Anda di halaman 1dari 10

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN PENDAHULUAN
“GLAUKOMA”

Dosen : Ns.Dirgantari Pandemme.,S.Kep.M.Kep

DI SUSUN OLEH :

NAMA : Gliska.A.Tuasuun
NIM: 201702035A

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA SORONG
PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN
SORONG 2021
A. Pengertian
Glaukoma adalah: Suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari
pada normal yang dapat mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan. Glaukoma
atau penyakit mata ini menyerang saraf mata manusia dan sering tidak disadari oleh penderitanya
sampai terjadi kerusakan yang lanjut pada saraf mata. Penyakit ini adalah penyebab kebutaan
permanen terbanyak kedua menurut departemen kesehatan Republik Indonesia. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf otak dan
menciutnya lapang pandang dengan resiko adanya peningkatan tekanan intra okular.

B. Etiologi
Penyebab glaukoma adalah : meningkatnya tekanan di dalam mata ( tekanan intraokular),baik
akibat produksi cairan mata yang berlebihan, maupun akibat terhalangnya saluran pembuangan
cairan tersebut. Tekanan ini dapat merusak serabut saraf retina. yaitu jaringan saraf yang
melapisi bagian belakang mata, dan saraf optik yang menghubungkan mata ke otak. Hingga kini
belum jelas kenapa produksi cairan mata bisa berlebihan atau kenapa saluran pembuangannya
bsa tersumbat. ada

C. Manifestasi klinik
Berikut ini gejala glaukoma yang umumnya terjadi:
1. Nyeri pada mata
2. Sakit kepala
3. Melihat bayangan lingkaran di sekeliling cahaya
4. Mata memerah
5. Mual dan muntah
6. Penglihatan yang semakin menyempit hingga akhirnya tidak dapat melihat objek sama sekali
D. Pothofisiologi
Tekanan Intra Okuler ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor dan aliran keluar
akues humor dari mata. TIO normal 10 – 21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat
keseimbangan antara produksi dan aliran akueos humor. Akueos humor diproduksi di dalam
badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal schlemm ke dalam sistem vena.
Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan
hambatan abnormal terhadap aliran keluar akueos melalui camera oculi anterior (COA).
Peningkatan tekanan intraokuler > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Iskemia
menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya
dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf
optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen tanpa penanganan, glaukoma
dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada
lapang pandang.

E. klasifikasi

1. Glaukoma primer

 Glaukoma sudut terbuka

Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya
kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor
aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf
optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan
TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri
mata yang timbul.
 Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)

Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong
ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan
cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari
penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat,
penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak
segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip
dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.

 Perubahan lensa
 Kelainan uvea
 Trauma
 bedah

3. Glaukoma kongenital
 Primer atau infantil

 Menyertai kelainan kongenital lainnya

4. Glaukoma absolut

Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat
keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan
dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa
sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol
retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Didapatkan dengan cara pemeriksaan khusus untuk glaucoma, yaitu :


1. Ketajaman penglihatan
Pada glaucoma sudut terbuka, kerusakan saraf dimulai dari tepi lapang pandang dan lambat laun
meluas ketengah. Dengan demikian penglihatan sentral (fungsi macula) bertahan lama walaupun
penglihatan perifer sudah tidak ada, sehingga penderita seolah-olah melihat seperti malalui
teropong (tunnel vision) dan visusnya dapat tetap 5/5.
2. Tonometri
Cara yang cermat adalah dengan menggunakan Tonometer Schiotz. Cara pemeriksannya adalah
penderita berbaring tanpa bantal, kemudian matanya ditetesi pantocain 1-2% satu kali. Suruh
pasien melihat ibu jarinya yang diacungkan didepan matanya dan letakkan tonometer di puncak
kornea. Tekanan normalnya antara 10-20 mmHg.
3. Gonioskopi
Adalah suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Dengan demikian dapat
dibedakan glaucoma sudut terbuka atau sudut tertutup, juda dapat dilihat apakah ada perlekatan
iris bagian perifer.
4. Oftalmoskopi
Yang harus diperhatikan adalah papil, yang mengalami perubahan peggaungan dan degenerasi
saraf optic. Harus diwaspadai adanya glaucoma apabila terdapat penggaungan >0,3 diameter
papil (Cup and Disc Ratio), terutama bila diameter vertical lebih besar dari diameter horizontal.
5. Pemeriksaan lapangan pandang (kampimetri)
Dibedakan atas lapangan pandang sentral, seluas 30 derajat, diperiksa dengan layer hitam
Byerrum, pada jarak 1 m dengan menggunakan obyek putih 1 mm (isopter 1/1000) atau pada
jarak 2 m dengan obyek sebesar 2 mm (2/2000); dan lapang pandang perifer yang diukur dengan
perimeter atau kampimeter pada jarak 330 mm dengan menggunakan obyek sebesar 3 mm
(isopter 3/330). Pada glaucoma, kelainan lapang pandang disebabkan oleh kerusakan serabut
saraf. Yang paling dini berupa skotoma relative atau absolute yang terletak pada 30 derajat
sentral.
Pemeriksaan secara kasarnya adalah dengan tes konfrontasi dimana pada jarak 0,5 m, pasien dan
pemeriksa saling berhadapan dan pemeriksa menggerakkan tangannya dari luar kedalam sedang
mata pasien dan pemeriksa yang saling berhadapan ditutup sebelah. Pasien memperhatikan
kapan gerak tangan mata itu mulai terlihat, dan diulangi sampai tercapai 360 derajat.pemeriksaan
ini dapat dikerjakan dengan catatan kampus pemeriksa harus normal.

