Anda di halaman 1dari 4

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2008, VOL. 8, NO.

1, 52 – 55

Pendugaan Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot


Sapih Sebagai Dasar Seleksi Kambing Peranakan
Etawah
(Heritability Estimates of Birth Weight and Weaning
Weight for Selection of Peranakan Etawah (PE) goats)
Karnaen
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Abstrak
Penelitian tentang pendugaan heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih sebagai dasar
seleksi kambing Peranakan Etawah (PE) telah dilaksanakan di desa Cibening kecamatan
Cempaka kabupaten Purwakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
observasi (pengamatan). Adapun pejantan kambing Peranakan Etawah yang digunakan
sebanyak 5 ekor dan setiap pejantan tersebut mengawini 8 ekor betina. Data yang diambil
adalah anak kambing Peranakan Etawah jantan. Nilai heritabilitas diduga dengan
menggunakan metode analisis ragam. Hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa
nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih masing-masing h2 = 0,07 ± 0,17 dan h2 =
0,177 ± 0,19. Efektivitas seleksi yang baik adalah berdasarkan bobot sapih.
Kata kunci: Heritabilitas, bobot sapih, bobot lahir, Kambing PE

Abstract
Heritability estimates of birth weight and weaning weight for selection of Peranakan
Etawah (PE) goats. The study about heritability estimates of birth weight and weaning
weight for Peranakan Etawah (PE) goats selection had done in region of Cibening, sub
district of Cempaka, District of Purwakarta. In this study used observation method. The
animals object was 5 of bucks and 40 of does. Every bucks were served 8 does. Parameter
used birth weight and weaning weight of male kids. Heritability estimated had used
analysis of variance. The result of the research showed that heritability of birth weight and
weaning weight were h2 = 0,07 ± 0,17 dan h2 = 0,177 ± 0,19 each. The weaning weight
was good selection effectively.
Key words: Heritability, birth weight, weaning weight, PE Goat

Pendahuluan dikemukakan bahwa dalam memilih suatu sifat


Bagi petani peternak di Indonesia, ternak sebagai dasar seleksi harus dipertimbangkan
kambing mempunyai peranan sangat penting yaitu mengenai nilai heritabilitas sifat tersebut, nilai
berfungsi sebagai sumber protein hewani maupun ekonomi dan biaya.
sebagai tambahan pendapatan, maka pemerintah Untuk meningkatkan mutu genetic ternak
telah berusaha untuk mengembangkan dan dapat dilakukan melalui seleksi dan system
meningkatkan baik populasi maupun perkawinan ke arah suatu sifat yang dikehendaki,
produktivitasnya. terutama sifat-sifat yang mempunyai nilai
Kambing Peranakan Etawah (PE) ekonomis. Beberapa sifat yang mempunyai nilai
merupakan hasil persilangan antara kambing ekonomis tinggi antara lain fertilitas, daya hidup,
kacang dengan kambing Etawah. Rumich (1967) kecepatan pertumbuhan, bobot lahir, bobot sapih,
mengemukakan bahwa kambing Peranakan Etawah efisiensi pakan, nilai karkas dan bobot serta
(PE) ini mempunyai sifat kadang-kadang kualitas bulu.
mendekati sifat kambing etawah dan kadang- Bobot lahir sangat menentukan untuk
kadang mendekati sifat kambing kacang. Dengan kelangsungan usaha peternakan kambing (Howard,
demikian kambing Peranakan Etawah memiliki 1982), karena bobot lahir mempunyai korelasi
sifat yang sangat bervariasi. positif dengan perkembangan dan pertumbuhan
Adanya sifat kambing Peranakan Etawah hidup seterrusnya. Nauer, dkk (1976) melaporkan
(PE) yang bervariasi ini, maka perlu dilakukan bobot lahir anak kambing mempunyai korelasi
seleksi dan system persilangan ke arah suatu sifat positif dengan laju pertumbuhan sampai umur 12
yang dikehendaki (Banerjee, 1976). Selanjutnya minggu.

