
(Exeptio Error In Juris).
3. Keberatan bahwa surat dakwaan harus di-
batalkan (exeptio obsucuri lebelli)
Dasar surat dakwaan harus dibatalkan telah diatur
dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP. Apabila surat dak-
waan yang dibuat oleh penuntut umum tidak meme-
nuhi unsur materiil yang terdapat dalam Pasal 143 ayat
(2) huruf b KUHAP, maka surat dakwaan batal demi
hukum. Sedangkan surat dakwan yang tidak meme-
nuhi syarat formil sebagai mana diatur dalam Pasal
143 ayat (2) huruf a KUHAP, dapat dibatalkan oleh
hakim karena bisa mengakibatkan eror in persona.

38 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

BOX. 5
JENIS-JENIS EKSEPSI

1. Exeptio Obsucuri Lebelli


Keberatan ditujukan terhadap surat dakwaan, dengan alasan:
surat dakwaan disusun secara tidak cermat, tidak jelas, tidak
leng-kap, jadi dakwaannya kabur/samar-samar (obscure libel)
sehing-ga terdakwa tidak mengerti dakwaannya, ini merugikan
terdakwa dalam pembelaannya. Penasihat hukum perlu
melemahkan surat dakwaan tersebut (dikaitkan syarat materiil–
Pasal 143 ayat (2) KUHAP), maka perlu diminta bahwa dakwaan
batal demi hukum.
2. Exeptio Litispendentia
Keberatan terhadap kewenangan pengadilan. Pengadilan negeri
tidak berwenang, tetapi pengadilan di lingkungan peradilan lain.
Contoh, kasus korupsi yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan
Negeri Ba’a, tidak dapat diadili di Pengadilan Negeri Ba’a, tapi ha-
rus diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang.
3. Exeptio Paremptoir
Keberatan berkaitan dengan kewenangan penuntut umum untuk
menuntut perkara sudah gugur, misalnya karena daluwarsa
(Pasal 78 KUHAP). Surat dakwaan agar tidak diterima.
4. Exeptio Rei Judicatae
Keberatan berdasarkan “nebis in idem” (Pasal 76 KUHAP). Surat
dakwaan dimintakan untuk tidak diterima.
5. Exeptio Error In Persona
Keberatan karena bukan terdakwa yang melakukan tindak pi-
dana, tetapi orang lain yang harus bertanggung jawab. Diminta-
kan surat dakwaan tidak dapat diterima.
6. Exeptio Error In Juris
Keberatan berkaitan dengan penyusunan surat dakwaan,
penuntut umum telah menerapkan ketentuan perundang-
undangan yang keliru.

Mengkritisi Surat Dakwaan | 39
Memahami Surat Dakwaan

Eksaminasi
Istilah eksaminasi berasal dari bahasa Inggris exami-
nation yang berarti ujian atau pemeriksaan. Dalam
Black’s Law Dictionary, eksaminasi diartikan sebagai an
investigation; search; inspection; interrogation. Jika
dihubungkan dengan konteks eksaminasi terhadap
produk peradilan (dakwaan, tuntutan, putusan), maka
eksaminasi dapat diartikan sebagai aktifitas untuk
melakukan pengujian atau pemeriksaan terhadap surat
dakwaan (jaksa), dokumen tuntutan (Jaksa) atau
putusan pengadilan (Hakim).
Eksaminasi sering disebut juga dengan istilah legal
annotation, yaitu pemberian catatan-catatan hukum
terhadap putusan pengadilan maupun dakwaan jaksa.
Pada dasarnya proses yang dilakukan hampir sama de-
ngan eksaminasi. Namun pada perkembanganya eksa-
minasi biasanya merupakan gabungan lebih dari satu
legal annotation.
Essensi dari eksaminasi adalah pengujian atau penilai-
an atas sebuah putusan (Hakim) serta tuntutan dan
dakwaan (Jaksa). Sehingga dapat diketahui apakah
pertimbangan dan penalaran hukumnya telah sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum
acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah
putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan ma-
syarakat. Disamping untuk mendorong para hakim/
jaksa agar membuat putusan/dakwaan dengan pertim-
bangan yang baik dan profesional.
Sebagai mekanisme untuk mengkritisi surat dakwaan,
eksaminasi bisa dilakukan secara internal pada lingkup
kejaksaan maupun dapat dilakukan oleh publik sebagai
wujud kontrol publik terhadap kinerja pihak kejaksaan.

40 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

1. Eksaminasi pada lingkup internal kejaksaan


Pada lingkup internal Kejaksaan, mekanisme untuk
mengkritisi surat dakwaan adalah dilakukannya eksa-
minasi. Eksaminasi merupakan tindakan penelitian dan
pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat pena-
nganan perkara oleh setiap Jaksa/Penuntut Umum.
Jadi, eksaminasi pada lingkup kejaksaan ini bukan se-
kedar untuk mengkritisi surat dakwaan saja tetapi bisa
lebih dari itu.
Eksaminasi di lingkungan kejaksaan sudah dilakukan
sejak tahun 1983, ketika dikeluarkannya Peraturan
Jaksa Agung Nomor: PER-001/JA/6/1983, tentang Ek-
saminasi Perkara dan Petunjuk Teknis Melakukan Ek-
saminasi. Sepuluh tahun kemudian aturan ini diperba-
rui lagi dengan dikeluarkannya Keputusan Jaksa Agung
Nomor:KEP-33/JA/3/1993 Tentang Eksaminasi Perkara.
Sasaran dari pelaksananan eksaminasi di lingkup Ke-
jaksaan adalah semua kegiatan yang berhubungan de-
ngan proses penangan perkara mulai dari tahap pe-
nyelidikan, penyidikan hingga tahap pelaksaan putusan
pengadilan yang telah mempunya kekuatan hukum
tetap.
Pelaksanaan eksaminasi pada internal Kejaksaan ber-
tujuan untuk meningkatkan profesionalisme Jaksa/Pe-
nuntut Umum baik dalam segi teknis jurudis maupun
administrasi perkara. Tujuan lain dari eksaminasi yang
dilakukan pada lingkup kejaksaan adalah untuk men-
dapatkan bahan masukan berupa fakta dan data pelak-
sanaan hukum materil maupun formil dalam penanga-
nan perkara melalui tindak penelitian dan penilaian
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Jaksa/Penuntut
Umum.

Mengkritisi Surat Dakwaan | 41
Memahami Surat Dakwaan

Eksaminasi yang dilakukan pada lingkup internal ke-


jaksaan ini dimaksudkan untuk menemukan kemung-
kinan adanya hal-hal yang kurang sempurna dalam
beracara ataupun kelemahan lain yang bersifat teknis
juridis, maupun yang bersifat administrasi perkara,
yang menyebabkan penyelesaian perkara tidak terlak-
sana sebagaimana mestinya.
Menurut Pasal 1 angka 11 PERJA RI No. PER-036/
A/JA/09/2011, tentang SOP Penanganan Perkara Tin-
dak Pidana Umum, Eksaminasi merupakan penelitianan
dan pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat pe-
nanganan perkara oleh pimpinan untuk menilai keca-
kapan dan kemampuan teknis Jaksa/Penuntut Umum
dalam melaksanakan tugas/penyelesaian suatu perkara
dari sudut teknis yuridis maupun administrasi perkara.
Ada 2 jenis eksaminasi yang dilakukan dalam internal
kejaksaan: (1) Eksaminasi Umum, yaitu penelitian
dan pemeriksaan terhadap berkas perkara yang telah
selesai ditangani oleh Jaksa/Penuntut Umum dan su-
dah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. (2)
Eksaminasi Khusus, yaitu tindakan penelitian dan
pemeriksaan terhadap berkas perkara tertentu yang
menarik perhatian masyarakat atau perkara lain yang
menurut penilaian pimpinan perlu dilakukan eksami-
nasi, baik terhadap perkara yang sedang ditangani
maupun yang telah selesai ditangani oleh Jaksa/Pe-
nuntut Umum dan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Untuk kepentingan Eksaminasi Umum, Kepala Cabang
Kejaksaan Negeri mengirimkan berkas perkara dan do-
kumen kelengkapannya kepada Kepala Kejaksaan Ne-
geri; Kepala Kejaksaan Negeri kepada Kepala Kejak-

42 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

saan Tinggi; Kepala Kejaksaan Tinggi kepada Jaksa


Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum sesuai
dengan kebijakan pengendalian penanganan perkara
dan kepentingan eksaminasi.
Berkas perkara yang akan dieksaminasi telah diterima
oleh Kejaksaan Tinggi selambat-lambatnya awal bulan
September dan oleh Kejaksaan Agung paling lambat
awal bulan Desember. Berkas perkara yang akan di-
eksaminasi sebanyak 2 berkas perkara untuk setiap
jaksa, dengan kasus yang berbeda dan belum pernah
diajukan untuk dieksaminasi.
Jaksa yang mengirimkan berkas perkara yang akan
dieksaminasi adalah jaksa yang tercantum dalam Surat
Perintah Penunjukan Penuntut Umum. Untuk kepenti-
ngan eksaminasi umum dibentuk tim eksaminator. Pe-
laksanaan eksaminasi Umum dilakukan oleh sebuah
tim yang ditunjuk sesuai dengan kebutuhan berdasar-
kan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak
Pidana Umum atau Kepala Kejaksaan Tinggi.
Hasil pelaksanaan Eksaminasi Umum dilaporkan kepa-
da Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi dengan tem-
busan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan
dan Asisten Bidang Pengawasan.
Untuk kepentingan Eksaminasi Khusus juga perlu di-
bentuknya sebuah tim khusus. Tim eksaminator khu-
sus sebanyak-banyaknya terdiri dari 5 Jaksa, ditunjuk
berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Bidang
Tindak Pidana Umum atau Kepala Kejaksaan Tinggi
atau Kepala Kejaksaan Negeri.
Pelaksanaan Eksaminasi Khusus diselesaikan selambat-
lambatnya 5 hari kerja. Hasil pelaksanaan Eksaminasi

Mengkritisi Surat Dakwaan | 43
Memahami Surat Dakwaan

Khusus dilaporkan selambat-lambatnya 5 hari kerja


kepada Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi dengan
tembusan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Penga-
wasan dan Asisten Bidang Pengawasan.
Apa bila dalam hasil Eksaminasi Khusus diketemukan
adanya indikasi terjadinya perbuatan tercela maka
hasilnya diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang
Pengawasan atau Asisten Bidang Pengawasan selam-
bat-lambatnya 5 hari kerja sejak diterimanya laporan
dari Tim Eksaminasi Khusus dimaksud.
Terhadap setiap hasil eksaminasi, baik yang berbentuk
eksaminasi umum atau eksaminasi khusus, termasuk
juga eksaminasi untuk tindak pidana khusus, para
Jaksa/Penuntut Umum, yang perkaranya telah dieksa-
minasi itu, dapat mengajukan keberatan.
Mekanisme untuk eksaminasi dalam penanganan per-
kara tindak pidana umum ini, tidak berbeda dengan
mekanisme pelaksanaan eksaminasi untuk perkara tin-
dak pidana khusus, walaupun eksaminasi untuk kasus
tindak pidana khusus diatur dalam Peraturan Jaksa
Agung Republik Indonesia No. PERJA-039/A/JA/10/
2010, tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Pe-
nanganan Perkara Tindak Pidana Khusus
Saat ini eksaminasi dilingkungan kejaksaan masih terus
diberlakukan. Pada umumnya perkara-perkara yang di-
eksaminasi adalah perkara yang mendapatkan perha-
tian publik secara khusus dan perkara yang gagal.
Perkara gagal artinya perkara pidana yang diputus
bebas oleh hakim. Bahkan, dari hasil eksaminasi itu
nanti dapat dikembangkan apabila ditemukan kecero-
bohan yang fatal. Dan, lewat hasil eksaminasi itu, para
Jaksa/Penuntut Umum yang terbukti melakukan kece-

44 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

robohan dalam berperkara akan langsung diperiksa


oleh bidang pengawasan.
Karena itu hasil dari eksaminasi pada lingkup internal
kejaksaan ini biasanya digunakan juga sebagai salah
satu dasar penilaian akan konduite dan penentu karier
seorang Jaksa/Penuntut Umum.
2. Eksaminasi publik
Dalam konteks mengkritisi surat dakwaan, eksaminasi
publik merupakan upaya untuk mendorong dan mem-
berdayakan partisipasi publik agar dapat terlibat lebih
jauh di dalam mempersoalkan dakwaan yang dibuat
oleh Penuntut Umum yang dinilai kontroversial atau
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan me-
lukai rasa keadilan masyarakat.
Untuk penilaian atau pengujian terhadap suatu surat
dakwaan oleh publik, maka yang harus dieksaminasi
adalah surat dakwaan yang telah dibacakan, dan atau
berdasarkan surat dakwaan tersebut hakim telah
memberikan suatu putusan (vonis).
Walaupun eksaminasi publik terhadap surat dakwaan
dilakukan oleh masyarakat dan dilakukan di luar jalur
formal proses penegakan hukum, bukan berarti upaya
yang dilakukan oleh masyarakat ini sama sekali tidak
memiliki implikasi hukum.
Hasil eksaminasi yang dilakukan oleh mayarakat ter-
hadap surat dakwaan ini, selain merupakan bentuk ke-
pedulian dan pengawasan terhadap kinerja Jaksa/
Penuntut Umum, dapat juga dipakai sebagai bahan
pertimbangan bagi kejaksaan Agung maupun Komisi
Kejaksaan. Sebagai bentuk masukan untuk menilai ki-
nerja Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan.

Mengkritisi Surat Dakwaan | 45
Memahami Surat Dakwaan

Dalam melakukan eksaminasi terhadap surat dakwaan,


idealnya perkara tersebut minimal harus memenuhi 4
kriteria:
a. Kontroversial
Kontroversial karena terdapat kejanggalan atau cacat
hukum dalam tahapan proses peradilan. Selain itu,
hukum formil dan hukum materiil tidak diterapkan
secara baik dan benar atau bertentangan dengan
asas-asas penerapan hukum serta dianggap berten-
tangan dengan rasa keadilan masyarakat.
b. Memiliki pengaruh atau dampak sosial (social im-
pact) bagi masyarakat
Disamping perkara tersebut mendapat perhatian
yang luas dari masyarakat, perkara tersebut memiliki
dampak yang langsung ataupun tidak langsung bagi
masyarakat (baik nasional dan atau internasional).
c. Mengorbankan orang miskin.
Artinya bahwa yang menjadi korban dalam suatu
kasus adalah orang miskin yang mana dalam proses
penegakan hukum, hak hukum dari korban yang nota
benenya adalah orang miskin ini diabaikan oleh
Jaksa/Penuntut Umum.
d. Ada indikasi mafia peradilan (judicial corruption)
Perkara yang dieksaminasi terdapat indikasi korupsi
(judicial corruption), kolusi, penyalahgunaan wewe-
nang, atau bentuk pelanggaran hukum pidana lain-
nya hingga menyebabkan hukum tidak diterapkan se-
cara baik dan benar.
Pelaksanaan eksaminasi publik terhadap surat dakwa-
an dalam suatu perkara, mencakup 7 tahapan, yaitu:

46 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

1. Membentuk tim panel


Lembaga Pengambil Inisiatif/Pihak pelaksana (dalam
hal ini bisa LSM, Kelompok Masyarakat, Perguruan
Tinggi, dll) membentuk suatu tim panel yang anggo-
tanya dapat terdiri dari akademisi, praktisi hukum,
mantan hakim/jaksa, dan LSM.
Tim panel bertugas untuk memilih perkara yang akan
dieksaminasi dan siapa yang akan duduk sebagai
anggota majelis eksaminasi. Pihak Pelaksana kemu-
dian membuat resume dari perkara yang diinven-
tarisir dan dikirimkan kepada angota tim panel untuk
dipelajari. Resume perkara idealnya harus juga diper-
kuat dengan alasan mengapa perkara-perkara terse-
but layak dieksaminasi dan keterangan akan keleng-
kapan bahan-bahan: apakah lengkap, masih kurang,
ataukah tidak ada.
2. Melakukan diskusi tim panel
Tim panel yang telah ditunjuk berdiskusi untuk me-
nentukan 1 (satu) perkara yang akan dieksaminasi.
Pemilihan perkara tersebut harus memenuhi kriteria
yang ditentukan dan harus diperhatikan juga kese-
diaan bahan/berkasnya. Setelah perkara terpilih, tim
panel kemudian menginventarisir siapa saja yang
akan menjadi anggota majelis. Pemilihan anggota
majelis eksaminasi didasarkan kriteria seperti tidak
ada conflict of interest dengan perkara yang akan di-
eksaminasi, dipilih berdasarkan keahliannya, sedang
tidak aktif dalam lembaga peradilan (bukan jaksa
atau hakim aktif), dan memiliki komitmen dalam
pembaharuan hukum.
Sesuai dengan prinsip bahwa hakim haruslah ganjil,
karena dimungkinkan adanya dua jenis pertimbangan

Mengkritisi Surat Dakwaan | 47
Memahami Surat Dakwaan

yang berlawanan sehingga menimbulkan kesulitan


apabila diputus dengan hakim genap, terutama apa-
bila setelah diambil secara voting ternyata mempu-
nyai jumlah suara sama, maka untuk mengantisipasi
hal tersebut, majelis eksaminasi yang terbentuk ideal-
nya ganjil dengan jumlah antara 5 sampai 11 orang.
Dalam diskusi tim panel, nama-nama yang diajukan
hanyalah bersifat rekomendasi sesuai dengan keah-
lian yang dimiliki berdasarkan kualifikasi perkaranya.
Setelah itu lembaga pelaksana menghubungi nama-
nama yang telah direkomendasikan oleh tim panel
dan melengkapi bahan-bahan yang terkait dengan
perkara yang akan dieksaminasi. Lembaga pelaksana
juga harus mampu mencarikan anggota eksaminasi
alternatif seandainya nama-nama hasil rekomendasi
tersebut tidak dapat dihubungi.
3. Pembentukan majelis eksaminasi publik
Berdasarkan nama-nama yang menyatakan bersedia
menjadi anggota tim eksaminasi, pihak pelaksana
mempertemukan para anggota dalam rangka mem-
bentuk majelis eksaminasi. Dalam pertemuan itu juga
dibahas mengenai jadwal sidang eksaminasi kepada
para anggota majelis dan hal-hal/bahan-bahan apa
yang harus dilengkapi oleh pihak pelaksana.
Selanjutnya pihak pelaksana harus mengirimkan ba-
han tersebut kepada anggota majelis eksaminasi un-
tuk dipelajari dan dibuat catatan hukum (legal anno-
tation). Pembentukan majelis eksaminasi selain dapat
dilakukan oleh tim panel dengan lembaga pelaksana,
dapat juga dipilih secara langsung oleh lembaga yang
bersangkutan dengan mendasarkan pada kemam-
puan pakar yang akan menjadi anggota eksaminasi.

48 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

4. Melakukan sidang eksaminasi


Sidang eksaminasi dilakukan oleh seluruh anggota
majelis eksaminasi. Pihak pelaksana kegiatan hanya
membantu dalam kelancaran dan kelengkapan sela-
ma sidang eksaminasi.
Model sidang eksaminasi adalah diskusi terbatas di
mana para peserta memiliki kedudukan yang sama
dalam mengemukakan pikiran atau pendapatnya. Pa-
da bagian awal sidang biasanya adalah perkenalan
dari masing-masing anggota majelis eksaminasi.
Untuk kelancaran selama proses sidang eksaminasi,
maka perlu ditunjuk koordinator/ketua sidang.
Seperti halnya majelis hakim di pengadilan, maka ke-
tua akan memimpin jalannya dan mengatur semua
proses persidangan eksaminasi. Masing-masing ang-
gota memaparkan secara singkat hasil kajian/legal
annotation yang telah dibuat terhadap perkara yang
akan dieksaminasi dan merespon hasil kajian dari
masing-masing anggota. Untuk memperkuat wacana
atau argumen dalam melakukan eksaminasi, majelis
eksaminasi dapat dibantu oleh tenaga ahli yang se-
suai dengan perkara yang akan di eksaminasi. Untuk
memudahkan dalam melakukan pengkajian, sidang
sebaiknya dibuat dalam beberapa sesi sesuai dengan
tingkatan peradilan dalam perkara tersebut.
Di akhir sidang, perlu dilakukan evaluasi kembali atas
kajian atau kesimpulan sementara yang telah disepa-
kati dalam setiap tahapan persidangan sebagai ko-
reksi atau penambahan terhadap hal yang terlewat-
kan. Sebaiknya dalam sidang ini juga ditentukan su-
sunan dari anggota majelis eksaminasi, seperti ketua,
wakil ketua, anggota dan sekretaris. Pihak pelaksana

Mengkritisi Surat Dakwaan | 49
Memahami Surat Dakwaan

kegiatan dan perwakilan anggota majelis eksaminasi


selanjutnya membuat draft hasil eksaminasi yang sis-
tematika penulisannya disesuaikan dengan kesepaka-
tan anggota majelis eksaminasi.
5. Melakukan diskusi publik hasil eksaminasi
Hasil eksaminasi kemudian dipaparkan kepada ma-
syarakat dalam bentuk diskusi publik. Pembicara dari
diskusi ini selain dari anggota majelis eksaminasi juga
adalah pihak lain yang akan menilai hasil eksaminasi.
Kegiatan ini sebagai bentuk pertanggungjawaban ke-
pada masyarakat dan untuk mendapatkan masukan
atau tanggapan dari masyarakat terhadap hasil eksa-
minasi yang telah dilakukan oleh majelis eksaminasi.
6. Merumuskan hasil eksaminasi publik
Berdasarkan hasil eksaminasi publik sementara yang
telah disusun oleh majelis eksaminasi dan berdasar-
kan masukan masyarakat dari diskusi publik, pihak
pelaksana bersama majelis eksaminasi merumuskan
atau menyempurnakan hasil eksaminasi sebelum di-
serahkan kepada pimpinan lembaga peradilan. Khu-
sus berkaitan dengan surat dakwaan, maka hasil ek-
saminasi publik dapat diserahkan kepada pihak Ke-
jaksaan Agung beserta jajarannya (Kejaksaan Tinggi
& Kejaksaan Negeri) dan atau Komisi Kejaksaan.
7. Penyampaian hasil eksaminasi publik
Meskipun bukan keharusan, pada bagian akhir kegia-
tan eksaminasi publik, pihak pelaksana, majelis eksa-
minasi maupun LSM, dapat mengadakan pertemuan
dengan pimpinan lembaga peradilan. Pertemuan da-
pat dilakukan dengan melakukan kajian bersama atau
dengan melakukan dengar pendapat (hearing) dan
menyerahkan hasil eksaminasi yang telah dilakukan.

50 | Mengkritisi Surat Dakwaan 
Paul SinlaEloE 

Pimpinan dari lembaga peradilan yang ditemui sangat


tergantung dari produk peradilan yang dieksaminasi
dan kepentingan yang hendak dicapai. Akan tetapi
tidak menutup kemungkinan dilakukan pertemuan
dengan semua pimpinan lembaga tersebut. Namun
apabila tidak memungkinkan untuk bertemu dengan
pimpinan tertinggi dari lembaga peradilan tersebut,
maka pertemuan dapat dilakukan dengan pimpinan
lembaga peradilan yang ada di daerah tempat eksa-
minasi diadakan (Kepala Kejaksaan Tinggi dan atau
Kepala Kejaksaan Negeri).
Hasil eksaminasi diharapkan dapat ditidaklanjuti dan
digunakan sebagai masukan atau dasar pertimba-
ngan bagi pimpinan lembaga untuk memberikan hu-
kuman yang tegas dan setimpal ataupun pujian dan
promosi bagi aparat yang bersangkutan. Selain itu,
hasil eksaminasi diharapkan juga dapat mendorong
pembaharuan dan penegakan hukum di masa-masa
yang akan datang.
Hasil eksaminasi publik harus disampaikan juga kepa-
da publik sebagai wujud pertanggungjawaban. Cara
penyampaiannya bisa lewat sebuah diskusi publik dan
atau mempublikasikannya melalui media massa ce-
tak, elektronik, maupun internet (blog atau portal
berita).

Mengkritisi Surat Dakwaan | 51
Lampiran-lampiran
Lampiran 1. Contoh Surat Eksepsi

KANTOR ADVOKAT/PENASIHAT HUKUM


FREEDOM RADJAH, SH and Partner’s
Jl. Sinai IV No. 8 Oesapa-Kupang, HP. 081353808881 & 081338989898,
email: fridomraja@gmail.com.

EKSEPSI
(NOTA KEBERATAN TIM PENASIHAT HUKUM)
Dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi
No. 02/Pid.Sus/2014/PN. Kpg
pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Kupang

Identitas Terdakwa :
Nama Lengkap : DAVID BOLE HEO, S.AP.
Tempat lahir : Waikabubak, Sumba Barat
Umur/Tanggal lahir : 41 Tahun/5 Nopember 1971
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan/kewarganegaraan : Indonesia
Tempat tinggal :Jalan S. Parman, No. 157 A
Kalumbang, Kelurahan Wangga,
Kecamatan Kambera,
Kabupaten Sumba Timur.
Agama : Kristen Protestan.
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil.
Pendidikan : S1 (Sarjana).
DIDAKWA DENGAN DAKWAAN :
Primair:
Melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang
Republik Indonesia, Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah
dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Subsidair:
Melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Republik
Indonesia, Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55
ayat (1) KUH Pidana jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum,
Dan Sidang Pengadilan Yang Kami Hormati.
Terimakasih atas segala kesempatan yang telah diberikan
kepada kami, Sebagai Team Penasihat Hukum dari Terdakwa:
DAVID BOLE HEO, S.PA, untuk menanggapi surat
dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum, tertanggal 17 Januari
2014 yang telah dibacakan dalam persidangan pada hari: selasa,
tanggal 28 Januari 2014.
Dengan tanpa bermaksud mengurangi Independensi Badan
Peradilan sebagai Lembaga Yudikatif di Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan hukum (rechtstaat), Terdakwa
DAVID BOLE HEO, S.PA, mohon kepada Mejelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menegakkan
supremasi hukum sesuai dengan Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan, dalam hal ini KUHAP sebagai landasan
Hukum Acara dalam memeriksa dan mengadili Perkara a quo.
Nota Keberatan/Eksepsi ini diajukan, karena setelah kami
membaca, meneliti dan memahami surat dakwaan Jaksa
Penutut Umum, ditemukan hal-hal yang prinsip/mendasar
yang tidak dipenuhi dalam pembuatan suatu surat dakwaan,
antara lain:
1. Tentang Perubahan dan Perbaikan Surat Dakwaan,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 144 ayat (1), (2)
dan (3) KUHAP;

54 | Paul SinlaEloE
2. Tentang Surat Dakwaan tidak diuraikan secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan, sebagaimana yang dimaksudkan
dalam pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP;
A. TENTANG PERUBAHAN DAN PERBAIKAN
SURAT DAKWAAN
Bahwa dalam ketentuan Pasal 144 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP
secara eksplisit limitative menegaskan tentang perubahan Surat
Dakwaan, yakni: “Suatu Surat Dakwaa dapat dilakukan
perubahan oleh Penuntut Umum sebelum Pengadilan
menetapkan hari sidang, ataupun perubahan surat
dakwaan selambat-lambatnya tujuh (7) hari sebelum
sidang, bahka disyaratkan surat dakwaan yang telah
dirubah turunanya disampaikan kepada terdakwa atau
penasihat hukum”.
Bahwa dalam persidangan, pada tanggal 28 Januari 2014,
dengan agenda persidangan pembacaan surat dakwaan, Jaksa
Penuntut Umum telah membacakan Surat Dakwaan untuk dan
atas nama terdakwa DAVID BOLE HEO, S.PA., dan setelah
Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan tersebut,
Jaksa Penuntut Umum telah melakukan Perubahan Surat
Dakwaan baik pada Dakwaan Primair maupun Dakwaan
Subsidair:
Adapun perubahan yang dilakukan didalam ruang sidang
setelah membacakan surat dakwaan, dengan tanpa
melakukan perubahan pada berkas surat dakwaan yang berada
ditangan Majelis Hakim maupun surat dakwaan yang ditangan
penasihat hukum terdakwa, antara lain:
Pertama:
Pada lembaran kesatu, pada bagian Identitas terdakwa, yakni
tahun lahirnya Terdakwa terketik/tertulis dalam surat dakwaan
yang dibacakan lahir pada tahun 1962, dirubah oleh Jaksa
Penuntut Umum dalam surat dakwaannya menjadi lahir
tahun 1971, perubahan ini tidak dilakukan untuk berkas

Memahami Surat Dakwaan | 55  
dakwaan yang berada ditangan Majelis Hakim maupun
Penasihat Hukum terdakwa.
Kedua:
Pada lembaran ke-empat, kalimat ke-15, Dakwaan Primair,
Jaksa Penuntut Umum juga merubah kalimat jumlah uang
dengan huruf sebesar ‘seratus tiga puluh Sembilan tiga
ratus duapuluh lima ribu tiga ratus delapan belas rupiah’
dirubah menjadi kalimat ‘seratus tiga puluh Sembilan JUTA
tiga ratus duapuluh lima ribu tiga ratus delapan belas
rupiah’;
Ketiga:
Selanjutnya pada lembaran keempat, Penuntut Umum juga
telah merubah Waktu atau Tahun Hasil Audit Investigasif,
dari Nomor: LHAI-5504/PW24/5/2010 tanggal 7 Sep-
tember 2009, menjadi Nomor: LHAI-5504/PW24/5/2010
tanggal 7 September 2010;
Selanjutnya setelah pembacaan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut
Umum telah melakukan perubahan surat dakwaan atas nama
terdakwa DAVID BOLE HEO, S.AP, antara lain:
Keempat:
Pada lembaran ke 3 mulai baris ke 10, tertulis: DAVID
BOLE HEO, SAP selaku Bendahara Pengeluaran Dinas
Pendidikan Kabupaten Sumba Timur serahkan kepada
Sudara OBED HILUNGARA selaku Sekertaris Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kab. Sumba Timur
dan Selaku Kuasa Pengguna Anggaran di mana seharus-
nya dana tersebut harus Terdakwa DAVID BOLE HEO,
SAP selaku Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan
Kab Sumba Timur serahkan kepada Saksi YAKOBUS
LINDIMARA, STh., selaku Ketua Komite Pembangunan
USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu sehingga dana tersebut
tidak tercatat dalam buku rekening komite pembangu-
nan USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu.
Dirubah Menjadi:

56 | Paul SinlaEloE
DAVID BOLE HEO, SAP serahkan pada Saksi OBED
HILUNGARA dimana seharusnya dana tersebut harus
terdakwa DAVID BOLE HEO, SAP serahkan kepada
Saksi YAKOBUS LINDIMARA, STh selaku Ketua
Komite Pembangunan USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu
sehingga dana tersebut tidak tercatat dalam buku reke-
ning komite pembangunan USB SMPN 2 Nggaha Ori
Angu.
Selanjutnya perubahan lain yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut
Umum dengan cara menghilangkan/menghapus kalimat
kalimat, antara lain adalah sebagai berikut:
¾ Pada Lembaran 3 baris ke 17, kalimat “Pembangunan
USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu” dihilangkan/
dihapus;
¾ Selanjutnya pada baris ke 29 kalimat “Pembangunan
USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu“ juga dihilangkan/
dihapus;
¾ Sedangkan pada baris ke 31 dan 34, kata “Saudara
YAKOBUS LINDIMARA” dirubah menjadi “Saksi
YAKOBUS LINDIMARA”
¾ Selanjutnya Pada baris ke 34 kalimat: “selaku Ketua
Komite Pembangunan USB SMPN 2 Nggaha Ori
Angu dengan ... telah dihilangkan/dihapus;
¾ Dan Pada baris ke 36, 37 dan 38, kalimat selaku
Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kab. Sumba Timur dan selaku Kuasa Pengguna
Anggaran, juga dihilangkan/dihapus;
¾ Sedangkan Pada baris ke 42 dan 43, Kalimat selaku
Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Kab.
Sumba Timur, juga dihilangkan/dihapus oleh
Penuntut Umum.
Kelima:
Pada lembaran ke 4, alinea ke dua, baris ke 3, Saksi OBED
HILUNGARA, SH.MSi selaku Sekretaris Dinas Pendi-
dikan Pemuda dan Olahraga Kab. Sumba Timur, dirubah

Memahami Surat Dakwaan | 57  
menjadi selaku Kepala Tata Usaha Dinas Pendidikan
Kab. Sumba Timur.
Bahwa Perubahan Dakwaan seperti terurai pada perubahan
pertama, kedua dan ketiga seperti terurai diatas, terjadi dalam
ruang sidang saat Pembacaan Surat Dakwaan oleh Penuntut
Umum (perubahan hanya terhadap surat dakwaan penuntut
umum tanpa melakukan perubahan pada surat dakwaan yang
berada ditangan Majelis Hakim dan Penasihat Hukum)–
Sedangkan menurut KUHAP, perubahan Surat Dakwaan
disyaratkan selambat lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai
bukannya pada hari sidang?
Bahwa Perubahan Dakwaan pada perubahan keempat dan
kelima berupa penghilangan/penghapusan kalimat-kalimat
uraian dakwaan seperti terurai di atas, terjadi di luar ruang
sidang setelah Pembacaan Surat Dakwaan oleh Penuntut
Umum yang diserahkan kepada Sdr. FRIEDOM Y.
RADJAH, SH., salah seorang Penasihat Hukum Terdakwa
dengan alasan sudah disetujui oleh Ketua Majelis Hakim??
Melihat pada perubahan Surat Dakwaan ini apalagi perubahan
terjadi sangat substansial yakni pada Identitas Terdakwa dan
Kalimat Jumlah Kerugian Negara yang dicantumkan dalam
Surat Dakwaan ini, kemudian perubahan riil dan sangat
signifikan pada uraian surat dakwaan selanjutnya, maka jelas
bahwa Surat Dakwaan ini sudah bertentangan dengan
KUHAP;
Surat Dakwaan yang berubah-ubah ini memperlihatkan atau
membuktikan keragu-raguan atau ketidakpastian Penuntut
Umum dalam Dakwaannya;
Dengan demikian Surat Dakwaan dalam Perkara atas nama
Terdakwa DAVID BOLE HEO, S.AP telah menjadi 3 (tiga)
Surat Dakwaan, yakni:
1. Surat Dakwaan yang berada ditangan Jaksa Penuntut
Umum yang dirubah oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
persidangan.

58 | Paul SinlaEloE
2. Surat Dakwaan yang berada ditangan Majelis Hakim dan
Penasihat Hukum, yang saat dibacakan surat dakwaan
tersebut tidak dilakukan perubahan dalam persidangan
oleh Jaksa Penuntut Umum.
3. Dan Surat Dakwaan yang telah dirubah di luar per-
sidangan dan diserahkan ke kuasa hukum terdakwa.
Pertanyaan hukumnya adalah Surat Dakwaan mana yang
diterapkan dalam Perkara ini, apakah Surat Dakwaan yang
berada ditangan Jaksa Penuntut Umum yang dirubah oleh
Jaksa Penuntut Umum sendiri dalam persidangan, Atau Surat
Dakwaan yang berada ditangan Majelis Hakim dan Penasihat
Hukum, yang saat dibacakan dalam persidangan tidak
dilakukan perubahan oleh Jaksa Penuntut Umum, Dan atau
Surat Dakwaan yang telah dirubah diluar persidangan dan
diserahkan ke kuasa hukum terdakwa.
Atau
Perubahan surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 144
KUHAP yang akan diterapkan dalam perkara ini???
Bandingkan dengan kasus BEDU AMANG, mantan
Ketua BULOG dalam tindak pidana korupsi yang ek-
sepsi dikabulkan hanya karena Jaksa lupa mengetik
pekerjaan Terdakwa; juga dalam Kasus korupsi Bank
Mandiri dengan Terdakwa AGUS BUDI SANTOSO, di
mana Jaksa hanya salah ketik angka Pasal yang di-
dakwakan, yang kemudian berakhir dengan Jaksa
Memasukkan Dakwaan Baru???
B. SURAT DAKWAAN TIDAK DIURAIKAN SECARA
CERMAT, JELAS DAN LENGKAP MENGENAI
TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN, SEBA-
GAIMANA YANG DIMAKSUDKAN DALAM PASAL
143 AYAT (2) HURUF b KUHAP;
Bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak menguraikan
secara ceramat, tidak menguraikan secara jelas dan tidak
menguraikan secara lengkap perbuatan materil dari Terdakwa

