Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULUS PERSEPSI:


HALUSINASI
SESI 3 “BERCAKAP CAKAP”

DOSEN PEMBIMBING : Riris Ocktryana, Ns. M.Kep. Sp. J


KELOMPOK 3

1. Abdul Manan Karatlau 201560311001


2. Aulia Rahmawati Iskandar 201560311021
3. Depi Mulyani 201560311029
4. Kiki Bachtiatus Soleha 201560311054
5. Nanda Ayu Chrismonicha S 201560311068
6. Purnamasari Ayu 201560311075
7. Sinta Dwi Andari 201560311087
8. Siti Sarah 201560311088

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA BEKASI
2021
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. Topik :
TAK Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap

B. Latar Belakang
Manusia sebagai mahluk sosial yang hidup berkelompok dimana satu
dengan yang lainnya saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan social.
Kebutuhan social yang dimaksud antara lain : rasa menjadi milik orang lain atau
keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan penghargaan orang lain dan
kebutuhan pernytaan diri.
Secara individu selalu berada dalam kelompok, sebagai contoh individu
berada dalam satu keluarga. Dengan demikian ada dasarnya individu memerlukan
hubungan timbal balik, hal ini bisa melalaui kelompok.
Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan dampak
positif dalam upaya pencegahan dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi
serta pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok
terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif
terhadap perubahan perilaku pasien/klien, dan meningkatkan perilaku adaptif dan
mengurangi perilaku maladaptive.
Beberapa keuntungan yang diperoleh individu atau klien melalui terapi
aktivitas kelompok melalui dukungan (support), pendidikan meningkatkan
pemecahan masalah, meningkatkan hubungan internasional dan juga
meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien dengan gangguan orientasi
realitas ( Birckhead, 1989).
Terapi aktifitas kelompok sering digunakan dalam praktek kesehatan jiwa,
bahkan dewasa ini terapi aktivitas kelompok merupakan hal yang penting dari
keterampilan terapeutik dalam keperawatan. Terapi kelompok telah diterima
profesi kesehatan.
Pimpinan kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk
mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan mendapatkan
bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat juga adaptif menilai
respon klien selama berada dalam kelompok.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Klien dapat mengenali dan mengontrol halusinasi dengan bercakap
cakap
2. Tujuan Khusus
1. Klien mampu menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk
mengontrol halusinasinya
2. Klien m a m p u memahami cara bercakap cakap
3. Klien dapat memperagakan cara bercakap cakap

D. Landasan Teori :
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2003).

2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

3. Faktor presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

4. Tanda dan Gejala


1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara
ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari
kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan
berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.

5. Rentang Respon Halusinasi

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Proses pikir Gangguan proses pikir: waham


Persepsi akurat Kadang ilusi PSP: halusinasi
Emosi konsisten Emosi +/- Kerusakan emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak sesuai Perilaku tidak sesuai
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial terorganisir

6. Akibat dari Perilaku Kekerasa


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

7. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori presepsi: Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien


akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien
disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah
dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien
diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu
hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan


rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien

Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya


berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang
lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan
agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga
klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran
yang diberikan tidak bertentangan.
Farmako:

1. Anti psikotik:

a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)


b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)

c. Stelazine

d. Clozapine (Clozaril)

e. Risperidone (Risperdal)

2. Anti parkinson:

a. Trihexyphenidile

b. Arthan

E. Sesi yang Digunakan


a. Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap

F. Klien
1. Karakteristik/Kriteria
a. Klien halusinasi yang sudah mampu bekerja sama dengan perawat.
b. Klien halusinasi yang dapat berkomunikasi dengan perawat.
2. Proses Seleksi
a. Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
b. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
c. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
d. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK sesi 3 :
mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap.

G. Kriteria Hasil
1. Evalusi Struktur
a. Kondisi lingkungsn tenang, dilakukan di tempat tertutup, dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
b. Klien dan terapis duduk bersama membentuk lingkaran.
c. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
e. Leader, co-leader, fasilitator, observer berperan sebagaimana mestinya
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah.
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal sampai akhir.

H. Pengorganisasian
1. Waktu Pelaksanaan
a. Hari/Tanggal : Selasa, 09 Maret 2021
b. Waktu : 08.00 s/d 09.30
c. Alokasi waktu : Perkenalan dan pengarahan (10 menit)
Terapi kelompok (25
menit) Penutup (5 menit)
d. Tempat : Demonstrasi Room
e. Jumlah klien : 2 orang
2. Tim Terapis
a. Leader :

Kiki Bachiatus Soliha

Uraian tugas :

1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.


2) Memimpin jalannya terapi kelompok.
3) Memimpin diskusi.
b. Co-leader :

Purnamasari Ayu Sabaryani

Uraian tugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika ada berhalangan.
c. Observer :
Aulia Rahmawati I.,

Uraian tugas :
1) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara.
2) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok
dengan evaluasi kelompok.

d. Fasilitator
Siti Sarah
Sinta Dwi Andari

Uraian tugas :
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
4) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
6) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.

e. Pasien:
a. Depi Mulyani
b. Abdul Manan

3. Metode dan Media


a. Alat:
1) Papan tulis/flipchart/whiteboard
2) Kapur/ spidol
3) Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen

b. Metode
1) Diskusi kelompok
2) Bermain peran/simulasi

I. Setting:
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang
3. Susunan TIM

L CL

P O

F
F

Ket:
L : leader
CL : Co.leader
F : Fasilitator
O : Observer
K : Klien

J. Langkah Kegiatan :
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 2
b. Terapi membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis memakai papan nama
b. Evaluasi/Validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara
yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan
kegiatan terarah) untuk mencegah halusinasi.
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
2) Terapis menjelaskan aturan main:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis
b) Lama kegiatan 30 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan pentingnya bercakap – cakap dengan orang
lain untuk mencegah dan mengontrol halusinasi

b. Terapis meminta menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak


bercakap cakap

c. Terapis meminta klien menyebutkan pokok pembicaraan yang


biasa dilakukan

d. Terapis memperagakan cara bercakap cakap ”tolong saya mulai


dengar suara, ayo ngobrol sama saya”

e. Terapis meminta masing masing klien untuk memperagakan


cara bercakap cakap halusinasi dengan cara mengambil kertas
yang bertuliskan nama hewan, klien menyuarakan hewan
tersebut untuk mengetahui siapa pasangannya. Kemudian klien
memperagakan ke depan berpasangan dan menginformasikan
percakapan yang telah dilakukan

f. Terapis memberikan pujian dan mengajak klien bertepuk


tangan saat setiap klien selesai memperagakan cara bercakap
cakap
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang
sudah dilatih
3) Memberikan pujian atas keberhasilan klien
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menerapkan cara menghardik yang
telah dipelajari jika halusinasi muncul

2) Memasukkan kegiatan yang telah dilatih ke dalam jadwal


kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK
berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan
patuh minum obat
2) Terapis menyepakati waktu dan tempat.

Evaluasi dan Dokumentasi


a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk stimulasi persepsi halusinasi Sesi 3 kemampuan yang
diharapkan adalah mengontrol evaluasi dengan bercakap cakap . Formulir
evaluasi sebagai berikut :

FORMULIR EVALUASI
TAK STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI
SESI 3: KEMAMPUAN BERCAKAP CAKAP

NO Nama Klien
Aspek yang dinilai

1 Menyebutkan orang yang biasa dan


bisa diajak bercakap cakap

2 Menyebutkan pembicaraan yang


biasa dan bisa dilakukan
3 Menyebutkan cara mengatasi
halusinasi dengan bercakap
cakap

4 Memperagakan cara bercakap


cakap

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan orang yang
biasa diajak bicara, memperagakan percakapan, menyebutkan tiga cara
mencegah halusinasi. Beri tanda (√) jika klien mampu, dan tanda (-) jika
klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan .pada tiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK
stimulasi persepsi: halusinasi sesi 3. Klien mampu memperagakan cara
menghardik dalam mengontrol halusinasi. Anjurkan klien untuk
menggunakan cara tersebut, jika halusinasi muncul, lalu masukkan ke
jadwal harian,

ASPEK NON VERBAL

No Aspek yang dinilai Nama Klien

1 Kontak Mata
2 Duduk tegak
3 Menggunakan bahasa tubuh
yang sesuai
4 Mengikuti kegiatan dari awal
5 Jumlah

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan orang yang
biasa diajak bicara, memperagakan percakapan. Beri tanda (√) jika klien
mampu, dan tanda (-) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasi pada catatan proses keperawatan pada tiap klien. Contoh:
klien mengikuti TAK orientasi realita orang klien mampu menyebutkan
nama, panggilan, asal, dan hobi klien lain sebelahnya. Anjurkan klien
mengenal klien lain di ruangan.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi, Anna. 1995. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat Budi Anna, dkk, 1987. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai