Anda di halaman 1dari 50

1

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Proses Pengerjaan Lapangan


Media Kit Fasilitator ini dibuat dengan model P-proses yang mengambil tahap
rencana strategis dan pengembangan, pengujian awal, perbaikan dan produksi. Media
kit fasilitator ini dibuat dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti
melakukan teknik observasi partisiatif dalam proses pembuatan kit fasilitator karena
keterlibatan peneliti dalam melakukan tahap perencanaan strategis dan pengembagan.
Setelah tahap perencanaan dan pembuatan peneliti menentukan informan secara
purposive. Informan ditentukan dengan teknik memilih kelompok tertentu sebagai
informan melalui pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria yang telah dibuat
peneliti. Peneliti menentukan informan untuk melakukan proses kelayakan dari kit
fasilitator dengan melakukan indepth interview kepada informan utama, yaitu ahli
kesehatan masyarakat, ahli media, dan psikolog. Kit fasilitator berisikan 4 media inti
yaitu modul, poster, permainan (ular tangga) dan flipchart selain itu terdapat4 media
pendukung yaitu kartu ular tangga, dadu, dan tas. Dan penggaris. Media yang telah
dibuat tersebut diharapkan dapat mempermudah fasilitator dalam melakukan
penyuluhan pencegahan kejadian pedofilia. Peneliti selanjutnya akan menjabarkan
proses pembuatan kit fasilitator sesuai dengan medel p-proses dari tahap rencana
strategis dan pengembangan, pengujian awal, perbaikan dan produksi.

4.2 Rancangan Desain Strategis


4.2.1 Menentapkan Tujuan Komunikasi
Peneliti membutuhkan tujuan Specific, Measurable, Appropriaet, Realistic, and
time-bond (SMART) pada tahap awal yang ada dalam rancangan desain strategis.
Menurut Glasgow University (2015:1-9) metode SMART dapat digunakan untuk
memilih segmen kunci dari sasaran dan mengukur perubahan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kebijakan, atau perubahan proses yang diharapkan dalam
2

waktu tertentu. Adapun tujuan yang ingin di capai dengan metode SMART sebagai
berikut :
a. Spesifik (Sederhana, Masuk Akal, dan Siginifikan).
Peneliti membuat tujuan secara spesifik dalam pencegahan pedofilia untuk anak
sekolah dasar sebagai berikut:
1) Meningkatkan pengetahuan siswa sekolah dasar untuk mencegah kejadian
pedofilia
2) Meningkatkan kesadaran untuk saling menjaga jika terjadi perilaku pedofilia
kepada siswa di sekolah
3) Meningkatkan pengetahuan fasiltator dalam memberikan penyuluhan
pencegahan pedofilia
4) Memberikan alternatif media untuk fasilitator dalam memberikan penyuluhan
pencegahan pedofilia

b. Measurable (Terukur, Bermakna, Memotivasi)


Peneliti membuat sasaran yang terukur, sehingga dapat melacak kemajuan dan
termotivasi. Menilai kemajuan membantu untuk tetap fokus, memenuhi tenggat waktu,
dan merasakan kegembiraan semakin dekat untuk mencapai tujuan. Adapaun peneliti
membuat membuat tujuannya tersebut menjadi terukur dengan menggunakan pretest
dan posttest untuk mengukur pengetahuan yang telah diterima oleh user/pengguna.

c. Appropriaet (Dapat diterima, dapat dipertanggungjawabkan)


Peneliti membuat target yang realistis dan dapat diterima oleh pengguna. Selain
itu, peneliti dapat mengidentifikasi peluang atau sumber daya yang sebelumnya
diabaikan yang dapat membawa ke tujuan utama. Peneliti ingin mendapatkan target
untuk menurunkan angka pedofilia yaitu dengan membuat ragam media untuk
mencegah pedofilia yang original yang dapat diterima oleh siswa kelas 1 hingga 3
sekolah dasar.
3

d. Realistic (Relevan)
Peneliti dipastikan memiliki tujuan penting, dan juga sejalan dengan sasaran
terkait lainnya.

e. Timebond
Peneliti pada tahap ini menentukan waktu untuk mewujudkan tujuan yang dibuat.
Kit fasilitator pembuatannya ditargetkan oleh peneliti adalah pada bulan Mei hingga
Juni 2018.

4.2.2 Pengembangan Pendekatan dan Penepatan Program


a. Pendekatan Program
Menurut the John Hompkins University (2013:7-8) hal yang dilkaukan setelah
menentukan tujuan komunikasinya, peneliti memilih cara yang dilakukan dalam proses
perubahan perilaku. Peneliti memilih cara yang dilakukan dalam proses perubahan
perilaku. Peneliti dalam tahap ini membuat program EDUPEDOGRAM (edukasi
pencegahan pedofilia dengan ragam media). Program ini berisikan tentang 5 topik yang
dapat mencegah dari pedofilia yaitu
1) Memilih cara berpakaian
2) Menjaga area pribadi baik bagi perempuan ataupun laki-laki.
3) Pengecualian yang boleh disentuh.
4) Siapa orang yang dipercaya
5) Jika ada yang Mencurigakan.

b. Penetapan Progran
Program EDUPEDOGRAM memiliki keuntungan yaitu peserta dapat
berinteraksi aktif dalam setiap materi yang disajikan dalam kit fasilitator, peserta dapat
menerapkan pendidikan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari agar dapat
meminimalisir angka kejadian pedofilia.
4

4.2.3 Saluran Program


Menurut the John Hompkins University (2013:7-8) pada tahap ketiga ini, seorang
promotor kesehatan harus mepertimbangkan pendekatan multimedia yang
terkoordinasi untuk dampak sinergis bila memungkinkan, skala capaian dengan
memasukan media massa yang terkait dengan masyarakat mobilisasi dan komunikasi
interpersonal antara keluarga, teman, komunitas, jejaring sosial dan penyedia layanan.
Menurut O’Sullivan,G.A. et al (2003,141) menyatakan bahwa dalam memilih saluran
program harus mempertimbangkan media-media yang dapat menjangkau khalayak
sasaran. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mempertimbangkan saluran
program dalam EDUPEDOGRAM dengan 4 media yaitu modul, poster, permainan
(ular tangga) dan flipchart selain itu terdapat 4 media pendukung yaitu Kartu Ular
tangga, Dadu, dan kartu pengenal dan penggaris.

4.2.4 Rencana Implementasi


Peneliti pada tahap ini mempersiapkan perkembangkan jadwal kerja dengan
teratur (planning time). Adapun rencana implementasi dalam pembuatan program
EDUPEDOGRAM ialah sebagai berikut :

Tabel 4. 1 Rencana Implementasi EDUPEDOGRAM


Maret April Mei
No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pembentukan
Panitia
2. Pembuatan
Rencana Teknis
Kegiatan
3. Pengembangan
4. Uji Coba
7 Pencetakan
5

Pada tabel di atas, peneliti menguraikan setiap kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam proses pembuatan EDUPEDOGRAM, dimulai dengan pembentukan panitia
pada minggu pertama pada bulan Maret, pembuatan rencana teknis kegiatan pada
minggu kedua dan ketiga pada bulan Maret, pengembangan ataupun pembuatan
dilaksanakan pada awal bulan Maret hingga minggu kedua bulan mei, selanjutnya
adalah uji coba yang dilaksanakan pada bulan Mei di minggu kedua hingga minggu ke
empat dan bulan dan setelah itu adalah tahap penyetakan pada bulan Mei minggu kedua
hingga mei minggu keempat.

4.3 Pengembangan dan Uji coba


4.3.1 Pengembangan
Tahap pengembangan adalah proses pembuatan media. Pada tahap ini
melibatkan pedoman, perkakas, flipchart, dan petunjuk dalam fasilitator untuk
interaksi kelompok atau panduan pelatihan konseling. Pada langkah ini memanfaatkan
sejumlah stakeholder, pekerja lapangan, dan anggota sasaran intervensi kesehatan
untuk memastikan bahwa produk akhir memenuhi kebutuhan mereka. Pada Tahap
awal, peneliti melakukan penyusunan pesan dari media-media dalam kit fasilitator
sebagai dasar dari rancangan pembuatan media-media kit fasilitator. Pada tahap
selanjutnya peneliti merancang media-media kit fasilitator sesuai dengan pesan yang
telah direncanakan.

a. Penentuan Rancangan Pesan


Menurut O’Sullivan,G.A. et al (2003,124) pembuatan pesan komunikasi
kesehatan yang strategis harus membuat pesan utama yag konsisten dan relevan, atau
sesuai untuk diterapkan pada semua saluran dan media komunikasi yang diguanakan.
Konsistensi dan relevasi tersebut akan menambah keefektifan keseluruhan strategi
komunikasi yang dijalankan. Pada kit fasilitator, peneliti membagi atas 2 rancangan
pesan yang dibagi untuk fasilitator dan juga peserta penyuluhan. Adapun rancangan
pesan yang disajikan adalah sebagai berikut:
6

1) Bagi Fasilitator
Pada rancangan pesan yang diperuntukan bagi fasilitator, peneliti menyajikannya
dalam bentuk modul. Menurut Arifah (2010: 27-29), modul hendaknya bersahabat
dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Bahasa yang digunakan sederhana,
mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah
satu bentuk user friendly dari penjelasan tersebut. Peneliti membagi pesan yang
disajikan dalam modul kit fasilitator sebagai berikut :
a) Ringkasan
Pada penjelasan ringkasan berisikan pengantar dengan menyajikan data-data
yang mejadi dasar terbentuknya kit fasilitator tersebut. Peneliti juga menentukan
tujuan penyusunan modul, manfaat modul, dan tim penguna modul dalam
ringkasan.
b) Info dasar
Pada bagian info dasar, berisikan tentang penjelasan singkat yang berasal dari
berbagai literatur untuk bahan penambahan informasi fasilitator sebelum
melakukan penyuluhan nantinya. Info dasar yang disajikan adalah tentang
pengertian pedofilia, faktor penyebab pedofilia, jenis-jenis tindakan pedofilia,
dampak pedofilia, pencegahan melalui promotor kesehatan dan isi edupedogram.
c) Langkah-Langkah Penggunaan
Pada bagian ini, berisikan pesan-pesan yang menginstruksikan fasilitator
dalam melakukan penyuluhan pencegahan pedofilia di sekolah dasar.
d) Implementasi pendidikan pencegahan pedofilia.
Pada bagian implementasi, fasilitator diberikan informasi tentang langkah-
langkah dalam melakukan penyuluhan. Langkah-langkah yang harus diikuti
adalah dengan melakukan pengenalan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan
bermain dan belajar dengan menggunakan media flipchart, lalu peserta diajak
bermain bersama dengan media ular tangga.
1) Bagi Peserta
7

Pada rancangan pesan yang diperuntukan bagi peserta, peneliti menyajikannya


pesan sesuai dengan usia peserta 7-10 tahun. Menurut Narwita (2013:24), menjelaskan
bahwa pendidikan seks adalah upaya memberikan informasi atau mengenalkan (nama
dan fungsi) anggota tubuh, pemahaman perbedaan jenis kelamin, penjabaran perilaku
(hubungan dan keintiman) seks, serta pengetahuan tentang nilai dan norma yang ada di
masyarakat berkaitan dengan gender. Menurut Siswanto (2007: 142), topik
pembahasan masalah sesualitas untuk anak usia 7-10 tahun adalah dengan
membicarakan mengenai cara-cara yang aman bila berada di luar rumah dan perbedaan
antara disentuh pada bagian tubuh yang pribadi dan dengan sentuhan lainnya. Anak
diberikan dukungan untuk berbicara mengenai pengalaman yang menakutkan. Selain
itu, menekankan pada keamanan pribadi dan memberikan contoh-contoh tempat-
tempat yang mungkin menjadi masalah, seperti sekolah, tempat-tempat sepi dan
tempat-tempat yang jauh dari rumah. Peraturan-peraturan perilaku seksual yang
diterima dalam keluarga mulai untuk dibahas. Peneliti membagi atas 5 topik
pencegahan dari pedofilia yang dijelaskan pada media flipchart dari pernyataan
tersebut, adalah sebagai berikut :
a) Aku Siapa..?
Pada topik pembahasan ini, peneliti ingin menyajikan pesan tentang perbedaan
laki-laki dan perempuan. Perbedaan yang dijelaskan dari segi fisik yang terlihat
ataupun tidak terlihat terlihat. Tujuannya adalah membuat peserta dapat
memahami perbedaan gender. Manfaat yang diharapkan adalah peserta dapat
menghargai perbedaan gender tersebut.
b) Mau pakai apa hari ini
Pada topik pembahasan ini, peneliti ingin menyajikan pesan tentang pemilihan
baju yang dapat dikenakan dalam situasi tertentu. Tujuan dalam pemberian pesan
ini adalah peserta dapat memilih sendiri pakaian yang layak untuk digunakan dan
aman digunakan bagi usia 7-10 tahun.
c) Area pribadi
Pada topik pembahasan ini, peneliti ingin menyajikan pesan tentang area-area
pribadi pada tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain .Terdapat empat bagian,
8

yaitu adalah bokong/ pantat, alat kelamin (Vagina / Penis) , dada, dan mulut.
Tujuan dari pemberian pesan ini adalah peserta dapat melindungi dan dapat
menolak jika ada orang berniat untuk menyentuh 4 area pribadinya.
d) Dora dan edo ingin bertanya
Pada topik pembahasan ini, peneliti ingin menyajikan pesan tentang keajadian-
kejadian yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kejadian yang boleh dilakukan
adalah dokter memeriksa yang diawasi orangtua, meminta tolong cebokin
sehabis pipis atau buang air besar oleh orang tua, mandi bersama dengan
ayah/ibu, dan untuk kejadian yang tidak boleh dilakukan adalah melihat bagian
kemaluan orang lain, menunjukan bagian pribadi tubuhmu, orang lain menyentuh
bagian pribadimu. Tujuan dalam pemilihan pesan tersebut adalah peserta dapat
menentukan dan membedakan mana yang boleh dilakukan dan tidak.
e) Aku tau cara melindungi diriku
Pada topik pembahasan ini, peneliti ingin menyajikan pesan tentang cara-cara
yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari pedofilia. Terdapat 16 cara yang
peneliti sajikan mulai dari berdoa sebelum keluar rumah, pamit kepada orang tua
sebelum pergi, hindari daerah yang sepi, jaga jarak terhadap orang lain, tidak
percaya kepada orang yang mengaku saudara orang tua, meminta izin orang tua
untuk menerima hadiah dari orang lain, menolak ajakan orang yang tidak dikenal
walaupun diberi hadiah, hindari ajaan dari siapapun ke ruangan yang sepi,
berhati-hati apabila ada orang lain yang mendekati kita di tempat sepi, menghafal
identitas diri, segera berlari ketempat yang ramai ketika dalam kondisi bahaya,
laporkan kepada orang yang dipercaya, berani bercerita kepada orang tua jika ada
seseorang membuat merasa tidak aman, tidak sembarangan menyebar foto dan
identitas diri di internet berhati-hati saat berkenalan dengan orang asing di
internet, mencari bacaan dan tontonan sesuai dengan usia. Tujuan dari pemberian
pesan ini adalah agar peserta dapat melindungi dirinya sendiri ketika berada
diluar rumah.
9

Dari pesan-pesan yang disajikan dalam flipchart, dan penelti menyamakan


pesan-pesan tersebut terhadap media-media lainnya seperti poster, ular tangga. Tujuan
dari penyamaan pesan tersebut adalah agar pesan yang sebelumnya disajikan fasilitator
nantinya kepada peserta tetap diingat.

b. Pembuatan Media-Media kit fasilitator


Media promosi kesehatan adalah alat bantu untuk menampilkan pesan atau
informasi dan mengunakan alat-alat pendukung. Alat-alat tersebut merupakan saluran
(channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut
digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat
atau klien (Notoatmodjo, 2012:65). Dalam pembuatan media ini, peneliti menentukan
strategi visual dengan beberapa elemen didalamnya. Strategi visual adalah strategi
pembelajaran yang mengaitkan konsep pembelajaran dengan gambar, lambang, atau
simbol tertentu (Chotib, 2011: 177). Peneliti menentukan 3 elemen dalam strategi
visual yaitu dengan mempetimbangkan ilustrasi, warna, dan tipografi. Berikut adalah
penjelasan elemen-elemen dalam pembuatan media dalam kit fasiltator :
1) Ilustrasi
Menurut Slythe dalam Jati (2016: 7) menyatakan bahwa ilustrasi adalah
gambaran yang berusaha menerangkan suatu cerita secara benar dan jelas bisa berupa
gambar, musik, gerak dan bahasa lisan maupun tulisan. Pada penelitian ini, peneliti
membuat ilustrasi yang disesuaikan bagi siswa sekolah dasar. Menurut (Beteancourt
dan Chassot, 2008: 8) anak usia 4-10 adalah masa belajar yang paling baik, dengan
menggunakan gambar animasi yang disertai narasi akan meninggkatkan daya ingatnya
untuk belajar. Dari pernyataan tersebut, peneliti membuat ilustrasi animasi yang
didesain dengan menggunakan perangkat keras (hardware) berspesifikasi Processor
Intel Core i3 3240 3.4GHz, Motherboard Gigabyte H61M-DS2, RAM team elite plus
DDR3 4GB PC12800 (2 x 2GB, VGA HIS R7 240 2GB DDR5 128BIT iCooler,
SEAGATE 500GB SATA 3.0 sebagai spesifikasi dalam computer yang peneliti
gunakan untuk pembuatan gambar. Selain itu, peneliti juga menggunakan digital
graphics design & drawing Tablet Slim Pro - 10 X 6 inch sebagai perantara untuk
10

menggambar karakter kit fasilitator pada perangkat lunak (software) yang tersedia
dalam komputer tersebut. Peneliti mengguakan perangkat lunak (software) Paint tool
SAI sebagai tahap awal penggambaran karakterya dan menggunakan DrawPlus starter
Edition sebagai tahap akhir untuk pewarnaan karakter yang sudah digambar
sebelumnya. Berikut adalah hasil karakter yang peneliti buat sebagai penggambaran
karakter yang ada dalam kit fasilitator:
Tabel 4. 2 karakter kit fasilitator
No Karakter Nama Karakteristik Umur
1 Edo Pada kit fasilitator ini, Edo 5 tahun
merupakan karakter laki-laki
yang ingin belajar lebih jauh
tetang pencegahan pedofilia.
Dalam ilustrasi yang
disajikan, edo berada dalam
situasi tertentu yang nantinya
para peserta dapat belajar apa
yang dilakukan edo.

2 Dora Pada kit fasilitator ini, dora 6 tahun


merupakan kakak dari edo.
Dalam ilustrasi yang
disajikan, dora berada dalam
situasi yang menggambarkan
kejadian anak perempuan di
dunia nyata. Jadi anak-anak
perempuan dapat belajar dari
dora nantinya.

No Nama Peran Karakter Usia


11

3 Ibu Ibu adalah sosok pelengkap 28 tahun


dari kit fasilitator, ibu disini
menempatkan diri sebagai
yang sayang terhadap edo dan
dora, ibu juga memberikan
contoh yang baik untuk hal
yang boleh melihat area
pribadi edo.

4 Ayah Ayah adalah sosok pelengkap 31 tahun


dari kit fasilitator, ayah disini
menempatkan diri sebagai
orang yang melindungi edo
dan dora jika ada orang jahat
yang ingin mengganggunya

5 Bapak Bapak satpam adalah sosok 41 tahun


Satpam pelengkap dari kit fasilitator,
Bapak satpam disini
menempatkan diri sebagai
orang yang melindungi edo
dan dora jika ada orang jahat
yang ingin mengganggunya di
area sekolah mereka
12

No Nama Peran Karakter Usia


6 Orang Orang asing disini 25 tahun
asing dianalogikan sebagai orang
jahat yang hendak
menganggu edo dan dora.
Orang asing ini dapat
mengaku-ngaku sebagai
saudara dari dora dan edo,
kadang juga orang asing ini
berusaha untuk memberikan
permen ataupun coklat
kepada edo.

2) Warna
Warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan
memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Warna mempunyai fungsi
untuk memperkuat aspek identitas, kemudian warna dapat menciptakan impresi atau
kesan yang mampu menimbulkan perilaku yang berperanan penting dalam penilaian
estetis audience sehingga dapat menentukan suka tidaknya akan bermacam-macam
benda (Sanyoto, 2009:11). Pada kit fasilitator yang dibuat, warna ini berperan penting
dalam menampilkan kertertarikan untuk dilihat oleh peserta dalam penyuluhan. Selain
itu, warna peneliti gunakan sebagai penekanan dalam suatu pesan yang disampaikan
dalam tiap media-media yang ada dalam kit fasilitator. Berikut adalah pemilihan warna
tiap media yang ada dalam kit fasilitator
a) Modul
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan
menarik untuk mencapai kompetensi yan diharapkan sesuai dengan tingkat
kompleksitasnya (Arifah 2010: 27-29). menurut peraturan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan (2012:1-6) nomor 003 tahun 2009 tentang penyusunan modul,
agar modul mempunyai daya tarik perlu dilakukan pengkombinasian warna, gambar,
13

bentuk dan ukuran yang serasi. Penggunaan warna pada modul, peneliti
menggunakan variasi warna tidak terlalu mencolok dan tidak mudah lelah untuk
dibacanya.

Gambar 4 1 Cover Modul

Warna halaman sampul terdiri dari judul, penulis dan gambar ilustrasi dari kit
fasilitator yang disajikan dengan paduan warna yang imbang. Warna yang digunakan
pada latar belakang adalah warna kombinasi krim dengan warna hijau. Sesuai dengan
penelitian dari Husna (2016: 8) menyatakan bahwa penggunaan halaman sampul
dengan dominasi warna dan gambar yang menarik akan menambah ketertarikan pada
modul tersebut untuk dibaca. oleh sebab itu dapat disimpulkan dengan warna cover
yang digunakan dapat menarik minat untuk membaca modul tersebut.
b) Flipchart
Penggunaan warna pada flipchart, peneliti menggunakan variasi warna yang
cerah dan tidak membebani bagi peserta untuk melihat flipchart tersebut. Hal ini
searah dengan penelitian dari Suliana dan Cepi (2009: 35-36) yang menyatakan
bahwa flipchart yang dapat dinilai menarik apabila digunakan warna yang bervariasi.
Warna akan membuat siswa tertarik untuk mempelajari materi pembelajaran,
14

memfokuskan pada sajian materi. Media flipchart terdiri dari 12 halaman bolak balik
yang dimana terdiri dari 6 lembar. Setiap halaman memiliki kombinasi warna yang
berbeda-beda mengikuti dari pesan yang disampaikan. Pada halaman pertama yaitu
cover, peneliti menyajikan latar belakang sampul dengan paduan komposisi warna
merah: 254, hijau: 250 biru: 203 yang membuat flipchart terlihat media yang ceria.
Gambar 4 2 Cover flipchart

Pada halaman kedua hingga kelima, peneliti menggunakan warna biru dengan
perbandingan warna R115 G198 B239 dan warna kuning dengan perbandingan warna
R255 G231 B99. Peneliti ingin menegaskan perbedaan antara sosok perempuan dan
laki-laki. Pada laki-laki peneliti menggunakan latar belakang warna biru karena
sesuai dengan penelitian dari Pettorini (2008: 881) tentang the color of gender
menyatakan bahwa warna digunakan untuk membedakan perebedaan antara laki-laki
dan perempuan. Warna merah, biru dan hitam diidentikan sebagai karakter yang
jantan dan warna merah muda, dan kuning digambarkan sebagai sosok yang feminim.
15

Gambar 4 3 Flipchart halaman 2-3

Pada halaman area yang tidak boleh disentuh orang lain, peneliti menggunakan
warna merah dengan perbandingan R:239 G:41 B:41 pada area-area yang tidak boleh
disentuh. Peneliti ingin memunculkan tanda peringatan bagi pembaca. Hal ini sejalan
dengan penelitian Gnambs, et al (2015:2) yang berjudul red color and risk-taking
16

behavior in online environments red color and risk-taking behavior in online


environments menyatakan bahwa warna merah merupakan warna yang dijadikan
petanda bahaya secara otomatis oleh setiap orang.