Memahami Surat Dakwaan | 59  
DAVID BOLE HEO, SAP, yang bertentangan dengan hukum
baik dalam Dakwaan Primair maupun dalam Dakwaan
Subsidair;
Uraian perbuatan materil dari Terdakwa DAVID BOLE HEO,
SAP hanya mengatakan bahwa Terdakwa DAVID BOLE
HEO, SAP menyerahkan dana kepada Saksi RICAHRD
UMBU SULUNG, SH dan Saksi OBED HILUNGARA, yang
bertentangan dengan buku panduan pembangunan USB
SMPN 2 Nggaha Ori Angu yang mana mekanisme penyaluran
dana dengan cara memindahbukukan atau trnsfer ke rekening
komite dan kepada Saksi YAKOBUS LINDIMARA, STh juga
tidak menyetor penerimaan jasa giro sebesar Rp. 3.279.818,- ke
kas Negara;
Uraian perbuatan ini adalah uraian perbuatan dari Saksi
YAKOBUS LINDIMARA bukan uraian perbuatan materil
dari Terdkwa;
Jika Penuntut Umum mengatakan bertentangan dengan buku
panduan pembangunan USB SMPN 2 Nggaha Ori Angu, maka
haruslah pula diuraikan bertentangan dengan item ketentuan
yang mana dalam Buku Panduan Pelaksanaan Program Block
Grant Pembangunan Unit Sekolah Baru SMP??? karena Buku
dimaksud juga dipegang oleh Terdakwa, yang kini juga sudajh
dibaca oleh Kami Tim Penasihat Hukum, ternyata tidak ada
yang mengatur tentang kewenangan dan tugas Bendahara
Dinas PK dalam Buku tersebut??? Buku yang mana yang
dimaksudkan oleh Penuntut Umum???
Bahwa Buku Panduan Pelaksanaan Program Block Grant
Pembangunan Unit Sekolah Baru SMP berisi 64 halaman dan
VII BAB, beserta Lampiran-lampiran? Tidak ada tertulis
kewenangan tugas dari Bendahara Dinas PK ? lalu bagaimana
Penuntut Umum dalam uraian Dakwaan mengatakan
bertentangan dengan Buku Panduan Pelaksanaan Program Block
Grant Pembangunan Unit Sekolah Baru SMP?
Bahwa pada BAB IV MEKANISME PENDANAAN Buku
Panduan Pelaksanaan Program Block Grant Pembangunan Unit

60 | Paul SinlaEloE
Sekolah Baru SMP, point 6 a Sumber Dana Berasal Dari
Dana Pinjaman (Loan/RK), Kami Kutip: Atas Dasar SPP-Ls
dari Direktur Pembinaan SMP, Biro Keuangan Menerbitkan SPM-Ls
untuk dibawa ke KAS NEGARA Kemudian KAS NEGARA
menerbitkan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) dan
memerintahkan Bank Operational untuk melakukan pengiriman dana
ke rekening – KP-USB (Komite Pembanguan Unit Sekolah Baru).
Pada point 6 huruf b Buku Panduan Pelaksanaan Program
Block Grant Pembangunan Unit Sekolah Baru SMP, Sumber
Dana Berasal dari Rupiah Murni, Kami Kutip: Atas Dasar
SPP-Ls dari Direktur Pembinaan SMP, Biro Keuangan Menerbitkan
SPM-Ls untuk dibawa ke KAS NEGARA Kemudian KAS
NEGARA menerbitkan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) dari
Bank Operational ke Bank Penyalur, Bank Penyalur melakukan
pengiriman dana ke rekening – KP-USB (Komite Pembanguan Unit
Sekolah Baru) berdasarkan Perjanjian Kerja Sama yang ditandatangani
oleh Direktorat Pembinaan SMP dan Bank Penyalur“
Hal ini menjadi jelas bahwa mekanisme penyaluran dana adalah
langsung ke rekening Komite Pembangunan dalam hal kasus
ini ke Rekening Komite Pembangunan Sekolah SMP Negri 2
Nggaha Ori Angu ic. YAKOBUS LINDIMARA, bukan ke
rekening Dinas PK atau Terdakwa selaku Bendahara ???
Bahwa perbuatan Terdakwa sama sekali tidak jelas dalam
uraian Dakwaan ini, malahan dalam RINCIAN TUGAS DAN
TANGGUNG JAWAB KOMITE PEMBANGUAN
(terlampir dalam Eksepsi ini), sama sekali tidak ada peran
Terdakwa selaku Bendahara Dinas??? bahkan pada akhir
pekerjaan serah terima pekerjaan juga bukan kepada Terdakwa
atau kepada Dinas PK Kab. Sumba Timur, tetapi kepada Dinas
PK Propinsi???
Jelaslah bahwa kasus ini terlampau dipaksakan oleh Penuntut
Umum untuk dibawa ke persidangan tanpa secara akurat
meneliti ketentuan yang menjadi tugas dan tanggung jawab
Terdakwa dalam Proses Mekanisme Penyaluran Dana Block

Memahami Surat Dakwaan | 61  
Grant, atau peranan Terdakwa secara normatif dalam
pengelolaan Dana Block Grant???
Majelis Hakim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum,
Dan Sidang Pengadilan Yang Kami Hormati.
Berdasarkan uraian Eksepsi/keberatan yang telah
dikemukakan di atas, dengan ini kami Penasehat Hukum
terdakwa memohon Kepada Majelis Hakim Yang Mulia,
kiranya dapat menerima eksepsi ini seraya memutuskan dengan
amar sebagai berikut :
1. Menyatakan menerima Eksepsi/Keberatan penasehat
hukum terdakwa.
2. Menyatakan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
No.Reg.Perk: PDS-03/WGP/12/2013, tanggal 17
Januari 2014 adalah Batal Demi Hukum.
3. Memerintahkan Terdakwa segera dikeluarkan dari
tahanan.
4. Membebankan biaya perkara kepada negara.
Demikian nota keberatan (eksepsi) ini dibacakan pada hari ini
Selasa, 4 Februari 2014 pada persidangan pada Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Kupang;
Sekian dan Terimakasih.
Kupang, 4 Februari 2014
Hormat Kami,
TIM PENASEHAT HUKUM

MARSEL W. RADJA, SH FRIEDOM Y. RADJAH, SH

Keterangan:
Contoh Eksepsi di atas ini, dalam prakteknya berhasil diterima oleh majelis
hakim yang memimpin sidang perkara tersebut dan dakwaan jaksa Penuntut
Umum dinyatakan batal demi hukum, pada putusan sela tanggal 18 Februari
2014.

62 | Paul SinlaEloE
Lampiran 2.

Memahami Surat Dakwaan | 63  
Lampiran 3.

