Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584

Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

PENATAAN EFISIENSI SIRKULASI RUANG DALAM DAN RUANG LUAR


UNTUK DISABILITAS PADA STASIUN MRT LEBAK BULUS

Filsen Putasix Lase1), Agus Budi Purnomo2), Nuzuliar3)


1)Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
2,3)Dosen Universitas Trisakti

E-mail: Filsenlaseee@gmail.com

Abstrak
Dalam mencapai kemudahan, kemandirian serta kesejahteraan aksesbilitas bagi
penyandang disabilitas sehngga diperlukannya fasilitas berupa aksesbilitas yang
sangat memadai, terpadu, dan berkesinambungan. Pentingnya fasilitas untuk
aksesbilitas bagi disabilitas terutama pada bangunan pelayanan publik agar
dapat mencapai suatu tempat baik didalam maupun diluar bangunan tanpa
hambatan dan tidak membuat mereka merasa tersisihkan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui kondisi dari fasilitas pada aksesbilitas serta
penerapanya bagi pengguna disabilitas khususnya pada Stasiun MRT yang
diawali dengan observasi yaitu simulasi keberangkatan dan kedatangan
penumpang penyandang disabilitas. Untuk mengetahui cara penerapanya
dengan menganalisis hasil dari simulasi yang berupa titik hambatanya.

Kata kunci: Sirkulasi, Ruang Luar Dan Ruang dalam, Aksesbilitas, Fasilitas

Pendahuluan
Banyaknya aktifitas yang berlangsung didalam stasiun membuat keadaan ini
menjadi bertolak belakang dengan fakta bahwa transportasi seharusnya meningkatkan
taraf hidup manusia bukan sebaliknya menurunkan kualitas kehidupan manusia.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No 30 Tahun 2006
Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesbilitas Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan yang menjelaskan bahwa aksesbilitas adalah kemudahan yang disediakan
bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia guna mewujudkan kesamaan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Fasilitas aksesibilitas yang
aksesibel bagi disabilitas harus diterapkan pada semua bangunan dan lingkungan
perkotaan.
Stasiun MRT sebagai salah satu bangunan transportasi penting saat ini
diharapkan dapat menyediakan fasilitas aksesibilitas khusus dengan baik. agar
penyandang disabilitas dapat merasakan akses masuk serta berpergian dengan MRT
secara mudah, nyaman, dan aman serta mandiri dengan fasilitas pada aksesbilitas yang
layak

Studi Pustaka
Pengertian Sirkulasi dalam Dictionary of Architecture and Construction, Cryill
Haris, 1975 adalah suatu pola lalu lintas atau pergerakan yang ada dalam suatu area atau
bangunan di dalam bangunan, suatu pola pergerakan yang memberikan keluwesan,
pertimbangan ekonomis dan fungsional, dalam pola lalu lintas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sirkulasi berarti peredaran. D.K.Ching
mengemukakan sirkulasi sebagai tali yang terlihat dan menghubungkan ruang-ruang
dalam suatu bangunan atau tali yang menghubungkan deretan ruang dalam dan ruang
luar secara bersama-sama.

1.22.1
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

Tinjauan Tatanan Ruang Dan Sirkulasi


Tatanan Ruang Luar
Menurut Peter Coleman (2006), Pengamatan meliputi sirkulasi horizontal dan
vertikal, elemen interior dan fasilitas yang berpengaruh pada area sirkulasi. Dimana
pedestrian sebagai salah satu pola ruang luar sehingga menurut Peter Coleman (2006),
Pedestrian adalah salah satu elemen dari rancangan kota yang berada di kedua sisi
maupun disalah satu sisi.

Gambar 1 : Sistem pola sirkulasi


Sumber: Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Tatanan. Francis D.K. Ching.1996

Tatanan pola massa bangunan terbgai atas 5 pola yaitu : pola terpusat dimana
pada pola ini massa bangunan mengelilingi pusat orientasi, pola retail dimana massa
bangunana memanjang di sepanjang jalur, pola radial dimana penempatan massa
berkembang keluar menjauhi titik pusat, pola cluster dimana massa dikelompokan sesuai
dengan kebutuhan ruangnya dan pola grid dimana jarak dan pola massa teratur.

Tinjauan Sirkulasi Ruang Luar


1. Sistem Platform
Konsep Platform Dalam Pedestraian yaitu dimana dalam ruang gerak perjalan
kaki menjadi penghubung antara bangunan satu dengan yang lainnya secara terus
menerus baik horizontal maupun vertikal.
2. Sistem Walk Away
Merupakan suatu pengembangan yang berlangsung didalam sebuah bangunan,
dimana model ini, dimana Model ini mampu membawa/ mengatar pergerakan
pejalan kaki secara terus menerus menuju macam-macam bangunan besar maupun
kecil dalam areal yang aktif di pusat kota.
3. Sistem Pedestrianized Street
Suatu sistem dimana ruang gerak pejalan kaki yang berada pada jalur kendaraan,
dapat dicapai dengan mengurangi ruang (Space) jalan pada suatu sisi simpul atau dua
sisi jalur jalan dan mengurangi ruang bangunan di sepanjang tepi jalur jalan.

Tatanan Ruang Dalam


Menurut Francis D.K. Ching (1996, hal 184) Prinsip tatanan ruang dalam terbagi
menjadi dua cara, yaitu :

1.22.2
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

Single Loaded Double Loaded

Single Loaded merupakan bagian yang menghadap pada satu alur ruangan dimana
pada sisi lainnya biasanya menghadap satu bukaan jendela atau ruang luar. Untuk Double
Loaded merupakan bagian koridor yang diapit oleh ruangan pada kedua koridor lainnya.

Tinjauan Kenyaman
1. Peraturan Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Pedoman serta Persyaratan Teknis
Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan No. 30/PRT/M/2006, Bahwa
seharusanyaprasarana pelayanan umum yang ada di berbagai wilayah Jawa Barat
khususnya Ibu Kota DKI Jakarta, sudah menyediakan aksesibilitas (kemudahan) bagi
para penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupannya.
2. Penggunaan material
Dalam Peraturan MenterimNo. 30/PRT/M/2006 material yang sering digunakan
dalam bangunan khususnya untuk lantai adalah lantai menggunakan material
keramik, plafond menggunakan material gypsum, dan dinding menggunakan cat
tembok dan kaca. Material di luar bangunan yang biasa digunakan adalah paving
block, dan aspal. Beberapa material tersebut memiliki tingkat ke kasaran yang
berbedabeda. Keramik cenderung memiliki tingkat ke kasaran yang rendah, sementara
beton kasar dan paving block memiliki tingkat ke kasaran yang tinggi. Hal tersebut
akan berpengaruh terhadap kenyamanan penggunanya.

Tinjauan Sarana Prasana


Berdasarkan Undang-Undang No.28, 1997 yang dikeluarkan oleh Departemen PU,
tentang Bangunan Gedung bahwa keberadaan sarana dan prasarana pendukung akan
menjadi faktor yang sangat mempengaruhi kenyamanan dan kemudahan didalam
aksesibilas sirkulasi terutama bagi penyandang cacat. Peraturan Sarana dan Prasarana
meliputi :

1. Ramp
Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°, perhitungan
kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (curb ramps/landing)
Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan maksimum 6°

1.22.3
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

Sumber : https://media.neliti.com/media/publications/113460-ID-fasilitas-
aksesibilitas-penyandang-disab.pdf

Bangunan Gedung bahwa tempat parkir bagi penyandang cacat ditandai oleh
lambang/simbol penyandang cacat pada area parkir. Lebar dan panjang yang dapat
digunakan adalah 2,5 m x 4 m.

Sumber : https://media.neliti.com/media/publications/113460-ID-fasilitas-
aksesibilitas-penyandang-disab.pdf

2. Eskalator
Eskalator yang dapat digunakan oleh penyandang cacat adalah escalator ramp.
Dengan tanpa menggunakan undakan seperti escalator konvensional akan memberikan
kemudahan bagi penyandang cacat.

3. Lift
Lift yang dapat digunakan oleh penyandang cacat adalah lift standar dengan
ukuran lebar minimal 80 cm.

4. Toilet
Toilet khusus yang digunakan oleh penyandang cacat memiliki beberapa
kelengkapan, diantaranya hand rail dan tombol emergensi.