Gambar 4 4 Flipchart halaman 7

Pada halaman memilih mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan, peneliti
meggunakan variasi warna untuk setiap situasi. Pada halaman ini peserta diminta
untuk menaruh bangun datar 2 area warna yang menunjukan boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan. Peneliti menggunakan warna merah dengan perbandingan
warna R239 G99 B74 sebagi tanda yang tidak boleh dilakukan dan menggunakan
warna putih dengan perbandingan warna R255 G255 B255 untuk boleh dilakukan.
Dengan perbedaan warna pada latar belakang, peserta akan mengingat warna yang
dilihat dan membaca perintahnya lalu mempraktikan apa yang dilihat tersebut. sesuai
dengan penelitian dari Elliot (2015: 5) menyatakan penggunaan warna merah dapat
merangsang seseorang untuk meningkatkan perhatian secara lanjut, jadi dalam tanda
bahaya lebih cocok digunakan warna tesebut. Untuk penggunaan warna putih dapat
digunakan sebagai warna yang murni sehingga menimbulkan presepsi yang baik
untuk penggunaannya.
17

Gambar 4 5 flipchart halaman 8

c) Ular tangga
Media ular tangga termasuk media visual karena melibatkan indera penglihatan
dalam menggunakan media tersebut dan disebut media grafik karena media ular
tangga disajikan dalam bentuk gambar (Zuhdi, 2010:192). Ular tangga yang ada
dalam kit fasilitator berisikan gambar dengan variasi warna. Peneliti menggunakan
warna bervariasi sebagai penekanan gambar-gambar dalam ular tangga tersebut.
Gambar 4 6 Media Ular tangga
18

Warna dasar yang digunakan adalah warna hijau dengan perbandingan warna R:24
G:122 B:73, peneliti ingin memunculkan efek ketenangan dalam bermain selain itu
juga peneliti menggunakan warna-warna bervariasi yang di dominasi warna orange
dan putih pada tiap kotaknya agar tidak bosan saat bermain. Hal ini searah dengan
penelitian dari Sari (2004: 33) menyatakan bahwa warna berperan sebagai stimuli
(rangsangan), dengan menggunakan warna-warna cerah yang disukai anak dan
menarik perhatian seperti merah, kuning, orange pada sarana permainan dan
pembelajaran akan merangsang anak untuk beraktivitas dan berimajinasi.
d) Poster
Menurut Sudjana (2007) dalam Putri et al., (2013:150) poster merupakan kombinasi
visual dari rancangan yang kuat, dengan warna dan pesan dengan maksud untuk
menangkap perhatian orang tetapi cukup menanamkan gagasan yang berarti didalam
ingatannya. Pada pembuatan poster ini peneliti menggabungkan kombinasi warna
sebagai menarik pembaca untuk melihat pesan yang ada dalam poster tersebut.
Penggunaan warna pada Poster, peneliti menggunakan variasi warna yang cerah dan
beberapa warna yang jadi penekan pesan seperti warna merah untuk mempertegas
pesan. Penggunaan warna hijau pada bagian atas dan bawah dapat meningkatkan
perhatian pembaca untuk membaca pesan-pesan yang ada dalam poster tersebut.
sesuai dengan penelitian dari monica dan luzar (2011:1090) menyatakan bahw warna
19

hijau dapat menimbulkal efek menyejukan dan menenangkan, sehingga baik untuk
digunakan pada pesan-pesan yang bersifat persuasif.

Gambar 4 7 Media Poster

1) Tipografi
Tipografi terdiri dari rangkaian bahasa tulis yang diciptakan dari sebuah kata
menjadi kalimat, terdiri dari rangkaian huruf. Kalimat bukan saja bisa berarti suatu
makna yang mengacu kepada sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki
kemampuan untuk menyuarakan suatucitra ataupun kesan secara visual. Hal itu
dikarenkan terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf. Pemilihan
jenis huruf disesuaikan dengan citra yang ingin diungkapkan (Kusrianto, 2007: 191).
Pada penelitian ini, tipografi berguna untuk memperindah rangkaian kalimat agar
tampak indah dilihat dan juga mudah untuk di baca. Peneliti memusatkan kegunaan
dalam penyunan tipografi bertujuan agar pembaca tertarik terdahulu terhadap
tampilannya sebelum dia membaca sehingga meningkatkan semangat untuk membaca
media-media dari kit fasilitator tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian dari
Hasibuan dan Kartono (2012:2) menyatakan bahwa Informasi semenarik apapun bisa
tidak dilirik pembaca apabila disampaikan dengan pemilihan tipografi yang buruk.
Oleh karena itu, huruf dipilih dengan pertimbangan nilai tingkat kemudahan dalam
membaca (legibility) agar informasi yang disampaikan kepada pembaca menjadi cepat,
mudah, dan menyenangkan. Berikut adalah jenis tipografi yang peneliti gunakan tiap
media yang ada dalam kit fasilitator :
a) Modul
Media modul disajikan untuk menjadi pentunjuk bagi fasilitator. Peneliti
membuat modul secara sederhana dan mudah untuk dibaca bagi fasilitator.
Tipografi yang peneliti gunakan dalam media modul ini dibagi atas 2 bagian.
Bagian pertama adalah kepala yang menjadi judul dari tiap bab ataupun sub bab
yang ada dalam modul dan bagian isi yang menjadi isi dalam tulisan dalam media
modul tersebut. berikut adalah font dan ukuran yang peneliti gunakan :
Tabel 4. 3 Pengunaan Font pada Modul
20

No Bagian Kategori Nama font Ukuran


1 Header Sans serif Bebas Neue 48 pt, 27pt
2 Isi Serif Times New Romans 27 pt

Pada bagian Header, peneliti menggunakan font bebas neue dengan ukuran 48pt
pada bagian Bab dan 27pt pada bagian sub bab. Hal ini peneliti gunakan agar
fasilitator dapat melihat secara jelas inti bab yang perlu dibaca sebelum membaca
bagian isinya. Pada bagian “isi” peneliti menggunakan font calibri dengan ukuran 12
pt. Hal ini peneliti gunakan agar fasilitator tidak lelah dalam membaca modul tersebut
karena huruf yang digunakan tidak terlalu rapat. Pemilihan font tersebut peneliti
menggunakan prinsip Readibility yang dikemukakakn oleh Wijaya (2004: 51) yaitu
readibility adalah penggunaan huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan
huruf yang lain sehingga terlihat jelas. Huruf dan huruf baik untuk membentuk suatu
kata, kalimat atau tidak digabungkan deengan memperhatikan hubungan antara huruf
yang satu dengan yang lain, khususnya spasi antar huruf.
b) Flipchart
Media flipchart digunakan fasilitator untuk media edukasi bagi siswa usia 7-10
tahun. Tipografi yang peneliti gunakan dalam media flipchart ini di bagi atas 5 bagian.
Bagian pertama ialah bagian judul, bagian kedua adalah isi pesan, bagian ketiga ialah
keterangan, bagian terakhir adalah tagline/slogran. berikut adalah font dan ukuran
yang peneliti gunakan :
Tabel 4. 4 Pengunaan Font pada Flipchart

No Bagian Kategori Nama font Ukuran


1 Judul Sans serif Bebas Neue 68 pt
2 Isi pesan Sans serif Bebas Neue 36 pt
Sans serif Kisah ceritra 36 pt
3 Keterangan Sans serif Arial 16 pt
4 Tagline Script Oliver 27 pt

Pada bagian “judul”, peneliti menggunakan font kategori sans serif dengan nama
Bebas Neue ukuran 68 pt. Alasan pengunaannya adalah peneliti ingin
21

memperlihatkan secara jelas judul dari pokok tiap bahasan saat penyuluhan
Selanjutnya bagian isi peneliti menggunakan font kategori sans serif dengan nama
kisah ceritra dan bebas neue. Pada “bagian isi” peneliti menyajikan kata-kata yang
hurufnya tipis tetapi tetap terlihat. Bagian selanjutnya adalah “keterangan”, isi dalam
keterangan adalah kalimat-kalimat yang disampaikan fasilitator untuk para peserta.
Jadi peneliti membuatnya lebih kecil dari pada huruf-huruf yang lain dan
menggunakan font arial. Pada bagian terakhir adalah “tagline”, pada bagian ini
peneliti menggunakan font oliver kategori script dengan ukuran 27pt. tujuan
mengguanakan font oliver dikarenakan dapat pesan yang disampaikan terlihat indah
dengan bentuk lekukan.
c) Poster
Media poster disajikan menjadi media pembelajaran peserta setelah mengikuti
serangkaian penyuluhan oleh fasilitator. Peneliti membuat poster secara menyeluruh
dari materi-materi yang fasilitator berikan bertujuan peserta dapat mengingat materi
yang telah disampaikan. Tipografi yang peneliti gunakan dalam media poster ini
dibagi atas 3 bagian. Bagian pertama adalah kepala yang menjadi judul, bagian badan
yang menjadi isi dalam tulisan dalam media poster tersebut, dan bagian kaki yang
menjadi catatan sumber pustaka dan catatan kaki dari peneliti untuk peserta. berikut
adalah font dan ukuran yang peneliti gunakan :
Tabel 4. 5 Pengunaan Font pada Poster

No Bagian Kategori Nama font Ukuran


1 Kepala Sans serif Kisah ceritra 48 pt
2 Badan (isi) Sans serif Ever after 20 pt
3 Kaki Script Oliver 14 pt

Peneliti menggunakan font kisah ceritra pada “kepala” dari poster dengan
ukurannya adalah 48pt. hal ini peneliti gunakan agar pembaca nantinya akan tergerak
untuk melihat dahulu judulnya lalu membaca pesan yang ada dalam poster tersebut.
Pada bagian “badan”, peneliti menggunakan font ever after dengan ukuran 20 pt,
tujuannya adalah peneliti ingin menjelaskan pesan dalam gambar diposter tersebut.
22

Kemudian, di bagian kaki peneliti menggunakan font oliver dengan ukuran 14 pt


sebagai sumber pustaka. Dari keseluruhan font yang peneliti gunakan bertujuan agar
peserta dapat melihat secara jelas tentang pesan-pesan yang ada dalam poster tersebut.
Sesuai dengan prinsip visibility dari tipografi yang dikemukakan oleh Wijaya (2004:
53) adalah kemampuan suatu huruf, kata, atau kalimat dalam suatu karya desain
komunikasi visual dapat terbaca dalam jarak baca tertentu.
d) Ular tangga
Media ular tangga disajikan untuk menjadi media permainan untuk meninjau
ulang pengetahuan yang telah diberikan kepada peserta. Tipografi yang peneliti
gunakan dalam media modul ini dibagi atas 3 bagian. Bagian pertama adalah kepala
yang menjadi judul permainan dan bagian badan adalah yang menjadi isi pertanyaan
dalam permainan ular tangga.
Tabel 4. 6 Pengunaan Font pada Ular tangga

No Bagian Kategori Nama font Ukuran


1 Kepala Sans serif Kisah ceritra 220 pt
2 Badan (isi) Sans serif Kisah ceritra 80 pt

Pada bagian kepala, peneliti menggunakan font kisah ceritra dengan ukuran
adalah 220 pt, hal ini peneliti gunakan agar peserta dapat merasa bahagia dan
penasaran dengan ular tangga yang dimainkannya. Pada bagian badan peneliti
menggunakan font kisah ceritra juga dengan ukuran 80 pt, dengan menggunakan font
kisah ceritra, peneliti menginginkan peserta dapat tertarik terhadap isi dalam media
ular tangga tersebut.

4.3.2 Uji Coba


Pada tahap uji coba, peneliti melakukan penilaian kelayakan pada media-media
pada kit fasilitator meliputi penilaian terhadap kesesuaian pemilihan media-media pada
kit fasilitator, penilaian pada komposisi media-media kit fasiltator, dan materi pada
media-media dalam kit fasilitator. Pada kit fasilitator ini, peneliti memilih penggunaan
media modul sebagai buku petunjuk bagi fasilitator, media flipchart sebagai media
23

utama edukasi pencegahan pedofilia, media ular tangga sebagai media permainan
sekaligus edukasi kepada siswa untuk mengulas materi yang telah didapatkan saat
penyuluhan, dan yang terakhir media poster sebagai hadiah yang diterima untuk kelas
karena telah perpartisipasi aktif dalam penyuluhan tersebut.
Untuk penilaian komposisi media-media kit fasilitator, informan menilai dari
aspek ilustrasi meliputi tetang pemilihan karakter kartun sebagai gambar utama dalam
media-media kit fasilitator, yang kedua aspek warna meliputi pemilihan warna pada
latarbelakang ataupun pada karakter dalam media-media kit fasilitator, dan yang
terakhir adalah pemilihan tipografi dalam media-media kit fasiltator sudah sesuai
ataupun perlu perbaikan. Pada penilaian terakhir adalah penilaian dari segi
materi/pesan-pesan dalam kit fasilitator apakah sudah sesuai ataupun perlu perbaikan.
Penilaian Komposisi media-media kit fasilitator dilakukan melalui wawancara
mendalam pada informan utama ahli media, sedangkan informan utama psikolog dan
ahli kesehatan masyarakat akan melakukan penilaian terhadap materi/pesan-pesan
dalam kit fasilitator. Selain itu, informan ahli media dan ahli kesehatan masyarakat juga
akan melakukan penilaian terhadap ketepatan pemilihan media-media untuk kit
fasilitator. Beberapa latar belakang informan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Informan utama ahli media (X1) adalah seorang pengajar/dosen di fakultas.


b. Informan utama ahli media (X2) merupakan seorang pengajar/dosen peminatan
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.
c. Informan utama ahli kesehatan masyarakat (X3) adalah seorang fasilitator
kesehatan di Kecamatan Rambipuji.
d. Informan utama ahli kesehatan masyarakat (X4) adalah seorang promotor
kesehatan di Puskesmas Puger.
e. Informan utama Psikolog anak (X5) adalah seorang Psikolog anak di Garwita
Institute.
f. Informan utama Psikolog (X6) adalah seorang Psikolog dan dosen di Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember.
24

Setiap informan mengisi informan concent sebelum dilaksanakan wawancara


mendalam. Berikut hasil dari penilaian kelayakan.
Tabel 4. 7 Penilaian Keseuaian Pemilihan Media
Ahli kesehatan masyarakat
No Aspek Ahli Media (X1 dan X2)
(X3 dan X4)
1 Media Modul Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai
pemilihan modul dalam kit pemilihan modul dalam kit
fasilitator sudah sesuai fasilitator sudah sesuai

Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai


pemilihan modul dalam kit pemilihan modul dalam kit
fasilitator sudah sesuai fasilitator sudah sesuai
2 Media Flipchart Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai
pemilihan flipchart untuk pemilihan flipchart untuk
media penyuluhan dalam kit media penyuluhan dalam kit
fasilitator sudah sesuai fasilitator sudah sesuai

Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai


pemilihan flipchart untuk pemilihan flipchart untuk
media penyuluhan dalam kit media penyuluhan dalam kit
fasilitator sudah sesuai fasilitator sudah sesuai
3 Media Ular tangga Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai
pemilihan ular tangga untuk pemilihan ular tangga untuk
media penyuluhan dalam kit media penyuluhan dalam kit
fasilitator sudah sesuai fasilitator sudah sesuai

Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai


pemilihan ular tangga untuk pemilihan ular tangga untuk
media penyuluhan dalam kit media penyuluhan dalam kit
fasilitator sudah sesuai fasilitator sudah sesuai
No Aspek Ahli Media (X1 dan X2) Ahli Kesehatan Masyarakat
(X3 dan X4)
4 Media Poster Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai
pemilihan Poster untuk media pemilihan Poster untuk media
penyuluhan dalam kit penyuluhan dalam kit
fasilitator sudah sesuai. fasilitator sudah sesuai.

Informan meyatakan kesesuai Informan meyatakan kesesuai


pemilihan Poster untuk media pemilihan Poster untuk media
penyuluhan dalam kit penyuluhan dalam kit
fasilitator sudah sesuai. fasilitator sudah sesuai.

Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti

a. Penilaian Kesesuaian Pemilihan Media


1) Pemilihan Modul
Menurut Arifah (2010: 26) modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang
berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara
25

sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yan diharapkan sesuai dengan
tingkat kompleksitasnya. Dalam penelitian ini, Penilian Seluruh Informan ahli media
(X1 dan X2) dan ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4) menyatakan bahwa pemilihan
media modul dalam kit fasiltator ini sudah sesuai dengan tujuan peneliti ingin
menyajikan media yang dapat digunakan fasiltator. Berikut pertanyaan informan utama
ahli media (X1 dan X2) informan utama ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4)
tentang pemilihan modul sebagai media dalam kit fasilitator :
“Dari modul yang saya baca kemarin itu ga ada masalah dek dan ini
pasti buku petunjuknya kan kalo menurutku sih sudah lengkap sih
…..” (X1, 15 Mei 2018:70).

“kalo modul untuk fasilitator sih bagus dek, ini sih sudah lumayan
lengkap lah…” (X2, 15 Mei 2018: 2)
“…sudah ada ini mulai dari ini pengenalan, terus ada juga ini
penggunaan flipchart dan ada ular tangga juga. Oke sih kalo
menurutku …”(X2, 18 Mei 2018: 14)

“kalo fasilitator, ini bahasanya sebenarnya sudah ringan sih. Dan


mudah di pahamilah menurutku (sambil membaca kembali) ga ada
masalah. Soalnya ini fasilitator kan yang sudah dewasa nih baca ini
(nunjuk modul) jadi dengan bahasa yang demikian sih ga masalah
menurutku..” (X3, 29 Mei 2018: 24).

“menurutku sesuai si dek. Kamu buat ini kan ditujukan untuk


fasilitator, karena fasilitator kan ga semuanya paham nih dengan
materi pencegahan pedofilia padahal dia pingin melakukan
penyuluhan, ini modul bisa kamu jadikan petunjuk” (X4, 21 Mei
2018: 22)

Menurut informan ahli media 1 (X1) menyatakan bahwa dengan menyediakan


modul ini bisa menjadikan petunjuk bagi fasilitator agar siap melaksanakan
penyuluhan. sedangkan menurut informan ahli media 2 (X1) menyatakan bahwa modul
yang dibuat sudah lengkap untuk fasilitator melakukan penyuluhan, karena didalam
bagian modul terdapat pembahasan tentang pengenalan, tatacara penggunaan media-
media yang ada dalam kit fasilitator. Menurut informan ahli kesehatan masyarakat 1
(X3) modul yang dibuat oleh peneliti sudah bagus dan cocok untuk kit fasilitator yang
peneliti buat. Dan menurut informan ahli kesehatan masyarakat 2 (X4) menyatakan
26

bahwa bahasa yang digunakan dalam modul mudah dipahami oleh orang dewasa yang
menjadi fasilitator.
Hal ini sesuai dengan penelitian dari Arifah (2010: 27-29) yang menyatakan
bahwa sebuah modul dapat dijadikan petunjuk dan baik untuk digunakan apabila
terdapat karakteristik. a) self instructional, melalui modul tersebut seseorang mampu
membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.b) Self Contained :
Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang
dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah
memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas,
karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. 3) Adaptive : Modul
hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan
teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan.dan 4) User friendly :
Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang
umum. Dari pernyataan tersebut, pemilihan modul dalam kit fasilitator telah sesuai dan
dapat dijadikan petunjuk fasilitator sebelum melakukan penyuluhan karena dilengkapi
langkah demi langkah yang harus di lakukan nantinya.

2) Pemilihan Media Flipchart


Menurut Susilana dan Riyana (2009: 87) media flipchart dapat dijadikan sebagai
media penyampai pesan pembelajaran secara terencana maupun secara langsung dan
menjadikan percepatan ketercapaian tujuan dengan menghemat waktu bagi fasilitator.
Berdasarkan penilian Seluruh Informan ahli media (X1 dan X2) dan ahli kesehatan
masyarakat (X3 dan X4) menyatakan bahwa pemilihan media flipchart dalam kit
fasiltator ini sudah. Berikut pertanyaan informan utama ahli media (X1) tentang
pemilihan modul sebagai media dalam kit fasilitator:

“dan ini nanti di gunakan fasilitator kan? Kalo iya sih ga masalah
dek tinggal pinter-pinterannya yang ngomong sih…” (X1, 15 Mei
2018:42).
27

Menurut Informan utama ahli media 1 (X1) media flipchart sudah sesuai tetapi
keterampilan fasilitator menyampaikan dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari Endahati dan purwanto (2016:18) menyatakan bahwa
media-media yang digunakan oleh seorang guru atau fasilitator dapat menambah
pengalaman baru bagi peserta tetapi untuk meningkatkan pengetahuan dari peserta
perlunya keterampilan dalam bercakap untuk membuat peserta tertarik dalam
pembelajaran tersebut. dapat disimpulkan bahwa informan utama ahli media 1
pemilihan media flipchart dalam kit fasilitator sudah tepat. Menurut informan utama
ahli media 2 (X2) menyatakan sebagai berikut:

“Oh heem, Secara variatif sih lebih bervariasi ya dibandingkan


media yang pernah dibuat oleh orang-orang karena kalau orang kan
medianya hanya flipchart yaudah flipchart aja kayak gitu tapi disini
kan ada kombinasi antara pemberian penyuluhan dan mengajak
mereka untuk aktif dalam kegiatan tersebut” (X2, 15 Mei 2018: 66)

Menurut informan utama ahli media 2 (X2) menyatakan flipchart yang dibuat
oleh peneliti lebih variatif dibandingkan flipchart yang pernah ada karena
dikombinasikan antara penyuluhan dan bermain jadi lebih menarik dan peserta dapat
aktif dalam belajar. pendapat dari ahli media 2 (X2) sejalan dengan penelitian dari
Khobir (2009:197-200) menyatakan bahwa masa anak-anak adalah masa bermain,
untuk memberikan edukasi kepada anak maka sisipkan permainan yang dapat
menambah semangat mereka dalam belajar. manfaat dengan menyisipkan permainan
dalam pembelajaran adalah anak tidak cepat bosan dalam belajar. maka dapat
disimpulkan dari pernyataan responden maka sesuai Pemilihan media flipchart dalam
kit fasilitator telah sesuai karena isinya tidak hanya materi saja tetapi diselipkan dengan
permainan yang dapat menambah minat peserta dalam belajar. Selain itu, berikut
pertanyaan informan utama ahli media (X1) tentang pemilihan modul sebagai media
dalam kit fasilitator
“nah media mu lainnya ini yang kusuka itu konsep dari flipchart…
Media mu (flipchart) ini juga nantinyakan jadi materi inti ga sih..
jadi menurutku sih bagus sih dek” (X3, 15 Mei 2018: 14)
28

“Untuk flipchart boleh sih kamu pake ini. Soalnya kan saya tau nih,
media ini ga butuh listrik jadi bisa digunaakan dimana-mana
termaksud di desa terpencil sekalipun kan dek?” (X4, 15 Mei 2018:
36).

Menurut informan ahli kesehatan masyarakat 1 (X3) media flipchart ini


merupakan media inti dalam pemberian penyuluhan untuk disajikan kepada peserta dan
sesuai digunakan di kit fasilitator. dan Menurut ahli kesehatan masyarakat 2 (X4)
pemilihan media flipchart telah sesuai diguanakan untuk kit fasilitator, karena media
flipchart merupakan media yang tidak menggunakan listrik, jadi dapat digunakan
dimana saja. Pendapat kedua responden tersebut searah dengan pernyataan dari
Rosyadi dan Zuhdi (2013:1-2) tentang kelebihan flipchart yaitu gambar yang jelas dan
dapat dilihat secara bersama-sama, menarik dan mudah dimengerti, selain itu media
flipchart juga dapat digunakan dimana saja karena merupakan media cetak tanpa
menggunakan listrik. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari keempat responden
menyatakan bahwa pemilihan media flipchart telah sesuai untuk media di kit fasilitator.

3) Pemilihan Media Ular tangga


Media ular tangga merupakan media yang melibatkan indera penglihatan dalam
menggunakan media tersebut dan disebut media grafik karena media ular tangga
disajikan dalam bentuk gambar. Permainan ular tangga merupakan salah satu jenis
permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak. Permainan yang dimainkan oleh dua
orang atau lebih ini dapat melatih anak untuk berkompetisi. Selain itu, permainan ular
tangga dapat melatih anak untuk bekerja sama serta melatih anak untuk bertindak
sportif (Zuhdi, 2010:192). Berdasarkan Penilian Seluruh Informan ahli media (X1 dan
X2) dan ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4) menyatakan bahwa pemilihan media
ular tangga dalam kit fasiltator ini sudah sesuai. Berikut pertanyaan informan utama
ahli media (X1 dan X2) informan utama ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4)
tentang pemilihan modul sebagai media dalam kit fasilitator :
“…idemu juga bagus ini buat ulat tangga, karena setauku anak usia
7-10 tahun masih usia bermain, jadi kalo ada ular tangga bagus sih
menurutku…” (X1, 15 Mei 2018:52).
29

“coba aku liat lagi yang ular tangga dek… ya cuma ini kalo
sasarannya 7-10 tahun ini sudah bagus sih, sudah ada unsur-unsur
edukasinya.” (X3, 15 Mei 2018: 6)

“Kalau menurut segi permainan ini menurut saya sangat bagus


karena mereka jadi pion2 dan larut di permainan menurut saya ide
brilian ini..... (X4, 15 Mei 2018: 46).

Menurut informan utama ahli media 1 (X1) media dari ular tangga yang peneliti
sajikan dalam kit fasilitator menarik dan cocok bagi siswa sekolah dasar, karena rentan
usia 7-10 tahun merupakan masih masa bermain. Menurut informan ahli kesehatan
masyarakat 1 (X3) menyatakan ular tangga yang disajikan sesuai dengan kit fasilitator
karena memenuhi unsur-unsur edukasi. Lalu menurut informan ahli kesehatan
masyarakat 1 (X3) menyatakan bahwa ular tangga sudah sesuai karenna anak-anak bisa
larut dalam permainan dan merupakan ide yang bagus jika digunakan pada kit
fasilitator tersebut.Dari pernyataan ketiga responden tesebut sejalan dari penelitian
Widowati dan Mulyani (2014:9-10) yang berjudul pengunaan media ular tangga untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada tema hiburan. Bahwa penelti tersebut
menyatakan penerapatn media ular tangga bagi usia 7-10 tahun dapat meningkatkan
aktivitas siswa selama pembelajaran. Hal tersebut dibuktkan dengan adanya
peningkatan persentase yang signifikan sebelum dan setelah di beri edukasi melalui
ular tangga. Karena media ular tangga dapat melibatkan peserta untuk aktif bergerak
jadi peserta tidak bosan dalam bermain dan belajar. jadi dapat disimpulkan dari
pernyataan di atas penggunaan media ular tangga dalam kit fasilitator telah sesuai
karena adanya aktivitas fisik yang terlibat dari mereka sehingga tidak bosan dalam
belajar. sedangkan menurut untuk pernyataan dari informan ahli media 2 menyatakan
sesuai tetapi perlu adanya perbaikan. Berikut adalah pernyataan kedua informan
tersebut:

“…Kalau dari saya sih itu mengenai ular tangga sih bagus
konsepnya. Tetapi reward dan punishment seperti itu lebih di
30

jelaskan mungkin punishment yang diterima ketika dia menjawab


pertanyaan yang salah….” (X2, 15 Mei 2018: 50)

Menurut informan utama ahli media 2 (X2) pemilihan ular tangga sudah baik
tetapi perlu ada kejelasan antara reward dan punishment agar peserta lebih tertantang
lagi bermain ular tangga nantinya. Searah dengan penelitian dari Wulandari (2014:599-
604) menyatakan bahwa pemberian reward dan punishment dalam kegiatan belajar
dapat menumbuhkan motivasi dan respon peserta dapat kembali untuk lebih
memahami materi yang disampaikan fasilitaor dan memotivasi belajar peserta lebih
baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh informan menyatakan bahwa media ular
tangga telah susuai digunakan dalam kit fasilitator.

4) Pemilihan Media Poster


Menurut Sudjana (2007) dalam Putri et al., (2013:150) poster merupakan
kombinasi visual dari rancangan yang kuat, dengan warna dan pesan dengan maksud
untuk menangkap perhatian orang tetapi cukup menanamkan gagasan yang berarti
didalam ingatannya. Penilian Seluruh Informan ahli media (X1 dan X2) dan ahli
kesehatan masyarakat (X3 dan X4) menyatakan bahwa pemilihan media modul dalam
kit fasiltator ini sudah sesuai dengan tujuan peneliti ingin menyajikan media yang dapat
digunakan fasiltator. Berikut pertanyaan informan utama ahli media (X1 dan X2)
informan utama ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4) tentang pemilihan modul
sebagai media dalam kit fasilitator :
“Menurutku sih sesuai dek, karena kan juga lihat keguanaanya rata-
rata kan anak-anak itu suka yang praktis dan simple lah, nah
postermu ini juga bisa jadi salah satu opsi untuk pembelajaran.”
(X1, 15 Mei 2018:30).

“…Nah sama kayak poster ini, kalau saya bikin media itu saya
samakan semua informasinya jadi ketika mereka mendapatkan ini
ya. …” (X2, 15 Mei 2018: 68)

“Posternya bagus dek, cocok juga lah untuk digunakan dalam kit
fasilitor mu ini . bisa digunakan dimana aja kan…” (X3, 15 Mei
2018: 32).
31

”kalo yang poster ini sejujurnya sudah bagus dek, cocok lah di
gunakan di sekolah nantinya...” (X4, 15 Mei 2018: 6)

Menurut informan ahli media 1 (X1) poster yang disajikan ini dapat merupakan
media yang sederhana dan praktis sehingga bisa menjadi opsi dalam pembelajaran
tentang pencegahan pedofilia. Menurut informan ahli media 2 (X2) poster yang
disajikan ini dapat mengingat materi yang fasilitator jelaskan dilain hari ketika peserta
membaca kembali sehingga perlu disamakan isinya dengan media lainnya. Menurut
informan ahli kesehatan masyarakat 1 dan 2 (X3 dan X4) menyatakan bahwa poster
yang dibuat peneliti telah cocok digunakan dalam kit fasilitator. Dari pernyataan ketiga
informan tersebut, sejalan dengan pernyataan dari Wulandari (2017: 375-376) dalam
penelitiannya yang berjudul poster sebagai media pendidikan karakter. Peneliti tersebut
menyatakan bahwa (1) komposisi dari poster dapat memikat dan menarik perhatian
pembaca; (2) merangsang motivasi belajar, poster dapat merangsang anak untuk
mempelajari lebih jauh dan atau ingin lebih tahu hakikat dari pesan yang disampaikan;
(3) sederhana; (4) memiliki makna yang luas; (5) dapat dinikmati secara individual dan
klasikial; (6) dapat dipasang/ditempelkan di mana-mana, sehingga memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari dan mengingat kembali apa yang
telah dipelajari; dan (7) dapat menyarankan perubahan tingkah laku kepada peserta
didik yang melihatnya. Dari pernyataaan diatas. Maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa media poster sesuai digunakan dalam kit fasilitator karena praktis dan sederhana
dan dapat menyarankan perubahan tingkah laku kepada pembacanya. Selain itu
menurut

Tabel 4. 8 Penilaian Materi dalam Media


Ahli Psikolog (X1 dan Ahli kesehatan
No Aspek
X2) masyarakat (X3 dan X4)
32

1 Media Modul Informan meyatakan Informan meyatakan


materi pada modul materi pada modul
dalam kit fasilitator dalam kit fasilitator
sudah sesuai sudah sesuai

Informan meyatakan Informan meyatakan


materi pada modul materi pada modul
dalam kit fasilitator dalam kit fasilitator
sudah sesuai sudah sesuai
2 Media Flipchart Informan meyatakan Informan meyatakan
materi pada flipchart materi pada flipchart
dalam kit fasilitator dalam kit fasilitator
sudah sesuai (X3) sudah sesuai tetapi butuh
perbaikan dalam
redaksional. (X5)

Informan meyatakan Informan meyatakan


materi pada flipchart materi pada flipchart
dalam kit fasilitator dalam kit fasilitator
sudah sesuai sudah sesuai (X6)
3 Media Ular tangga Informan meyatakan Informan meyatakan
materi pada ular tangga materi pada ular tangga
dalam kit fasilitator sudah dalam kit fasilitator sudah
sesuai sesuai

Informan meyatakan Informan meyatakan


materi pada ular tangga materi pada ular tangga
dalam kit fasilitator sudah dalam kit fasilitator sudah
sesuai sesuai
4 Media Poster Informan meyatakan Informan meyatakan
materi pada ular tangga materi pada Poster dalam
dalam kit fasilitator sudah kit fasilitator sudah sesuai
sesuai
. Informan meyatakan
Informan meyatakan materi pada Poster dalam
materi pada ular tangga kit fasilitator sudah sesuai
dalam kit fasilitator sudah
sesuai
Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti

b. Penilaian Materi dalam Media


1) Materi dalam Modul
33

Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan


fungsi pendidikan. Untuk merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori
kapabilitas yang dapat dipelajari oleh pebelajar, yaitu informasi verbal, keterampilan
intelektual,strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Strategi
pengorganisasian materi pembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses berpikir, yaitu
pembentukan konsep, intepretasi konsep, dan aplikasi prinsip. Strategi-strategi tersebut
memegang peranan sangat penting dalam mendesain pembelajaran. Kegunaannya
dapat membuat fasilitator dapat mudah dalam menerapkan pembelajaran/penyuluhan
dengan materi yang telah disiapkan (Indriyanti dan Susilowati, 2010:1). pada materi
dalam modul, peneliti melakukan wawancara dengan informan ahli Berikut pernyataan
informan utama ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4) tentang materi dalam modul
kit fasilitator :
“menurutku di modul mu nih tambahkan deh tetang LGBT soalnya
Pedofilia dan LGBT itu hampir sejalan juga kejadiannya di
kalangan masyara kat. Soallnya juga ada yang mencabuli sesama
jenis tuh kepada anak-anak nah tambahkan sih menurutku tentang
LGBT di modul. Tapi kalo dari modul-modul yang pernah ku baca
di dan ku bandingkan dengan ini sih beda-beda tipis aja jadinya
sudah sesuai dah modul mu ini. Nah itu aja tambahan untuk modul
tapi lainnya sudah sesuai lah dek materinya” (X3, 15 Mei 2018:28).

“ini bagus sekali dalam artian begini, materi2 seperti ini jarang
sekali, ketika jenengan lepas ini nanti di skripsi dan anda sodorkan
ke instansi ….X4, 15 Mei 2018: 26)

Menurut informan ahli kesehatan masyarakat 2 (X4) materi dalam modul yang
peneliti buat jarang disampaikan pada modul lainnya sehingga pembaca akan
mendapatkan hal baru ketika membacanya. Tetapi informan ahli kesehatan masyarakat
1 (X3) menyatakan bahwa pelu penambahan materi tentang pencegahan LGBT untuk
menambah wawasan dari fasilitator fungsi lain dari pencegahan pedofilia. Sejalan
dengan peneilitian dari Hall (2009: 524-525) yang menyatakan bahwa orang dengan
pedofilia seperti ini lebih suka berhubungan seks pada anak laki- dibanding orang
dewasa. Anak-anak tersebut berusia antara 10- 12 tahun dan korban cendrung akan
mengalami traumatis dan bisa jadi korban akan tertarik juga terhadap laki-laki ketika
34

dia dewasa. jadi dapat disimpulkan bahwa kedua informan ahli kesehatan masyarakat
menyatakan sesuai penggunaan materi dalam modul tetapi menurut informan
kesehatan masyarakat X3 menyatkan bahwa perlunya penambahan materi tetang
LGBT didalam modul untuk sekedar referensi bagi fasilitotor. sedangkan pendapat lain
dari ahli psikologi (X5 dan X6) menyampaikan sebagai berikut :
“(X5:50) saya baca modul mu ini sudah sesuai kok dan dipahami
oleh peserta, ini juga kamu sampai memikirkan juga bagaimana
cara menyambut peserta diawal. Memang penting ini soalnya
menurut psikologis, anak itu butuh sesuatu yang menarik untuk bisa
menerima ilmu baru yang. nah kamu buka dengan yel-yel ini
menggugah mereka untuk penasaran.” (X5, 15 Mei 2018:50).

“…ada semacam panduan, jadi ada langkah – langkah


penggunaannya. Karena dari pengalaman kita fasilitator kita kan
ganti – ganti mas jadi harus gampang dipahami petunjuknya. Ada
manual dan instruksinya gitu” (X5, 15 Mei 2018:50).

Menurut informan Psikolog 1 (X5) menyatakan bahwa modul yang peneliti buat
telah sesuai dikarenakan memberikan tatacara menyambut peserta di awal. Hal tersebut
sangat penting dalam penyuluhan karena menurut psikologis anak itu butuh sesuatu
yang menarik sebelum mendapatkan ilmu baru. Sejalan dengan peneltian dari Almeth
2009: 4-6) yang berjudul The Impact of Ice Breaking Exercises on
Trainees'Interactions and Skill Acquisition: An Experimental Study menyatakan bahwa
dalam melakukan pelatihan/penyuluhan hal yang harus diperhatikan adalah
pengkondisian dari peserta. Dengan memberikan permainan atau ice breaking di awal
dan atau di antara penyuluhan dapat mengembalikan fokus pada peserta sehingga
peserta dapat tertarik pada matei yang disampaikan fasilitator.
Sedangkan menurut ahli psikolog anak 2 (X6) menyatakan bahwa modul yang
buat oleh peneliti sudah sesuai tetapi perlu diberikan tambahan halaman untuk instruksi
secara singkat berdasarkan hasil pemikiran penulis. Hal ini searah dengan pernyataan
dari Jones, et al (2012:3) dalam peneltiianya yang berjudul The Effects of Mind
Mapping Activities on Students' Motivation menyatakan bahwa dengan membaca hasil
mind mapping, pembaca dapat tau apa saja alur yang dilakukan melaluii akar-akarnya.
Jadi dapat mempermudah pembaca dalam mengartikan suatu topik. Dari pernyataan
35

diatas, informan utama psikolog 1 dan 2 (X5 dan X6) menyatakan bahwa materi dalam
modul telah sesuai tetapi perlu ada penambahan instruksi secara singkat dan jelas
berdasarkan hasil pemikiran penulis.

2) Materi dalam Flipchart


Materi pada flipchart yang peneliti buat lebih terpusatkan pada pendidikan seks
pada anak usia 7-10 tahun. Menurut Narwita (2013:24) pendidikan seks adalah upaya
memberikan informasi atau mengenalkan (nama dan fungsi) anggota tubuh,
pemahaman perbedaan jenis kelamin, penjabaran perilaku (hubungan dan keintiman)
seks, serta pengetahuan tentang nilai dan norma yang ada di masyarakat berkaitan
dengan gender. pada penilaian materi dalam flipchart, peneliti melakukan wawancara
dengan informan ahli Berikut pernyataan informan utama ahli kesehatan masyarakat
(X3 dan X4):
“nah media mu lainnya ini yang kusuka itu konsep dari flipchart.
Kamu ngasih materi-materi yang lengkap dan disini kamu kasih
materi tentang cara berpakaian, ini bagus sih …” (X3, 15 Mei
2018:14).

“Untuk flipchart untuk instruksi kenapa ini tidak disamakan di


modul sehingga si fasil ini tidak perlu buka modul lagi dan tidak
perlu menghafal…” (X4, 15 Mei 2018:36).

Menurut informan ahli kesehatan masyarakat 1 (X3) menyatakan bahwa


informan menyukai konsep dari flipchart, dan materi yang disajikan juga lengkap.
Informan menyatakan menyukai materi tentang cara berpakaian jadi peserta dapat
membedakan pakaian yang seharusnya digunakan bagi mereka sesuai gender.
sedangkan menurut informan ahli kesehatan masyarakat 2 (X4) menyatakan bahwa
materi flipchart telah sesuai tetapi beberapa instruksi masih berbeda dengan didalam
modul. Informan menyatakan lebih baik disamakan agar fasilitator tidak repot untuk
membuka kembali modulnya dalam penyuluhan. dari kedua pernyataan tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa materi dalam flipchart telah sesuai tetapi perlu ada
36

perbaikan dalam kesamaan instruksi. Sedangkan pendapat lain dari ahli psikologi (X5
dan X6) menyampaikan sebagai berikut :
“…Tetapi kok kurang ya. Sek(bentar) kalo misalnya di kasih semacam
roleplay satu persatu gimana dek, jadi anak nanti di minta berdoa dan di
kasih contoh, terus ada misalnya ada yang berlari kearah mana trus
teriaknya sekuat apa ini di kasih contohnya tetapi di masukan ke dalam
modulnya aja dek buat faslitator meragakan nanti. Karena menurut
psikologis, anak akan mengingat pesan kalo dia mencobannya juga. Jadi
kesannya dia akan lebih menghafal nih dek…” (X5, 15 Mei 2018: 36)
Menurut informan Psikolog 1 (X5) menyatakan bahwa materi dalam flipchart secara
keseluruhan telah sesuai tetapi pada materi “aku tau cara melindungi diriku” perlu ada
perubahan konsep pemberian materi. Konsep yang disarankan adalah dengan
menggunakan metode roleplay. Tujuannya adala saat peserta mempratikan dari tiap
pesan, secara tidak langsung peserta dapat mengingatnya. Hal ini serupa dengan
penelitian dari Kilgour, et al (2015:8-9) yang berjudul Role-Playing as a Tool to
Facilitate Learning, Self Reflection and Social Awareness in Teacher Education
menyatakan bahwa roleplay adalah salah satu aktivitas pembelajaran secara aktif yang
membuat sesama peserta melakukan interaksi dengan petunjuk yang diberikan
fasilitator. Manfaat dari roleplay adalah dapat membuka pikiran dari seluruh peserta
untuk dapat mempraktikan setiap petunjuk yang disampaikan fasilitator dikehidupan
nyata. Selain pada materi tersebut, informan utama psikolog juga berpendapat tetang
penilaian materi dengan topik lainnya. Berikut adalah kutipannya :
“Kalo dari materi mu ya di dalam flipchart yang saya baca sih sudah
bagus dan menarik juga dilengkapin gambar- gambarnya lucu. Tapi ada
nih pada bagian tertentu seperti ini di bagian halaman ini (menunjuk
halaman area pribadi,) kenapa ga langsung pakai istilah asli, ini penis
ini vagina seperti itu. Supaya nanti anak benar – benar tau nama aslinya,
jadi kita tidak menggunakan istilah lain. Biar mereka sudah mengerti
dan kenal dengan organ reproduksi mereka” (X6, 15 Mei 2018: 10)

Menurut psikolog 2 (X6) berpendapat dari materi yang disajikan peneliti,


semua telah sesuai dan menarik karena dilengkapi gambar-gambar yang mendukung
dalam setiap situasi. tetapi pada bagian materi area pribadi perlu ada kejelasan dalam
penyebutan organ reproduksi setiap gender. Informan berpendapat bahwa penyebutan
dengan istlah sebenarnya dapat membuat peserta mengerti dan mengenal organ
37

reproduksinya. Hal ini searah dengan pernyataan dari Breuner,et al(2016: 2) dalam
penelitian yang berjudul Sexuality Education for Children and Adolescents
menyatakan bahwa setiap anak harus menerima keakurasian pendidikan tentang seks.
Dari usia dini, anak harus mengenal alat vitalnya seperti penis pada laki-laki dan vagina
pada perempuan. Hal ini bertujuan agar anak dapat menjaga alat vitalnya dari hal-hal
buruk yang bisa terjadi dan juga membiasakan diri agar tidak menjadi sesuatu yang
tabu untuk dipahami bagi mereka.dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pentingnya menggunakan menggunakan nama asli dalam alat kelamin bagi laki-laki
dan perempuan. Jika disimpulkan dari keseluruhan pendapat maka materi dalam
flipchart telah sesuai untuk kebutuhan anak usia 7-10 tahun tetapi perlu ada perbaikan
dalam konsep pemberian materi dan juga penyebutan alat kelamin.

3) Materi dalam Media Ular tangga


Media ular tangga merupakan media yang melibatkan indera penglihatan dalam
menggunakan media tersebut dan disebut media grafik karena media ular tangga
disajikan dalam bentuk gambar. Permainan yang dimainkan oleh dua orang atau lebih
ini dapat melatih anak untuk berkompetisi. Selain itu, permainan ular tangga dapat
melatih anak untuk bekerja sama serta melatih anak untuk bertindak sportif (Zuhdi,
2010:192). Dalam menentukan materi dalam ular tangga, peneliti merangkum dari
beberapa pembahasan dalam media flipchart. Dari hasil materi tersebut peneliti
melakukan wawancara terhadap informan yang tujuannya untuk menilai materi dalam
media ular tangga. Menurut Informan ahli kesehatan masyarakat 2 (X4) dan ahli
psikolog (X5 dan X6) penilaian materi dalam media ular tangga telah sesuai, berikut
adalah kutipannya:
“Kalau menurut segi permainan ini menurut saya sangat bagus
karena mereka jadi pion2 dan larut di permainan menurut saya ide
brilian ini.dan ini juga materi yang kamu gunakan juga dari media
flipchart kan,.” (X4, 15 Mei 2018:46).
“Kalau materinya saya nggak komentar, karena menurut saya ini
sudah bagus dengan kelompok permainan dan umur segitu saya kira
sudah pas lah kalau dari materi konten (X4, 15 Mei 2018:48).
38

“Oalah ini materi-materi sebelumya ya dek bagus banget


konsepnya. Kalo masukan materi sih ga ada. Kan ini juga anak di
minta untuk mereview kembali apa yang didapat tetapi melalui
permaian, ga masalah sih dek bagus sudah ga perlu ada nambah
materi lagi menurut saya (X5, 15 Mei 2018:42).

“Nah jadi kalau seperti itu masuk ke edukasi melalui permainan ya


mas. Biasanya kita melalui menggambar mas untuk tau
peningkatan pengetahuannya. Tapi kalau konsepnya seperti itu sih
udah bener ya. Selama ini kita belum ada bahan review untuk yang
ular tangga. Saya kira sudah cocok sih mas kalo kamu masukan ini
jadikan di kit nantinya. Materinya kan juga turunan dari flipchart.
Ga masalah sih. (X6, 15 Mei 2018:24).

Menurut informan kesehatan masyarakat 2 (X4) menyatakan bahwa materi


dalam ular tangga sesuai untuk anak usia 7-10 tahun karena materi yang disajikan juga
bagian dari materi dalam flipchart sehingga peserta masih mengingat materi tersebut.
Menurut informan utama psikolog 1 (X5) menyatakan bahwa dengan menggunakan
ular tangga peserta dapat mengulas kembali materi yang disajikan sebelumnya oleh
fasilitator, jadi untuk materi tidak perlu penambahan karena sudah mencakupi dari
materi-materi yang disajikan sebelumnya. Menurut informan utama psikolog 2 (X6)
materi dalam ular tangga telah sudah sesuai dengan kebutuhan kit fasilitator, karena
isinya mengulas kembali hasil yang didapatkan dari media flipchart. Dari ketiga
pernyataan tersebut sejalan dengan modul dari Reach Out: Facilitator’s Flipchart
(2005:21) yang menyatakan bahwa materi disetiap media yang disajikan dalam
pelatihan harus sama dengan media-media lainnya, agar fasilitator tidak bingung dalam
menjelaskan dan peserta dapat mendapatkan pemahaman yang sama atas materi yang
telah disajikan. Selain pendapat tersebut. Informan kesehatan masyarakat 1 (X3)
menyatakan hal yang berbeda. Berikut adalah kutipannya:-
“Yang lain sudah bagus untuk ular tangganya. Cuma sekali lagi
untuk ular tangga penggunaan bahasanya kalo bisa menggunakan
kalimat yang universal agar misalnya anakkukan orang wuluhan
bisa paham sama kayak anak-anak yang di kota” (X3, 15 Mei 2018:
12)
39

Menurut informan utama kesehatan masyarakat 1 (X3) menyatakan bahwa


materi ular tangga telah sesuai tetapi penggunaan bahasanya masih terlalu berat untuk
dibeberapa kalangan. Jadi perlu ada perbaikan bahasa dengan menggunakan bahasa
yang universal. Hal ini juga disampaikan Menurut Arifah (2010: 29) bahwa media yang
baik adalah dengan menggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta
menggunakan istilah yang umum sehingga tidak ada presepsi lain atau bias informasi
yang didapatkan dari peserta. Dari keseluruhan pendapat informan tersebut dapat
disimpulkan bahwa materi dalam ular tangga telah sesuai tetapi informan X1
menyatakan perlu ada penyederhanaan dari teks dalam ular tangga.

4) Pemilihan Media Poster


Menurut Sudjana (2007) dalam Putri et al., (2013:150) poster merupakan
kombinasi visual dari rancangan yang kuat, dengan warna dan pesan dengan maksud
untuk menangkap perhatian orang tetapi cukup menanamkan gagasan yang berarti
didalam ingatannya. Peneliti melakukan wawancara kepada seuruh Informan ahli
kesehatan masyarakat (X3 dan X4) dan ahli psikolog (X5 dan X6) untuk menilai materi
dalam poster. Dan berikut adalah kutipan setiap informan tentang materi dalam media
poster :
“Cuma kalo yang poster ini sejujurnya masih berat karena masih
banyak tulisannya. Cuma ini kalo sasarannya 7-10 tahun ini sudah
bagus sih, sudah ada unsur-unsur edukasinya. Ada ancaman ketika
dia di sekolah harus melaporkan kepada siapa ketika terancam, dan
ini juga ada mengenal pancasila jadi lebih nasionalis. Cuma ada
beberapa yang harus di sederhanakan ya, ini yang no 3 untuk ular
tangga ada 4 area sentuhan,” (X3, 15 Mei 2018:6).

“Oalah,sebenernya materinya sudah bagus dek, tapi coba


disederhanakan lagi bahasa di poster ini dek. terlalu tidak untuk
anak-anak jadi bahasanya masih agak masih bahasa kamu yang
keluar disini.” (X4, 15 Mei 2018: 34).

Kalo yang saya baca nih dek. Postermu ini kan sebenernya hampir
sama kayak flipchart tapi di buat sederhana kan..jadi sebenernya
sesuai sih dek dari segi psikologi anak. Karena anak itu cendrung
mengingat sesuatu materi dari apa yang di liat. Misalnya dengan
kamu kasih materi flipchart ini terus kamu kasihkan kepada mereka
40

poster ini. Jadi anak yang lihat ini bisa langusng semacam call back,
oh ini waktu itu materi dari mas itu… gitu dek. Cocok sih materinya
. tapi dek perlu perbaikan dari keterangan-ketengan tiap gambar ya,
gunakan yang lebih sederhana (X5, 15 Mei 2018: 46).

Menurut informan ahli kesehatan masyarakat 1 dan 2 (X3 dan X4) menyatakan
bahwa materi didalam poster telah sesuai untuk anak usia 7-10 tahun tetapi penggunaan
kata-kata tiap gambar yang masih berat untuk anak usia 7-10 jadi perlunya ada
perbaikan kata-katanya disesuaikan dengan usia pembaca. Hal ini serupa dengan
informan utama ahli psikolog anak 1 (X5) yang menyatakan bahwa materi dalam poster
sudah sesuai karena cakupan materi pada media lainnya, sehingga peserta dapat
mengingat kembali materi yang telah disampaikan fasilitator. tetapi dalam penggunaan
kata-katanya perlu ada penyederhanaan lagi agar peserta tidak kebingungan dalam
mengartikan. Hal ini searah dengan pernyataan dari Pauwels, (2015: 236) yang
menyatakan media pembelajaran poster dikatakan baik apabila memenuhi kriteria-
kriteria tertentu yang mencakup salah satunya mudah dimengerti (legibility). untuk
tercapainya kriteria tersebut pembuat media poster harus mengimajinasikan sasaran
yang dituju, jika sasarannya adalah seorang anak- anak maka tidak mengguankan kata-
kata susah dimengerti bagi anak-anak. Selain itu, materi dalam media poster menurut
informan utama psikolog 2 (X6) menyatakan hal yang berbeda. Berikut adalah
kutipannya:
“Oke, berarti ini ditujukan untuk anak SD ya, ini aku lihat sekilas
ya. Disini bahasanya sudah cukup mudah untuk dipahami. Cuma
ini kan disini banyak digambarkan bahwa pelakunya adalah laki –
laki, padahal kalau daari sisi psikologi pelaku Pedofilia ini bukan
hanya laki – laki saja, wanita juga bisa terlibat, bisa saja si
perempuan sebagai pelaku atau bahkan perantara. Bisa saja dia
sebagai networknya. Nah takutnya nanti disini kita terkesan
mendiskreditkan laki – laki kan. Padahal perempuan pun juga bisa
terlibat dalam hal ini……”X6, 15 Mei 2018: 2)

Menurut informan ahli Psikolog anak 2 (X6) menyatakan bahwa materi dalam
poster telah sesuai dan penggunaan bahasanya juga telah sesuai tetapi penggunaan
karakternya perlu dipertimbangkan. Seluruh karakter “predator anak” digambarkan
41

dengan sosok laki-laki, tetapi informan menyatakan bahwa tidak selamanya “predator
anak” adalah laki-laki, ada juga yang wanita. Maka perlu dipertimbangkan lagi dengan
penggunaan karakter wanita dalam penggambaran materi “predator anak”. Hal ini
searah dengan Hall (2009: 524-525) yang menyatakan bahwa terdapat pelaku pedofilia
bisa saja seorang wanita. pedofilia ini melibatkan anak berumur 12 tahun atau lebih
muda. Hal ini mungin disebabkan oleh adanya perasaan keibuan pada wanita anak laki-
laki tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sifatnya negatif.
Dari keseluruhan pendapat dalam materi dalam media poster. Seluruh informan
mnyatakan bahwa materi didalam poster telah sesuai tetapi perlu ada perbaikan dalam
redaksional kata-katanya sehingga pembaca yang umurnya 7-10 tahun tidak
mengalami kesusahan dalam mengartikannya. Selain itu perlunya adanya
pertimbangan atas karakter wanita sebagai “predator anak”.

Tabel 4. 9 Penilaian Komposisi Kit Fasilitator


No Aspek Ahli Media (X1) Ahli Media (X2)
Tipografi
1 Media Modul Informan meyatakan Informan meyatakan
tipografi dalam modul tipografi dalam modul
telah sesuai. telah sesuai.
2 Media Flipchart Informan meyatakan Informan meyatakan
tipografi dalam modul ini tipografi dalam modul ini
telah sesuai. telah sesuai.
3 Media Ular Informan meyatakan Informan meyatakan
tangga tipografi dalam Ular tipografi dalam Ular
tangga ini telah sesuai. tangga ini telah sesuai.
4 Media Poster Informan meyatakan Informan meyatakan
tipografi dalam Poster ini tipografi dalam Poster ini
tidak sesuai. tidak sesuai.
Ilustrasi
1 Ilustrasi karakter Informan meyatakan Informan meyatakan
Ilustrasi sesuai dalam Ilustrasi sesuai dalam
media-media kit media-media kit
fasilitator. fasilitator.
Warna
1 Media Modul Informan meyatakan Informan meyatakan
warna pada modul sudah warna pada modul sudah
sesuai. sesuai.
42

2 Media Flipchart Informan meyatakan informan meyatakan


warna pada flipchart warna pada flipchart
sudah sesuai sudah sesuai
informan meyatakan
warna pada flipchart
sudah sesuai (X6)
3 Media Ular Informan meyatakan Informan meyatakan
tangga warna pada Ular tangga warna pada Ular tangga
sudah sesuai sudah sesuai
4 Media Poster Informan meyatakan Informan meyatakan
warna pada poster sudah warna pada poster sudah
sesuai sesuai

c. Penilaian Komposisi Kit Fasilitator


1) Tipografi
Dalam suatu karya desain, semua elemen yang ada pada void (ruang tempat
elemen-elemen desain disusun) saling berkaitan. Tipografi sebagai salah satu elemen
desain juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh elemen desain yang lain, serta dapat
mempengaruhi keberhasilan suatu karya desain secara keseluruhan. Menurut Wijaya
(2004: 50) Penggunaan tipografi dalam desain komunikasi visual disebut dengan
desain tipografi. Tulisan tangan adalah sederetan tanda-tanda yang mempunyai arti dan
dibuat dengan tangan. Komponen dasar daripada tipografi adalah huruf (letterform),
yang berkembang dari tulisan tangan (handwriting). Berdasarkan ini, maka dapat
disimpulkan bahwa tipografi adalah sekumpulan tanda-tanda yang mempunyai arti.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada ahli utama media untuk
menilai tipografi dalam media modul, flipchart, ular tangga dan poster. Berikut adalah
kutipan dari penilian tipografi dalam media modul :
“bagus dah dek udah, tulisannya juga pake font yang umum lah
dipake untuk modul. Ga masalah tapi coba di kasih gambar lagi ga
cuma tulisan aja deh dek, biar lebih menarik lagi isinya (X1, 15 Mei
2018: 76)

“kalo dari segi penulisannya sih ini menurutku ga masalah sih dek,
selama saya baca modul mu ini ga ada bahasa yang susah dipahami.
Tapi ini kamu redaksional yang typo. Fontnya ya juga ga berlebihan
kok bisa dibaca semua…” (X2, 15 Mei 2018: 14)
43

Seluruh Informan ahli media menyatakan bahwa komposisi terkait tipografi


dalam modul telah sesuai. Menurut informan ahli media 1 (X1) font yang disajikan
dalam modul ini merupakan font yang umum diguanakan dalam modul. Jadi fasilitor
tidak mengalami kesusahan dalam membaca modul tersebut. hal serupa disampaikan
juga oleh ahli media 2 (X2) bahwa font yang disajikan dalam modul tidak berlebihan
dan mudah untuk dibaca. jadi dapat disimpulkan bahwa tipografi dalam modul sudah
sesuai. Hal ini searah dengan pernyataan Depdiknas (2008: 3) menyatakan bahwa
karakterisitik dalam pembuatan modul salah satunya adalah Self Instructional yang
dimana penulis harus menggunakan bahasa yang sederhana, komunikatif dan mudah
dibaca. Dapat disimpulkan bahwa tipografi dalam modul telah sesuai karena sudah
memenuhi dari karakteristik pembuatan modul. Selanjutnya adalah penilaian tipografi
dalam flipchart. Berikut adalah kutipan dari informan ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2)
“Kalo di flipchart kan memang harus minim tulisan di depan yang
di balakang ini keterangan. Kalo untuk kamu masukin judul sama
gambar sudah dominan sih, jadi audiensnya nanti bisa baca
langsung materi apa yang dibahas, eh dek dihalaman 2 perlu di atur
lagi deh kata-katanya biar instruksi ini jelas di maksud sama fasil
nantinya. Itu sih kalo untuk dari segi tipografinya ini udah seimbang
juga lah… (X1, 15 Mei 2018: 50)

“… Nah masalahnya bagian depan, saya ga yakin yang halaman


terakhir ini bisa di baca sama anak yang paling belakang nantinya…
coba kamu ganti aja fontnya ini jangan sama kayak yang diposter.
Karena ini pejelasan pas penyuluhan. kalo ga jelas dia ga akan
ngerti (X2, 15 Mei 2018: 14)

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut informan ahli media 1 (X1)


menyatakan bahwa terdapat keseimbangan pada tipografi dalam flipchart, dari segi
tulisan pada judul dan gambar terdapat keserasian yang membuat peserta nantinya
langung memahami apa yang fasilitator akan bahas pada peyuluhan tersebut. Berbeda
dengan pernyataan dari ahli media 2 (X2). Menurutnya tipografi dalam flipchart tidak
sesuai karena pada halaman terakhir menggunakan font yang tipis jadi pesan yang
disampaikan tidak dapat dilihat oleh peserta. Maka informan menyarankan untuk
44

menyajikan font yang sama tetapi perli ditebalkan agar terlihat dari jauh. Menurut
Wijaya (2004:51) yang menyatakan bahwa tipografi yang baik dipengaruhi oleh salah
satunya adalah legibility. Legibility adalah kualitas pada huruf yang membuat huruf
tersebut dapat terbaca. Dalam suatu karya desain, dapat terjadi cropping, overlapping,
dan lain sebagainya, yang dapat menyebabkan berkurangnya legibilitas daripada suatu
huruf. Jadi dapat disimpulkan bahwa tipografi menurut informan X1 telah sesuai tetapi
menurut informan X2 tidak sesuai. Maka dapat menjadi pertimbangan peneliti untuk
memperbaiki bentuk font yang menjadi lebih tebal agar bisa terlihat. Selanjutnya
peneliti melakukan penilaian tipografi dalam media ular tangga, berikut adalah kutipan
dari informan ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2):
“Fontnnya ya ini samaa kayak di flipchartmu, cocok wes ini dek ga
ada masalah kan nantinya juga ukurannya juga 3X5 masa ga
keliatan. Tapi coba di seragamin aja dek fontnya biar indah antara
kotak lain dan kotak lainnya (X1, 15 Mei 2018: 54)

“…nah untuk font yang ukurannya A4 aja keliatan apalagi sebesar


itu nantinya. Bisa lah dilihat gamasalah juga, ini juga kan fontnnya
juga kayak tulisan anak kecil kan? Nah itu yang pas untuk di pakai
untuk ular tanggamu…” (X2, 15 Mei 2018: 30)

Seluruh Informan ahli media menyatakan bahwa komposisi terkait tipografi


dalam ular tangga telah sesuai. Seluruh informan (X1 dan X2) berpendapat bahwa
penggunan font yang sama dengan flipchart dapat dikesampingkan karena ukuran dari
ular tangga sebesar 3 meter x 5 meter yang membuat tulisan tiap kotaknya dapat
terlihat. Tetapi saran yang diberikan kepada informan 1 adalah font dalam tiap kotak
ular tangga harus disamakan. Dari informasi yang didapatkan oleh informan, sejalan
dengan pernyataan Wijaya (2004:53) yang menyatakan bahwa tipografi yang baik
dipengaruhi salah satunya adalah Prinsip Visibility. Yang dimaksud dengan visibility
adalah kemampuan suatu huruf, kata, atau kalimat dalam suatu karya desain
komunikasi visual dapat terbaca dalam jarak baca tertentu. Ukuran pada media
memengaruhi dari prinsip visibility tesebut. Semakin besar ukuran media yang dibuat
maka semakin terlihat jelas juga huruf yang ada dalam media tersebut. Begitu
sebaliknya jika semakin kecil maka semakin susah untuk melihatnya. Dari pernyataan
45

diatas maka tipografi dalam ular tangga sudah sesuai dan memenuhi prinsip visibility
dalam teknik tipografi sehingga media ular tangga kata-katanya dapat dilihat secara
jelas. Selanjutnya adalah penilian tipografi pada media poster. Berikut adalah kutipan
dari informan ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2):
“emang ini di buat rapet banget kah? Soalnya anak kan rata-rata
kelas 1 itu baca masih di eja nah kalo di terlalu rapat malah ga bisa
baca maneh (lagi). Coba di buat di renggangkan (diberi jarak)
.(terdiam) ini dek di point no 5 ini, tidak mudah percaya… (X1, 15
Mei 2018: 34)
“..Soalnyakan nanti yang baca anak-anak kan? Nah kalo iya kamu
harus buat kata-katanya yang tidak berat dan gampang di terima
mereka dek. (X1, 15 Mei 2018: 34)

“Bisa sih kayak gini pake font yang kayak tulisan anak kecil. Tapi
jangan terlalu rapat juga nanti bingung bacanya. Apalagi kan poster
ada batasan jarak pandang tuh. Kalo terlalu rapat malah ga bisa
membaca dianya. Dan gambarnya kalo bisa lebih dominan di
besarkan dikit aja biar proporsional. (X2, 15 Mei 2018: 70)

Seluruh informan ahli media 1 dan 2 menyatakan bahwa tipografi dalam poster
tidak sesuai. informan ahli media 1 (X1) mengemukakan bahwa penggunaan font pada
poster terlalu rapat yang dapat membuat pembaca tidak dapat melihatnya secara jelas.
Oleh sebab itu perlu direnggangkan antara huruf perhuruf sehingga dapat disimpulkan
tipografinya tidak sesuai. Informan ahli media 2 (X2) juga menyatakan hal yang sama,
bahwa penggunaan font terlalu rapat antara huruf perhuruf dapat memengaruhi batasan
jarak pandang. Dari kedua pernyataan tersebut tidak sesuai dengan psinsip tipografi
menurut Wijaya (2004:52-53) ) yang menyatakan bahwa tipografi yang baik
dipengaruhi salah satunya adalah Prinsip Readibility. Readibility adalah penggunaan
huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan huruf yang lain sehingga terlihat
jelas. Dalam menggabungkan huruf dan huruf baik untuk membentuk suatu kata,
kalimat atau tidak harus memperhatikan hubungan antara huruf yang satu dengan yang
lain. Khususnya spasi antar huruf. Jarak antar huruf tersebut tidak dapat diukur secara
matematika, tetapi harus dilihat dan dirasakan. Ketidak tepatan menggunakan spasi
dapat mengurangi kemudahan membaca suatu keterangan yang membuat informasi
yang disampaikan pada suatu desain komunikasi visual terkesan kurang jelas. Huruf-
46

huruf yang digunakan mungkin sudah cukup legible, tetapi apabila pembaca merasa
cepat capai dan kurang dapat membaca teks tersebut dengan lancar, maka teks tersebut
dapat dikatakan tidak readible. Jadi dapat disimpulkan dari kedua informan ahli media
bahwa perlu perbaikan untuk jarak huruf perhuruf.

2) Ilustrasi pada Kit fasilitator


Ilustrasi menurut Slythe (1970) dalam Jati (2016: 7-8) menyatakan bahwa
Ilustrasi berasal dari kata latin illustrare menerangi, atau menghias, berarti pengiring,
pendukung, selain penghias guna membantu proses pemahaman terhadap suatu objek.
Karena itu kata ilustrasi dapat dipakai di banyak bidang. Selain itu ilustrasi juga bisa
menjadi gambaran yang berusaha menerangkan suatu cerita secara benar dan jelas bisa
berupa gambar, musik, gerak dan bahasa lisan maupun tulisan. Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan wawancara kepada ahli utama media untuk menilai Ilustrasi secara
keseluruhan media. Berikut adalah kutipan dari pendapat ahli media 1 dan 2 tentang
ilustrasi :
““.Kalo konten ini sebenarnya materinya berat untuk anak kecil
tetapi ga tau pintarnya pembuat ini di buat jadi sesuatu yang ringan
jika di lihat dari gambar-gambar mu ini. Jadi anda berhasil sih untuk
bisa masuk kepada mereka secara medianya ya baik dengan cara…”
(X1, 15 Mei 2018: 14)
“mediannya pake gambar anime ya, jadi anak lebih seneng. Apalagi
anak saya ini pas saya bawa pulang sudah bilang gini, apa itu yah?
Kok lucu. Kan dari situ anak-anak aja sudah tertarik untuk melihat,
walaupun anak saya itu masih belum bisa baca loh ya dek. Kan jadi
kesan pertama mereka sudah pingin tau gituloh. Nah dari situ juga
anak saya malah Tanya terus, ini apa yah kok gambarnya gini.
Akhir saya jelaskan dek. Terus ini apa yah saya jelas kan lagi, nah
dari situ anak sudah pingin tau dek dari kesan pertama dari gambar
saja malah saya bisa menjelaskan pesannya. Ini malahan sudah di
pake anak saya untuk bermain nih.. (X1, 15 Mei 2018: 24)

“. Terus untuk penggunaan media sudah sesuai dengan sasaran kan


ini menggunakan kartun kan ada beberapa media ada yang
menggunakan tokoh yang dikenal misal artis atau kepala daerah lah
tapi itu kan tidak cocok digunakan untuk anak-anak kalau media
untuk anak-anak memang cocok menggunakan tokoh kartun ini.
(X2, 15 Mei 2018: 78)
47

Seluruh Informan ahli media menyatakan bahwa ilustrasi yang digunakan dalam
kit fasilitator sudah sesuai, menurut informan ahli media 1 (X1) dengan materi yang
banyak dapat dibuat menarik dengan gambar-gambar yang menjadi karakter dalam
media-media kit fasilitator. Selain itu juga penggunaan ilustrasi anime yang jelas di
setiap gerakannya membuat minat siswa meningkat untuk melihat gambar yang
disajikan di setiap media. Informan ahli media 2 (X2) juga mengemukakan bahwa
penggunaan ilustrasi anak-anak cocok untuk digunakan dalam media-media yang di
peruntukan bagi siswa sekolah dasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilustrasi dalam
media-media kit fasilitator sesuai untuk siswa sekolah dasar.

3) Warna pada Media-Media Kit Fasilitator


Warna dapat didefinisikan secara objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang
dipancarkan, atau secara subjektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indra
penglihatan. Secara objektif atau fisik, warna dapat diperikan oleh panjang gelombang.
Warna merupakan fenomena getaran atau gelombang, dalam hal ini gelombang cahaya.
Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah satu
bentuk pancaran energi yang merupakan bagian sempit dari gelombang
elektromagnetik (Sanyoto, 2010:11). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
wawancara kepada ahli utama media untuk menilai Warna dari media modul, flipchart,
ular tangga dan poster. Berikut adalah kutipan dari pendapat ahli media 1 dan 2 (X1
dan X2) tentang warna dimulai dari warna modul :

“dan warnannya dari modulmu ini juga ga membosankan hitam


putih semua, ada variasi juga dihalaman ini (menujuk alur
pemakaian)…” (X1, 15 Mei 2018: 70)

“ini kan pake warna hitam putih dan di sisipkan gambar animasi di
beberapa halaman.. ga masalah sih dek. karena saya pernah buat
modul itu ya dalamnya biasa aja warnannya tapi kalo cover sama
ada ilustrasinya nah lebih baik berwarna. Itu sih dek” (X2, 15 Mei
2018: 18)
48

Seluruh Informan ahli media berpendapat bahwa komposisi terkait warna


dalam modul telah sesuai. Menurut informan 1 (X1) penggunan warna hitam putih pada
tulisan yang dipadukan dengan variasi warna pada gambar yang berada dalam modul
membuat pembacanya tidak bosan untuk membacanya. Informan 2 (X2) menyatakan
bahwa penggunaan warna hitam putih untuk bagian dalam modul itu tidak masalah
tetapi untuk coverya seharusnya dibuat lebih berwarna agar kesan awal pembaca lebih
tertarik untuk melihatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa warna dari modul sudah
sesuai. Selanjutnya adalah penilaian dari warna media flipchart oleh informan ahli
media 1 dan 2 (X1 dan X2) dan ahli psikolog 2 (X6) dengan kutipan sebagai berikut :

“Tapi kalo dari keseluruhan sih ga ada masalah sih dek flipchart
mu, kalo dari psikologis anak untuk melihat ini sih ga ada masalah
karena warnanya juga lembut dan kamu disini pake kartun kartun
ya jadi anak lebih senang untuk melihat ini …” (X1, 15 Mei 2018:
64)

“ini kan pake warna hitam putih dan di sisipkan gambar animasi di
beberapa halaman.. ga masalah sih dek. karena saya pernah buat
modul itu ya dalamnya biasa aja warnannya tapi kalo cover sama
ada ilustrasinya nah lebih baik berwarna. Itu sih dek” (X2, 15 Mei
2018: 64)

“Tapi kalo dari keseluruhan sih ga ada masalah sih dek flipchart
mu, kalo dari psikologis anak untuk melihat ini sih ga ada masalah
karena warnanya juga lembut dan kamu disini pake kartun kartun
ya jadi anak lebih senang untuk melihat ini …” (X6, 15 Mei 2018:
12

Seluruh Informan ahli media dan ahli psikolog menyatakan bahwa warna dalam
flipchart telah sesuai. Menurut seluruh informan utama ahli media 1 (X1) warna yang
diberikan dalam flipchart tidak membosankan, tiap halaman flipchart warna yang
digunakan adalah warna lembut. Informan utama ahli media 2 (X2) mengemukakan
bahwa penggunaan warna diatur sesuai informasi, peneliti membuat flipchart ini
sebagai media informasi sehingga warna yang cerah. Informan utama psikolog 2 (X6)
menyatakan bahwa warna pada flipchart telah sesuai karena menurut psikologis, anak
49

menyukai warna yang cerah dan lembut. Dari ketiga pendapat tersebut searah dengan
penelitian dari Sari (2004: 33) menyatakan bahwa warna berperan sebagai stimuli
(rangsangan), dengan menggunakan warna-warna cerah yang disukai anak dan
menarik perhatian seperti merah, kuning, orange pada sarana permainan dan
pembelajaran akan merangsang anak untuk beraktivitas dan berimajinasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa warna dari flipchart sudah sesuai untuk diguanakan pada anak usia
7-10 tahun. Selanjutnya adalah penilaian dari warna media ular tangga oleh informan
ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2) dengan kutipan sebagai berikut :
“untuk warnannya ada hijau agak gelap ya hijaunya. Tapi ga apa
lahkan di kotak ini sih intinya. Wes cocok dah dek” (X2, 15 Mei
2018: 64)

“tapi ini di kotak-kotaknya kalo bisa jangan pake warnannya yang


putih nih seperti di kotak 5 dan ini, karena nanti cepat kotor dek
nantinya kalo di pake. (X6, 15 Mei 2018: 12

Seluruh Informan ahli media mengatakan bahwa komposisi terkait warna dalam
flipchart telah sesuai. Menurut informan ahli media 1 (X1) warna latar belakang dari
ular tangga terlalu gelap tetapi tidak menjadi masalah karena warna yang menjadi pusat
perhatian siswa SD adalah warna setiap kotak dalam ular tanggal, sehingga informan
menilai terkait warna sudah sesuai. Informan ahli media 2 (X2) menyatakan bahwa
warna sudah sesuai tetapi penggunaan warna putih dalam kotak ular tangga membuat
kotak tersebut cepat kotor. Sehingga perlu diberikan warna lainnya. jadi dapat
disimpulkan bahwa warna ular tangga sudah sesuai tetapi perlu pertimbangan untuk
penggantian warna putih ke warna lainnya. Selanjutnya adalah penilaian dari warna
media poster oleh informan ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2) kutipan sebagai berikut :
“iya sih warna kalo anak kecil itu emang sangat harus di perhatikan.
Karena kalo misalnya warna tidak menarik mana mau di baca
postermu.” (X2, 15 Mei 2018: 30)
kalau dari poster sih warnanya ga berat sih dek…(X1, 15 Mei 2018:
30)

“soft sih bisa untuk anak-anak sama juga seperti Media lainnya…”
(X2, 15 Mei 2018: 74)
50

Seluruh Informan ahli media mengemukakan bahwa komposisi terkait warna


dalam poster telah sesuai. Informan ahli media 1 (X1) menyatakan bahwa warna yang
tidak menarik dapat menurunkan minat membaca poster yang peneliti buat, tetapi
menurutnya warna dari media poster sudah sesuai dengan penggunaan warna yang
tidak berat bagi pembaca. Menurut informan ahli media 2 (X2) warna yang dibuat
sudah sesuai karena warna yang disajikan bernuansa lembut jadi anak lebih suka dalam
membacanya.

Anda mungkin juga menyukai