64 | Paul SinlaEloE
Lampiran 2.
MATERI PERSIDANGAN TAHAP 1
(Agenda Sidang Pembacaan Surat Dakwaan dalam Perkara Pidana Biasa)
Pembukaan Sidang
1. Hakim Ketua Majelis membuka sidang dan menyatakan
sidang terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara
kesusilaan atau terdakwa dibawah umur sidang dinyatakan
tertutup untuk umum. Keterangan: yang harus diperhatikan
pada tahapan pembukaan sidang ini adalah Pertama, Hakim
ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang
dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh
terdakwa dan saksi (Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP).
Kedua, hakim berkewajiban untuk menjaga supaya tidak
dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan
terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas (Pasal
153 ayat (2) huruf b KUHAP). Ketiga, untuk keperluan
pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan
terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan
atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat (3) KUHAP).
Keempat, Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat
(3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum (Pasal 153 ayat
(4) KUHAP). Kelima, Hakim ketua sidang dapat menentukan
bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun tidak
diperkenankan menghadiri sidang (Pasal 153 ayat (5) KUHAP)..
2. Hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk
menghadirkan terdakwa dipersidangan dalam keadaan
bebas (Pasal 154 ayat (1) KUHAP). Keterangan: Menurut
Pasal 7 huruf a PERJA RI No. Per-005/A/JA/03/2013,
Tentang Standar Operasional Prosedur Pengawalan dan Pengama-
nan Tahanan yang pada intinya mengamanatkan untuk setiap
tahanan kecuali tahanan anak, harus dalam kondisi terborgol,
selanjutnya borgol baru dibuka setelah tahanan masuk pintu
ruang sidang.

Memahami Surat Dakwaan | 65  
• Jika Terdakwa Tidak Hadir, maka: Pertama, Hakim
menanyakan dan meneliti alasan ketidakhadiran terdakwa.
Kedua, Hakim harus meneliti apakah terdakwa telah
dipanggil secara sah (Pasal 154 ayat (2) KUHAP). (NB:
Pemberitahuan terhadap terdakwa untuk datang ke sidang
pengadilan dilakukan secara sah, menurut Pasal 145 ayat (1)
KUHAP, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada
terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggal-
nya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
Panggilan terhadap terdakwa untuk hadir di persidangan, diatur
juga dalam Pasal 146 ayat (1) KUHAP bahwa Penuntut umum
menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat
tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil
yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-
lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai). Ketiga, Apabila
pemanggilan terhadap terdakwa dilakukan secara sah tidak sah,
maka menurut pasal 154 KUHAP, hakim menunda persidangan
dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi berturut-turut
selama 2 kali sebelum dihadirkan secara paksa dan hakim juga
diperbolehkan untuk melakukan persidangan in absentia).
• Jika Terdakwa Hadir, maka: Hakim menanyakan kepa-
da terdakwa apakah terdakwa didampingi oleh Penasehat
Hukum. (NB: Pasal 56 ayat (1) KUHAP mengamanatkan
bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
ancaman pidana 15 tahun/lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun/lebih yang tidak
mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan
pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
menunjuk penasihat hukum bagi mereka).
• Jika Terdakwa didampingi Penasehat Hukum, maka:
Hakim menanyakan pada Penasehat Hukum berkaitan
dengan surat kuasa dan surat izin beracara.
3. Hakim menanyakan kesehatan terdakwa dan kesiapan
untuk mengikuti persidangan, sekaligus hakim menanyakan

66 | Paul SinlaEloE
identitas terdakwa meliputi nama, pekerjaan, alamat/tempat
tinggal, umur, status, dan lain-lain yang diperlukan untuk
pemeriksaan. Keterangan: Setiap permulaaan sidang setelah
terdakwa dihadirkan dan sebelum mulai pemeriksaan, hakim wajib
menanyakan tentang kondisi kesehatan terdakwa dan identitas dari
terdakwa (Pasal 155 ayat (1) KUHAP).
4. Hakim mengingatkan terdakwa untuk memperhatikan
segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya selama persida-
ngan. (Pasal 155 ayat (1) KUHAP).
Pembacaan Surat Dakwaan
5. Hakim mempersilahkan JPU untuk membacakan surat
dakwaannya (Pasal 155 ayat (2) huruf a KUHAP).
6. JPU membacakan surat dakwaan. Keterangan: Pertama,
Sesuai amanat pasal 143 ayat (4) KUHAP, surat dakwaan yang
dibacakan oleh JPU, turunan surat dakwaan sudah disampaikan
kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan
penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat
pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri. Kedua, sebagai
konsekwensi dari sidang dinyatakan sidang terbuka untuk umum
oleh Hakim, maka JPU membacakan secara keseluruhan dakwaan
dengan suara yang lantang, sehingga baik hakim, terdakwa, Penase-
hat Hukum, pengunjung dan para pihak lainnya yang berkepenti-
ngan dengan sidang ini bisa memahami dengan benar maksud dari
tuntutan JPU.
7. Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa
sudah benar-benar mengerti isi dan maksud surat dakwaan
yang dibacakan oleh JPU. Keterangan: Menurut Pasal 155
ayat (2) huruf b KUHAP, apabila terdakwa ternyata tidak me-
ngerti, JPU, atas permintaan hakim ketua sidang, wajib memberi
penjelasan yang diperlukan dan kemudian Hakim menyimpulkan
penjelasan dari JPU dan menjelaskan lagi isi dan maksud surat
dakawaan secara sederhana.
8. Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa/
Penasehat hukum apakah keberatan dengan surat dakwaan

Memahami Surat Dakwaan | 67  
tersebut. Keterangan: Menurut Pasal 156 ayat (1) KUHAP,
jenis keberatan ada 3 macam dan terdakwa/penasehat hukumnya
dapat mengajukan 3 keberatan sekaligus atau memilih salah satu
yang ada relevansinya dengan surat dakwaan. Ketiga macam kebera-
tan tersebut adalah (1) keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang
mengadili perkaranya, (2) keberatan bahwa surat dakwaan tidak
dapat diterima, dan (3) keberatan bahwa surat dakwaan harus
dibatalkan.
9. Penasehat Hukum menyatakan sikapnya atas dakwaan JPU.
Keterangan: Penasehat Hukum dan atau terdakwa bisa me-
nyampaikan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan secara lisan
atau secara tertulis. Dalam praktek dipersidangan biasanya eksepsi
akan disampaikan pada sidang berikutnya.
Penundaan Sidang
10. Hakim Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda atau
sidang dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Keterangan: hal
penting yang harus dicermati berkaitan dengan teknis penundaan
persidangan: (1) penundaan sidang harus disampaiaknan untuk
dilanjutkan pada “KAPAN”. (2) Jika Penasehat Hukum dan
atau terdakwa akan menayampaiakan Eksepsi, maka agenda si-
dang lanjutannya adalah PENYAMPAIAN EKSEPSI. (3)
Apabila Penaehat Hukum dan atau terdakwa tidak akan menga-
jukan atau menyampaikan Eksepsi, maka sidang ditunda dan per-
sidangan akan dilanjutkan dengan agenda PEMBUKTIAN
(pemeriksaan saksi, pemeriksaan barang bukti, pemeriksaan
terdakwa).

