BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
rendah dan ruang jalan yang luas meningkatkan rata-rata panjang perjalanan dan
mengakinbatkan perjalanan mobil semakin banyak.
Mengubah struktur ruang kota dan tata letak fungsi-fungsi perkotaan, perencanaan
tata ruang dapat mengurangi perjalanan dan menunjang penggunaan angkutan umum yang
lebih tinggi. Pembangunan yang cukup padat dengan guna lahan multi-fungsi memungkinkan
lebih menggunakan moda perjalanan yang paling ramah lingkungan yaitu pejalan kaki dan
pesepeda. Studi banding lintas Negara telah menunjukkan hubungan yang erat antara
keadatan penduduk, penggunaan kendaraan bermotor dan konsumsi energi perkapita pada
sektor transportasi. Struktur ruang yang kurang baik dipengaruhi oleh rendahnya pengaturan
lalu lintas yang akan berdampak pada kualitas udara [ CITATION Pet11 \l 1033 ].
bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona asal ke
zona tujuan pada suatu daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu (Tamin, 2008)
B. Garis Keinginan (Desire Line)
Garis keinginan adalah garis lurus yang menghubungkan asal dan tujuan sebuah
pergerakan. Pola persebaran penduduk yang dinyatakan dengan garis keinginan dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1 Pola Pergerakan Penumpang dari Provinsi Bengkulu ke Pulau Jawa Tahun 2010
Sumber: Sulistyorini & Heriyanto (2010)
Angkutan pribadi =
Angkutan umum =
faktor utama yaitu dalam pemilihan rute. Semakin tinggi hambatan di suatu jalan maka
semakin sedikit lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut dan sebaliknya. Hambatan
perjalanan biasanya dinyatakan dalam ukuran kuantitatif seperti waktu perjalanan, jarak
perjalanan, kecepatan perjalanan serta biaya perjalanan. Keempat ukuran kuantitatif tersebut,
hambatan perjalanan dan waktu perjalanan yang merupakan ukuran yang sangat berpengaruh
karena waktu perjalanan dapat menjadi indikator dari variabel biaya perjalanan, kenyamanan
serta tingkat pelayanan (Warpani, 1990).
2.3 Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan atau
air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api dan jalan kabel (Undang-Undang
Nomor 38 tahun 2004) tentang Jalan meliputi badan jalan, trotoar, drainase dan seluruh
perlengkapan jalan yang terkait, seperti rambu lalu lintas, lampu penerangan, marka jalan,
median, dan lain-lain (PKJI, 2014).
Jalan merupakan prasarana lingkungan yang berupa suatu jaringan. Fungsi utama
jaringan jalan adalah untuk mempermudah pergerakan manusia dan kendaraan. Jaringan jalan
juga memiliki fungsi penting sebagai akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Jaringan jalan yang baik pada suatu kawasan permukiman harus memiliki pola hubungan
yang jelas antara jalan utama dengan jalan kolektor maupun jalan lokalnya. Dapat
disimpulkan bahwa jalan merupakan prasarana transportasi darat yang menghubungkan satu
tempat ke tempat lain untuk perkembangan daerah tersebut. Jalan yang baik juga dilengkapi
dengan fasilitas perlengkapan jalan. Pola hubungan antara jalan utama dengan jalan kolektor
serta jalan lokal harus jelas untuk mempermudah pergerakan manusia dan kendaraan.
2.3.1 Fungsi Jalan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan menyatakan bahwa fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan juga
sistem jaringan jalan sekunder.
A. Jaringan Jalan Primer
Jaringan jalan primer merupakan jaringan jalan yang menghubungkan secara terus-
menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal, dan pusat
kegiatan dibawahnya sampai persil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Sistem
jaringan primer dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan
primer.
1. Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer merupakan jalan yang menghubungkan secara terus menerus antar
pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional.(Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
2. Jalan Kolektor Primer
Jalan kolektor primer merupakan jalan yang menghubungkan secara terus menerus
antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
3. Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer merupakan jalan yang menghubungkan secara terus menerus antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
4. Jalan Lingkungan Primer
Jalan lingkungan primer merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan
di dalam kawasan pedesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan pedesaan.