52
Karnaen, Heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih kambing peranakan etawah

Berdasarkan laporan hasil penelitian Table 1. Komposisi peragam fenotipik, regresi


Triwulaningsih dan Sitorus (1981) rata-rata bobot atau korelasi yang menuunjukkan
lahir anak kambing dan betina tunggal dari hubungan dengan heritabilitas
kambing Peranakan Etawah masing-masing 3,40 Regresi
Hubungan Peragam
kg dan 2,90 kg. Adapun Basuki dkk (1982) (b)
memperoleh rata-rata bobot lahir anak kambing atau
Peranakan Etawah 3,72 kg. Korelasi
(r)
Abdulgani (1981) mengemukakan bahwa
Anak dengan satu 0,5 VA b = 0,5 h2
rata-rata bobot sapih anak kambing kacang jantan tetua
dan betina pada umur penyapihan 90 hari masing- Anak dengan rataan 0,5 VA b = h2
masing 9,70 kg dan 8,80 kg. Bobot sapih anak tetua
kambing Peranakan Etawah pada umur penyapihan Saudara tiri sebapak 0,25 VA r = 0,25 h2
112 hari masing-masing 16,20 kg pada jantan dan Saudara kandung 0,5VA+0,25VD+VEC r = 0,5 h2
12,30 kg pada betina.
Johanson dan Rendel (1968) mengemukakan Dari keempat metode tersebut korelasi
bahwa heritabilitas adalah rasio ragam gen aditif saudara tiri sebapak (half sib) merupakan terbaik,
dengan total ragam fenotipe. Selanjutnya karena tidak mengandung ragam dominan dan
dikemukakan bahwa ragam fenotipe ini tidak ada pengaruh induk, dimana pengaruh induk
dipengaruhi oleh ragam genetic dan lingkungan ini dapat menyebabkan perhitungan nilai
serta kemungkinan interaksi keduanya. Menurut heritabilitas terlalu tinggi.
Warwick dkk (1983) heritabilitas adalah istilah Syarat yang harus dipenuhi adalah
yang digunakan untuk menunjukan keragaman sekelompok pejantan dikawinkan dengan beberapa
total suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh betina harus secara acak dalam populasi yang
keturunan termasuk semua gen yaitu gen aditif digunakan sebagai penguji dan kelompok anak
dominan dan epistatis. yang dihasilkan dalam lingkungan yang sama
Pendugaan nilai heritabilitas yang diperoleh dengan makanan dan pemeliharaan yang sama
hanya berlaku khusus bagi populasi yang pula.
digunakan dalam penelitian itu dan dalam waktu Pada ruminansia kecil (domba dan kambing)
tertentu pula. Nilai heritabilitas berkisar antara 0,0 jumlah saudara kandung pada umumnya sedikit
dan 1,0 (0 ≤ h 2 ≤ 1). Tetapi angka ekstrim ini sehingga sulit untuk mendapatkan nilai
jarang diperoleh untuk sifat-sifat kuantitatif ternak. heritabilitas yang realistis, maka rumus
Falconer (1992) mendefinisikan heritabilitas heritabilitasnya menjadi
sebagai rasio ragam gen aditif (VA) dengan ragam
fenotipe (VP) dengan rumus sebagai berikut : 2 2 fs
VA h 
2

h2  dimana  2 fs   2 w
VB
h2 = nilai heritabilitas
VA= ragam gen yang aditif
 2
fs = ragam saudara kandung
VB = ragam fenotipe
Yalcin (1982) melaporkan hasil  2w = ragam anak dalam induk
penelitiannya pada kambing Angora bahwa nilai
heritabilitas bobot lahir sebesar 0,21 ± 0,07, Obyek dan Metode Penelitian
sedangkan bobot sapih sebesar 0,17 ± 0,04. Hasil Dalam penelitian ini yang diijadikan
penelitian Ali (1983) yang meneliti 324 ekor anak obyek adalah 5 ekor kambing PE jantan, 40 ekor
kambing Benggala Hitam dari 9 ekor pejantan induk dan 40 ekor anak jantan hasil keturunannya,
selama 8 tahun (1970 – 1978) diperoleh nilai yaitu masing-masing induk menurunkan satu ekor
heritabilitas bobot lahir 0,40 ± 0,24. anak jantan. Setiap pejantan mengawini 8 ekor
Untuk menduga heritabilitas yang sering induk.
digunakan adalah hubungan saudara tiri sebapak Metode penelitian yang digunakan adalah
(half sib), karena cara ini mempunyai nilai yang metode observasi. Metode statistika untuk evaluasi
mendekati kebenaran. dari masing-masing pejantan berdasarkan bobot
Falconer (1992) juga mengemukakan bahwa lahir dan bobot sapih anak kambingg tersebut
metode untuk menduga nilai heritabilitas ada menggunakan analisis ragam dengan model
beberapa cara seperti pada table 1. sebagai berikut :

53
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2008, VOL. 8, NO. 1

Yij = µ + αi + εij Dalam penelitian ini yang diambil datanya


i = 1,2,3,4,5 adalah anak kambing jantan dari keturunan
j = 1,2,3….. 8 pejantan-pejantan. Sebanyak 40 ekor anak jantan
dimana Yij = bobot lahir atau bobot sapih diperoleh rata-rata bobot lahirnya (2,95 ± 0,49) kg.
µ = rata-rata yang sesungguhnya (rata- Adapun bobot sapih anak kambing Peranakan
rata populasi) Etawah jantan di desa tersebut rata-ratanya (13,24
αi = pengaruh pejantan ke i ± 2,56) kg dengan rata-rata umur disapih (92,23 ±
εij = pengaruh dalam pejantan ke i dan 10,31) hari.
induk ke j Hasil analisis nilai heritabilitas bobot lahir
dalam penelitian ini, diusahakan dalam kondisi dan anak kambing Peranakan Etawah di desa Cibening
lingkungan yang sama. Pengaruh umur dilakukan adalah h2 = 0,07 ± 0,17. Apabila dikatagorikan
dilakukan koreksi dengan menggunakan koreksi berdasarkan Preston dan Willis (1974), maka nilai
sesuai dengan petunjuk Gregory dkk (1977). heritabilitas bobot lahir tersebut termasuk dalam
Adapun kriteria pengukuran adalah sebagai katagori rendah. Tingginya galat baku pada
berikut : penelitian ini diperkirakan karena sedikitnya
1. Bobot lahir anak kambing PE jantan yang baru cuplikan data.
dilahirkan dibersihkan dari lendir dan kotoran. Menurut Warwick dkk (1983) untuk
Kemudian anak kambing tersebut ditimbang mendapatkan nilai heritabilitas dengan angka galat
sebelum berumur 24 jam. Alat timbang baku yang kecil diperlukan jumlah data yang besar.
dengan satuan kg dengan ketelitian 0,10. Apabila dibandingkan dengan nilai heritabilitas
2. Bobot sapih diukur pada saat disapih. bobot lahir anak kambing Benggala Hitam yaitu h2
Pengaruh umur dilakukan koreksi pada umur = 0,067 ± 0,006 (Guha dkk, 1968), maka nilai
90 hari. heritabilitas bobot lahir kambing Peranakan
Untuk menduga heritabilitas baik bobot lahir Etawah di Cibening boleh dikatakan relatif sama.
maupun bobot sapih digunakan rumus sebagai Tetapi apabila dibandingkan dengan nilai
berikut : heritabilitas bobot lahir anak kambing lokal di
daerah bogor (Cigombong dan Ciburuy) yaitu h2 =
4 2S
h  22 0,3078 ± 0,264 dan h2 = 0,324 ± 0,026 (Abdul
 W   2S Gani, 1981), maka nilai heritabilitas kambing
Peranakan Etawah di desa Cibening lebih rendah
h2 = heritabilitas (kecil).
 2
S = ragam pejantan
Adapun nilai heritabilitas bobot sapih anak
kambing Peranakan Etawah jantan di desa
Cibening yaitu h2 = 0,177 ± 0,19, nilai ini termasuk
 2W  2W = ragam keturunan rendah. Apabila dibandingkan nilai heritabilitas
bobot sapih kambing Benggala Hitam h2 = 0,152 ±
0,044 yang dikemukakan Guha dkk (1968), maka
Hasil dan Pembahasan nilai heritabilitas bobot sapih kambing Peranakan
Pemeliharaan kambing PE di desa Etawah di desa Cibening relatif lebih tinggi.
Cibening kecamatan Cempaka kabupaten Hasil penelitian Abdul Gani (1981) nilai
Purwakarta dilakukan secara terkurung heritabilitas bobot sapih kambing lokal di Bogor
(dikandangkan). Pakan yang diberikan berupa (Ciggombong dan Ciburuy) masing-masing h2 =
hijauan yang terdiri dari rumput lapangan, rumput 0,6343 ± 0,207 dan h2 = 0,6704 ± 0,217, maka
setaria, daun-daunan dan limbah pertanian, dengan demikian nilai heritabilitas bobot sapih
sedangkan pemberian konsentrat jarang dilakukan, kambing Peranakan Etawah di desa Cibening lebih
hal ini karena daya beli peternak terbatas. rendah (kecil).
Pemeliharaan kambing pejantan berbeda dengan Apabila melihat angka heritabilitas bobot
kambing dewasa. Kandang yang digunakan secara lahir dan bobot sapih yaitu h2 = 0,07 ± 0,17 dan h2
khusus dan dikandangkan tersendiri. = 0,177 ± 0,19, maka seleksi berdasarkan bobot
Adapun perkawinan dilakukan secara sapih lebih efektif. Dengan demikian untuk
alami. Kambing betina sedang berahi dibawa ke melakukan seleksi sebaiknya digunakan data bobot
tempat pejantan. Perkawinan dianggap sudah sapih, karena berdasarkan hasil analisis nilai
cukup apabila pejantan telah melakukan dua heritabilitas bobot sapih lebih tinggi dibandingkan
sampai tiga kali kawin. dengan nilai heritabilitas bobot lahir.

54
Karnaen, Heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih kambing peranakan etawah

Kesimpulan reproduksi kambing Peranakan Etawah dan


Nilai heritabilitas bobot lahir anak kambing kambing Bligon. Proc. Seminar Penelitian
Peranakan Etawah jantan di desa Cibening adalah peternakan, Bogor.
termasuk dalam kategori rendah yaitu h2 = 0,07 ± Falconer, D.S, 1992. Introductive to quantitative
genetics. The Ronald Press, Co. New York.
0,17.Nilai heritabilitas bobot sapih anak kambing
Gregory, I.P., E.M. Robert and J.W. James. 1977.
Peranakan Etawah jantan di desa Cibening juga Heritability of weaning weight of Dorset and
termasuk katagori rendah yaitu h2 = 0,177 ± 0,19. Border Leincester sheep . J. Exp. Agric and
Seleksi sebaiknya berdasarkan bobot sapih karena Anim. Husb. 17 : 38 – 42.
lebih efektif dari pada bobot lahir. Guha, H., S. Gupta., A.K. Mukherjee., S.K. Moulick
Untuk meningkatkan mutu genetic ternak and A. Bathacharya. 1968. Some causes of
dalam usaha meningkatkan produktivitas kambing variation in the growth rates af Black Begal
Peranakan Etawah di desa Cibening, sebaiknya Goats. Indian. J. Vet. Sci. 38 : 269 – 178.
program seleksi dilaksanakan secara ketat dan Johanson, I and J. rindel. 1968. Genetics and animal
berlanjut.Jumlah pejantan sebaiknya ditambah dan breeding Clever Boyd . Edinburgh and
London.
pengurangan penggunaan pejantan lokal, karena
Howard, J.F. 1982. The role of goat in small farmer
dikhawatirkan terjadinya inbreeding. development in southern Asia. Dept of Agric
and Horticultura.
Daftar Pustaka Nauer, V.M., T. Cordero Bonnilla and M. callacus
Abdul Gani, I.K, 1981. Beberapa ciri Kambing di desa Custodio. 1978. Growth of Anglo-Nubian Kids
Ciburuy dan Cigombong serta kegunaannya on the North Coast of peru. ABA 46 : 520
bagi peningkatan produktivitas. Disertasi. Preston,T.R and M.B. Willis. 1974. Intensives Beef
Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian production. Pergamon Press. Inc. New York.
Bogor. Bogor. Rumich, B. 1967. the Goats of Indonesia . Regional
Ali, S.Z, 1983. Heritability estimates of birth weight 4 Animal Production. Pergamon Officer ,
week weight, weaning weight and multiple Bangkok.
weight in Black Benggala Goat in Bangladesh Triwulaningsih, E dan P. sitorus. 1981. Performan
, A.B.A 51: 10 (6082). kambing Peranakan Etawah . Buletin lembaga
Banerjee, G.C, 1976. A textbook of quantitative Penelitian Peternakan. Deptan. Bogor.
genetics. 3 rd Ed. Program in Genetics. Warwick. E.J., J.M. Astuti dan Hardjosubroto. 1983.
Washington State University. Pulinan. Pemuliaan Ternak. Gadjah mada University
Washington. Press. Yogyakarta.
Basuki, P., W. Hardjosubroto., Kustono dan N.
Ngadiono. 1982. Performans produksi dan

55

Anda mungkin juga menyukai