Anda di halaman 1dari 34

PERENCANAAN TRANPORTASI

WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA


PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transportasi dan Struktur Ruang


Transportasi dan struktur ruang merupakan dua hal penting dalam melakukan
perencanaan transportasi. Transportasi merupakan bagian dari struktur ruang. Berikut
merupakan pemaparan mengenai transportasi dan struktur ruang
2.1.1 Pengertian Transportasi
Para ahli mempunyai pandangan yang beragam terhadap arti transportasi. Kata
transportasi berasal dari bahasa latin yaitu transportare yang mana trans berarti mengangkat
atau membawa. Jadi transportasi adalah membawa sesuatu dari satu tempat ke tempat yang
lain. Abbas (2000) menyebutkan bahwa transportasi adalah kegiatan pemindahan barang
(muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
Transportasi ada dua unsur yang terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement)
dan secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke tempat lain.
Transportasi merupakan pemindahan manusia atau barang dengan menggunakan wahana
yang digerakkan oleh manusia atau mesin [ CITATION And15 \l 1033 ]. Transportasi digunakan
untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Jadi, pengertian
tranportasi berarti sebuah proses, yakni proses pemindahan, proses pergerakan, proses
mengangkut, dan mengalihkan. Proses ini tidak bisa dilepaskan dari keperluan akan alat
pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang
diinginkan.
2.1.2 Sistem Jaringan Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, menyebutkan bahwa
sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan
jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan
memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan
kawasan perdesaan.
Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat pusat kegiatan sebagai
berikut:

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-1


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

1. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah,


pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan.
2. Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer,
fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya
sampai ke persil.
2.1.3 Tata Guna Lahan
Tata guna lahan adalah wujud dalam ruang di alam tentang bagaimana penggunaan
lahan tertata, baik secara alami maupun direncanakan [ CITATION Baj12 \l 1033 ]. Tata guna
lahan (land use) juga berarti suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu
kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi
tertentu,misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata guna lahan
merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi,
kapasitas dan jadwalpembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah,
pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya.
2.1.4 Struktur Ruang
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota mengatakan bahwa struktur ruang yaitu
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki
hubungan fungsional.
Struktur ruang merupakan pusat kegiatan di wilayah kabupaten/kota yang berperan
sebagai simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi dana atau administrasi masyarakat di
wilayah Kabupaten (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 tahun 2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota) yang terdiri dari:
1. PKN berlokasi di kabupaten atau kota.
2. PKW berlokasi di kabupaten atau kota.
3. PKL berlokasi di kabupaten atau kota.
4. PKSN berlokasi di kabupaten atau kota.
5. Pusat-pusat lain berlokasi di kabupaten atau kota yang meliputi pusat pelayanan
kawasan yang melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa dan pusat

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-2


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

pelayanan lingkungan yang melayanikegiatan skala antar desa. Sedangkan jaringan


prasarana dalam struktur ruang dapat berupa:
a. Jaringan jalan dan jaringan kereta api sesuai dengan yang termuat dalam RTRW
kabupaten.
b. Jaringan jalan sistem sekunder di kawasan perkotaan meliputi jalan arteri
sekunder, kolektor sekunder, dan lokal sekunder.
c. Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder.
d. Jalur pejalan kaki.
e. Jalur sepeda (jika ada).
f. Jaringan jalan lainnya yang meliputi:
1) Jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal orang/penumpang
sesuai ketentuan yang berlaku (terminal tipe A, terminal tipe B, terminal tipe
C, dan/atau pangkalan angkutan umum).
2) Jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan keluarnya terminal
barang/orang hingga pangkalan angkutan umum dan halte).
3) Jalan masuk dan keluar parkir.
2.1.5 Keterkaitan Sistem Transportasi dengan Tata Ruang
Transportasi dan tata guna lahan mempunyai hubungan keterkaitan yang sangat erat.
Tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan akan transportasinya harus
terpenuhi dengan baik, sistem transportasi yang mempunyai pemasalahan seperti kemacetan
tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Berikut beberapa hubungan yang
terdapat pada sistem transportasi dan sistem tata guna lahan [ CITATION Set01 \l 1033 ] adalah:
1. Perubahan peningkatan guna lahan akan membangkitkan perjalanan.
2. Meningkatnya bangkitan akan menaikkan tingkat permintaan pergerakan yang
akhirnya memerlukan penyediaan prasarana transportasi.
3. Pengadaan prasarana akan meningkatkan daya hubung parsial.
4. Naiknya daya hubung akan meningkatan harga/nilai lahan.
5. Penentuan pemilihan lokasi yang akhirnya menghasilkan perubahan dalam sistem
guna lahan.
Petersen (2011) menjelaskan hubungan antara tata guna lahan, transportasi, sekaligus
lingkungan, rata-rata perjalanan dipengaruhi oleh tata letak terkait distribusi sapasial seperti
perumahan, pusat pekerjaan, pusat belanja, rekreasi dan aktifitas lainnya. Kepadatan
penduduk yang tinggi, dengan kombinasi guna lahan untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi,
menjaga jarak antara asal-tujuan yang rendah. Sebaliknya, pola pembangunan kepadatan

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-3


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

rendah dan ruang jalan yang luas meningkatkan rata-rata panjang perjalanan dan
mengakinbatkan perjalanan mobil semakin banyak.
Mengubah struktur ruang kota dan tata letak fungsi-fungsi perkotaan, perencanaan
tata ruang dapat mengurangi perjalanan dan menunjang penggunaan angkutan umum yang
lebih tinggi. Pembangunan yang cukup padat dengan guna lahan multi-fungsi memungkinkan
lebih menggunakan moda perjalanan yang paling ramah lingkungan yaitu pejalan kaki dan
pesepeda. Studi banding lintas Negara telah menunjukkan hubungan yang erat antara
keadatan penduduk, penggunaan kendaraan bermotor dan konsumsi energi perkapita pada
sektor transportasi. Struktur ruang yang kurang baik dipengaruhi oleh rendahnya pengaturan
lalu lintas yang akan berdampak pada kualitas udara [ CITATION Pet11 \l 1033 ].

2.2 Pemodelan Transportasi dengan Penerapan Four Step Model


Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang hingga
saat ini dan yang paling populer adalah model perencanaan transportrasi Empat Tahap (Four
Step Model). Konsep perencanaan tersebut, yaitu model bangkitan pergerakan (Trip
Generation Models), model sebaran pergerakan (Trip Distribution Models), model pemilihan
moda (Mode Choice models), dan model pemilihan rute (Trip Assignment Models).
2.2.1 Sebaran Pergerakan
Pola sebaran arus lalu lintas antara zona asal I ke zona tujuan merupakan hasil dari
dua hal yang terjadi secara bersamaan yaitu lokasi dan identitas tata guna lahan yang akan
menghasilkan arus lalu lintas dan pemisahan ruang. Interaksi antara dua tata guna lahan akan
menghasilkan pergerakan manusia dan barang. Model sebaran pergerakan bertujuan untuk
memperkirakan besarnya pergerakan dari setiap zona asal I ke setiap zona tujuan, yang
dipengaruhi oleh besarnya bangkitan setiap zona asal dan tarikan setiap zona tujuan serta
tingkat aksesibilitas sistem jaringan antar zona yang biasanya dinyatakan dengan jarak,
waktu, atau biaya (biaya gabungan). Rumus-rumus umum matematik dari model sebaran
pergerakan terdiri dari berbagai model faktor pertumbuhan seperti gravity model serta
beberapa Opportunities Model. Sebaran pergerakan dapat dipresentasikan dalam bentuk
Matriks Asal Tujuan (MAT) dan garis keinginan (desire line).
A. Matriks Asal Tujuan
Matriks Asal Tujuan (MAT) adalah matriks berdimensi dua yang paling sering
dipergunakan untuk menggambarkan pola pergerakan yang memuat informasi jumlah
pergerakan antarzona. Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dinyatakan dalam

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-4


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona asal ke
zona tujuan pada suatu daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu (Tamin, 2008)
B. Garis Keinginan (Desire Line)
Garis keinginan adalah garis lurus yang menghubungkan asal dan tujuan sebuah
pergerakan. Pola persebaran penduduk yang dinyatakan dengan garis keinginan dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1 Pola Pergerakan Penumpang dari Provinsi Bengkulu ke Pulau Jawa Tahun 2010
Sumber: Sulistyorini & Heriyanto (2010)

2.2.2 Pemilihan Moda


Pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk
menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah orang dan barang yang akan
menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu
titik asal-tujuan tertentu. Pemilihan moda merupakan model terpenting dalam perencanaan
transportasi karena merupakan peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan
transportasi. Berikut ilustrasi pemilihan moda (Tamin, 1997) diantaranya yaitu:

Angkutan pribadi =
Angkutan umum =

Gambar 2.2 Ilustrasi Pemilihan Moda


Sumber: Wells (1975)
Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda menurut Tamin (1997) terdiri dari tiga
pengelompokan yaitu
1. Ciri pengguna jalan, terdiri dari:
a. Ketersediaan atau kepemilikan kendaraan pribadi
b. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-5


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

c. Struktur rumah tangga


d. Pendapatan
e. Faktor lain, seperti keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan
keperluan mengantar anak ke sekolah
2. Ciri Pergerakan, terdiri dari:
a. Tujuan pergerakan
b. Waktu terjadinya pergerakan
c. Jarak Perjalanan
3. Ciri fasilitas moda transportasi, terdiri dari:
a. Waktu perjalanan
b. Biaya Transportasi
c. Ketersediaan ruang dan tarif parkir
d. Kenyamanan
e. Keamanan
4. Ciri zona atau kota, terdiri dari:
a. Jarak ke pusat kota
b. Kepadatan penduduk
2.2.3 Pemilihan Rute
Pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih
berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut. Arus lalu
lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu jaringan dapat diperkirakan sebagai hasil proses
pengkombinasian informasi MAT, deskripsi sistem jaringan, dan pemodelan pemilihan rute.
Model pemilihan rute bertujuan untuk mengetahui proses pemilihan rute perjalanan dari
setiap pergerakan yang terjadi dalam proses pencapaian zona tujuannya. Terdapat beberapa
metode dalam pemilihan rute perjalanan yaitu All or Nothing Assignment, Stochastic Traffic
Assignment, Incremental Assignment, User Equilibrium Assignment, Capacity Restraint
Assignment. Manusia selalu mengutamakan dalam pemilihan rute dengan usaha sekecil
mungkin. Empat faktor yang mempengaruhi pemilihan rute (Warpani, 1990):
1. Waktu perjalanan
2. Biaya perjalanan
3. Kenyamanan
4. Tingkat pelayanan
Rute terbaik bagi pengguna jalan dapat diartikan sebagai rute tercepat dan termurah.
Hutchinson (1974) menyatakan bahwa terdapat beberapa hambatan perjalanan, salah satu

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-6


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

faktor utama yaitu dalam pemilihan rute. Semakin tinggi hambatan di suatu jalan maka
semakin sedikit lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut dan sebaliknya. Hambatan
perjalanan biasanya dinyatakan dalam ukuran kuantitatif seperti waktu perjalanan, jarak
perjalanan, kecepatan perjalanan serta biaya perjalanan. Keempat ukuran kuantitatif tersebut,
hambatan perjalanan dan waktu perjalanan yang merupakan ukuran yang sangat berpengaruh
karena waktu perjalanan dapat menjadi indikator dari variabel biaya perjalanan, kenyamanan
serta tingkat pelayanan (Warpani, 1990).

2.3 Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan atau
air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api dan jalan kabel (Undang-Undang
Nomor 38 tahun 2004) tentang Jalan meliputi badan jalan, trotoar, drainase dan seluruh
perlengkapan jalan yang terkait, seperti rambu lalu lintas, lampu penerangan, marka jalan,
median, dan lain-lain (PKJI, 2014).
Jalan merupakan prasarana lingkungan yang berupa suatu jaringan. Fungsi utama
jaringan jalan adalah untuk mempermudah pergerakan manusia dan kendaraan. Jaringan jalan
juga memiliki fungsi penting sebagai akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Jaringan jalan yang baik pada suatu kawasan permukiman harus memiliki pola hubungan
yang jelas antara jalan utama dengan jalan kolektor maupun jalan lokalnya. Dapat
disimpulkan bahwa jalan merupakan prasarana transportasi darat yang menghubungkan satu
tempat ke tempat lain untuk perkembangan daerah tersebut. Jalan yang baik juga dilengkapi
dengan fasilitas perlengkapan jalan. Pola hubungan antara jalan utama dengan jalan kolektor
serta jalan lokal harus jelas untuk mempermudah pergerakan manusia dan kendaraan.
2.3.1 Fungsi Jalan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan menyatakan bahwa fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan juga
sistem jaringan jalan sekunder.
A. Jaringan Jalan Primer
Jaringan jalan primer merupakan jaringan jalan yang menghubungkan secara terus-
menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal, dan pusat
kegiatan dibawahnya sampai persil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Sistem

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-7


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

jaringan primer dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan
primer.
1. Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer merupakan jalan yang menghubungkan secara terus menerus antar
pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional.(Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
2. Jalan Kolektor Primer
Jalan kolektor primer merupakan jalan yang menghubungkan secara terus menerus
antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
3. Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer merupakan jalan yang menghubungkan secara terus menerus antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
4. Jalan Lingkungan Primer
Jalan lingkungan primer merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan
di dalam kawasan pedesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan pedesaan.
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
B. Jaringan Jalan Sekunder
Jaringan jalan sekunder merupakan jalan yang disusun mengikuti peraturan tata ruang
kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi
sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan. Jaringan jalan sekunder dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal
sekunder, dan lingkungan sekunder (Pedoman Konstruksi Bangunan Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
1. Jalan Arteri Sekunder
Jalan arteri sekunder merupakan jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu,
atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
2. Jalan Kolektor Sekunder

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-8


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

Jalan kolektor sekunder merupakan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder


kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2006 tentang Jalan).
3. Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder merupakan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder
ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan).
4. Jalan Lingkungan Sekunder
Jalan lingkungan sekunder merupakan jalan yang menghubungkan antarpersil dalam
kawasan perkotaan. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan).
2.3.2 Tipe Jalan
PKJI (2014) menyebutkan bahwa tipe jalan akan menunjukkan kinerja yang berbeda
pada pembebanan lalu lintas tertentu, tipe jalan ditunjukkan dengan potongan melintang jalan
yang ditunjukkan oleh jumlah jalur dan lajur pada setiap segmen jalan. Tipe jalan untuk
perkotaan yang dijelaskan dalam PKJI tahun 2014 dibagi menjadi 4 bagian, antara lain:
A. Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2 TT)
Jalan dibagi menjadi dua jalur (dua arah, kanan dan kiri) dan hanya terdapat dua lajur
tanpa ada sekat pembatas di tengahnya. Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan
lebar jalur sampai dengan 11 meter.

Gambar 2.3 Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2 TT)
Sumber: PKJI (2014)
Kondisi geometrik dasar tipe jalan 2/2TT, yang digunakan untuk menentukan
kecepatan arus bebas dan kapasitas, didefinisiakan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kondisi geometrik dasar tipe jalan 2/2TT
Elemen Geometrik Ukuran
Lebar jalur lalu lintas efektif 7,00m
Lebar bahu efektif 1,50m pada masing-masing sisi. (Bahu yang
tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan
kendaraan bermotor)
Median Tidak ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50%
Tipe alinemen jalan Datar

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-9


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

Elemen Geometrik Ukuran


Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan
Kelas hambatan samping Rendah
Kelas fungsi jalan Jalan arteri
Kelas jarak pandang A
Sumber: PKJI (2014)

B. Jalan Empat Lajur Dua Arah Tak Terbagi (4/2TT)


Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur untuk
empat lajur dan lebar total jalur lalu lintas tak terbagi antara 12 sampai dengan 15 meter.

Gambar 2.4 Jalan Empat Jalur Dua Arah Tak Terbagi


Sumber: PKJI (2014)

Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2TT didefinisikan sebagai berikut:


. Tabel 2.2 Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2TT
Elemen Geometrik Ukuran
Lebar jalur lalu lintas efektif 14,00m
Lebar bahu efektif 1,50m pada masing-masing sisi. (Bahu tidak
diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan
bermotor)
Median Tidak ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50%
Tipe alinemen jalan Datar
Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan
Kelas hambatan samping Rendah
Kelas fungsi jalan Jalan arteri
Kelas jarak pandang A
Sumber: PKJI (2014)

C. Jalan Empat Lajur Dua Arah Terbagi (4/2T)


Jalan dibagi menjadi 2 jalur (dua arah, kanan dan kiri) dan terdapat dua lajur di
masing-masing jalur, total lajur ada 4 serta terdapat sekat pembatas di tengahnya. Tipe jalan
ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu lintas yang dipisahkan oleh median.
Setiap jalur lalu lintas mempunyai dua lajur bermarka dengan lebar antara 3,00-3,75 m.

Gambar 2.5 Jalan Empat Jalur Dua Arah Terbagi


Sumber: PKJI (2014)
Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2TT didefinisikan sebagai berikut

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-10


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

Tabel 2.3 Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2TT


Elemen Geometrik Ukuran
Lebar jalur lalu lintas efektif 2 x 7,00 m
Lebar bahu efektif 2,00 m diukur sebagai lebar bahu dalam + bahu
luar untuk setiap jalur lalu lintas (Bahu tidak
diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan
bermotor)
Median Ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50%
Tipe alinemen jalan Datar
Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan
Kelas hambatan samping Rendah
Kelas fungsi jalan Jalan arteri
Kelas jarak pandang A
Sumber: PKJI (2014)

D. Jalan Enam Lajur Dua Jalur Tak Terbagi (6/2 T)


Jalan dibagi menjadi dua jalur (dua arah, kanan dan kiri) dan terdapat tiga lajur di
masing-masing jalur, total lajur ada 6 serta terdapat sekat pembatas di tengahnya. Tipe jalan
ini meliputi semua jalan dua-arah dengan lebar jalur lalu-lintas lebih dari 18 meter dan
kurang dari 24 meter. Kondisi dasar tipe jalan ini ditentukan dengan ciri-ciri seperti lebar
lajur 3,5 m, kereb (tanpa bahu), jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada trotoar >2
m, pemisahan arah lalu-lintas 50–50, hambatan samping rendah dan tipe alinyemen datar.

Gambar 2.6 Jalan Enam Lajur Dua Arah Terbagi


Sumber: PKJI (2014)
2.3.3 Hierarki Jalan
Hierarki Jalan dibagi menjadi jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, jalan kolektor
primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal primer, jalan lokal sekunder, jalan lingkungan
primer, dan jalan lingkungan sekunder (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
03/PRT/M pasal 1 tentang Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan Tahun 2012)
1. Jalan Arteri Primer/JAP adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
antar-pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah. Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan paling rendah bagi kendaraan yang melintas adalah 60 km/h.
b. Lebar daerah manfaat jalan minimal 11 meter.

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-11


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

c. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antar jalan masuk/akses
langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kavling
dengan luas harus di atas 1.000 m2 dengan pemanfaatan untuk perumahan.
d. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintas
dan karakteristiknya.
e. Jalan arteri primer mempunya 4 lajur lalu lintas atau lebih dan dilengkapi dengan
median.
2. Jalan Arteri Sekunder/JAS adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu,
atau kawasan sekunder kesatu dengan kawsan sekunder kedua. Karakteristik jalan
arteri sekunder adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan kendaraan yang melintasi minimal 30 km/jam.
b. Lebar jalan minimal 11 meter.
c. Kapasitas jalan lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata.
d. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalulintas lambat.
3. Jalan Kolektor Primer/JKP adalah terdiri atas JKP-1 (jalan kolektor primer satu), JKP-
2 (jalan kolektor primer dua), JKP-3 (jalan kolektor primer tiga), dan JKP-4 (jalan
kolektor primer empat). Karakteristik jalan kolektor primer adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan kendaraan yang melintas minimal 40 km/jam.
b. Lebar badan jalan minimal 9 meter.
c. Kapasitas jalan lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata.
d. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
4. Jalan Kolektor Sekunder/JKS adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder kedua, atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga. Karakteristik jalan kolektor sekunder adalah sebagai
berikut:
a. Kecepatan kendaraan yang melintas minimal 20 km/jam.
b. Lebar badan jalan minimal 9 meter.
c. Kapasitas jalan lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.
5. Jalan Lokal Primer/JLP adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan
pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-12


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Karakteristik jalan


lokal primer adalah:
a. Jalan primer direncaanakan untuk kendaraan dengan kecepatan minimal
20km/jam.
b. Lebar badan jalan minimal 7,5 meter.
c. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh terputus.
6. Jalan Lokal Sekunder/JLS adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Karakteristik jalan lokal
sekunder adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan kecepatan kendaraan yang melintas adalah minimal 10 km/jam.
b. Lebar jalan minimal 7,5 meter.
7. Jalan Lingkungan Primer yang/JLing-P adalah jalan yang menghubungkan antarpusat
kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan. Karakteristik jalan lingkungan primer adalah sebagai berikut:
a. Jalan di desain dengan kecepatan kendaraan minimal 15 km/jam.
b. Lebar badan jalan minimal 6,5 meter.
c. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda
tiga atau lebih harus mempuyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
8. Jalan Lingkungan Sekunder/JLing-S adalah jalan yang menghubungkan antarpersil
dalam kawasan perkotaan. Karakteristik jalan lingkungan sekunder adalah sebagai
berikut:
a. Jalan direncanakan dengan kecepatan kendaraan yang melintas minimal 10
km/jam.
b. Lebar jalan minimal 6,5 meter.
c. Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan minimal 3,5 meter.
2.3.4 Status Jalan
Pembagian status jalan menurut Undang-Undang No 38 Tahun 2004 terbagi menjadi
jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan desa, dan jalan khusus:
A. Jalan Nasional
Jalan nasional terbagi menjadi dua jenis, yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer. Jalan nasional menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-13


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

strategis nasional, serta jalan tol. Jalan nasional dapat dilalui segala jenis kendaraan namum,
jumlah kendaraan yang lewat dibatasi. Contohnya masyarakat yang melalui jalan tol untuk
mencapai bandara.
B. Jalan Provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer. Jalan
provinsi merupakan jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan provinsi
rata-rata dilalui oleh pengendara roda empat yang bertujuan dari satu provinsi menuju
provinsi lain.
C. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada
jalan nasional dan jalan provinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal. jalan kabupaten juga dapat
menghubungkan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten,
dan jalan strategis kabupaten. Contohnya jalan di perbatasan kota A menuju kabupaten B.
D. Jalan Kota
Jalan kota merupakan sistem jaringan jalan sekunder. Jalan kota merupakan jalan
yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman
yang berada di dalam kota. Jalan kota rata-rata dilalui kendaraan beroda 2 dengan intesitas
tinggi.
E. Jalan Desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa. Jalan desa juga menghubungkan jalan lingkungan kesatu
dengan jalan lingkungan kedua. Intensitas kendaraan yang melalui jalan desa masih rendah
karena, masyarakat desa rata-rata masih berjalan kaki, mereka hanya menggunakan
kendaraan apabila ingin berpergian ke kota.
F. Jalan Khusus
Jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri (Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan). Jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi
barang dan jasa yang dibutuhkan. Penerapan jalan khusus diantaranya jalan di dalam kawasan

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-14


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di kawasan
industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.
2.3.5 Kelas Jalan
Pengelompokan kelas jalan didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda
secaratepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik setiap moda, perkembangan
teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor, serta konstruksi
jalan yang sudah diatur dalam peraturan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009. Pengelompokan jalan menurut kelas jalan terdiri dari:
A. Jalan kelas I
Jalan Kelas I merupakan jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui oleh kendaraan
bermotor termasuk dengan ukuran lebar yang tidak melebihi 2,5 meter, ukuran panjang tidak
melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang
mana saat ini masih belum diterapkan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan
diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mecapai muatan sumbu terberat sebesar 13
ton.
B. Jalan kelas II
Jalan Kelas II merupakan jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton jalan
kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
C. Jalan kelas III A
Jalan Kelas III A merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar melebihi 2,5 meter, ukuran panjang tidak
melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
D. Jalan kelas III B
Jalan kelas III B merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 meter, ukuran panjang tidak
melebihi 12 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
E. Jalan kelas III C
Jalan Kelas III C merupakan jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,1 meter, ukuran
panjangnya tidak melebihi 9 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-15


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

F. Jalan Kelas Khusus


Jalan Kelas Khusus merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar melebihi 2,5 meter, ukuran panjang melebihi 18 meter,
ukuran palimg tinggi 4,2 meter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
2.3.6 Dimensi Jalan
Dimensi jalan adalah bagian ruang sepanjang jalan yang yang digolongkan
berdasarkan pemanfaatannya (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan),
Ruang atau dimensi jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang
pengawasan jalan, berikut uraiannya:
A. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)
Ruang manfaat jalan adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan
kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan digunakan untuk badan
jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ruang tersebut diperuntukkan bagi
median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng,
ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, pelengkap jalan dan bangunan
pelengkap lainnya.
B. Ruang Milik Jalan (Rumija)
Ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan selajur tanah tertentu di luar
manfaat jalan yang diperuntukan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur
lalu lintas dimasa ydatang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh
lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. Rumija ini diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan
(rumaja) dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari serta
kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006
tentang Jalan, menyebutkan bahwa ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai
berikut:
1. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter.
2. Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter.
3. Jalan sedang 15 (lima belas) meter.
4. Jalan kecil 11 (sebelas) meter.
C. Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)
Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang
penggunaannya diawasi oleh penyeleggara jalan agar tidak mengganggu pandangan bebas
pengemudi, kontruksi jalan, dan fungsi jalan. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas,

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-16


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran
sebagai berikut:
1. Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter.
2. Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter.
3. Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter.
4. Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter.
5. Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter.
6. Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter.
7. Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter.
8. Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter.
9. Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu

Gambar 2.7 Dimensi Jalan


Sumber: PKJI (2014)
2.3.7 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan
A. Perencanaan Geometrik
Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan dimana bentuk dan
ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta bagian-bagiannya disesuaikan
dengan kebutuhan serta sifat lalu lintas yanga ada. Tujuan perencanaan geometrik ini
diharapkan dapat diciptakan keseragaman atau hubungan yang harmonis antara waktu dan
ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan
efisiensi, keamanan, kelancaran dan kenyamanan pemakai jalan yang optimal dalam batas-
batas ekonomi yang layak (Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Nomor 13 Tahun
1970 tentang Perencanaan Geometrik Jalan Raya). Data dasar perencanaan geometrik yang
perlu di disiapkan oleh suatu perencanaan adalah:

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-17


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

1. Peta topografi berkontur yang menjadi peta dasar perencanaan jalan dengan skala
tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000).
Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih dari 5 (lima) meter.
2. Peta geologi yang memuat informasi daerah lanil dan daerah stabil.
3. Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.
4. Peta jaringan jalan yang ada.
B. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas,dan merupakan penampang
struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan. Bahan material dari
perkerasan jalan merupakan bagian yang diutamakan dalam pertimbangan analisis parameter
perancangan karena merupakan salah satu parameter dari konstruksi jalan. Material utama
dalam perkerasan lentur terdiri dari bahan aspal, paving, rabat beton, makadam, dan tanah.
1. Aspal
Aspal adalah suatu material yang berwarna coklat tua sampai hitam, padat atau semi-
padat yang terdiri dari bitumen-bitumen yang terdapat di alam atau diperoleh dari
residu minyak bumi. Komposisi utama dari aspal yaitu hidrokarbon dengan atom
c>40. Di alam, aspal dapat diperoleh secara alami maupun dari hasil pengolahaan
minyak bumi (American Society for Testing and Materials). Aspal banyak digunakan
sebagai perkerasan jalan karena jenis perkerasan ini memiliki nilai stabilitas dan
fleksibilitas yang baik. Aspal tidak larut dalam larutan asam encer dan alkali atau air,
tapi larut sebagian besar dalam ether, gasoline, dan chlofoform (Saodang,2005). Aspal
sebagai bahan pengikat dalam perkeasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal
akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan.
2. Paving
Paving dibuat dari tanah yang dicetak. Sutikno (2011), menyebutkan bahwa paving
merupakan jenis perkerasan yang sering dipakai oleh developer untuk lingkungan
perumahan atau terdapat di ruas jalan permukiman. Jenis perkerasan ini kurang cocok
untuk dilewati dalam kecepatan tinggi sehingga sering digunakan untuk jalan
lingkungan. Paving Block adalah bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen,
pasir dan air, sehingga karakteristiknya hampir mendekati dengan karakteristik
mortar. Mortar adalah bahan bangunan yang dibuat dari pencampuran antara pasir dan
agregat halus lainnya dengan bahan pengikat dan air yang didalam keadaan keras
mempunyai sifat-sifat seperti batuan (Smith, 1979).
3. Plester

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-18


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

Plester adalah perkerasan jalan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dan
biasanya terdapat pada jalan lingkungan yang tidak terlalu lebar. Umumnya
perkerasan jenis ini tidak mampu menahan beban kendaraan yang terlalu berat dan
mudah terkikis oleh air, sehingga hanya digunakan pada ruas jalan lingkungan
(Sutikno, 2011).
4. Rabat beton
Perkerasan beton semen merupakan perkerasan yang menggunakan semen sebagai
bahan ikat sehingga tingkat kelakuan yang relatif cukup tinggi khususnya bila
dibandingkan dengan pekerasan aspal.
5. Makadam
SNI 6751:2016 Tentang Spesifikasi Bahan Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
menyatakan bahwa makadam adalah lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan
aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin. Bagian perkerasan jalan umumnya
meliputi lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis
permukaan (surface course).
6. Tanah
Permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan,
yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian
perkerasan lainnya merupakan tanah dasar. Tanah umumnya dominan pada elemen
perkerasan tanah dasar dan elemen bahu jalan dan dapat digunakan pada elemen
pondasi bawah. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
dari sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan (Saodang, 2005).
2.3.8 Kapasitas Jalan
PKJI (2014) mendefinisikan bahwa kapasitas sebagai arus maksimum yang melewati
suatu titik pada jalan bebas hambatan yang dapat dipertahankan persatuan jam dalam kondisi
yang berlaku. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arusdua arah

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-19


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

(kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah
dankapasitas ditentukan per lajur. Nilai kapasitas telah diamati dengan pengumpulan data
lapangan sejauh memungkinkan. Karena lokasi yang mempunyai arus mendekati kapasitas
segmen jalan sedikit (sebagaimana terlihat darikapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas
juga telah diperkirakan dari analisa kondisi iringan lalulintas,dan secara teoritis dengan
mengasumsikan huhungan matematik antara kerapatan, kecepatandan arus. Kapasitas
dinyatakan dalam satuan kendaraan ringan (skr).
C = Co x FCLJ X FCPA X FCHS X FCUK........................................................................................(2-3)
Keterangan:
C = kapasitas skr/jam
C₀ = kapasitas dasar skr/jam
FCLJ = faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCPA = faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi
FCHS = faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu dan berkereb
FCUK = faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
CO ditetapkan secara empiris dari kondisi Segmen Jalan yang ideal, yaitu Jalan dengan
kondisi geometrik lurus, sepanjang 300 m, dengan lebar lajur rata-rata 2,75 m, memiliki
kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3 juta jiwa, dan Hambatan Samping sedang.
2.3.9 Level of Service (LOS)
US HCM (1994), menyebutkan bahwa tingkat pelayanan (LOS) yaitu ukuran
kualitatif yang mempersepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. Unsur-
unsur yang dapat menyatakan tingkat pelayanan suatu ruas jalan diantaranya adalah waktu
tempuh, biaya perjalanan, serta kenyamanan dan keamanan penumpang. Tingkat pelayanan
diperoleh dari perbandingan anatara volume lalu lintas dengan kapasitas jalan.
V
VCR=
C
.................................................................................................... (2-4)
Keterangan:
VCR : Volume kapasitas rasio (nilai tingkat pelayanan)
V : Volume lalu lintas (smp/jam)
C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) menyatakan bahwa tingkat pelayanan jalan
dapat dibagi menjadi 6, yaitu tingkat pelayanan A, B, C, D, E, F.
Tabel 2. 4 Level of Service
Tingkat
Kondisi
Pelayanan
A Arus bebas, volume rendah, dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat 0,00-0,19

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-20


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

Tingkat
Kondisi
Pelayanan
memilih kecepatan yang dikehendaki.
Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas, oleh lalu lintas, pengemudi 0,20-0,44
B
masih dapat bebas dalam memilih kecepatannya.
C Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol oleh lalu lintas. 0,45-0,74
Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume 0,75-0,84
D
mendekati kapasitas.
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume 0,84-1,00
E
mendekati kapasitas.
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, >1
F
sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama.
Sumber : PKJI (2014)
2.3.10 Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik atau garis
tertentu pada suatu penampang melintang jalan. Data pencacahan volume lalu lintas adalah
informasi yang diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen sampai pengoprasian
jalan (Sukirman, 1994). Menurut Sukirman (1994), volume lalu lintas menunjukan jumlah
kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit).
Sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar jalur, satuan volume lalu lintas yang umum
dipergunakan adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam perencanaan kapasitas. Jenis
kendaraan dalam perhitungan ini diklasifikasikan dalam 3 macam kendaraan yaitu:
1. Kendaraan Ringan (Light Vehicles = LV)
Indeks untuk kendaraan ebrmotor dengan 4 roda (mobil penumpang).
2. Kendaraan Berat (Heavy Vehicles = HV)
Indeks untuk kendaraan bermotor dengan roda lebih dari 4 (Bus, truk 2 gandar, truk 3
gandar dan kombinasi yang sesuai).
3. Sepeda Motor (Motor Cycle = MC)
Indeks untuk kendaraan dengan 2 roda.
Kendaraan tak bermotor (sepeda, becak, dan kereta dorong), parkir pada badan jalan dan
pejalan kaki anggap sebagai hambatan samping. Data jumlah kendaraan kemudian dihitung
dalam kendaraan/jam untuk setiap kendaraan, dengan faktor koreksi masing-masing
kendaraan yaitu:

Qsmp = (empLV X LV +empHV X HV + empMC X MC) …………...…………………………(2-5)


Keterangan:

Qsmp : volume kendaraan bermotor

EmpLV : nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan ringan

EmpHV : nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan berat

EmpMC : nilai ekivalen mobil penumpang untuk sepeda motor

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-21


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

LV : notasi untuk kendaraan ringan

HV : notasi untuk kendaraan berat

MC : notasi untuk sepeda motor

Hasil faktor satuan mobil penumpang (P) akan dimasukkan dalam rumus volume lalu
lintas berikut (Sukirman dalam Castro, 2014):
Q = P x Qv
................................................................................(2-6)
Keterangan:

Q = Volume kendaraan bermotor (smp/jam),

P = Faktor satuan monil penumpang,

Qv = Volume kendaraan bermotor (kendaraan/jam)

Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan untuk penentuan jumlah dan
lebar jalur adalah volume jam perencanaan dan lalu lintas harian rata-rata. Lalu lintas harian
rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari (Sukirman,1994). Data tersebut
dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR).
Dalam menghitung LHR harus tersedia data jumlah kendaraan yang terus menerus selama 1
tahun penuh. Mengingat akan biaya yang diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian
yang dicapai serta tak semua tempat di Indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama
1 tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat pula dipergunakan satuan Lalu Lintas Harian
Rata-Rata (LHR). LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama
pengamatan dengan lamanya pengamatan.
Jumlah lalu lintas selama pengamatan
LHR=
Lamanya pengamatan
............................................................................(2-7)

Data LHR ini cukup teliti jika pengamatan dilakukan pada interval-interval waktu
yang cukup menggambarkan fluktuasi lalu lintas selama 1 tahun dan hasil LHR yang
dipergunakan adalah harga rata-rata dari perhitungan LHR beberapa kali (Direktorat Jendral
Bina Marga, 1996).
2.3.11 Fasilitas Pelengkap Jalan
Fasilitas pelengkap adalah fasilitas-fasilitas yang merupakan pendukung
dari prasarana jalan antara lain jembatan, tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan,
saluran drainase, dan lainnya. Sedangkan fasilitas jalan adalah perlengkapan-perlengkapan
guna menambah kenyamanan bagi pengguna jalan, misalnya rambu-rambu lalu lintas,
pagar pengaman, marka jalan, trotoar, jembatan, zebra cross, dan lainnya.

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-22


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

A. Rambu-rambu
Rambu lalu lintas adalah bagian dari perlengkapan jalan yang memuat lambang,
huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan
peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan. Agar rambu dapat terlihat
baik siang maupun malam atau pada waktu hujan maka bahan terbuat dari material retro-
reflektif pada rambu konvensional.
Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya di jalan
atau tempat berbahaya pada jalan dan menginformasikantentang sifat bahaya. Kemungkinan
ada bahaya merupakan suatu kondisi atau keadaan yang membutuhkan suatu kewaspadaan
dari pengguna jalan. Keadaan yang membutuhkan suatu kewaspadaan dari pengguna jalan
antara lain (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu
Lintas):
1. Kondisi prasarana jalan.
2. Kondisi alam.
3. Kondisi cuaca.
4. Kondisi lingkungan.
5. Lokasi rawan kecelakaan.
Berikut merupakan jenis-jenis rambu lalu lintas.
1. Rambu peringatan
Rambu yang memperingatkan adanya kondisi berbahaya dan berpotensi bahaya agar
para pengemudi berhati-hati dalam menjalankan kendaraannya. Misalnya rambu yang
menunjukkan lintasan kereta api.
2. Rambu petunjuk
Rambu yang memberikan petunjuk atau keterangan kepada pengemudi atau pemakai
jalan lainnya, tentang arah yang harus ditempuh atau letak kota yang akan dituju
lengkap dengan nama dan arah letak itu berada.
3. Rambu Larangan
Rambu ini berguna untuk melarang penggunaan dan pergerakan lalu lintas tertentu.
Misalnya rambu larangan berhenti.
4. Rambu Perintah
Rambu ini untuk memerintahkan penggunaan dan pergerakan lalu lintas tertentu.
Misalnya rambu perintah bagi jenis kendaraan tertentu untuk melalui lajur dan/atu
jalur tertentu.

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-23


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

5. Rambu Sementara
Rambu yang digunakan untuk perambuan sementara di zona konstruksi.

Gambar 2.8 Rambu lalu lintas


Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Jalan
B. Marka Jalan
Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas
permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis
melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu
lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. Bahan marka jalan ada dua yaitu marka
non mekanik dan marka mekanik. Marka mekanik adalah paku jalan yang biasanya
dilengkapi dengan reflektor. Marka jenis ini ditanam/dipaku ke permukaan jalanmelengkapi
marka non-mekanik (Pemerintah Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka
Jalan).

Gambar 2.9 Marka jalan


Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Jalan
C. Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi
dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan.
Keputusan Direktorat Jenderal Bina Marga Nomor 76 Tahun 1999 tentang dengan trotoar
adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang terletak di
daerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan,

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-24


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Maka dari itu, salah satu tujuan utama dari
manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraa
bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan
pembangunan trotoar. Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh volume para pejalan
kaki yang berjalan dijalan, tingkat kecelakaan antara kendaraan dengan pejalan kaki dan
pengaduan/permintaan masyarakat.

Gambar 2.10 Trotoar


Sumber: binamarga.malangkab.go.id
D. Penerangan Jalan Umum
Penerangan jalan adalah lampu yang digunakan untuk penerangan jalan di malam hari
sehingga, mempermudah pejalan kaki, pesepeda dan pengendara kendaraan dapat melihat
dengan lebih jelas jalan/medan yang akan dilalui pada malam hari, sehingga dapat
meningkatkan keselamatan lalu lintas dan keamanan dari para pengguna jalan dari kegiatan
kriminal. Pertimbangan keekonomian dalam perencanaan penerangan jalan merupakan hal
utama yang diperhatikan, oleh karena itu perlu ditetapkan kriteria yang digunakan sebagai
basis dalam perencanaan penerangan jalan (Clark, 2008).

Gambar 2.11 Lampu jalan


Sumber: pupr.bulelengkab.go.id
E. Tempat Sampah
Tempat sampah adalah tempat untuk menampung sampah secara sementara, yang
biasanya terbuat dari logam atau plastik. Tempat sampah umumnya disimpan di dapur untuk
membuang sisa keperluan dapur seperti kulit buah atau botol. Ada juga tempat sampah
khusus kertasyang digunakan di kantor. Beberapa tempat sampah memiliki penutup pada
bagian atasnya untuk menghindari keluarnya bau yang dikeluarkan sampah. Kebanyakan

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-25


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

harus dibuka secara manual, namun saat ini sudah banyak yang menggunakan pedal untuk
memudahkan membuka tutup tempat sampah. Tempat sampah dalam ruangan umumnya
dilapisi kantong untuk memudahkan pembuangan sehingga tidak perlu memindahkan tempat
sampah ketika sudah penuh, cukup dengan membawa kantong yang melapisi tempat sampah
lalu menggantinya dengan yang baru, hal ini memudahkan pembuangan sampah.

Gambar 2.12 Fasilitas Tempat Sampah


Sumber: Peraturan Pemerintah Pekerja Umum No. 03 Tahun 2014
F. Fire Hydrant
Hydrant adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media
pemadam air bertekanan, system ini terdiri dari sistem penyediaan air pompa, pemipaan,
kopling outlet dan inlet serta slang dan nozzle. Komponen instalasi hydrant dan
perlengkapannya adalah:
1. Sumber air.
2. Sistem pompa.
3. Sistem pemipaan.
4. Kotak hydrant, lengkap dengan selang, kopling penyambung, nozzle dan sisir untuk
tempat slang.
5. Pilar hydrant dan kunci yang diperuntukkan khusus hydrant halaman (Depnaker
Tahun 1995).

Gambar 2.13 Hydrant


Sumber: Kolling Engineering SDN BHD dalam Sudarto

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-26


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

G. Jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu
rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau
lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct.
Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Jembatan-jembatan tetap.
2. Jembatan-jembatan dapat digerakkan.

Gambar 2.14 Jembatan


Sumber: binamarga.pu.go.id
H. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)
Lampu lalu lintas (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan: Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas atau APILL) menyebutkan bahwa APILL
adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan,
tempat penyeberangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya. Lampu
ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara bergantian dari
berbagai arah. Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan dimaksudkan untuk mengatur
pergerakan kendaraan pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan agar dapat
bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar arus yang ada.

Gambar 2.15 Lampu Lalu Lintas


Sumber: blajar.org

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-27


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

I. Papan Nama Jalan


Papan nama jalan merupakan alat yang digunakan untuk memberitahukan nama-nama
jalan. Papan nama jalan adalah identitas dari sebuah jalan yang terletak pada sisi kiri maupun
kanan jalan supaya mudah dilihat oleh orang. Papan nama jalan ditempatkan pada awal sisi
ruas jalan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu
Lintas, menyatakan bahwa papan nama jalan memiliki:
1. Warna dasar hijau.
2. Warna huruf dan angka putih.

Gambar 2.16 Papan Nama Jalan


Sumber: zwillinglampu.com
J. Zebra Cross
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03 Tahun 2014 tentang
Zebra Cross, disebutkan bahwa garis membujur zebracross memiliki lebar 0,3 meter dan
panjang minimal 2,5 meter dengan celah antara garis membujur lebarnya antara 0,3 hingga
0,6 meter. Zebra cross adalah tempat penyeberangan yang berada di jalan diperuntukkan
bagi pejalan kaki yang akan menyeberang jalan, menjelang zebra cross masih ditambah lagi
dengan larangan parkir agar pejalan kaki yang akan menyeberang dapat terlihat
oleh pengemudi kendaraan di jalan. Pejalan kaki yang berjalan di atas zebra cross
mendapatkan perioritas terlebih dahulu.

Gambar 2.17 Zebra cross


Sumber: dishub.surabaya.go.id

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-28


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

K. Halte
Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat Nomor 271 Tahun 1996 tentang
Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum, halte
merupakan tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang bus yang dilengkapi
dengan bangunan. Halte harus memiliki fasilitas utama berupa identitas halte, rambu
petunjuk, papan informasi trayek, lampu penerangan, dan tempat duduk. Pada pusat kota
halte bus/angkot diletakkan dengan jarak 300-500 meter antar halte dan diletakkan pada titik
potensial kawasan.

Gambar 2.18 Halte


Sumber: dishub.surabaya.go.id
2.4 Manajemen Lalu Lintas
Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas
perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Manajemen dan rekayasa lalu lintas
dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas
dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan. Manajemen prioritas, adalah dengan memberikan prioritas bagi lalu lintas
tertentu yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dari keselamatan. Manajemen ruas
jalan ditujukan untuk memenuhi beberapa hal sebagai berikut, tingkat kinerja /pelayanan
yang tetap terjaga tingkat keselamatan lalu lintas wawasan lingkungan (kadar polusi yang
rendah) penyelesaian masalah yang ekonomis.
2.4.1 Manajemen Kapasitas
Kapasitas jalan merupakan kemampuan maksimal suatu ruas jalan dalam melewatkan
kendaraan dalam satuan waktu tertentu. Manajemen kapasitas merupakan bagian dari
kegiatan manajemen dan rekayasa dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan
penggunaan jaringan jalan guna meningkatkan keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas di jalan dengan mencakup ruang lingkup seluruh jaringan jalan nasional, jalan provinsi,

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-29


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

jalan kabupaten/kota, dan jalan desa yang terintegrasi dengan mengutamakan hirarki jalan
yang lebih tinggi. Manajemen kapasitas menggunakan kapasitas dan ruas jalan seefektif
mungkin sehingga pergerkan lalu lintas berjalan lancar. Manajemen kapasitas melingkupi
jaringan jalan, kapasitas jalan, kawasan lalu lintas terpadu, sistem satu arah, simpang susun,
jalur berlawanan dan jalan pintas. Perhitungan kapasitas ruas jalan dibedakan untuk ruas jalan
yang memiliki pembatas median dan ruas jalan yang tidak memiliki pembatas. Untuk ruas
jalan berpembatas median, kapasitas dihitung terpisah untuk setiap arah, sedangkan untuk
ruas jalan tanpa pembatas median, perhitungan kapasitasnya dihitung untuk kedua arah.
Persamaan umum dalam menghitung kapasitas ruas jalan untk daerah perkotaan adalah
sebagai berikut.
C = Co x FCLJ X FCPA X FCHS X FCUK........................................................................................(2-8)
Keterangan:
C = kapasitas skr/jam
C₀ = kapasitas dasar skr/jam
FCLJ = faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCPA = faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi
FCHS = faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu dan berkereb
FCUK = faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Kapasitas dasar untuk jalan yang lebih dari 4 lajur dengan dapat diperkirakan dengan
menggunakan kapasitas per lajur pada standar kapasitas dasar (Tamin, 2000). Manajemen
kapasitas merupakan langkah pertama dalam manajemen lalu lintas yang dilakukan dengan
membuat penggunaan kapsitas dan ruas jalan seefektif mungkin, sehingga pergerakan lalu
lintas dapat bergerak lancar
2.4.2 Manajemen Prioritas
Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas
perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Manajemen dan rekayasa lalu lintas
dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam
rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan
jalan. Manajemen prioritas, adalah dengan memberikan prioritas bagi lalu lintas tertentu yang
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dari keselamatan. Manajemen ruas jalan ditujukan
untuk memenuhi beberapa hal sebagai berikut, tingkat kinerja /pelayanan yang tetap terjaga
tingkat keselamatan lalu lintas wawasan lingkungan (kadar polusi yang rendah) penyelesaian
masalah yang ekonomis.

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-30


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

2.4.3 Manajemen Demand


Transportation Demand Management atau biasa disebut dengan manajemen
permintaan perjalanan adalah bentuk umum dari sistem manajemen lalu lintas dengan
menggunakan fasilitas dan sarana transportasi yang sudah ada secara lebih efisien yaitu
dengan cara meminimalisasi pemanfaatan kendaraan bermotor dengan mempengaruhi
perilaku perjalanan yang meliputi frekuensi, tujuan,moda dan wajtu perjalanan (Tanariboon,
1992). Tujuan utama dari transport demand management (TDM) adalah untuk mengurangi
jumlah kendaraan yang mengurangi jumlah kendaraan yang menggunakan system jaringan
dengan menyediakan berbagai pilihan mobilitas (kemudahan melakukan perjalanan) bagi
siapa saja yang berkeinginan untuk melakukan perjalanan. Tujuan umum dari transport
demand management (TDM) adalah meningkatakan efisiensi pergerakan lalu lintas secara
menyeluruh dengan menyediakan aksesibilitas yang tinggi dengan menyeimbangkan antara
permintaan dan sarana yang tersedia, penghematan penggunaan bahan bakar dan waktu
tempuh perjalanan secara lebih efisien (Noboru Harata, 1994). Manajemen demand ini terdiri
atas:
1. Merubah rute kendaraan pada jaringan dengan tujuan untuk memindahkan kendaraan
dari daerah macet ke daerah tidaak macet.
2. Merubah moda perjalanan, terutama dari kendaraan pribadi ke angkutan umum pada
jam sibuk. Hal ini berarti oenyediaan prioritas ke angkutan umum.
3. Yang menyebabkan adanya keputusan perlunya pergerakan apa tidak, dengan tujuan
mengurangi lalu lintas dan juga kemacetan.
4. Kontrol pengembangan tata guna tanah.

2.5 Model Interaksi Land Use dengan Jaringan Jalan


Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya
dianggap membentuk satu land-use transport system. Supaya tata guna lahan dapat terwujud
dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik dan mudah
dijangkau. Sistem transportasi yang tidak baik tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna
lahannya. Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi
sia-sia, tidak termanfaatkan dengan baik.
Bergagai macam interkasi yang diakibatkan oleh pergerakan arus manusia, kendaraan,
Hampir semua interkasi memerlukan perjalanan, dan menghasilkan pergerakan arus
lalulintas. Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi tersebut
menjadi semudah dan seefisien mungkin dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut:

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-31


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

1. Sistem Kegiatan
Rencana tataguna lahan yang baik misalnya, lokasi sekolah, kantor, perumahan dapat
mengurangi kebutuhan akan pergerakan perjalanan yang panjang sehingga membuat
interaksi menjadi lebih mudah.
2. Sistem Jaringan
Dilakukan dengan cara meningatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada:
pelebaran jalan, menambah jaringan jalan baru.
3. Sistem Pergerakan
Dilakukan dengan mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek),
fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangkan pendek dan menengah), atau
pembangunan jalan baru (jangka panjang).
Kebijakan atau pola sebaran geografis tata guna lahan (sistem kegiatan), kapasitas
dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume
dan pola lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan
transportasi akan mempunyai efek timbal balik terhadap lokasi tata guna lahan yang baru dan
perlunya peningkatan prasarana. Interaksi guna lahan dan transportasi mengakibatkan:
1. Perubahan/peningkatan guna lahan akan membangkitkan perjalanan.
2. Meningkatnya guna lahan akan meningkatkan tingkat permintaan.
3. Pergerakan yang akhirnya memerlukan penyediaan prasarana transportasi
4. Pengadaan prasarana transportasi akan meningkatkan daya hubung parsial.
5. Naiknya daya hubung akan meningkatkan harga/nilai lahan.

Gambar 2.19 Model Interaksi Tata Guna Lahan Jaringan Jalan


Sumber: Waloejo, Budi Sugiarto (2013)

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-32


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

Sebelum menghitung total interaksi antaraguna lahan dan jaringan jalan perlu
mengetahui pengaruh antara model bangkitan/tarikan pergerakan dalam suatu kawasan
dengan perubah tata guna lahan pengaruh antara model kapasitas jaringan jalan dalam suatu
kawasan dengan perubah tata guna lahan, dan pengaruh antara model bangkitan/tarikan
dengan model kapasitas jaringan jalan yang ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:
1. Total volume kendaraan pengaruh dari tarikan/bangkitan guna lahan (vinternal dalam
gambar diterangkan dengan blok berwarna dengan anak panah berlawanan).
∑Yi = Y1 + Y2 + Y3 + Y4 + …….Yn (volume pergerakan kendaraan per hari)
Agar terjadi kesamaan satuan ukuran harus menyesuaikan dengan jumlah volume
pergerakan kendaraan melalui rasio yang diperoleh dari pengukuran di lapangan pada
jam 06.00-22.00
∑Vi = e1Y1 + e2Y2 + e2Y3 + e4Y4 + ……. EnYn (volume pergerakan kendaraan/jam yang
ada di koridor jalan utama)
e1 = V1/ Y1 = rasio jumlah volume pergerakan kendaraan keluar/masuk dari guna lahan
pada saat jam tertentu dibandingkan dengan jumlah keseluruhan volume pergerakan
kendaraan/hari.
2. Total volume pergerakan kendaraan eksternal (veksternal/veks, diterangkan dalam
gambar dengan anak panah berlawanan untuk arus menerus dari jalan utama dan untuk
arus kendaraan dari jalan lingkungan/gang-gang):
∑Veks = volume kendaraan eksternal/jam yang ada di jalan utama
∑Veks = Veks 1 + Veks 2 + ……..+ Veks 5 + Veks 6
∑ Veks 1 = volume pergerakan kendaraan/jam yang keluar masuk dari jalan-jalan
lingkungan/gang 1
∑ Veks 2 = volume pergerakan kendaraan/jam yang keluar masuk dari jalan-jalan
lingkungan/gang 2
∑ Veks 5 = volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus pada jalan utama
∑ Veks 6 = volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus pada jalan utama
Berdasarkan kerangka perhitungan untuk menghitung volume internal dan eksternal
tersebut, didapatkan perhitungan untuk mengetahui model interaksi antara tata guna
lahan dalam penelitian ini khususnya perdagangan dan jasa terhadap jaringan jalan
(Waloejo, 2013) adalah sebagai berikut :
Vtotal = ∑ Vinternal + ∑ Veksternal
Dimana:
Vtotal = total volume kendaraan/jam yang ada dalam suatu koridor

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-33


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN TRANPORTASI
WILAYAH METROPOLITAN SURABAYA
PRASARANA JALAN
STUDIO PERENCANAAN TRANSPORTASI 2019

∑ Vinternal = jumlah volume pergerakan kendaraan/jam dari tarikan/bangkitan tata guna


lahan
∑ Vinternal = jumlah volume pergerakan kendaraan eksternal/jam yang ada pada suatu
koridor dari volume pergerakan kendaraan/jam dari jalan-jalan lingkungan atau gang-
gang ditambah dengan volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus pada suatu
koridor.

PS S1 Perencanaan Wilayah dan Kota II-34


Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai