waktu tertentu. Adapun tujuan yang ingin di capai dengan metode SMART sebagai
berikut :
a. Spesifik (Sederhana, Masuk Akal, dan Siginifikan).
Peneliti membuat tujuan secara spesifik dalam pencegahan pedofilia untuk anak
sekolah dasar sebagai berikut:
1) Meningkatkan pengetahuan siswa sekolah dasar untuk mencegah kejadian
pedofilia
2) Meningkatkan kesadaran untuk saling menjaga jika terjadi perilaku pedofilia
kepada siswa di sekolah
3) Meningkatkan pengetahuan fasiltator dalam memberikan penyuluhan
pencegahan pedofilia
4) Memberikan alternatif media untuk fasilitator dalam memberikan penyuluhan
pencegahan pedofilia
d. Realistic (Relevan)
Peneliti dipastikan memiliki tujuan penting, dan juga sejalan dengan sasaran
terkait lainnya.
e. Timebond
Peneliti pada tahap ini menentukan waktu untuk mewujudkan tujuan yang dibuat.
Kit fasilitator pembuatannya ditargetkan oleh peneliti adalah pada bulan Mei hingga
Juni 2018.
b. Penetapan Progran
Program EDUPEDOGRAM memiliki keuntungan yaitu peserta dapat
berinteraksi aktif dalam setiap materi yang disajikan dalam kit fasilitator, peserta dapat
menerapkan pendidikan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari agar dapat
meminimalisir angka kejadian pedofilia.
4
1. Pembentukan
Panitia
2. Pembuatan
Rencana Teknis
Kegiatan
3. Pengembangan
4. Uji Coba
7 Pencetakan
5
Pada tabel di atas, peneliti menguraikan setiap kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam proses pembuatan EDUPEDOGRAM, dimulai dengan pembentukan panitia
pada minggu pertama pada bulan Maret, pembuatan rencana teknis kegiatan pada
minggu kedua dan ketiga pada bulan Maret, pengembangan ataupun pembuatan
dilaksanakan pada awal bulan Maret hingga minggu kedua bulan mei, selanjutnya
adalah uji coba yang dilaksanakan pada bulan Mei di minggu kedua hingga minggu ke
empat dan bulan dan setelah itu adalah tahap penyetakan pada bulan Mei minggu kedua
hingga mei minggu keempat.
1) Bagi Fasilitator
Pada rancangan pesan yang diperuntukan bagi fasilitator, peneliti menyajikannya
dalam bentuk modul. Menurut Arifah (2010: 27-29), modul hendaknya bersahabat
dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Bahasa yang digunakan sederhana,
mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah
satu bentuk user friendly dari penjelasan tersebut. Peneliti membagi pesan yang
disajikan dalam modul kit fasilitator sebagai berikut :
a) Ringkasan
Pada penjelasan ringkasan berisikan pengantar dengan menyajikan data-data
yang mejadi dasar terbentuknya kit fasilitator tersebut. Peneliti juga menentukan
tujuan penyusunan modul, manfaat modul, dan tim penguna modul dalam
ringkasan.
b) Info dasar
Pada bagian info dasar, berisikan tentang penjelasan singkat yang berasal dari
berbagai literatur untuk bahan penambahan informasi fasilitator sebelum
melakukan penyuluhan nantinya. Info dasar yang disajikan adalah tentang
pengertian pedofilia, faktor penyebab pedofilia, jenis-jenis tindakan pedofilia,
dampak pedofilia, pencegahan melalui promotor kesehatan dan isi edupedogram.
c) Langkah-Langkah Penggunaan
Pada bagian ini, berisikan pesan-pesan yang menginstruksikan fasilitator
dalam melakukan penyuluhan pencegahan pedofilia di sekolah dasar.
d) Implementasi pendidikan pencegahan pedofilia.
Pada bagian implementasi, fasilitator diberikan informasi tentang langkah-
langkah dalam melakukan penyuluhan. Langkah-langkah yang harus diikuti
adalah dengan melakukan pengenalan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan
bermain dan belajar dengan menggunakan media flipchart, lalu peserta diajak
bermain bersama dengan media ular tangga.
1) Bagi Peserta
7
yaitu adalah bokong/ pantat, alat kelamin (Vagina / Penis) , dada, dan mulut.
Tujuan dari pemberian pesan ini adalah peserta dapat melindungi dan dapat
menolak jika ada orang berniat untuk menyentuh 4 area pribadinya.
d) Dora dan edo ingin bertanya
Pada topik pembahasan ini, peneliti ingin menyajikan pesan tentang keajadian-
kejadian yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kejadian yang boleh dilakukan
adalah dokter memeriksa yang diawasi orangtua, meminta tolong cebokin
sehabis pipis atau buang air besar oleh orang tua, mandi bersama dengan
ayah/ibu, dan untuk kejadian yang tidak boleh dilakukan adalah melihat bagian
kemaluan orang lain, menunjukan bagian pribadi tubuhmu, orang lain menyentuh
bagian pribadimu. Tujuan dalam pemilihan pesan tersebut adalah peserta dapat
menentukan dan membedakan mana yang boleh dilakukan dan tidak.
e) Aku tau cara melindungi diriku
Pada topik pembahasan ini, peneliti ingin menyajikan pesan tentang cara-cara
yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari pedofilia. Terdapat 16 cara yang
peneliti sajikan mulai dari berdoa sebelum keluar rumah, pamit kepada orang tua
sebelum pergi, hindari daerah yang sepi, jaga jarak terhadap orang lain, tidak
percaya kepada orang yang mengaku saudara orang tua, meminta izin orang tua
untuk menerima hadiah dari orang lain, menolak ajakan orang yang tidak dikenal
walaupun diberi hadiah, hindari ajaan dari siapapun ke ruangan yang sepi,
berhati-hati apabila ada orang lain yang mendekati kita di tempat sepi, menghafal
identitas diri, segera berlari ketempat yang ramai ketika dalam kondisi bahaya,
laporkan kepada orang yang dipercaya, berani bercerita kepada orang tua jika ada
seseorang membuat merasa tidak aman, tidak sembarangan menyebar foto dan
identitas diri di internet berhati-hati saat berkenalan dengan orang asing di
internet, mencari bacaan dan tontonan sesuai dengan usia. Tujuan dari pemberian
pesan ini adalah agar peserta dapat melindungi dirinya sendiri ketika berada
diluar rumah.
9
menggambar karakter kit fasilitator pada perangkat lunak (software) yang tersedia
dalam komputer tersebut. Peneliti mengguakan perangkat lunak (software) Paint tool
SAI sebagai tahap awal penggambaran karakterya dan menggunakan DrawPlus starter
Edition sebagai tahap akhir untuk pewarnaan karakter yang sudah digambar
sebelumnya. Berikut adalah hasil karakter yang peneliti buat sebagai penggambaran
karakter yang ada dalam kit fasilitator:
Tabel 4. 2 karakter kit fasilitator
No Karakter Nama Karakteristik Umur
1 Edo Pada kit fasilitator ini, Edo 5 tahun
merupakan karakter laki-laki
yang ingin belajar lebih jauh
tetang pencegahan pedofilia.
Dalam ilustrasi yang
disajikan, edo berada dalam
situasi tertentu yang nantinya
para peserta dapat belajar apa
yang dilakukan edo.
2) Warna
Warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan
memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Warna mempunyai fungsi
untuk memperkuat aspek identitas, kemudian warna dapat menciptakan impresi atau
kesan yang mampu menimbulkan perilaku yang berperanan penting dalam penilaian
estetis audience sehingga dapat menentukan suka tidaknya akan bermacam-macam
benda (Sanyoto, 2009:11). Pada kit fasilitator yang dibuat, warna ini berperan penting
dalam menampilkan kertertarikan untuk dilihat oleh peserta dalam penyuluhan. Selain
itu, warna peneliti gunakan sebagai penekanan dalam suatu pesan yang disampaikan
dalam tiap media-media yang ada dalam kit fasilitator. Berikut adalah pemilihan warna
tiap media yang ada dalam kit fasilitator
a) Modul
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan
menarik untuk mencapai kompetensi yan diharapkan sesuai dengan tingkat
kompleksitasnya (Arifah 2010: 27-29). menurut peraturan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan (2012:1-6) nomor 003 tahun 2009 tentang penyusunan modul,
agar modul mempunyai daya tarik perlu dilakukan pengkombinasian warna, gambar,
13
bentuk dan ukuran yang serasi. Penggunaan warna pada modul, peneliti
menggunakan variasi warna tidak terlalu mencolok dan tidak mudah lelah untuk
dibacanya.
Warna halaman sampul terdiri dari judul, penulis dan gambar ilustrasi dari kit
fasilitator yang disajikan dengan paduan warna yang imbang. Warna yang digunakan
pada latar belakang adalah warna kombinasi krim dengan warna hijau. Sesuai dengan
penelitian dari Husna (2016: 8) menyatakan bahwa penggunaan halaman sampul
dengan dominasi warna dan gambar yang menarik akan menambah ketertarikan pada
modul tersebut untuk dibaca. oleh sebab itu dapat disimpulkan dengan warna cover
yang digunakan dapat menarik minat untuk membaca modul tersebut.
b) Flipchart
Penggunaan warna pada flipchart, peneliti menggunakan variasi warna yang
cerah dan tidak membebani bagi peserta untuk melihat flipchart tersebut. Hal ini
searah dengan penelitian dari Suliana dan Cepi (2009: 35-36) yang menyatakan
bahwa flipchart yang dapat dinilai menarik apabila digunakan warna yang bervariasi.
Warna akan membuat siswa tertarik untuk mempelajari materi pembelajaran,
14
memfokuskan pada sajian materi. Media flipchart terdiri dari 12 halaman bolak balik
yang dimana terdiri dari 6 lembar. Setiap halaman memiliki kombinasi warna yang
berbeda-beda mengikuti dari pesan yang disampaikan. Pada halaman pertama yaitu
cover, peneliti menyajikan latar belakang sampul dengan paduan komposisi warna
merah: 254, hijau: 250 biru: 203 yang membuat flipchart terlihat media yang ceria.
Gambar 4 2 Cover flipchart
Pada halaman kedua hingga kelima, peneliti menggunakan warna biru dengan
perbandingan warna R115 G198 B239 dan warna kuning dengan perbandingan warna
R255 G231 B99. Peneliti ingin menegaskan perbedaan antara sosok perempuan dan
laki-laki. Pada laki-laki peneliti menggunakan latar belakang warna biru karena
sesuai dengan penelitian dari Pettorini (2008: 881) tentang the color of gender
menyatakan bahwa warna digunakan untuk membedakan perebedaan antara laki-laki
dan perempuan. Warna merah, biru dan hitam diidentikan sebagai karakter yang
jantan dan warna merah muda, dan kuning digambarkan sebagai sosok yang feminim.
15
Pada halaman area yang tidak boleh disentuh orang lain, peneliti menggunakan
warna merah dengan perbandingan R:239 G:41 B:41 pada area-area yang tidak boleh
disentuh. Peneliti ingin memunculkan tanda peringatan bagi pembaca. Hal ini sejalan
dengan penelitian Gnambs, et al (2015:2) yang berjudul red color and risk-taking
16
Pada halaman memilih mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan, peneliti
meggunakan variasi warna untuk setiap situasi. Pada halaman ini peserta diminta
untuk menaruh bangun datar 2 area warna yang menunjukan boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan. Peneliti menggunakan warna merah dengan perbandingan
warna R239 G99 B74 sebagi tanda yang tidak boleh dilakukan dan menggunakan
warna putih dengan perbandingan warna R255 G255 B255 untuk boleh dilakukan.
Dengan perbedaan warna pada latar belakang, peserta akan mengingat warna yang
dilihat dan membaca perintahnya lalu mempraktikan apa yang dilihat tersebut. sesuai
dengan penelitian dari Elliot (2015: 5) menyatakan penggunaan warna merah dapat
merangsang seseorang untuk meningkatkan perhatian secara lanjut, jadi dalam tanda
bahaya lebih cocok digunakan warna tesebut. Untuk penggunaan warna putih dapat
digunakan sebagai warna yang murni sehingga menimbulkan presepsi yang baik
untuk penggunaannya.
17
c) Ular tangga
Media ular tangga termasuk media visual karena melibatkan indera penglihatan
dalam menggunakan media tersebut dan disebut media grafik karena media ular
tangga disajikan dalam bentuk gambar (Zuhdi, 2010:192). Ular tangga yang ada
dalam kit fasilitator berisikan gambar dengan variasi warna. Peneliti menggunakan
warna bervariasi sebagai penekanan gambar-gambar dalam ular tangga tersebut.
