1. Hukum Agraria Nasional yang menggantikan Hukum Agraria kolonial sudah dimulai sejak
tahun 1948 dengan membentuk kepanitian yang diberi tugas menyusun Undang-Undang
Agraria.
Sebut dan jelaskan Panitia Tahapan-tahapan dalam penyusunan Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) tersebut !
Jawab:
Tahapan-tahapan dalam penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Panitia Agraria Yogya
Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden No. 16 Tahun 1948 tanggal
21 mei 1948 berkedudukan di Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo,
kepala bagian Agraria Kementrian Dalam Negeri.
Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas yang akan merupakan dasar-dasar
Hukum Agraria yang baru, yaitu :
a. Meniadakan asas Domein dan pengakuan hak ulayat.
b. Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat,
yaitu hak milik yang dapat dibebani hak tanggungan.
c. Mengadakan penyelidikan lebih dahulu di negara-negara tetangga sebelum
menentukan apakah orang-orang asing dapat pula mempunyai hak milik atas tanah.
d. Mengadakan penetapan luas minimum tanah agar petani kecil dapat hidup layak.
e. Mengadakan penetapan luas maksimum pemilik tanah dengan tidak memandang
macam tanahnya.
f. Menganjurkan penerima skema hak-hak atas tanah yang diusulkan Panitia Agraria
Yogya.
g. Mengadakan pendaftaran tanah hak milik dan tanah-tanah menumpang yang penting.
2) Panitia Agraria Jakarta
Panitia Agraria Yogya dibubarkan dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun
1951 tanggal 19 Maret 1951, sekaligus dibentuk Panitia Agraria Jakarta Yang
berkedudukan di Jakarta diketuai oleh Singgih Praptodihardjo, Wakil Kepala Bagian
Agraria Kementrian Dalam Negeri.
Panitia ini mengemukakan usulan mengenai tanah untuk pertanian rakyat
(kecil), yaitu :
1. Mengadakan batas minimum pemilik tanah, yaitu 2 hektar dengan mengadakan
peninjauan lebih lanjut sehubungan dengan berlakunya hukum adat dan hukum
waris.
2. Ditentukan pembatasan maksimum 25 hektar untuk satu keluarga.
3. Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk warga Negara
Indonesia. Tidak diadakan perbedaan antara warga Negara asli dan bukan asli.
Badan Hukum tidak diberi kesempatan untuk mengerjakan pertanian kecil.
4. Untuk pertanian kecil diterima bangunan-bangunan hukum: hak milik, hak usaha,
hak sewa dan hak pakai.
5. Hak ulayat disetujui untuk diatur oleh atau atas kuasa undang-undang sesuai dengan
pokok-pokok dasar Negara.
3) Panitia Soewahjo
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1956 tanggal 14 Januari 1956
dibentuklah Panitia Negara Urusan Agraria berkedudukan di Jakarta yang diketuai
Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria.
Panitia ini menghasilkan naskah Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria
pada tanggal 1 Januari 1957 yang berisi :
2. Asas domein diganti dengan hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan Pasal
38 ayat 3 UUDS 1950.
4. Hak-hak atas tanah: hak milik sebagai hak yang terkuat yang berfungsi sosial
kemudian ada hak usaha, hak bangunan dan hak pakai.
5. Hak milik hanya boleh dipunyai oleh orang-orang warga negara Indonesia
yang tidak diadakan perbedaan antara warga negara asli dan tidak asli.
6. Perlu diadakan penetapan batas maksimun dan minimum luas tanah yang
boleh menjadi milik seseorang atau badan hukum.
7. Tanah pertanian pada asasnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh
pemiliknya.
4) Rancangan Soenarjo
Setelah dilakukan beberapa perubahan mengenai sistematika dan perumusan
beberapa pasalnya, maka rancangan Panitia Soewahjo oleh Menteri Agraria Soenarjo
diajukan kepada Dewan Menteri pada tanggal 14 maret 1958. Dewan Menteri dalam
sidangnya tanggal 1 April 1958 dapat menyetujui rancangan Soenarjo dan diajukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui amanat presiden Soekarno tanggal
24 April 1958.
Dalam pembahasan Rancangan Soenarjo, DPR mengharap perlu untuk
mengumpulkan bahan-bahan yang lebih lengkap. Selanjutnya Panitia
Permusyawaratan DPR membentuk sebuah Panitia Ad Hoc dengan tugas :
5) Rancangan Sadjarwo
Berhubung dengan berlakunya kembali UUD 1945 maka Rancangan Soenarjo
yang masih memakai UUDS ditarik kembali dengan surat Pejabat Presiden tanggal 23
Mei 1960 No. 1532/HK/1960.