Sumber : https://media.neliti.com/media/publications/113460-ID-fasilitas-
aksesibilitas-penyandang-disab.pdf

1.22.4
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

5. Simbol / Signage
Seperti yang dituliskan oleh Susanne. K,Langer (1953, hal 31) fasilitas dan elemen
bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi, arah, penanda atau petunjuk
bagi penyandang cacat. Simbol atau Signage harus ditempatkan di daerah sirkulasi agar
memberikan informasi yang mudah di baca atau dirasakan oleh penyandang cacat, agar
penyandang cacat mengetahui alur sirkulasi dan fasilitas yang tersedia di bangunan
public tersebut.

Metodologi Penelitian
Pembagian ruang luar dan ruang dalam. Letak ruan dalam pada bangunan utama
dan ruang luar teletk di sekitar bangunan utama. Untuk sirkulasi ruang luar
berkonfigurasi radial dan linier yaitu memanjang dan terpusat mengikuti bentuk tapa,
sementara pada ruang dalam pada bangunan utama tersusun secara Double Loaded.
Penerapan perkerasan pada area pedestrian dan penambahan paving blok dengan motif
sesuai dengan fungsi bangunan.

Parkir Pedestrian

Bangunan utama RTH

Gambar 1 : Rencana Siteplan

Analisis Tata Letak Ruang Luar dan Ruang Dalam


a. Tata Letak Ruang Luar Bangunan Utama

Bangunan Utama Bangunan Utama

Area komunal Pengelola

Area komunal Pengelola


Gambar 3 : Letak tata bangunan di kawasan Stasiun
setelahdilakukan perluasan tanah
Rencana parkir

Gambar 2 : Rencana kawasan Stasiun MRT Lebak Bulus

1.22.5
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

a. Tata Letak Ruang Dalam bangunan utama


Bangunan Utama Pada kawasan ini berfungsi sebagai Stasiun. Koridor termasuk
tipe Double Loaded dengan Sirkulasi Utama bangunan tersusun secara linier Sesuai
dengan teoi D.K Ching (1996, hal 184)

Gambar 4 : Sirkulasi Pada ruang dalam di bangunan utama tersusun secara


double loaded

Gambar 5 : Dimensi penyandang ruang yang dibutuhkan oleh penyandang cacat.

Penyandang cacat menggunakan alat bantu dalam berjalan, lebar yang ibutuhkan
adalah 1,8 meter untuk satu orang, lebar tersebut dihitung berdasarkan ukuran yang
paling besar yaitu penyandang cacat dengan menggunakan kursi roda.
Pola sirkulasi bangunan utama yang tersusun secara double koridor dan single
loaded (lihat gambar 11 hal 9) akan memberikan kemudahan bagi penyandang cacat. Hal
ini dikarenakan tempat untuk bersirkulasi terbagi menjadi dua bagian, sehingga
kepadatanpun terbagi menjadi dua (tidak terlalu padat). Selain itu ruang dalam memiliki
pola sirkulasi bersifat linier sehingga tidak membingungkan penyandang cacat.

1.22.6
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

Jadi sirkulasi ruang luar dan ruang dalam memegang peranan penting dalam
proses sirkulasi bagi penyandang cacat untuk mengakses bangunan public, maka
sirkulasi perlu dilakukan analisis secara visual bukan hanya memperhatikan geometri
berdasarkan standard saja, namun juga memperhatikan tuntutan sebagai sarana dan
prasarana yang memberikan kenyamanan bagi penyandang cacat di bangunan publik.

Hasil dan Pembahasan


Perilaku penyandang disabilitas yang terhambat di suatu lokasi pada Stasiun
dapat dijabarkan pada titik hambatannya berdasarkan zona akses Stasiun .4 zona akses
tersebut terdiri dari :
 Zona akses dari transportasi lain ke pintu masuk.

 Zona akses dari pintu masuk ke ruang tunggu.

 Zona akses dari ruang tunggu ke peron.

 Zona akses dari peron ke kereta api.

Jumlah titik hambatan di zona akses dari transportasi lain ke pintu masuk
merupakan yang terbanyak dari zona akses lainnya, sehingga dalam artikel ilmiah ini
yang menjadi fokus dalam pembahasan adalah zona ini.

Analisis Jenis Hambatan


Analisis jenis hambatan merupakan analisis hambatan-hambatan penyandang
disabilitas berdasarkan jenis hambatan untuk dicarinya sebuah solusi secara tepat
berdasarkan persyaratan dasar fasilitas aksesibilitas :
1. Tidak adanya parkir khusus penyandang disabilitas, tidak ada jalur pedestrian yang
jelas, dan tidak ada jalur penyebrangan jalan dari pangkalan angkutan umum
diselesaikan dengan menyediakan semua fasilitas aksesibilitas tersebut sesuai dengan
standar yang berlaku.

2. Terdapat 2 hambatan yang tidak sesuainya dengan elemen pendukung. Hambatan


tersebut terletak di area parkir kendaraan pribadi dan area pintu keluar Solusinya,
menyediakan elemen pendukung yang sesuai standar dan layak. Penentuan elemen
pendukung harus aksesibel dengan penilaian 4 asas aksesibilitas. Hasil dari penilaian 4
asas selamat, bahwa kriteria elemen pendukung yang seharusnya adalah:
a. Kemiringan ramp maksimal 60
b. Menyediakan handrail dengan material besi agar kuat dan tahan lama.
c. Permukaan lantai ramp tidak licin dengan memilih material lantai batu.
d. Menyediakan area bordes di awal dan akhir ramp.

3. Kursi roda sulit untuk dapat turun atau naik dari kendaraan karena tidak
menyediakan area aman untuk turun dan menaikkan penumpang. Penyelesaian pada
análisis jenis hambatan dimensi ini adalah dengan memperluas area drop off dengan
memanfaatkan area parkir motor dan mobil, sehingga jika diukur panjang areanya
menjadi 47 meter area drop off. Tentunya area ini dilarang digunakan untuk parkir
kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Area drop off wajib menyediakan area
turun naik penumpang dengan ukuran lebar jalan 2-2,5 meter.

4. Kondisi jalan yang tidak baik seperti permukaan jalur pedestrian yang rusak, jalur
menuju hall terdapat lubang lantai karena sebagai tempat roda pintu besi hall, dan
elevasi jalur sirkulasi menuju ruang tunggu khusus yang berbeda-beda. Kesemua
hambatan tersebut bukan merupakan hambatan tidak adanya fasilitas aksesibilitas, tidak
sesuainya elemen pendukung maupun dimensi fasilitas aksesibilitas yang tidak sesuai.

1.22.7
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

Perlu penyelesaian dengan menyamakan permukaan lantai dan perbaikan material


lantai yang tahan lama.
Penyelesaian dari hambatan dimensi fasilitas aksesibilitas adalah dengan merubah
bentuk fasilitas aksesibilitas agar disabilitas dapat menggunakan fasilitas tersebut dengan
nyaman, aman dan selamat.

Kesimpulan
Dalam mencapai kemudahan, kemandirian, dan kesejahteraan aksesibilitas bagi
disabilitas maka diperlukan sarana aksesibilitas dan fasilitas yang memadai, terpadu dan
berkesinambungan. Sudah seharusnya kemudahan dan kemandirian didapatkan bagi
kaum disabilitas agar kaum disabilitas dapat mencapai suatu tempat baik
didalambangunan dan diluar bangunan tanpa hambatan dan tidak membuat mereka
menjadi tersisihkan.
Penyediaan fasilitas aksesibilitas bagi penyandang disabilitas tidak hanya ada di
area zona akses dari transportasi lain ke pintu masuk namun juga harus MRT dengan
selamat, aman dan nyaman. Perwujudan fasilitas aksesibilitas penyandang disabilitas
tidak hanya khusus penyandang disabilitas namun juga semua jenis disabilitas di dalam
bangunan-bangunan publik terutama bangunan transportasi yang notabene banyak dan
sering digunakan masyarakat untuk bepergian, sehingga penyandang disabilitas dapat
merasa berbaur dengan masyarakat normal atas kesamaan hak berkehidupan sebagai
manusia seutuhnya.

Daftar pustaka
Adi Saloka, Triadi Mustikawati, dan Rinawati P. Handajani. Fasilitas Aksesbilitas
Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang. Univesitas Brawijaya.
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Menteri Pekerjaan Umum No468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada
Bangunan Umum dan Lingkungan.
Peraturan Daerah Kota Malang no. 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Penyandang Disabilitas. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: PenerbitAlfabeta.
Pynkawati Theresia, azwar Amir, La Ode Abdullah Al Syafaat. Kajian Desain Sirkulasi
Ruang Dalam sebagai Sarana Evakuasi pada Kondisi Bahaya Kebakaran di Bandung Supermal
dan Trans Studio Bandung.Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung

1.22.8

Anda mungkin juga menyukai