Gambar 4 6 Media Ular tangga
18
Warna dasar yang digunakan adalah warna hijau dengan perbandingan warna R:24
G:122 B:73, peneliti ingin memunculkan efek ketenangan dalam bermain selain itu
juga peneliti menggunakan warna-warna bervariasi yang di dominasi warna orange
dan putih pada tiap kotaknya agar tidak bosan saat bermain. Hal ini searah dengan
penelitian dari Sari (2004: 33) menyatakan bahwa warna berperan sebagai stimuli
(rangsangan), dengan menggunakan warna-warna cerah yang disukai anak dan
menarik perhatian seperti merah, kuning, orange pada sarana permainan dan
pembelajaran akan merangsang anak untuk beraktivitas dan berimajinasi.
d) Poster
Menurut Sudjana (2007) dalam Putri et al., (2013:150) poster merupakan kombinasi
visual dari rancangan yang kuat, dengan warna dan pesan dengan maksud untuk
menangkap perhatian orang tetapi cukup menanamkan gagasan yang berarti didalam
ingatannya. Pada pembuatan poster ini peneliti menggabungkan kombinasi warna
sebagai menarik pembaca untuk melihat pesan yang ada dalam poster tersebut.
Penggunaan warna pada Poster, peneliti menggunakan variasi warna yang cerah dan
beberapa warna yang jadi penekan pesan seperti warna merah untuk mempertegas
pesan. Penggunaan warna hijau pada bagian atas dan bawah dapat meningkatkan
perhatian pembaca untuk membaca pesan-pesan yang ada dalam poster tersebut.
sesuai dengan penelitian dari monica dan luzar (2011:1090) menyatakan bahw warna
19
hijau dapat menimbulkal efek menyejukan dan menenangkan, sehingga baik untuk
digunakan pada pesan-pesan yang bersifat persuasif.
1) Tipografi
Tipografi terdiri dari rangkaian bahasa tulis yang diciptakan dari sebuah kata
menjadi kalimat, terdiri dari rangkaian huruf. Kalimat bukan saja bisa berarti suatu
makna yang mengacu kepada sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki
kemampuan untuk menyuarakan suatucitra ataupun kesan secara visual. Hal itu
dikarenkan terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf. Pemilihan
jenis huruf disesuaikan dengan citra yang ingin diungkapkan (Kusrianto, 2007: 191).
Pada penelitian ini, tipografi berguna untuk memperindah rangkaian kalimat agar
tampak indah dilihat dan juga mudah untuk di baca. Peneliti memusatkan kegunaan
dalam penyunan tipografi bertujuan agar pembaca tertarik terdahulu terhadap
tampilannya sebelum dia membaca sehingga meningkatkan semangat untuk membaca
media-media dari kit fasilitator tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian dari
Hasibuan dan Kartono (2012:2) menyatakan bahwa Informasi semenarik apapun bisa
tidak dilirik pembaca apabila disampaikan dengan pemilihan tipografi yang buruk.
Oleh karena itu, huruf dipilih dengan pertimbangan nilai tingkat kemudahan dalam
membaca (legibility) agar informasi yang disampaikan kepada pembaca menjadi cepat,
mudah, dan menyenangkan. Berikut adalah jenis tipografi yang peneliti gunakan tiap
media yang ada dalam kit fasilitator :
a) Modul
Media modul disajikan untuk menjadi pentunjuk bagi fasilitator. Peneliti
membuat modul secara sederhana dan mudah untuk dibaca bagi fasilitator.
Tipografi yang peneliti gunakan dalam media modul ini dibagi atas 2 bagian.
Bagian pertama adalah kepala yang menjadi judul dari tiap bab ataupun sub bab
yang ada dalam modul dan bagian isi yang menjadi isi dalam tulisan dalam media
modul tersebut. berikut adalah font dan ukuran yang peneliti gunakan :
Tabel 4. 3 Pengunaan Font pada Modul
20
Pada bagian Header, peneliti menggunakan font bebas neue dengan ukuran 48pt
pada bagian Bab dan 27pt pada bagian sub bab. Hal ini peneliti gunakan agar
fasilitator dapat melihat secara jelas inti bab yang perlu dibaca sebelum membaca
bagian isinya. Pada bagian “isi” peneliti menggunakan font calibri dengan ukuran 12
pt. Hal ini peneliti gunakan agar fasilitator tidak lelah dalam membaca modul tersebut
karena huruf yang digunakan tidak terlalu rapat. Pemilihan font tersebut peneliti
menggunakan prinsip Readibility yang dikemukakakn oleh Wijaya (2004: 51) yaitu
readibility adalah penggunaan huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan
huruf yang lain sehingga terlihat jelas. Huruf dan huruf baik untuk membentuk suatu
kata, kalimat atau tidak digabungkan deengan memperhatikan hubungan antara huruf
yang satu dengan yang lain, khususnya spasi antar huruf.
b) Flipchart
Media flipchart digunakan fasilitator untuk media edukasi bagi siswa usia 7-10
tahun. Tipografi yang peneliti gunakan dalam media flipchart ini di bagi atas 5 bagian.
Bagian pertama ialah bagian judul, bagian kedua adalah isi pesan, bagian ketiga ialah
keterangan, bagian terakhir adalah tagline/slogran. berikut adalah font dan ukuran
yang peneliti gunakan :
Tabel 4. 4 Pengunaan Font pada Flipchart
Pada bagian “judul”, peneliti menggunakan font kategori sans serif dengan nama
Bebas Neue ukuran 68 pt. Alasan pengunaannya adalah peneliti ingin
21
memperlihatkan secara jelas judul dari pokok tiap bahasan saat penyuluhan
Selanjutnya bagian isi peneliti menggunakan font kategori sans serif dengan nama
kisah ceritra dan bebas neue. Pada “bagian isi” peneliti menyajikan kata-kata yang
hurufnya tipis tetapi tetap terlihat. Bagian selanjutnya adalah “keterangan”, isi dalam
keterangan adalah kalimat-kalimat yang disampaikan fasilitator untuk para peserta.
Jadi peneliti membuatnya lebih kecil dari pada huruf-huruf yang lain dan
menggunakan font arial. Pada bagian terakhir adalah “tagline”, pada bagian ini
peneliti menggunakan font oliver kategori script dengan ukuran 27pt. tujuan
mengguanakan font oliver dikarenakan dapat pesan yang disampaikan terlihat indah
dengan bentuk lekukan.
c) Poster
Media poster disajikan menjadi media pembelajaran peserta setelah mengikuti
serangkaian penyuluhan oleh fasilitator. Peneliti membuat poster secara menyeluruh
dari materi-materi yang fasilitator berikan bertujuan peserta dapat mengingat materi
yang telah disampaikan. Tipografi yang peneliti gunakan dalam media poster ini
dibagi atas 3 bagian. Bagian pertama adalah kepala yang menjadi judul, bagian badan
yang menjadi isi dalam tulisan dalam media poster tersebut, dan bagian kaki yang
menjadi catatan sumber pustaka dan catatan kaki dari peneliti untuk peserta. berikut
adalah font dan ukuran yang peneliti gunakan :
Tabel 4. 5 Pengunaan Font pada Poster
Peneliti menggunakan font kisah ceritra pada “kepala” dari poster dengan
ukurannya adalah 48pt. hal ini peneliti gunakan agar pembaca nantinya akan tergerak
untuk melihat dahulu judulnya lalu membaca pesan yang ada dalam poster tersebut.