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
B. Jaringan Jalan Sekunder
Jaringan jalan sekunder merupakan jalan yang disusun mengikuti peraturan tata ruang
kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi
sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan. Jaringan jalan sekunder dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal
sekunder, dan lingkungan sekunder (Pedoman Konstruksi Bangunan Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
1. Jalan Arteri Sekunder
Jalan arteri sekunder merupakan jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu,
atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
2. Jalan Kolektor Sekunder
Gambar 2.3 Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2 TT)
Sumber: PKJI (2014)
Kondisi geometrik dasar tipe jalan 2/2TT, yang digunakan untuk menentukan
kecepatan arus bebas dan kapasitas, didefinisiakan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kondisi geometrik dasar tipe jalan 2/2TT
Elemen Geometrik Ukuran
Lebar jalur lalu lintas efektif 7,00m
Lebar bahu efektif 1,50m pada masing-masing sisi. (Bahu yang
tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan
kendaraan bermotor)
Median Tidak ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50%
Tipe alinemen jalan Datar
c. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antar jalan masuk/akses
langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kavling
dengan luas harus di atas 1.000 m2 dengan pemanfaatan untuk perumahan.
d. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintas
dan karakteristiknya.
e. Jalan arteri primer mempunya 4 lajur lalu lintas atau lebih dan dilengkapi dengan
median.
2. Jalan Arteri Sekunder/JAS adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu,
atau kawasan sekunder kesatu dengan kawsan sekunder kedua. Karakteristik jalan
arteri sekunder adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan kendaraan yang melintasi minimal 30 km/jam.
b. Lebar jalan minimal 11 meter.
c. Kapasitas jalan lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata.
d. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalulintas lambat.
3. Jalan Kolektor Primer/JKP adalah terdiri atas JKP-1 (jalan kolektor primer satu), JKP-
2 (jalan kolektor primer dua), JKP-3 (jalan kolektor primer tiga), dan JKP-4 (jalan
kolektor primer empat). Karakteristik jalan kolektor primer adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan kendaraan yang melintas minimal 40 km/jam.
b. Lebar badan jalan minimal 9 meter.
c. Kapasitas jalan lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata.
d. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
4. Jalan Kolektor Sekunder/JKS adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder kedua, atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga. Karakteristik jalan kolektor sekunder adalah sebagai
berikut:
a. Kecepatan kendaraan yang melintas minimal 20 km/jam.
b. Lebar badan jalan minimal 9 meter.
c. Kapasitas jalan lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.
5. Jalan Lokal Primer/JLP adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan
pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan
strategis nasional, serta jalan tol. Jalan nasional dapat dilalui segala jenis kendaraan namum,
jumlah kendaraan yang lewat dibatasi. Contohnya masyarakat yang melalui jalan tol untuk
mencapai bandara.
B. Jalan Provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer. Jalan
provinsi merupakan jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan provinsi
rata-rata dilalui oleh pengendara roda empat yang bertujuan dari satu provinsi menuju
provinsi lain.
C. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada
jalan nasional dan jalan provinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal. jalan kabupaten juga dapat
menghubungkan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten,
dan jalan strategis kabupaten. Contohnya jalan di perbatasan kota A menuju kabupaten B.
D. Jalan Kota
Jalan kota merupakan sistem jaringan jalan sekunder. Jalan kota merupakan jalan
yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman
yang berada di dalam kota. Jalan kota rata-rata dilalui kendaraan beroda 2 dengan intesitas
tinggi.
E. Jalan Desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa. Jalan desa juga menghubungkan jalan lingkungan kesatu
dengan jalan lingkungan kedua. Intensitas kendaraan yang melalui jalan desa masih rendah
karena, masyarakat desa rata-rata masih berjalan kaki, mereka hanya menggunakan
kendaraan apabila ingin berpergian ke kota.
F. Jalan Khusus
Jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri (Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan). Jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi
barang dan jasa yang dibutuhkan. Penerapan jalan khusus diantaranya jalan di dalam kawasan
pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di kawasan
industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.