6. Tes provokasi
Untuk glaucoma sudut terbuka, yang umum dilakukan adalah tes minum air (water drinking test)
d imana pasien puasa 4 jam sebelum tes dan diukur TIO (Takanan Intra Okular)awal, kemudian
pasien disuruh minum 1 liter air dalam waktu 5 menit. TIO diukur setiap 15 menit selama 1 jam,
kemudian setiap 30 menit selama 1 jam. Bila TIO ↑ ³8 mmHg, provokasi (+) à glaucoma.
Untuk glaucoma sudut tertutup, yang umum dilakukan adalah tes kamar gelap (karena pupil akan
midriasis dan pada sudut bilik mata yang sempit, ini akan menyebabkan tertutupnya sudut bilik
mata). Caranya adalah ukur TIO awal, kemudian pasien masuk kamar gelap selama 60-90 menit.
Ukur segera TIO nya. Kenaikan ³8 mmHg, tes provokasi (+).

G. Komplikasi
1. Hipotoni
Hipotoni, atau rendahnya tekanan bola mata, merupakan salah satu masalah yang berisiko terjadi
pada operasi glaukoma. Tekanan bola mata yang terlalu rendah dapat terjadi karena adanya
pembuangan cairan mata yang berlebihan, atau luka operasi yang tidak diatasi dengan baik.
Jika hipotoni tidak segera ditangani, pasien berisiko mengalami masalah lainnya, seperti
penumpukan cairan pada kornea, katarak, perdarahan, hingga kebutaan.
2. Hifema
Hifema juga termasuk dalam komplikasi yang cukup umum ditemukan pada operasi glaukoma.
Hifema adalah darah yang menumpuk di bagian depan mata, tepatnya di antara iris dan kornea
mata. Kondisi ini biasanya terjadi pada 2-3 hari pertama setelah operasi.
Hifema biasanya terjadi karena adanya trauma pada saat operasi, sehingga timbul luka atau robek
pada iris mata. Jika penumpukan darah akibat hifema cukup banyak, dokter akan melakukan
tindakan operasi untuk mengeluarkan darah tersebut.
3. Perdarahan suprakoroid
Perdarahan suprakoroid adalah komplikasi yang sangat langka, tapi berpotensi terjadi akibat
prosedur operasi glaukoma. Perdarahan terjadi ketika pembuluh darah pada mata mengisi bilik
atau celah yang ada di dekat sklera (bagian putih mata).
Selain langka, perdarahan suprakoroid dapat mengakibatkan masalah yang fatal. Apabila terjadi
selama proses operasi, pasien berisiko mengalami kebutaan. Namun, perdarahan yang timbul
beberapa hari setelah operasi dapat ditangani dengan pengobatan steroid atau operasi
pembedahan sklera mata.

ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA


A. Pengkajian

1. Anamnesis

Anamnesis meliputi data demografi, yang meliputi :


– Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
– Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih.
– Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat
penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle
Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang
diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah
berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan.
(Indriana N. Istiqomah, 2004)

2. Pemeriksaan Fisik
a. Neurosensori
– Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa
diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
– Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berwarna, peningkatan air
mata.(www.IFC.com)
– Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya
cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma
akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.
– Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara
signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
– Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan,
kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya (Indriana N.
Istiqomah,2004)

b. Nyeri/ kenyamanan
– Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis0
– Nyeri tiba- tiba / berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma
akut).

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kartu snellen / mesin telebinoklear


Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan
b. Lapang penglihatan
Terjadi penurunan disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis / otak, karotis /
patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran gonoskopi
Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
e. Tes provokatif
Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal / hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan aftalmoskop
Menguji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan
retina dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED
Menunjukkan anemia sistemik / infeksi
h. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid
Memastikan arterosklerosis, PAK
i. Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya DM
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan kebutaan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
Tujuan : nyeri terkontrol / tulang
Kriteria hasil :
Ø Pasien mengatakan nyeri berkurang / hilang
Ø Ekspresi wajah rileks
Ø Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
Intervensi :
a. Observasi derajat nyeri mata
Rasional : mengidentifikasi kemajuan / penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Anjurkan istirahat di tempat tidur dalam ruangan yang tenang
Rasional : stress mental / emosi menyebabkan peningkatan TIO
c. Ajarkan pasien teknik distraksi
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi / respon nyeri
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi nyeri

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer


Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :

Ø Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan


Ø Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
a. Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan
penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan /
mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah
dosis.
Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO

3. Resiko cedera berhubungan dengan kebutaan


Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi cedera.
Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.
Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata dan
salep mata
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya
sesaat setelah penggunaan obat mata.

Anda mungkin juga menyukai