Pada bagian “badan”, peneliti menggunakan font ever after dengan ukuran 20 pt,
tujuannya adalah peneliti ingin menjelaskan pesan dalam gambar diposter tersebut.
22
Pada bagian kepala, peneliti menggunakan font kisah ceritra dengan ukuran
adalah 220 pt, hal ini peneliti gunakan agar peserta dapat merasa bahagia dan
penasaran dengan ular tangga yang dimainkannya. Pada bagian badan peneliti
menggunakan font kisah ceritra juga dengan ukuran 80 pt, dengan menggunakan font
kisah ceritra, peneliti menginginkan peserta dapat tertarik terhadap isi dalam media
ular tangga tersebut.
utama edukasi pencegahan pedofilia, media ular tangga sebagai media permainan
sekaligus edukasi kepada siswa untuk mengulas materi yang telah didapatkan saat
penyuluhan, dan yang terakhir media poster sebagai hadiah yang diterima untuk kelas
karena telah perpartisipasi aktif dalam penyuluhan tersebut.
Untuk penilaian komposisi media-media kit fasilitator, informan menilai dari
aspek ilustrasi meliputi tetang pemilihan karakter kartun sebagai gambar utama dalam
media-media kit fasilitator, yang kedua aspek warna meliputi pemilihan warna pada
latarbelakang ataupun pada karakter dalam media-media kit fasilitator, dan yang
terakhir adalah pemilihan tipografi dalam media-media kit fasiltator sudah sesuai
ataupun perlu perbaikan. Pada penilaian terakhir adalah penilaian dari segi
materi/pesan-pesan dalam kit fasilitator apakah sudah sesuai ataupun perlu perbaikan.
Penilaian Komposisi media-media kit fasilitator dilakukan melalui wawancara
mendalam pada informan utama ahli media, sedangkan informan utama psikolog dan
ahli kesehatan masyarakat akan melakukan penilaian terhadap materi/pesan-pesan
dalam kit fasilitator. Selain itu, informan ahli media dan ahli kesehatan masyarakat juga
akan melakukan penilaian terhadap ketepatan pemilihan media-media untuk kit
fasilitator. Beberapa latar belakang informan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yan diharapkan sesuai dengan
tingkat kompleksitasnya. Dalam penelitian ini, Penilian Seluruh Informan ahli media
(X1 dan X2) dan ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4) menyatakan bahwa pemilihan
media modul dalam kit fasiltator ini sudah sesuai dengan tujuan peneliti ingin
menyajikan media yang dapat digunakan fasiltator. Berikut pertanyaan informan utama
ahli media (X1 dan X2) informan utama ahli kesehatan masyarakat (X3 dan X4)
tentang pemilihan modul sebagai media dalam kit fasilitator :
“Dari modul yang saya baca kemarin itu ga ada masalah dek dan ini
pasti buku petunjuknya kan kalo menurutku sih sudah lengkap sih
…..” (X1, 15 Mei 2018:70).
“kalo modul untuk fasilitator sih bagus dek, ini sih sudah lumayan
lengkap lah…” (X2, 15 Mei 2018: 2)
“…sudah ada ini mulai dari ini pengenalan, terus ada juga ini
penggunaan flipchart dan ada ular tangga juga. Oke sih kalo
menurutku …”(X2, 18 Mei 2018: 14)
bahwa bahasa yang digunakan dalam modul mudah dipahami oleh orang dewasa yang
menjadi fasilitator.
Hal ini sesuai dengan penelitian dari Arifah (2010: 27-29) yang menyatakan
bahwa sebuah modul dapat dijadikan petunjuk dan baik untuk digunakan apabila
terdapat karakteristik. a) self instructional, melalui modul tersebut seseorang mampu
membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.b) Self Contained :
Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang
dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah
memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas,
karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. 3) Adaptive : Modul
hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan
teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan.dan 4) User friendly :
Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang
umum. Dari pernyataan tersebut, pemilihan modul dalam kit fasilitator telah sesuai dan
dapat dijadikan petunjuk fasilitator sebelum melakukan penyuluhan karena dilengkapi
langkah demi langkah yang harus di lakukan nantinya.
“dan ini nanti di gunakan fasilitator kan? Kalo iya sih ga masalah
dek tinggal pinter-pinterannya yang ngomong sih…” (X1, 15 Mei
2018:42).
27
Menurut Informan utama ahli media 1 (X1) media flipchart sudah sesuai tetapi
keterampilan fasilitator menyampaikan dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari Endahati dan purwanto (2016:18) menyatakan bahwa
media-media yang digunakan oleh seorang guru atau fasilitator dapat menambah
pengalaman baru bagi peserta tetapi untuk meningkatkan pengetahuan dari peserta
perlunya keterampilan dalam bercakap untuk membuat peserta tertarik dalam
pembelajaran tersebut. dapat disimpulkan bahwa informan utama ahli media 1
pemilihan media flipchart dalam kit fasilitator sudah tepat. Menurut informan utama
ahli media 2 (X2) menyatakan sebagai berikut:
Menurut informan utama ahli media 2 (X2) menyatakan flipchart yang dibuat
oleh peneliti lebih variatif dibandingkan flipchart yang pernah ada karena
dikombinasikan antara penyuluhan dan bermain jadi lebih menarik dan peserta dapat
aktif dalam belajar. pendapat dari ahli media 2 (X2) sejalan dengan penelitian dari
Khobir (2009:197-200) menyatakan bahwa masa anak-anak adalah masa bermain,
untuk memberikan edukasi kepada anak maka sisipkan permainan yang dapat
menambah semangat mereka dalam belajar. manfaat dengan menyisipkan permainan
dalam pembelajaran adalah anak tidak cepat bosan dalam belajar. maka dapat
disimpulkan dari pernyataan responden maka sesuai Pemilihan media flipchart dalam
kit fasilitator telah sesuai karena isinya tidak hanya materi saja tetapi diselipkan dengan
permainan yang dapat menambah minat peserta dalam belajar. Selain itu, berikut
pertanyaan informan utama ahli media (X1) tentang pemilihan modul sebagai media
dalam kit fasilitator
“nah media mu lainnya ini yang kusuka itu konsep dari flipchart…
Media mu (flipchart) ini juga nantinyakan jadi materi inti ga sih..
jadi menurutku sih bagus sih dek” (X3, 15 Mei 2018: 14)
28
“Untuk flipchart boleh sih kamu pake ini. Soalnya kan saya tau nih,
media ini ga butuh listrik jadi bisa digunaakan dimana-mana
termaksud di desa terpencil sekalipun kan dek?” (X4, 15 Mei 2018:
36).
“coba aku liat lagi yang ular tangga dek… ya cuma ini kalo
sasarannya 7-10 tahun ini sudah bagus sih, sudah ada unsur-unsur
edukasinya.” (X3, 15 Mei 2018: 6)
Menurut informan utama ahli media 1 (X1) media dari ular tangga yang peneliti
sajikan dalam kit fasilitator menarik dan cocok bagi siswa sekolah dasar, karena rentan
usia 7-10 tahun merupakan masih masa bermain. Menurut informan ahli kesehatan
masyarakat 1 (X3) menyatakan ular tangga yang disajikan sesuai dengan kit fasilitator
karena memenuhi unsur-unsur edukasi. Lalu menurut informan ahli kesehatan
masyarakat 1 (X3) menyatakan bahwa ular tangga sudah sesuai karenna anak-anak bisa
larut dalam permainan dan merupakan ide yang bagus jika digunakan pada kit
fasilitator tersebut.Dari pernyataan ketiga responden tesebut sejalan dari penelitian
Widowati dan Mulyani (2014:9-10) yang berjudul pengunaan media ular tangga untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada tema hiburan. Bahwa penelti tersebut
menyatakan penerapatn media ular tangga bagi usia 7-10 tahun dapat meningkatkan
aktivitas siswa selama pembelajaran. Hal tersebut dibuktkan dengan adanya
peningkatan persentase yang signifikan sebelum dan setelah di beri edukasi melalui
ular tangga. Karena media ular tangga dapat melibatkan peserta untuk aktif bergerak
jadi peserta tidak bosan dalam bermain dan belajar. jadi dapat disimpulkan dari
pernyataan di atas penggunaan media ular tangga dalam kit fasilitator telah sesuai
karena adanya aktivitas fisik yang terlibat dari mereka sehingga tidak bosan dalam
belajar. sedangkan menurut untuk pernyataan dari informan ahli media 2 menyatakan
sesuai tetapi perlu adanya perbaikan. Berikut adalah pernyataan kedua informan
tersebut:
“…Kalau dari saya sih itu mengenai ular tangga sih bagus
konsepnya. Tetapi reward dan punishment seperti itu lebih di
30
Menurut informan utama ahli media 2 (X2) pemilihan ular tangga sudah baik
tetapi perlu ada kejelasan antara reward dan punishment agar peserta lebih tertantang
lagi bermain ular tangga nantinya. Searah dengan penelitian dari Wulandari (2014:599-
604) menyatakan bahwa pemberian reward dan punishment dalam kegiatan belajar
dapat menumbuhkan motivasi dan respon peserta dapat kembali untuk lebih
memahami materi yang disampaikan fasilitaor dan memotivasi belajar peserta lebih
baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh informan menyatakan bahwa media ular
tangga telah susuai digunakan dalam kit fasilitator.
“…Nah sama kayak poster ini, kalau saya bikin media itu saya
samakan semua informasinya jadi ketika mereka mendapatkan ini
ya. …” (X2, 15 Mei 2018: 68)
“Posternya bagus dek, cocok juga lah untuk digunakan dalam kit
fasilitor mu ini . bisa digunakan dimana aja kan…” (X3, 15 Mei
2018: 32).
31
”kalo yang poster ini sejujurnya sudah bagus dek, cocok lah di
gunakan di sekolah nantinya...” (X4, 15 Mei 2018: 6)
Menurut informan ahli media 1 (X1) poster yang disajikan ini dapat merupakan
media yang sederhana dan praktis sehingga bisa menjadi opsi dalam pembelajaran
tentang pencegahan pedofilia. Menurut informan ahli media 2 (X2) poster yang
disajikan ini dapat mengingat materi yang fasilitator jelaskan dilain hari ketika peserta
membaca kembali sehingga perlu disamakan isinya dengan media lainnya. Menurut
informan ahli kesehatan masyarakat 1 dan 2 (X3 dan X4) menyatakan bahwa poster
yang dibuat peneliti telah cocok digunakan dalam kit fasilitator. Dari pernyataan ketiga
informan tersebut, sejalan dengan pernyataan dari Wulandari (2017: 375-376) dalam
penelitiannya yang berjudul poster sebagai media pendidikan karakter. Peneliti tersebut
menyatakan bahwa (1) komposisi dari poster dapat memikat dan menarik perhatian
pembaca; (2) merangsang motivasi belajar, poster dapat merangsang anak untuk
mempelajari lebih jauh dan atau ingin lebih tahu hakikat dari pesan yang disampaikan;
(3) sederhana; (4) memiliki makna yang luas; (5) dapat dinikmati secara individual dan
klasikial; (6) dapat dipasang/ditempelkan di mana-mana, sehingga memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari dan mengingat kembali apa yang
telah dipelajari; dan (7) dapat menyarankan perubahan tingkah laku kepada peserta
didik yang melihatnya. Dari pernyataaan diatas. Maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa media poster sesuai digunakan dalam kit fasilitator karena praktis dan sederhana
dan dapat menyarankan perubahan tingkah laku kepada pembacanya. Selain itu
menurut
“ini bagus sekali dalam artian begini, materi2 seperti ini jarang
sekali, ketika jenengan lepas ini nanti di skripsi dan anda sodorkan
ke instansi ….X4, 15 Mei 2018: 26)
Menurut informan ahli kesehatan masyarakat 2 (X4) materi dalam modul yang
peneliti buat jarang disampaikan pada modul lainnya sehingga pembaca akan
mendapatkan hal baru ketika membacanya. Tetapi informan ahli kesehatan masyarakat
1 (X3) menyatakan bahwa pelu penambahan materi tentang pencegahan LGBT untuk
menambah wawasan dari fasilitator fungsi lain dari pencegahan pedofilia. Sejalan
dengan peneilitian dari Hall (2009: 524-525) yang menyatakan bahwa orang dengan
pedofilia seperti ini lebih suka berhubungan seks pada anak laki- dibanding orang
dewasa. Anak-anak tersebut berusia antara 10- 12 tahun dan korban cendrung akan
mengalami traumatis dan bisa jadi korban akan tertarik juga terhadap laki-laki ketika
34
dia dewasa. jadi dapat disimpulkan bahwa kedua informan ahli kesehatan masyarakat
menyatakan sesuai penggunaan materi dalam modul tetapi menurut informan
kesehatan masyarakat X3 menyatkan bahwa perlunya penambahan materi tetang
LGBT didalam modul untuk sekedar referensi bagi fasilitotor. sedangkan pendapat lain
dari ahli psikologi (X5 dan X6) menyampaikan sebagai berikut :
“(X5:50) saya baca modul mu ini sudah sesuai kok dan dipahami
oleh peserta, ini juga kamu sampai memikirkan juga bagaimana
cara menyambut peserta diawal. Memang penting ini soalnya
menurut psikologis, anak itu butuh sesuatu yang menarik untuk bisa
menerima ilmu baru yang. nah kamu buka dengan yel-yel ini
menggugah mereka untuk penasaran.” (X5, 15 Mei 2018:50).
Menurut informan Psikolog 1 (X5) menyatakan bahwa modul yang peneliti buat
telah sesuai dikarenakan memberikan tatacara menyambut peserta di awal. Hal tersebut
sangat penting dalam penyuluhan karena menurut psikologis anak itu butuh sesuatu
yang menarik sebelum mendapatkan ilmu baru. Sejalan dengan peneltian dari Almeth
2009: 4-6) yang berjudul The Impact of Ice Breaking Exercises on
Trainees'Interactions and Skill Acquisition: An Experimental Study menyatakan bahwa
dalam melakukan pelatihan/penyuluhan hal yang harus diperhatikan adalah
pengkondisian dari peserta. Dengan memberikan permainan atau ice breaking di awal
dan atau di antara penyuluhan dapat mengembalikan fokus pada peserta sehingga
peserta dapat tertarik pada matei yang disampaikan fasilitator.
Sedangkan menurut ahli psikolog anak 2 (X6) menyatakan bahwa modul yang
buat oleh peneliti sudah sesuai tetapi perlu diberikan tambahan halaman untuk instruksi
secara singkat berdasarkan hasil pemikiran penulis. Hal ini searah dengan pernyataan
dari Jones, et al (2012:3) dalam peneltiianya yang berjudul The Effects of Mind
Mapping Activities on Students' Motivation menyatakan bahwa dengan membaca hasil
mind mapping, pembaca dapat tau apa saja alur yang dilakukan melaluii akar-akarnya.
Jadi dapat mempermudah pembaca dalam mengartikan suatu topik. Dari pernyataan
35
diatas, informan utama psikolog 1 dan 2 (X5 dan X6) menyatakan bahwa materi dalam
modul telah sesuai tetapi perlu ada penambahan instruksi secara singkat dan jelas
berdasarkan hasil pemikiran penulis.
perbaikan dalam kesamaan instruksi. Sedangkan pendapat lain dari ahli psikologi (X5
dan X6) menyampaikan sebagai berikut :
“…Tetapi kok kurang ya. Sek(bentar) kalo misalnya di kasih semacam
roleplay satu persatu gimana dek, jadi anak nanti di minta berdoa dan di
kasih contoh, terus ada misalnya ada yang berlari kearah mana trus
teriaknya sekuat apa ini di kasih contohnya tetapi di masukan ke dalam
modulnya aja dek buat faslitator meragakan nanti. Karena menurut
psikologis, anak akan mengingat pesan kalo dia mencobannya juga. Jadi
kesannya dia akan lebih menghafal nih dek…” (X5, 15 Mei 2018: 36)
Menurut informan Psikolog 1 (X5) menyatakan bahwa materi dalam flipchart secara
keseluruhan telah sesuai tetapi pada materi “aku tau cara melindungi diriku” perlu ada
perubahan konsep pemberian materi. Konsep yang disarankan adalah dengan
menggunakan metode roleplay. Tujuannya adala saat peserta mempratikan dari tiap
pesan, secara tidak langsung peserta dapat mengingatnya. Hal ini serupa dengan
penelitian dari Kilgour, et al (2015:8-9) yang berjudul Role-Playing as a Tool to
Facilitate Learning, Self Reflection and Social Awareness in Teacher Education
menyatakan bahwa roleplay adalah salah satu aktivitas pembelajaran secara aktif yang
membuat sesama peserta melakukan interaksi dengan petunjuk yang diberikan
fasilitator. Manfaat dari roleplay adalah dapat membuka pikiran dari seluruh peserta
untuk dapat mempraktikan setiap petunjuk yang disampaikan fasilitator dikehidupan
nyata. Selain pada materi tersebut, informan utama psikolog juga berpendapat tetang
penilaian materi dengan topik lainnya. Berikut adalah kutipannya :
“Kalo dari materi mu ya di dalam flipchart yang saya baca sih sudah
bagus dan menarik juga dilengkapin gambar- gambarnya lucu. Tapi ada
nih pada bagian tertentu seperti ini di bagian halaman ini (menunjuk
halaman area pribadi,) kenapa ga langsung pakai istilah asli, ini penis
ini vagina seperti itu. Supaya nanti anak benar – benar tau nama aslinya,
jadi kita tidak menggunakan istilah lain. Biar mereka sudah mengerti
dan kenal dengan organ reproduksi mereka” (X6, 15 Mei 2018: 10)
reproduksinya. Hal ini searah dengan pernyataan dari Breuner,et al(2016: 2) dalam
penelitian yang berjudul Sexuality Education for Children and Adolescents
menyatakan bahwa setiap anak harus menerima keakurasian pendidikan tentang seks.
Dari usia dini, anak harus mengenal alat vitalnya seperti penis pada laki-laki dan vagina
pada perempuan. Hal ini bertujuan agar anak dapat menjaga alat vitalnya dari hal-hal
buruk yang bisa terjadi dan juga membiasakan diri agar tidak menjadi sesuatu yang
tabu untuk dipahami bagi mereka.dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pentingnya menggunakan menggunakan nama asli dalam alat kelamin bagi laki-laki
dan perempuan. Jika disimpulkan dari keseluruhan pendapat maka materi dalam
flipchart telah sesuai untuk kebutuhan anak usia 7-10 tahun tetapi perlu ada perbaikan
dalam konsep pemberian materi dan juga penyebutan alat kelamin.
Kalo yang saya baca nih dek. Postermu ini kan sebenernya hampir
sama kayak flipchart tapi di buat sederhana kan..jadi sebenernya
sesuai sih dek dari segi psikologi anak. Karena anak itu cendrung
mengingat sesuatu materi dari apa yang di liat. Misalnya dengan
kamu kasih materi flipchart ini terus kamu kasihkan kepada mereka
40
poster ini. Jadi anak yang lihat ini bisa langusng semacam call back,
oh ini waktu itu materi dari mas itu… gitu dek. Cocok sih materinya
. tapi dek perlu perbaikan dari keterangan-ketengan tiap gambar ya,
gunakan yang lebih sederhana (X5, 15 Mei 2018: 46).
Menurut informan ahli kesehatan masyarakat 1 dan 2 (X3 dan X4) menyatakan
bahwa materi didalam poster telah sesuai untuk anak usia 7-10 tahun tetapi penggunaan
kata-kata tiap gambar yang masih berat untuk anak usia 7-10 jadi perlunya ada
perbaikan kata-katanya disesuaikan dengan usia pembaca. Hal ini serupa dengan
informan utama ahli psikolog anak 1 (X5) yang menyatakan bahwa materi dalam poster
sudah sesuai karena cakupan materi pada media lainnya, sehingga peserta dapat
mengingat kembali materi yang telah disampaikan fasilitator. tetapi dalam penggunaan
kata-katanya perlu ada penyederhanaan lagi agar peserta tidak kebingungan dalam
mengartikan. Hal ini searah dengan pernyataan dari Pauwels, (2015: 236) yang
menyatakan media pembelajaran poster dikatakan baik apabila memenuhi kriteria-
kriteria tertentu yang mencakup salah satunya mudah dimengerti (legibility). untuk
tercapainya kriteria tersebut pembuat media poster harus mengimajinasikan sasaran
yang dituju, jika sasarannya adalah seorang anak- anak maka tidak mengguankan kata-
kata susah dimengerti bagi anak-anak. Selain itu, materi dalam media poster menurut
informan utama psikolog 2 (X6) menyatakan hal yang berbeda. Berikut adalah
kutipannya:
“Oke, berarti ini ditujukan untuk anak SD ya, ini aku lihat sekilas
ya. Disini bahasanya sudah cukup mudah untuk dipahami. Cuma
ini kan disini banyak digambarkan bahwa pelakunya adalah laki –
laki, padahal kalau daari sisi psikologi pelaku Pedofilia ini bukan
hanya laki – laki saja, wanita juga bisa terlibat, bisa saja si
perempuan sebagai pelaku atau bahkan perantara. Bisa saja dia
sebagai networknya. Nah takutnya nanti disini kita terkesan
mendiskreditkan laki – laki kan. Padahal perempuan pun juga bisa
terlibat dalam hal ini……”X6, 15 Mei 2018: 2)
Menurut informan ahli Psikolog anak 2 (X6) menyatakan bahwa materi dalam
poster telah sesuai dan penggunaan bahasanya juga telah sesuai tetapi penggunaan
karakternya perlu dipertimbangkan. Seluruh karakter “predator anak” digambarkan
41
dengan sosok laki-laki, tetapi informan menyatakan bahwa tidak selamanya “predator
anak” adalah laki-laki, ada juga yang wanita. Maka perlu dipertimbangkan lagi dengan
penggunaan karakter wanita dalam penggambaran materi “predator anak”. Hal ini
searah dengan Hall (2009: 524-525) yang menyatakan bahwa terdapat pelaku pedofilia
bisa saja seorang wanita. pedofilia ini melibatkan anak berumur 12 tahun atau lebih
muda. Hal ini mungin disebabkan oleh adanya perasaan keibuan pada wanita anak laki-
laki tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sifatnya negatif.
Dari keseluruhan pendapat dalam materi dalam media poster. Seluruh informan
mnyatakan bahwa materi didalam poster telah sesuai tetapi perlu ada perbaikan dalam
redaksional kata-katanya sehingga pembaca yang umurnya 7-10 tahun tidak
mengalami kesusahan dalam mengartikannya. Selain itu perlunya adanya
pertimbangan atas karakter wanita sebagai “predator anak”.
“kalo dari segi penulisannya sih ini menurutku ga masalah sih dek,
selama saya baca modul mu ini ga ada bahasa yang susah dipahami.
Tapi ini kamu redaksional yang typo. Fontnya ya juga ga berlebihan
kok bisa dibaca semua…” (X2, 15 Mei 2018: 14)
43
menyajikan font yang sama tetapi perli ditebalkan agar terlihat dari jauh. Menurut
Wijaya (2004:51) yang menyatakan bahwa tipografi yang baik dipengaruhi oleh salah
satunya adalah legibility. Legibility adalah kualitas pada huruf yang membuat huruf
tersebut dapat terbaca. Dalam suatu karya desain, dapat terjadi cropping, overlapping,
dan lain sebagainya, yang dapat menyebabkan berkurangnya legibilitas daripada suatu
huruf. Jadi dapat disimpulkan bahwa tipografi menurut informan X1 telah sesuai tetapi
menurut informan X2 tidak sesuai. Maka dapat menjadi pertimbangan peneliti untuk
memperbaiki bentuk font yang menjadi lebih tebal agar bisa terlihat. Selanjutnya
peneliti melakukan penilaian tipografi dalam media ular tangga, berikut adalah kutipan
dari informan ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2):
“Fontnnya ya ini samaa kayak di flipchartmu, cocok wes ini dek ga
ada masalah kan nantinya juga ukurannya juga 3X5 masa ga
keliatan. Tapi coba di seragamin aja dek fontnya biar indah antara
kotak lain dan kotak lainnya (X1, 15 Mei 2018: 54)
diatas maka tipografi dalam ular tangga sudah sesuai dan memenuhi prinsip visibility
dalam teknik tipografi sehingga media ular tangga kata-katanya dapat dilihat secara
jelas. Selanjutnya adalah penilian tipografi pada media poster. Berikut adalah kutipan
dari informan ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2):
“emang ini di buat rapet banget kah? Soalnya anak kan rata-rata
kelas 1 itu baca masih di eja nah kalo di terlalu rapat malah ga bisa
baca maneh (lagi). Coba di buat di renggangkan (diberi jarak)
.(terdiam) ini dek di point no 5 ini, tidak mudah percaya… (X1, 15
Mei 2018: 34)
“..Soalnyakan nanti yang baca anak-anak kan? Nah kalo iya kamu
harus buat kata-katanya yang tidak berat dan gampang di terima
mereka dek. (X1, 15 Mei 2018: 34)
“Bisa sih kayak gini pake font yang kayak tulisan anak kecil. Tapi
jangan terlalu rapat juga nanti bingung bacanya. Apalagi kan poster
ada batasan jarak pandang tuh. Kalo terlalu rapat malah ga bisa
membaca dianya. Dan gambarnya kalo bisa lebih dominan di
besarkan dikit aja biar proporsional. (X2, 15 Mei 2018: 70)
Seluruh informan ahli media 1 dan 2 menyatakan bahwa tipografi dalam poster
tidak sesuai. informan ahli media 1 (X1) mengemukakan bahwa penggunaan font pada
poster terlalu rapat yang dapat membuat pembaca tidak dapat melihatnya secara jelas.
Oleh sebab itu perlu direnggangkan antara huruf perhuruf sehingga dapat disimpulkan
tipografinya tidak sesuai. Informan ahli media 2 (X2) juga menyatakan hal yang sama,
bahwa penggunaan font terlalu rapat antara huruf perhuruf dapat memengaruhi batasan
jarak pandang. Dari kedua pernyataan tersebut tidak sesuai dengan psinsip tipografi
menurut Wijaya (2004:52-53) ) yang menyatakan bahwa tipografi yang baik
dipengaruhi salah satunya adalah Prinsip Readibility. Readibility adalah penggunaan
huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan huruf yang lain sehingga terlihat
jelas. Dalam menggabungkan huruf dan huruf baik untuk membentuk suatu kata,
kalimat atau tidak harus memperhatikan hubungan antara huruf yang satu dengan yang
lain. Khususnya spasi antar huruf. Jarak antar huruf tersebut tidak dapat diukur secara
matematika, tetapi harus dilihat dan dirasakan. Ketidak tepatan menggunakan spasi
dapat mengurangi kemudahan membaca suatu keterangan yang membuat informasi
yang disampaikan pada suatu desain komunikasi visual terkesan kurang jelas. Huruf-
46
huruf yang digunakan mungkin sudah cukup legible, tetapi apabila pembaca merasa
cepat capai dan kurang dapat membaca teks tersebut dengan lancar, maka teks tersebut
dapat dikatakan tidak readible. Jadi dapat disimpulkan dari kedua informan ahli media
bahwa perlu perbaikan untuk jarak huruf perhuruf.
Seluruh Informan ahli media menyatakan bahwa ilustrasi yang digunakan dalam
kit fasilitator sudah sesuai, menurut informan ahli media 1 (X1) dengan materi yang
banyak dapat dibuat menarik dengan gambar-gambar yang menjadi karakter dalam
media-media kit fasilitator. Selain itu juga penggunaan ilustrasi anime yang jelas di
setiap gerakannya membuat minat siswa meningkat untuk melihat gambar yang
disajikan di setiap media. Informan ahli media 2 (X2) juga mengemukakan bahwa
penggunaan ilustrasi anak-anak cocok untuk digunakan dalam media-media yang di
peruntukan bagi siswa sekolah dasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilustrasi dalam
media-media kit fasilitator sesuai untuk siswa sekolah dasar.
“ini kan pake warna hitam putih dan di sisipkan gambar animasi di
beberapa halaman.. ga masalah sih dek. karena saya pernah buat
modul itu ya dalamnya biasa aja warnannya tapi kalo cover sama
ada ilustrasinya nah lebih baik berwarna. Itu sih dek” (X2, 15 Mei
2018: 18)
48
“Tapi kalo dari keseluruhan sih ga ada masalah sih dek flipchart
mu, kalo dari psikologis anak untuk melihat ini sih ga ada masalah
karena warnanya juga lembut dan kamu disini pake kartun kartun
ya jadi anak lebih senang untuk melihat ini …” (X1, 15 Mei 2018:
64)
“ini kan pake warna hitam putih dan di sisipkan gambar animasi di
beberapa halaman.. ga masalah sih dek. karena saya pernah buat
modul itu ya dalamnya biasa aja warnannya tapi kalo cover sama
ada ilustrasinya nah lebih baik berwarna. Itu sih dek” (X2, 15 Mei
2018: 64)
“Tapi kalo dari keseluruhan sih ga ada masalah sih dek flipchart
mu, kalo dari psikologis anak untuk melihat ini sih ga ada masalah
karena warnanya juga lembut dan kamu disini pake kartun kartun
ya jadi anak lebih senang untuk melihat ini …” (X6, 15 Mei 2018:
12
Seluruh Informan ahli media dan ahli psikolog menyatakan bahwa warna dalam
flipchart telah sesuai. Menurut seluruh informan utama ahli media 1 (X1) warna yang
diberikan dalam flipchart tidak membosankan, tiap halaman flipchart warna yang
digunakan adalah warna lembut. Informan utama ahli media 2 (X2) mengemukakan
bahwa penggunaan warna diatur sesuai informasi, peneliti membuat flipchart ini
sebagai media informasi sehingga warna yang cerah. Informan utama psikolog 2 (X6)
menyatakan bahwa warna pada flipchart telah sesuai karena menurut psikologis, anak
49
menyukai warna yang cerah dan lembut. Dari ketiga pendapat tersebut searah dengan
penelitian dari Sari (2004: 33) menyatakan bahwa warna berperan sebagai stimuli
(rangsangan), dengan menggunakan warna-warna cerah yang disukai anak dan
menarik perhatian seperti merah, kuning, orange pada sarana permainan dan
pembelajaran akan merangsang anak untuk beraktivitas dan berimajinasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa warna dari flipchart sudah sesuai untuk diguanakan pada anak usia
7-10 tahun. Selanjutnya adalah penilaian dari warna media ular tangga oleh informan
ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2) dengan kutipan sebagai berikut :
“untuk warnannya ada hijau agak gelap ya hijaunya. Tapi ga apa
lahkan di kotak ini sih intinya. Wes cocok dah dek” (X2, 15 Mei
2018: 64)
Seluruh Informan ahli media mengatakan bahwa komposisi terkait warna dalam
flipchart telah sesuai. Menurut informan ahli media 1 (X1) warna latar belakang dari
ular tangga terlalu gelap tetapi tidak menjadi masalah karena warna yang menjadi pusat
perhatian siswa SD adalah warna setiap kotak dalam ular tanggal, sehingga informan
menilai terkait warna sudah sesuai. Informan ahli media 2 (X2) menyatakan bahwa
warna sudah sesuai tetapi penggunaan warna putih dalam kotak ular tangga membuat
kotak tersebut cepat kotor. Sehingga perlu diberikan warna lainnya. jadi dapat
disimpulkan bahwa warna ular tangga sudah sesuai tetapi perlu pertimbangan untuk
penggantian warna putih ke warna lainnya. Selanjutnya adalah penilaian dari warna
media poster oleh informan ahli media 1 dan 2 (X1 dan X2) kutipan sebagai berikut :
“iya sih warna kalo anak kecil itu emang sangat harus di perhatikan.
Karena kalo misalnya warna tidak menarik mana mau di baca
postermu.” (X2, 15 Mei 2018: 30)
kalau dari poster sih warnanya ga berat sih dek…(X1, 15 Mei 2018:
30)
“soft sih bisa untuk anak-anak sama juga seperti Media lainnya…”
(X2, 15 Mei 2018: 74)
50