68 | Paul SinlaEloE
Kepustakaan

A. Buku dan Makalah


1. A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses
Pidana, Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta,
1972.
2. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua),
Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
3. Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, Surat Dakwaan, Penerbit
Alumni, Bandung, 1987.
4. Deddy Ch. Manafe, Eksaminasi Publik dan Teknis Pelaksa-
naannya, Makalah, dipresentasikan dalam Dialog publik
yang berthemakan: “Eksaminasi Publik: Partisipasi Masya-
rakat Mengawasi Peradilan” yang dilaksanakan oleh Per-
kumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat
(PIAR NTT) dan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia
dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice
(AIPJ), dilaksanakan di Hotel GreeNia, Kota Kupang,
tanggal 9 Oktober 2014.
5. Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Pedoman
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
Penerbit Yayasan Pengayoman, Jakarta, 1982.
6. Frans Satriyo Wicaksono, SH, Panduan Lengkap Membuat
Nota Pembelaan (Pleidoi), Penerbit Visimedia, 2009.
7. Harun M. Husein, Surat Dakwaan; Teknik Penyusunan,
Fungsi dan Permasalahannya, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta,
1994.
8. H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum,
Penerbit UMM Press, Malang, 2003.
9. Hari Sasongko dan Tjuk Suharyanto, Penuntutan dan
Teknik Membuat Surat Dakwaan, Penerbit Pustaka Tinta
Mas, Surabaya, 1988.
10. Joko Prakoso, Pemecahan Perkara Pidana, (Splitsing),
Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1988.
11. Soetomo, Pedoman Dasar Pembuatan Surat Dakwaan,
Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1989.
12. Martiman Prodjohamidjojo, Teori dan Teknik Membuat
Surat Dakwaan, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
13. Pradja Soemadi dan S. R. Achmad, Surat Dakwaan,
Penerbit Sinar Bandung, Bandung,1985.
14. R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
Penerbit Politeia, Bogor, 1979.
15. Ratna Nurul Afiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya,
Penerbit Akademia Pressindo, Jakarta, 1986.
16. Ridwan Angsar, Eksaminasi Internal di Lingkup Kejaksaan
dan Teknis Pelaksanaannya, Makalah, dipresentasikan dalam
Dialog publik yang berthemakan: “Eksaminasi Publik: Par-
tisipasi Masyarakat Mengawasi Peradilan” yang dilaksanakan
oleh Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi
Rakyat (PIAR NTT) dan Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia dengan dukungan Australia Indonesia Partnership
for Justice (AIPJ), dilaksanakan di Hotel GreeNia, Kota
Kupang, tanggal 9 Oktober 2014.
17. Wasingatu Zakiyah, Emerson Yuntho dan Aris Purnomo,
Panduan Eksaminasi Publik dan Hasil Eksaminasi Publik
Perkara Akbar Tandjung, Penerbit Indonesia Corruption
Watch atas dukungan The Asia Foundation dan USAID,
Jakarta, 2004

70 | Paul SinlaEloE
18. Zulkarnain, Peradilan Pidana: Penuntun Memahami &
Mengawal Peradilan Pidana bagi Pekerja Anti Korupsi, Penerbit
Malang Corruption Watch (MCW) dan Yappika, Malang,
2006.
B. Produk Hukum dan Hasil Penelitian
1. PIAR NTT, Korupsi dan Kinerja Aparat Hukum di Nusa
Tenggara Timur, Catatan Korupsi Akhir Tahun, dipublikasi-
kan oleh PIAR NTT, tanggal 13 Desember 2007.
2. PIAR NTT, Penegakan Hukum Kasus Korupsi di Nusa Teng-
gara Timur (Potret Kinerja dari Jajaran Kejaksaan di Nusa
Tenggara Timur); Catatan Korupsi Akhir Tahun, dipubli-
kasikan oleh PIAR NTT, tanggal 30 Desember 2008.
3. PIAR NTT, Hasil Pemantauan Kinerja dan Perilaku Jaksa
Penuntut Umum dan Eksaminasi Publik Terhadap Surat
Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dalam Kasus
Tindak Pidana Perdagangan Orang di Wilayah Hukum Kejak-
saan Negeri Oelamasi dan Kasus Tindak Pidana Korupsi di
Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur,
dipublikasikan tanggal 16 Mei 2014.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
6. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. PER-
032/A/JA/08/2010, tentang Pelayanan Informasi Publik di
Kejaksaan, tanggal 25 Agustus 2010.
7. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. PERJA-
039/A/JA/10/2010, tentang Tata Kelola Administrasi dan
Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, tanggal 29
Oktober 2010.
8. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. PER-
036/A/JA/09/2011, tentang Standar Operasional Prosedur

Memahami Surat Dakwaan | 71  
(SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, tanggal 21
September 2011.
9. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. PER-
05/A/JA/03/2013, tentang Standar Operasional Prosedur
(SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan, tanggal 18
Maret 2013.
10. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor:
KEP-33/JA/3/1993, Tentang Eksaminasi Perkara, tanggal
22 Maret 1993.
11. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No.
518/A/J.A/11/2001, tentang Perubahan Atas Keputusan
Jaksa Agung Republik Indonesia No. 132/JA/11/1994,
tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana, tanggal 1
November 2001.
12. Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor:
SE-004/J.A/11/1993, Tentang Pembuatan Surat Dakwaan,
tanggal 16 Nopember 1993.
13. Surat JAMPIDUM Nomor: B-607/E/11/1993, perihal
Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 22 Nopember 1993.

72 | Paul SinlaEloE
Ten
ntang Pen
nulis
 
 
 
 
Paul SinlaElo oE. Terlahir dengan n na-
ma lengkap, Marthen
M Luther Johaannis
Paul SinlaEloE di Kupang, NTT, N
pada tanggal 31 3 Oktober 1973. Me-
nyelesaikan peendidikan S1 pada Pro-
gram Studi Ilmmu Hukum Jurusan Tata
Negara, Fakulttas Hukum Univerrsitas
Kristen Arthaa Wacana, pada taahun
2003. Menullis skripsi berjuudul,
“Deskripsi tentaang Pelaksanaan Penndidi-
kaan Politik oleh Partai Politik di Kota Kupanng”.
Beergabung dengan Perkumpulan Pengembangan Iniisiatif
Addvokasi Rakyat (PIIAR-NTT) sejak taahun 2004 dan beekerja
sebbagai Staf Div. Advvokasi (Community Organizer
O & Penangg
ggung
Jawwab Wilayah Kab.. Kupang, untuk Kec. K Amfoang Sellatan,
Keec. Takari dan Kec. Fatuleu), period de 2004-2005, Staf Div.
Addvokasi (Communityy Organizer & Penaanggung Jawab Willayah
unntuk Kab. Rote Nddao) periode 2005--2006. Kemudian, sejak
M
Maret 2006 sampai sekarang, beralih tanggung
t jawab seb
bagai
Staaf Div. Advokasi, bidang Pengemban ngan Jaringan Anti Ko-
ruupsi & Pemantauan Korupsi.
Akktifitas yang senan
ntiasa dilakukan sejjak kuliah hingga seka-
s
ranng, yaitu aktif mellakukan pengorgannisiran terhadap masya-
rakkat miskin dan kelompok marjinaal lainnya, melakkukan
addvokasi/pendampin ngan masyarakat un ntuk menolak berb bagai
keebijakan yang tidak pro rakyat serta mendorong
m lahirnyaa ke-

Meemahami Surat Dakwaan
n | 73  
bijakan-kebijakan baru. Melakukan analisis dan mengkritisi
APBD serta melakukan investigasi dan advokasi terhadap ber-
bagai kasus Korupsi di NTT.
Aktif mengikuti diskusi di berbagai forum/pertemuan, baik itu
sebagai narasumber maupun sebagai peserta. Selain itu penulis
juga aktif mempublikasikan artikel dan opininya di berbagai
media massa cetak maupun elektro-nik. Artikel-artikelnya yang
sudah terpublikasikan tersebut di antaranya berkaitan dengan
masalah-masalah partai politik, pengelolaan anggaran publik,
korupsi, kekerasan terhadap perempuan, kesetaraan gender,
kemiskinan, per-tanahan, pemilihan umum, kepemimpinan.
Pada tahun 2011, bersama-sama dengan aktifis Rumah Perem-
puan, Libby SinlaEloE dan Tri M. Soekirman, menulis buku
berjudul: “Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumahtangga”.
Diterbitkan oleh Rumah Perempuan.

74 | Paul SinlaEloE

Anda mungkin juga menyukai