2.3.5 Kelas Jalan
Pengelompokan kelas jalan didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda
secaratepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik setiap moda, perkembangan
teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor, serta konstruksi
jalan yang sudah diatur dalam peraturan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009. Pengelompokan jalan menurut kelas jalan terdiri dari:
A. Jalan kelas I
Jalan Kelas I merupakan jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui oleh kendaraan
bermotor termasuk dengan ukuran lebar yang tidak melebihi 2,5 meter, ukuran panjang tidak
melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang
mana saat ini masih belum diterapkan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan
diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mecapai muatan sumbu terberat sebesar 13
ton.
B. Jalan kelas II
Jalan Kelas II merupakan jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton jalan
kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
C. Jalan kelas III A
Jalan Kelas III A merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar melebihi 2,5 meter, ukuran panjang tidak
melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
D. Jalan kelas III B
Jalan kelas III B merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 meter, ukuran panjang tidak
melebihi 12 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
E. Jalan kelas III C
Jalan Kelas III C merupakan jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,1 meter, ukuran
panjangnya tidak melebihi 9 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran
sebagai berikut:
1. Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter.
2. Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter.
3. Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter.
4. Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter.
5. Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter.
6. Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter.
7. Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter.
8. Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter.
9. Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu
1. Peta topografi berkontur yang menjadi peta dasar perencanaan jalan dengan skala
tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000).
Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih dari 5 (lima) meter.
2. Peta geologi yang memuat informasi daerah lanil dan daerah stabil.
3. Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.
4. Peta jaringan jalan yang ada.
B. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas,dan merupakan penampang
struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Bahan material dari
perkerasan jalan merupakan bagian yang diutamakan dalam pertimbangan analisis parameter
perancangan karena merupakan salah satu parameter dari konstruksi jalan. Material utama
dalam perkerasan lentur terdiri dari bahan aspal, paving, rabat beton, makadam, dan tanah.
1. Aspal
Aspal adalah suatu material yang berwarna coklat tua sampai hitam, padat atau semi-
padat yang terdiri dari bitumen-bitumen yang terdapat di alam atau diperoleh dari
residu minyak bumi. Komposisi utama dari aspal yaitu hidrokarbon dengan atom
c>40. Di alam, aspal dapat diperoleh secara alami maupun dari hasil pengolahaan
minyak bumi (American Society for Testing and Materials). Aspal banyak digunakan
sebagai perkerasan jalan karena jenis perkerasan ini memiliki nilai stabilitas dan
fleksibilitas yang baik. Aspal tidak larut dalam larutan asam encer dan alkali atau air,
tapi larut sebagian besar dalam ether, gasoline, dan chlofoform (Saodang,2005). Aspal
sebagai bahan pengikat dalam perkeasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal
akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan.
2. Paving
Paving dibuat dari tanah yang dicetak. Sutikno (2011), menyebutkan bahwa paving
merupakan jenis perkerasan yang sering dipakai oleh developer untuk lingkungan
perumahan atau terdapat di ruas jalan permukiman. Jenis perkerasan ini kurang cocok
untuk dilewati dalam kecepatan tinggi sehingga sering digunakan untuk jalan
lingkungan. Paving Block adalah bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen,
pasir dan air, sehingga karakteristiknya hampir mendekati dengan karakteristik
mortar. Mortar adalah bahan bangunan yang dibuat dari pencampuran antara pasir dan
agregat halus lainnya dengan bahan pengikat dan air yang didalam keadaan keras
mempunyai sifat-sifat seperti batuan (Smith, 1979).
3. Plester
Plester adalah perkerasan jalan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dan
biasanya terdapat pada jalan lingkungan yang tidak terlalu lebar. Umumnya
perkerasan jenis ini tidak mampu menahan beban kendaraan yang terlalu berat dan
mudah terkikis oleh air, sehingga hanya digunakan pada ruas jalan lingkungan
(Sutikno, 2011).
4. Rabat beton
Perkerasan beton semen merupakan perkerasan yang menggunakan semen sebagai
bahan ikat sehingga tingkat kelakuan yang relatif cukup tinggi khususnya bila
dibandingkan dengan pekerasan aspal.
5. Makadam
SNI 6751:2016 Tentang Spesifikasi Bahan Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
menyatakan bahwa makadam adalah lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan
aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin. Bagian perkerasan jalan umumnya
meliputi lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis
permukaan (surface course).
6. Tanah
Permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan,
yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian
perkerasan lainnya merupakan tanah dasar. Tanah umumnya dominan pada elemen
perkerasan tanah dasar dan elemen bahu jalan dan dapat digunakan pada elemen
pondasi bawah. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
dari sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan (Saodang, 2005).
2.3.8 Kapasitas Jalan
PKJI (2014) mendefinisikan bahwa kapasitas sebagai arus maksimum yang melewati
suatu titik pada jalan bebas hambatan yang dapat dipertahankan persatuan jam dalam kondisi
yang berlaku. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arusdua arah
(kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah
dankapasitas ditentukan per lajur. Nilai kapasitas telah diamati dengan pengumpulan data
lapangan sejauh memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas
segmen jalan sedikit (sebagaimana terlihat darikapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas
juga telah diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalulintas,dan secara teoritis dengan
mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan, kecepatandan arus. Kapasitas
dinyatakan dalam satuan kendaraan ringan (skr).
C = Co x FCLJ X FCPA X FCHS X FCUK........................................................................................(2-3)
Keterangan:
C = kapasitas skr/jam
C₀ = kapasitas dasar skr/jam
FCLJ = faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCPA = faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi
FCHS = faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu dan berkereb
FCUK = faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
CO ditetapkan secara empiris dari kondisi Segmen Jalan yang ideal, yaitu Jalan dengan
kondisi geometrik lurus, sepanjang 300 m, dengan lebar lajur rata-rata 2,75 m, memiliki
kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3 juta jiwa, dan Hambatan Samping sedang.
2.3.9 Level of Service (LOS)
US HCM (1994), menyebutkan bahwa tingkat pelayanan (LOS) yaitu ukuran
kualitatif yang mempersepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. Unsur-
unsur yang dapat menyatakan tingkat pelayanan suatu ruas jalan diantaranya adalah waktu
tempuh, biaya perjalanan, serta kenyamanan dan keamanan penumpang. Tingkat pelayanan
diperoleh dari perbandingan anatara volume lalu lintas dengan kapasitas jalan.
V
VCR=
C
.................................................................................................... (2-4)
Keterangan:
VCR : Volume kapasitas rasio (nilai tingkat pelayanan)
V : Volume lalu lintas (smp/jam)
C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) menyatakan bahwa tingkat pelayanan jalan
dapat dibagi menjadi 6, yaitu tingkat pelayanan A, B, C, D, E, F.
Tabel 2. 4 Level of Service
Tingkat
Kondisi
Pelayanan
A Arus bebas, volume rendah, dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat 0,00-0,19
Tingkat
Kondisi
Pelayanan
memilih kecepatan yang dikehendaki.
Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas, oleh lalu lintas, pengemudi 0,20-0,44
B
masih dapat bebas dalam memilih kecepatannya.
C Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol oleh lalu lintas. 0,45-0,74
Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume 0,75-0,84
D
mendekati kapasitas.
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume 0,84-1,00
E
mendekati kapasitas.
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, >1
F
sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama.
Sumber : PKJI (2014)
2.3.10 Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik atau garis
tertentu pada suatu penampang melintang jalan. Data pencacahan volume lalu lintas adalah
informasi yang diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen sampai pengoprasian
jalan (Sukirman, 1994). Menurut Sukirman (1994), volume lalu lintas menunjukan jumlah
kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit).
Sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar jalur, satuan volume lalu lintas yang umum
dipergunakan adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam perencanaan kapasitas. Jenis
kendaraan dalam perhitungan ini diklasifikasikan dalam 3 macam kendaraan yaitu:
1. Kendaraan Ringan (Light Vehicles = LV)
Indeks untuk kendaraan ebrmotor dengan 4 roda (mobil penumpang).
