Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala
dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat
reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma merupakan reaksi
hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda derajatnya dan
menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas (Lewis et al.,
2000).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari
dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Asma bronkiale adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman,
1990). Pengertian lain dari asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif
intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara
hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan
penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi
(Smeltzer & Bare, 2002).
Prinsip yang mendasari asma menurut beberapa definisi diatas bahwa
pada asma bronkial ini terjadi penyempitan bronkus yang bersifat reversible
yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi
dengan antigen. Asma bronkial juga bisa dikatakan suatu sindrom yang
ditandai dengan adanya sesak nafas dan wheezing yang disebabkan oleh
karena penyempitan menyeluruh dari saluran nafas intra pulmonal.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi

a. Hidung
Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk  menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran  yang  masuk  ke 
dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak,
di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari
tulang-tulang  rawan  yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan 
makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam
diliputi  oleh  selaput  lendir  yang  berbulu  getar    yang  disebut  sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm
dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set
yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada   ujung   bronkioli   terdapat
gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2  masuk ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu
5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan
ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap
lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini  
bercabang-cabang   banyak   sekali,   cabang   ini   disebut   duktus
alveolus.   Tiap   duktus   alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang
diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak
jantung.  Paru-paru  dibungkus  oleh  selaput  yang  bernama  pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput
dada  pembungkus)  yaitu  selaput  paru  yang  langsung 
membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara
paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
2. Fisiologi

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar


yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen
yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2  dikeluarkan dari
darah secara osmosis. Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus
respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui
kapiler-kapiler vena pulmonalis  kemudian  massuk  ke serambi  kiri 
jantung  (atrium  sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh
(jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran).
Sebagai sisa dari pembakaran adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui 
peredaran  darah  vena  masuk  ke jantung (serambi kanan atau atrium
dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar 
melalui  arteri  pulmonalis  ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan
menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO 2 ini adalah
sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme
lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan  panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring
terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan,
sehingga makanan tidak  masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas
epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam
laring, maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk 
mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan
eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.
Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot
pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang
terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena
seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat
napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga di bawah pengaruh
korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar
CO2  dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila
muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu
mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra
semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan
menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian 
rongga  dan  dengan  demikian  rongga  dada  menjadi  kecil kembali,  
maka   udara   didorong   keluar.   Jadi   proses   respirasi   atau
pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya  perbedaan  tekanan  antara 
rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada
terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini
terdapat pada rangka dada  yang lunak,  yaitu pada orang-orang muda
dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka  ini  dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua,
Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang
disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan
banyak ditemukan pada laki-laki.
C. Klasifikasi Asma
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan
saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat
berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis
umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising
ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan
labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher,
hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan
kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya
obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya
menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth,
2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi
dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi
udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
1) Gejala kurang dari seminggu
2) Serangan singkat
3) Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) Gejala lebih dari sekali seminggu
2) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) Gejala setiap hari
2) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
4) FEV 1 tau PEV 60% – 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

d. Asma severe persistent (asma persisten berat)


1) Gejala setiap hari
2) Serangan terus menerus
3) Gejala pada malam hari setiap hari
4) Terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara
satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat
inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis
dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,
sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
e. Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan
asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat
mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian
D. Patofisiologi

Ciri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus,


yang disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos bronkus,
pembengkakan atau edema mukosa bronkus, dan hipersekresi mukosa/
kelenjar bronkus (Smeltzer, 2002; Sundaru, 2001). Saluran nafas yang sering
terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya
meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu
kelainan pada jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan
gangguan pada bagian fungsional paru (Rab,1996). Smeltzer (2002)
menjelaskan lebih lanjut bahwa otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa
membesar. Sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflasi dengan udara terperangkap dalam jaringan paru (Smeltzer,
2002). Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat menimbulkan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.
E. Pathway

F. Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan
imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan
Asma adalah : (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-
bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik     
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger) 
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan
akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma
jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan
relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran
pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila
sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu
udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan,
gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak
dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara
spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah :
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti
buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium
metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,
ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E
jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig
E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus
alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast.
Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga
berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau
latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang
biasanya terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging,
aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan  oleh adanya bronkospasme, nafas pendek,
batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan
inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme
mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada
sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya,
karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan
ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau.
G. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui.
Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian
pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala
asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau
saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan
asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala
yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder
sel-sel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada 
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan
yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran
yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi
pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC
sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru,
yakni:
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi.
I. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik 
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis
20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu,
udara dingin
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru
sebelumnya.
- Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
- Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat
dingin.
3) Riwayat keluarga: riwayat keturunan
4) Status mental : lemas, takut, gelisah
5) Pernapasan
- Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas
atau latihan.
- Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat
tidur.
- Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan
bahu, melebarkan hidung.
- Adanya bunyi napas mengi.
- Adanya batuk berulang.
6) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
7) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
2. Pemeriksaan Fisik
Dada:
a. Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b. Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c. Keabnormalan struktur Thorax
d. Contour dada simetris
e. Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna
merata
f. RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
a. Temperatur kulit
b. Premitus : fibrasi dada
c. Pengembangan dada
d. Krepitasi (bunyi seperti gesekan rambut dengan jari)
e. Massa
f. Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan).
Auskultasi:
a. Vesikuler
b. Broncho vesikuler
c. Hyper ventilasi
d. Rochi
e. Wheezing
f. Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
Tanggal Pengkajian : 6 Januari 2014
Jam : 16.00 WIB
Sumber Data : Pasien,Keluarga, Rekam Medis, Tim Kesehatan
Pasien
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : -
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku / Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Panggul Tengah Candirejo
Diagnosa Medis : Ashma
Nomor CM : 61 31 51
Tanggal masuk perawatan : 5 Januari 2014
Keluarga / Penanggung Jawab
Nama : Ny. N
Umur : 50 tahun
Hubungan dengan pasien : Anak
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan sakit perut, pasien mengatakan batuk dengan
dahak, pasien mengatakan di lehernya seperti ada dahak yang
mengumpul, pasien mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan
saat dibatukkan dahak susah untuk keluar, pasien mengatakan jika
untuk tidur semakin sesak dan nyeri dada.
b. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Saat pengkajian pasien pada tanggal 6 januari 2015 pasien
mengatakan sesak nafas, pasien terlihat batuk dan mengeluarkan
dahak tetapi sulit untuk dikeluarkan, sputum yang keluar berwarna
putih kental, pasien mengatakan pusing, saat benjolan leher di
palpasi pasien mengatakan sakit , benjolan berdiameter ± 3 cm dan
keras.
c. Kesehatan sekarang
Pasien terpasang infus RL + 1/2 amp Aminophilin 20 Tpm, Pasien
terpasang O2 4 liter/menit, pasien mengatakan sesak nafas dan saat
batuk tidak bisa mengeluarkan dahaknya semua hanya sedikit-sedikit,
pasien mengatakan pada lehernya seperti ada dahak yang banyak
dan susah untuk dikeluarkan, pasien terlihat nafasnya dangkal
dengan RR : 46 x/menit, Suhu : 36,5 ° C, TD : 140 / 70 mmHg, N :
94 x/menit.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan pasien belum pernah menderita penyakit yang
sama, pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, keluarga
pasien mengatakan pasien merasa ada benjolan di leher sudah ± 5
bulan, pasien mengatakan sesak nafas dialami sejak tanggal 31
Desember 2014 kemudian diperiksakan ke dokter tetapi keluarga
minta untuk di rawat di rumah kemudian pada tanggal 5 januari 2015
sesak nafas semakin parah sehingga pasien di periksakan kembali ke
dokter kemudian pasien di rujuk ke RSUD Wonosari.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan kurang mengetahui ada tidaknya
keluarga yang menderita penyakit yang sama. Keluarga pasien
mengatakan keluarganya tidak memiliki penyakit keturunan seperti
Asma, Hipertensi, Jantung dan Diabetes Mellitus.
f. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan.
3. Pola Kebiasaan Pasien
Aspek Fisik - Biologis
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum Sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3 kali sehari dengan
porsi sedang dengan nasi sayur dan lauk . Pasien mengatakan
minum 6-7 gelas air putih, pasien mengatakan suka minum teh
hangat saat pagi hari.
Selama Sakit
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit mendapatkan
bubur tetapi pasien tidak menghabiskannya karena pasien ingin
mengeluarkan dahaknya dan batuk-batuk. Keluarga pasien
mengatakan pasien minum air putih 9-10 gelas karena ingin
melegakan pada tenggorokannya yang rasanya seperti terdapat
dahak yang banyak.
b. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan b.a.b setiap hari 1 x dan b.a.k 6-7 kali per hari.
Selama Sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien selama sakit b.a.b dan b.a.k
seperti biasa sebelum sakit. Pasien memakai pampers tetapi jika
pasien ingin b.a.b dan b.a.k ke kamar mandi keluarga selalu
mengantarnya.
Pola Aktivitas Istirahat – Tidur
a. Pola Aktivitas dan latihan
Keluarga pasien mengatakan pasien sudah tidak bekerja tetapi pasien
masih suka ke sawah dengan suaminya untuk bercocok tanam,
pasien mengatakan jika setelah pulang dari sawah pasien merasa
sesak nafas ( pasien mengatakan menggeh-menggeh ).
b. Keadaan Pernafasan
Saat di rawat rumah sakit pasien mengatakan sesak nafas dengan
RR : 46 x/ menit dan pasien terlihat nafasnya dangkal, pasien
terpasang O2 kanul binasal 4 liter/ menit.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya tidur 5-6 jam setiap harinya, pasien
mengatakan di rumah jika sudah tidur tidak mudah terbangun.
Selama sakit
Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien susah tidur dan
sering terbangun karena lingkungan yang ramai. Pasien mengatakan
jika untuk tiduran sesak nafasnya semakin sakit.
Pola Kebersihan Diri
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien di lap oleh
keluarga dengan air hangat dan dibersihkan 2 x dalam sehari.
Riwayat Psikologi
a. Status Emosi
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien mengeluh
sesak nafas.
b. Gaya Komunikasi
Pasien berkomunikasi dengan bahasa jawa, pasien jika diajak
berbicara dapat menjawab dengan suara lirih.
Riwayat Sosial
Keluarga pasien mengatakan pasien jarang mengeluh sakit, keluarga
pasien mengatakan hubungan pasien dengan baik.
Riwayat Spiritual
Keluarga pasien mengatakan pasien sebelum sakit shalat 5 waktu
dengan rajin tetapi selama sakit pasien tidak melaksanakan shalat 5
waktu karena kondisi yang tidak memungkinkan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keluhan umum : lemas, lemah
b. Tingkat kesadaran: composmentis
c. Pengukuran antropometri
BB : 35 Kg
TB : 140 cm
IMT : 17,85 Kg/m2
d. Tanda vital :
TD : 140/70 mmHg
N : 94 x / menit
RR : 35 x / menit
S : 36,5 °C