Setelah disesuaikan dengan UUD 1945 dan Manifesto Politik, dalam bentuk
yang lebih sempurna dan lengkap diajukan RUUPA yang baru oleh Menteri Agraria
Sadjarwo yang selanjutnya disebut “Rancangan Sadjarwo”. Rancangan
Sadjarwo tersebut disetujui oleh Kabinet Inti dalam sidangnya tgl. 22 Juli 1960 dan
oleh Kabinet Pleno tgl. 1 Agustus 1960. Dengan amanat Presiden tgl. 1 Agustus 1960
No. 2584/HK/1960.
Rancangan tersebut diajukan ke DPRGR. Pembahasan di DPR GR yang
diketuai oleh H. Zainul Arifin dalam sidang Pleno tgl. 12 September 1960 dan pada
tagl. 14 September telah mendapat persetujuan suara bulat dari DPRGR. Selanjutnya
pada tgl 24 September 1960 disahkan oleh Presiden Soekarno menjadi UUPA No. 5
Th. 1960 Selanjtunya UUPA tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Th.
1960 No.104 dan Penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2043.
2. Sebut dan jelaskan Periodisasi Kebijakan Agraria Kolonial pada : Masa VOC (1602 – 1799),
Masa HW Daendles ( 1800-1811), Masa RAFFLES (1811-1816), . Masa van den Bosch
(1830), Masa Agrarische wet Stb 1870 No. 55, dan . Masa Agrarische Besluiten !
Jawab:
A. Masa VOC (1602 – 1799)
Kebijakan pertanian yang menindas pada periode ini :
a) Contingenten, pajak hasil pertanian
b) Verplichte leveranten, keputusan VOC dan Raja pribumi ttg kewajiban
menyerahkan seluruh hasil panen dengan pembayaran yang sdh ditetapkan
secara sepihak.
c) Roerendiensten, kerja rodi bagi yang tidak punya tanah pertanian.
Kebijakan Raffles :
Kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Thomas stamford raffles adalah
Landrent atau pajak tanah yaitu sebagai berikut :
a) Kekuasaan tanah telah berpindah dari tanah milik raja ( daerah swapraja di Jawa)
kepada pemerintah Inggris
b) Akibat hukumnya adalah hak pemilikan atas tanah tersebut beralih kepada raja
Inggris
c) Tanah yang dikuasai bukan miliknya, melainkan milik raja Inggris
d) Rakyat wajib membayar pajak tanah kepada raja Inggris.
e) Landrent tidak langsung dibebankan kepada para petani pemilik tanah tetapi
ditugaskan kepada kepala desa. Para kepala desa diberi kekuasaan untuk
menetapkan jumlah sewa yang wajib dibayar oleh tiap petani
f) Kepala desa diberi kekuasaan penuh untuk mengadakan perubahan pada
pemilikantanah oleh para petani
g) Praktek landrent menjukirbalikkan hukum yang mengatur pemilikan tanah rakyat
sebagai akibat besarnya kekuasaan kepala desa.
4. Coba Sdr. Sebut dan Jelaskan Tipologi Kasus penguasaan dan kepemilikan tanah
Kehutanan dan sebutkan pula Sumber Kasus Pertanahan !
Jawab:
Tipologi Kasus penguasaan dan kepemilikan tanah Kehutanan
1) Penguasaan dan pemilikan tanah (konflik terkait kehutanan dan Aset BUMN/ BMN).
Terdapat 5 kondisi;
1. Aset itu bagus apabila tanda bukti ada, tanah dikuasai
2. Tanda bukti ada, tanah tidak dikuasai
3. Tanda bukti tidak ada, tanah dikuasai
4. Tidak ada bukti hak, tanah dikuasai (hanya inventarisasi)
5. Perdata kalah, pidana kalah, tinggal eksekusi. Padahal K/L itu wajib
mendaftarkan tanahnya
5) Tanah objek landform
7) Tanah Ulayat
5. Sebut dan Jelaskan Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUPA dan
sebutkan pula Hak menguasai negara maksudnya adalah memberikan kewenangan bagi
negara yang diatur pada (Pasal 2 ayat (2) UU No.5 Tahun 1960) !
Jawab:
Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUPA mengandung
beberapa prinsip keutamaan antara lain :
Hak menguasai dari negara ini maksudnya adalah memberikan kewenangan bagi
negara untuk (Pasal 2 ayat (2) UU No.5 Tahun 1960):
Berdasarkan hak mengusai dari negara inilah ditetapkan adanya macam-macam hak
atas permukaan bumi yaitu tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang
perorangan maupun kelompok dengan orang lain serta badan hukum. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria menyebutkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Fungsi soial
yang dimaksud adalah:
1. Untuk kepentingan negara.
2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan
dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan
kesejahteraan lainnya.
4. Untuk keperluan mengembangkan produksi pertanian, peternakan, dan perikanan serta
hal-hal yang berkenaan dengan hal tersebut.
5. Untuk keperluan mengembangkan industri, transmigrasi, dan pertambangan.