2. Kendaraan Berat (Heavy Vehicles = HV)
Indeks untuk kendaraan bermotor dengan roda lebih dari 4 (Bus, truk 2 gandar, truk 3
gandar dan kombinasi yang sesuai).
3. Sepeda Motor (Motor Cycle = MC)
Indeks untuk kendaraan dengan 2 roda.
Kendaraan tak bermotor (sepeda, becak, dan kereta dorong), parkir pada badan jalan dan
pejalan kaki anggap sebagai hambatan samping. Data jumlah kendaraan kemudian dihitung
dalam kendaraan/jam untuk setiap kendaraan, dengan faktor koreksi masing-masing
kendaraan yaitu:
Hasil faktor satuan mobil penumpang (P) akan dimasukkan dalam rumus volume lalu
lintas berikut (Sukirman dalam Castro, 2014):
Q = P x Qv
................................................................................(2-6)
Keterangan:
Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan untuk penentuan jumlah dan
lebar jalur adalah volume jam perencanaan dan lalu lintas harian rata-rata. Lalu lintas harian
rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari (Sukirman,1994). Data tersebut
dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR).
Dalam menghitung LHR harus tersedia data jumlah kendaraan yang terus menerus selama 1
tahun penuh. Mengingat akan biaya yang diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian
yang dicapai serta tak semua tempat di Indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama
1 tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat pula dipergunakan satuan Lalu Lintas Harian
Rata-Rata (LHR). LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama
pengamatan dengan lamanya pengamatan.
Jumlah lalu lintas selama pengamatan
LHR=
Lamanya pengamatan
............................................................................(2-7)
Data LHR ini cukup teliti jika pengamatan dilakukan pada interval-interval waktu
yang cukup menggambarkan fluktuasi lalu lintas selama 1 tahun dan hasil LHR yang
dipergunakan adalah harga rata-rata dari perhitungan LHR beberapa kali (Direktorat Jendral
Bina Marga, 1996).
2.3.11 Fasilitas Pelengkap Jalan
Fasilitas pelengkap adalah fasilitas-fasilitas yang merupakan pendukung
dari prasarana jalan antara lain jembatan, tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan,
saluran drainase, dan lainnya. Sedangkan fasilitas jalan adalah perlengkapan-perlengkapan
guna menambah kenyamanan bagi pengguna jalan, misalnya rambu-rambu lalu lintas,
pagar pengaman, marka jalan, trotoar, jembatan, zebra cross, dan lainnya.
A. Rambu-rambu
Rambu lalu lintas adalah bagian dari perlengkapan jalan yang memuat lambang,
huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan
peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan. Agar rambu dapat terlihat
baik siang maupun malam atau pada waktu hujan maka bahan terbuat dari material retro-
reflektif pada rambu konvensional.
Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya di jalan
atau tempat berbahaya pada jalan dan menginformasikantentang sifat bahaya. Kemungkinan
ada bahaya merupakan suatu kondisi atau keadaan yang membutuhkan suatu kewaspadaan
dari pengguna jalan. Keadaan yang membutuhkan suatu kewaspadaan dari pengguna jalan
antara lain (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu
Lintas):
1. Kondisi prasarana jalan.
2. Kondisi alam.
3. Kondisi cuaca.
4. Kondisi lingkungan.
5. Lokasi rawan kecelakaan.
Berikut merupakan jenis-jenis rambu lalu lintas.
1. Rambu peringatan
Rambu yang memperingatkan adanya kondisi berbahaya dan berpotensi bahaya agar
para pengemudi berhati-hati dalam menjalankan kendaraannya. Misalnya rambu yang
menunjukkan lintasan kereta api.
2. Rambu petunjuk
Rambu yang memberikan petunjuk atau keterangan kepada pengemudi atau pemakai
jalan lainnya, tentang arah yang harus ditempuh atau letak kota yang akan dituju
lengkap dengan nama dan arah letak itu berada.
3. Rambu Larangan
Rambu ini berguna untuk melarang penggunaan dan pergerakan lalu lintas tertentu.
Misalnya rambu larangan berhenti.
4. Rambu Perintah
Rambu ini untuk memerintahkan penggunaan dan pergerakan lalu lintas tertentu.
Misalnya rambu perintah bagi jenis kendaraan tertentu untuk melalui lajur dan/atu
jalur tertentu.
5. Rambu Sementara
Rambu yang digunakan untuk perambuan sementara di zona konstruksi.
maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Maka dari itu, salah satu tujuan utama dari
manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraa
bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan
pembangunan trotoar. Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh volume para pejalan
kaki yang berjalan dijalan, tingkat kecelakaan antara kendaraan dengan pejalan kaki dan
pengaduan/permintaan masyarakat.
harus dibuka secara manual, namun saat ini sudah banyak yang menggunakan pedal untuk
memudahkan membuka tutup tempat sampah. Tempat sampah dalam ruangan umumnya
dilapisi kantong untuk memudahkan pembuangan sehingga tidak perlu memindahkan tempat
sampah ketika sudah penuh, cukup dengan membawa kantong yang melapisi tempat sampah
lalu menggantinya dengan yang baru, hal ini memudahkan pembuangan sampah.
G. Jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu
rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau
lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct.
Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Jembatan-jembatan tetap.
2. Jembatan-jembatan dapat digerakkan.
K. Halte
Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat Nomor 271 Tahun 1996 tentang
Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum, halte
merupakan tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang bus yang dilengkapi
dengan bangunan. Halte harus memiliki fasilitas utama berupa identitas halte, rambu
petunjuk, papan informasi trayek, lampu penerangan, dan tempat duduk. Pada pusat kota
halte bus/angkot diletakkan dengan jarak 300-500 meter antar halte dan diletakkan pada titik
potensial kawasan.
jalan kabupaten/kota, dan jalan desa yang terintegrasi dengan mengutamakan hirarki jalan
yang lebih tinggi. Manajemen kapasitas menggunakan kapasitas dan ruas jalan seefektif
mungkin sehingga pergerkan lalu lintas berjalan lancar. Manajemen kapasitas melingkupi
jaringan jalan, kapasitas jalan, kawasan lalu lintas terpadu, sistem satu arah, simpang susun,
jalur berlawanan dan jalan pintas. Perhitungan kapasitas ruas jalan dibedakan untuk ruas jalan
yang memiliki pembatas median dan ruas jalan yang tidak memiliki pembatas. Untuk ruas
jalan berpembatas median, kapasitas dihitung terpisah untuk setiap arah, sedangkan untuk
ruas jalan tanpa pembatas median, perhitungan kapasitasnya dihitung untuk kedua arah.
Persamaan umum dalam menghitung kapasitas ruas jalan untk daerah perkotaan adalah
sebagai berikut.
C = Co x FCLJ X FCPA X FCHS X FCUK........................................................................................(2-8)
Keterangan:
C = kapasitas skr/jam
C₀ = kapasitas dasar skr/jam
FCLJ = faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCPA = faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi
FCHS = faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu dan berkereb
FCUK = faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Kapasitas dasar untuk jalan yang lebih dari 4 lajur dengan dapat diperkirakan dengan
menggunakan kapasitas per lajur pada standar kapasitas dasar (Tamin, 2000). Manajemen
kapasitas merupakan langkah pertama dalam manajemen lalu lintas yang dilakukan dengan
membuat penggunaan kapsitas dan ruas jalan seefektif mungkin, sehingga pergerakan lalu
lintas dapat bergerak lancar
2.4.2 Manajemen Prioritas
Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas
perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Manajemen dan rekayasa lalu lintas
dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam
rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan
jalan. Manajemen prioritas, adalah dengan memberikan prioritas bagi lalu lintas tertentu yang
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dari keselamatan. Manajemen ruas jalan ditujukan
untuk memenuhi beberapa hal sebagai berikut, tingkat kinerja /pelayanan yang tetap terjaga
tingkat keselamatan lalu lintas wawasan lingkungan (kadar polusi yang rendah) penyelesaian
masalah yang ekonomis.
1. Sistem Kegiatan
Rencana tataguna lahan yang baik misalnya, lokasi sekolah, kantor, perumahan dapat
mengurangi kebutuhan akan pergerakan perjalanan yang panjang sehingga membuat
interaksi menjadi lebih mudah.
2. Sistem Jaringan
Dilakukan dengan cara meningatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada:
pelebaran jalan, menambah jaringan jalan baru.
3. Sistem Pergerakan
Dilakukan dengan mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek),
fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangkan pendek dan menengah), atau
pembangunan jalan baru (jangka panjang).
Kebijakan atau pola sebaran geografis tata guna lahan (sistem kegiatan), kapasitas
dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume
dan pola lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan
transportasi akan mempunyai efek timbal balik terhadap lokasi tata guna lahan yang baru dan
perlunya peningkatan prasarana. Interaksi guna lahan dan transportasi mengakibatkan:
1. Perubahan/peningkatan guna lahan akan membangkitkan perjalanan.
2. Meningkatnya guna lahan akan meningkatkan tingkat permintaan.
3. Pergerakan yang akhirnya memerlukan penyediaan prasarana transportasi
4. Pengadaan prasarana transportasi akan meningkatkan daya hubung parsial.
5. Naiknya daya hubung akan meningkatkan harga/nilai lahan.
Sebelum menghitung total interaksi antaraguna lahan dan jaringan jalan perlu
mengetahui pengaruh antara model bangkitan/tarikan pergerakan dalam suatu kawasan
dengan perubah tata guna lahan pengaruh antara model kapasitas jaringan jalan dalam suatu
kawasan dengan perubah tata guna lahan, dan pengaruh antara model bangkitan/tarikan
dengan model kapasitas jaringan jalan yang ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:
1. Total volume kendaraan pengaruh dari tarikan/bangkitan guna lahan (vinternal dalam
gambar diterangkan dengan blok berwarna dengan anak panah berlawanan).
∑Yi = Y1 + Y2 + Y3 + Y4 + …….Yn (volume pergerakan kendaraan per hari)
Agar terjadi kesamaan satuan ukuran harus menyesuaikan dengan jumlah volume
pergerakan kendaraan melalui rasio yang diperoleh dari pengukuran di lapangan pada
jam 06.00-22.00
∑Vi = e1Y1 + e2Y2 + e2Y3 + e4Y4 + ……. EnYn (volume pergerakan kendaraan/jam yang
ada di koridor jalan utama)
e1 = V1/ Y1 = rasio jumlah volume pergerakan kendaraan keluar/masuk dari guna lahan
pada saat jam tertentu dibandingkan dengan jumlah keseluruhan volume pergerakan
kendaraan/hari.
2. Total volume pergerakan kendaraan eksternal (veksternal/veks, diterangkan dalam
gambar dengan anak panah berlawanan untuk arus menerus dari jalan utama dan untuk
arus kendaraan dari jalan lingkungan/gang-gang):
∑Veks = volume kendaraan eksternal/jam yang ada di jalan utama
∑Veks = Veks 1 + Veks 2 + ……..+ Veks 5 + Veks 6
∑ Veks 1 = volume pergerakan kendaraan/jam yang keluar masuk dari jalan-jalan
lingkungan/gang 1
∑ Veks 2 = volume pergerakan kendaraan/jam yang keluar masuk dari jalan-jalan
lingkungan/gang 2
∑ Veks 5 = volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus pada jalan utama
∑ Veks 6 = volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus pada jalan utama
Berdasarkan kerangka perhitungan untuk menghitung volume internal dan eksternal
tersebut, didapatkan perhitungan untuk mengetahui model interaksi antara tata guna
lahan dalam penelitian ini khususnya perdagangan dan jasa terhadap jaringan jalan
(Waloejo, 2013) adalah sebagai berikut :
Vtotal = ∑ Vinternal + ∑ Veksternal
Dimana:
Vtotal = total volume kendaraan/jam yang ada dalam suatu koridor