e. Pemeriksaan Kepala
1) Kepala
Bentuk kepala Brakhiocephalus, simetris, tidak ada luka, rambut
pasien sudah berwarna putih, kulit kepala pasien bersih.
2) Leher
Leher pasien simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada lesi terdapat stroma pada leher sinistra dengan diameter
± 3 cm, stroma saat dipalpasi teraba keras.
f. Pemeriksaan Wajah
1) Mata
Konjungtiva tidak anemis, keluarga mengatakan mata pasien
masih bisa melihat dengan jelas.
2) Telinga
Keluarga pasien mengatakan pasien pendengarannya masih bisa
mendengar dengan jelas, telinga simetris, tidak ada luka, telinga
pasien terlihat bersih.
3) Hidung
Simetris, pada hidung pasien terdapat sekret, Hidung pasien tidak
ada pembesaran polip.
4) Mulut
Mulut pasien terlihat berwarna pucat, kering, simetris, tidak ada
stomatitis.
g. Pemeriksaan Thoraks/ dada
Inspeksi
Bentuk dada asimetris, kulit keriput, pasien batuk kering, tidak ada
lesi, terdapat retraksi, pasien nafas dangkal.
Auskultasi
Catatan Dokter : vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
h. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Pertumbuhan rambut tidak ada, simetris, tidak ada benjolan, terdapat
retraksi.
Auskultasi
Bising usus : 22 x/menit
Perkusi
Kuadran I : dull
Kuadran II : dull
Kuadran III : tympani
Kuadran IV : tympani
Palpasi
Saat abdomen dipalpasi pasien mengatakan tidak nyeri.
i. Pemeriksaan Genetalia
Tidak terkaji, pasien memakai pampers.
j. Pemeriksaan Ekstermitas
Ekstermitas atas : anggota gerak lengkap, tidak ada fraktur,
capillary refill tidak lebih dari 3 detik, ekstermitas dapat digerakkan
dengan baik.
Ekstermitas bawah : anggota gerak kaki lengkap, tidak ada
fraktur, ekstermitas dapat digerakkan dengan baik, tidak ada luka.
k. Pemeriksaan Kulit / Integument
Kulit terlihat tidak ada lesi, turgor kulit jelek, struktur keriput, akral
dingin.
5. Hasil EKG
HR : 94 bpm
6. Data Penunjang
Hasil Lab tanggal 7 Januari 2014 pukul 06.00 WIB
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 12,4 gr% 12 – 16 gr%
A Leukosit 6800 µ/l 4300 – 11400 µ/l
Trombosit 435.000 150.000 – 450.000
HCT/HMT 36 % 37 %
Glukosa sesaat 141 mg/dl 76 – 110 mg/dl
SGOT 14
SGPT 17
Cholesterol Ttl 234 mg/dl 50 – 220 mg/dl
HDL Chlorest 70 mg/dl 55 – 65 mg/dl
LDL Chlorest 154 <150 mg/dl
Tryglyserida 49 mg/dl <200 mg/dl
CK-MB 12
LDH 70 µ/l <480 µ/l
Urea 5 mg/dl 15 – 45 mg/dl
Creatinine 0,6 mg/dl 0,6 – 1,3 mg/dl

7. Terapi
- RL + Aminophilin 20 Tpm
- O2 kanul binasal 4 liter/menit
- Ventolin per 8 jam
- Fexotid per 8 jam
- ISDN 3 X 1/2
- CPG 1 X 1
- Diovan 1 x 40

B. Analisa Data
Hari, tanggal : Selasa, 6 Januari 2014
Waktu : 18.00 WIB
Data Masalah Penyebab
DS : Tidak efektifnya Akumulasi mukus.
- Pasien mengatakan batuk bersihan jalan nafas
dengan dahak
- Pasien mengatakan di
lehernya seperti ada
dahak yang mengumpul,
- Pasien mengatakan saat
dibatukkan dahak susah
untuk keluar,
- sputum yang keluar
berwarna putih kental
DO :
- Pasien nafas dangkal.
- Catatan Dokter :
vesikuler +/+ , Ronchi +/+,
Wheezing +/+
- TTV
TD :140/70 mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,5 °C
DS : Tidak efektifnya pola Penurunan ekspansi
- Pasien mengatakan sesak nafas. paru
nafas
- Pasien mengatakan jika
untuk tidur semakin sesak
dan nyeri dada
DO :
- RR : 46 x/menit,
- Pernafasan pasien terlihat
dangkal
- Bunyi nafas pasien
abnormal terdapat sekret
DS : Intoleransi aktivitas Kelemahan fisik
- Pasien mengatakan
lemas
- Pasien mengatakan
pusing
DO :
- Tingkat kesadaran
composmentis
- Keadaan umum : lemah
- Dalam beraktivitas pasien
terlihat dibantu keluarga.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan Akumulasi
mucus ditandai dengan

DS :

- Pasien mengatakan batuk dengan dahak


- Pasien mengatakan di lehernya seperti ada dahak yang
mengumpul,
- Pasien mengatakan saat dibatukkan dahak susah untuk keluar,
- sputum yang keluar berwarna putih kental
DO :

- Pasien nafas dangkal.


- Catatan Dokter : vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
- TTV
TD :140/70 mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,5 °C
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan Penurunan ekspansi
paru ditandai dengan
DS :
- Pasien mengatakan sesak nafas
- Pasien mengatakan jika untuk tidur semakin sesak dan nyeri dada
DO :

- RR : 46 x/menit,
- Pernafasan pasien terlihat dangkal
- Bunyi nafas pasien abnormal terdapat sekret
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan

DS :

- Pasien mengatakan lemas


- Pasien mengatakan pusing
DO :

- Tingkat kesadaran composmentis


- Keadaan umum : lemah
- Dalam beraktivitas pasien terlihat dibantu keluarga.
D. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015
17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB
Tidak efektifnya bersihan jalan Setelah diasuh keperawatan1. Auskultasi bunyi nafas, catat1. Beberapa derajat spasme
nafas berhubungan dengan selama 3 x 24 jam jalan nafas adanya bunyi nafas, misalnya : bronkus terjadi dengan
Akumulasi mucus ditandai pasien kembali efektif dengan wheezing, ronkhi. obstruksi jalan nafas. Bunyi
dengan kriteria hasil nafas redup dengan ekspirasi
DS : - Sesak berkurang, batuk mengi (empysema), tak ada
- Pasien mengatakan berkurang, fungsi nafas (asma berat).
batuk dengan dahak 2. Kaji / pantau frekuensi2. Takipnea biasanya ada pada
- Klien dapat mengeluarkan
- Pasien mengatakan di pernafasan catat rasio beberapa derajat dan dapat
sputum,
lehernya seperti ada inspirasi dan ekspirasi. ditemukan pada penerimaan
- Wheezing berkurang
dahak yang mengumpul, selama strest/adanya proses
/hilang,
- Pasien mengatakan saat infeksi akut. Pernafasan dapat
- vital dalam batas normal
dibatukkan dahak susah melambat dan frekuensi
keadaan umum baik.
untuk keluar, ekspirasi memanjang dibanding
Rina
- sputum yang keluar inspirasi.
3. Kaji pasien untuk posisi yang3. Peninggian kepala tidak
berwarna putih kental
aman, misalnya : peninggian mempermudah fungsi
kepala tidak duduk pada pernafasan dengan
DO :
sandaran menggunakan gravitasi.
- Pasien nafas dangkal. 4. Observasi karakteristik batuk,5. Batuk dapat menetap tetapi tidak
- Catatan Dokter : menetap, batuk pendek, efektif, khususnya pada klien
vesikuler +/+ , Ronchi basah. Bantu tindakan untuk lansia, sakit akut/kelemahan.
+/+, Wheezing +/+ keefektifan memperbaiki
- TTV upaya batuk.
5. Berikan air hangat. 5. Penggunaan cairan hangat
TD :140/70 mmHg
6. Rina dapat menurunkan spasme
N : 94 x / menit
bronkus.
S : 36,5 °C
6. Rina
Rina
6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015
17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB
Tidak efektifnya pola nafas Setelah diasuh keperawatan1. Kaji frekuensi kedalaman1. Kecepatan biasanya mencapai
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam Pola nafas pernafasan dan ekspansi dada. kedalaman pernafasan
Penurunan ekspansi paru pasien kembali efektif dengan Catat upaya pernafasan bervariasi tergantung derajat
ditandai dengan kriteria hasil termasuk penggunaan otot gagal nafas. Expansi dada
DS : - Pola nafas efektif, bantu pernafasan / pelebaran terbatas yang berhubungan
- Pasien mengatakan - bunyi nafas normal atau nasal. dengan atelektasis dan atau
sesak nafas bersih, nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan2. Ronki dan wheezing menyertai
- Pasien mengatakan jika - TTV dalam batas normal,
catat adanya bunyi nafas obstruksi jalan nafas / kegagalan
untuk tidur semakin batuk berkurang,
seperti krekels, wheezing. pernafasan.
sesak dan nyeri dada - ekspansi paru
Tinggikan kepala dan bantu3. Duduk tinggi memungkinkan
DO : mengembang.
mengubah posisi. ekspansi paru dan
- RR : 46 x/menit, Rina memudahkan pernafasan.
Observasi pola batuk dan4. Kongesti alveolar
- Pernafasan pasien
karakter sekret. mengakibatkan batuk
terlihat dangkal
sering/iritasi.
- Bunyi nafas pasien
Dorong/bantu pasien dalam Dapat meningkatkan/ banyaknya
abnormal terdapat secret
nafas dan latihan batuk. sputum dimana gangguan
( ronchi )
Rina ventilasi dan ditambah ketidak
Rina
nyaman upaya bernafas.
Rina
6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015
17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB
Intoleransi aktivitas Setelah diasuh keperawatan Evaluasi respons pasien Menetapkan kebutuhan/
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam pasien terhadap aktivitas. Catat kemampuan pasien dan
kelemahan fisik ditandai dapat melakukan aktivitas laporan dyspnea peningkatan memudahkan pilihan intervensi.
dengan sehari-hari secara mandiri. kelemahan / kelelahan dan
DS : dengan kriteria hasil perubahan tanda vital selama
- Pasien mengatakan - KU klien baik, dan setelah aktivitas.
Jelaskan pentingnya istirahat
1. Tirah baring dipertahankan
lemas - Badan tidak lemas,
dalam rencana pengobatan selama fase akut untuk
- Pasien mengatakan - Klien dapat beraktivitas
dan perlunya keseimbangan menurunkan kebutuhan
pusing secara mandiri,
aktivitas dan istirahat. metabolik, menghemat energi
DO : - Kekuatan otot terasa pada
untuk penyembuhan.
- Tingkat kesadaran skala sedang
2. Bantu pasien memilih posisi1. Pasien mungkin nyaman dengan
composmentis Rina nyaman untuk istirahat dan kepala tinggi atau menunduk
- Keadaan umum : atau tidur. kedepan meja atau bantal.
Bantu aktivitas keperawatan Meminimalkan kelelahan dan
lemah
diri yang diperlukan. Berikan membantu keseimbangan suplai
- Dalam beraktivitas
kemajuan peningkatan dan kebutuhan oksigen.
pasien terlihat dibantu
aktivitas selama fase
keluarga.
penyembuhan
Rina
Berikan lingkungan tenang dan2. Menurunkan stress dan
batasi pengunjung selama fase rangsangan berlebihan
akut sesuai indikasi. meningkatkan istirahat.
Rina 3. Rina

E. Implementasi dan Evaluasi

Waktu Implementasi Evaluasi Paraf


6 Jan 2014 Mengelola pemberian O2 kanul S : Rina
23.50 WIB binasal 4 liter/menit - Pasien mengatakan sputum yang keluar
Memberikan ventolin + fexotid
berwarna putih, kental.
dengan nebul
- Pasien mengatakan lebih enakan setelah
Mengobservasi karakteristik batuk,
diberi O2
menetap, batuk pendek, basah.
- Pasien mengatakan lebih lega setelah di
Bantu tindakan untuk keefektifan
nebul
memperbaiki upaya batuk.
Membantu memposisikan pasien O :
untuk posisi semi fowler - Pasien terpasang O2
- Nebul ventolin + fexotid
- Pasien dengan posisi semi fowler
A : Masalah tercapai sebagian
P : lanjut intervensi
7 jan 2014 mengauskultasi bunyi nafas dan S : Rina
06.00 WIB catat adanya bunyi nafas seperti - Pasien mengatakan semalaman tidak
krekels, wheezing. dapat tidur
Mendorong / membantu pasien
- Pasien mengatakan saat melakukan
dalam nafas dan latihan batuk.
batuk efektif sputum bisa keluar
Berikan lingkungan tenang dan
O:
batasi pengunjung selama fase akut
- Suaran nafas pasien ronchi
sesuai indikasi.
- RR : 40 x /menit
- Melatih pasien nafas dalam dan latihan
batuk efektif
- Membatasi pengunjung
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut intervensi
Daftar Pustaka

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak.
Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang :
Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Anda mungkin juga menyukai