Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmatnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah tentang “sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Tasawuf”. Sholawat dan salam kami panjatkan kepangkuan junjungan kita nabi
Muhammad saw yang menjadi teladan umat.
Tanpa disadari perkembangan tasawuf yang telah dimulai dari jaman nabi sampai dengan
sekarang memunculkan ide-ide untuk saling mengkaitkan satu ilmu tasawuf maupun dengan
ajaran-ajaran fiqih yang telah menyebar dikalangan masyarakat global. Makalah ini masih dauh
dari kata sempurna oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kebaikan makalah ini. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan
yang luas bagi pembaca. Terima kasih .
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...............
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….......
A. Latar Belakang....................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................
C. Tujuan penulisan.................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya tasawuf?
2. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam Islam?
3. Bagaimana perkembangan tasawuf di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah munculnya tasawuf.
2. Mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam Islam.
3. Mengetahui perkembangan tasawuf di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal serupa,
yang artinya
“Jika seorang hamba mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jka ia
medekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekati-Ku
datang dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari”.
Selain dalil diatas, masih banyak lagi ayat Qur’an maupun hadits yang dijadikan
dasar tasawuf oleh para sufi. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pengaruh dari luar atau
tidak, Islam sendiri mengajarkan sufisme. Ini berarti kelahiran tasawuf bersamaan dengan
lahirnya Islam sendiri.
Dari beberapa literatur yang ada, disebutkan bahwa sufisme Islam dimulai pada abad pertama
Hijriyah, yang mana pada masa itu Rasulullah Saw masih hidup, yang segala kehidupannya
cukup membawa arti penting dalam terbentuknya tasawuf ini. Perjalanan tasawuf ini pun
kemudian dilanjutkan pada masa-masa selanjutnya hingga abad ketujuh Hijriyah. Adapun lebih
jelasnya akan diterangkan berikut ini.
1. Tasawuf pada abad pertama dan kedua hijriyah (Masa Rasulullah Saw, Para
Sahabat, dan Tabiin)
a. Tasawuf Masa Rasulullah Saw
Pada masa ini banyak ditemui contoh-contoh kehidupan sufi yang terdapat pada diri
Rasulullah Saw. Dalam kehidupan beliau sehari-hari yang penuh dengan kehidupan yang
sangat sederhana dan penuh dengan penderitaan, juga beliau menghabiskan waktunya
untuk beribadah kepada Allah Swt. Sebelum diangkat sebagai Rasul, beliau sering
melakukan khalwat di Gua Hira’ (Bukit Nur) untuk mendapat petunjuk dari Tuhan.
Didapati beliau melakukan khalwat berulang-ulang kali dengan bekal hanya beberapa
potong roti kering dengan air minum serta buah-buahan yang hal ini menggambarkan
makanan yang sangat sederhana bagi seorang sufi.
Islam tumbuh dan memiliki corak ke-Persia-annya sejak abad ketiga Hijriyah. Dalam
perkembangannya, filsafat dan tasawuf di Persia menggunakan dua bahasa, yakni bahasa
Arab dan bahasa Pahlevi (Persia). Pengaruh tasawuf di Persia ini cukup besar, dan
berkembang hingga ke Turki, India, dan Afghanistan. Sampai sekarang yang kurang lebih
1.000 tahun lebih kebudayaan Persia-Islam masih hidup dengan suburnya.
a. Pada masa itu adalah masa suram-suramnya cahaya perasaan dan pemikiran
karena ada rasa keputusasaan dalam dunia Islam. Hal ini dikarenakan Baghdad
sebagai jantungnya ilmu pengetahuan telah dihancurkan oleh bangsa Mongol.
Ditambah lagi kekuasaan Islam berpindah ke Asia Kecil (Turki) oleh Turki
Utsmani. Sejak itulah pelita timur lambat laun redup.
b. Bangsa Barat mengalami zaman Renaissance yang mendorong kemajuan bangsa
Barat dalam mengambil alih peradaban dunia.
c. Umat Islam hanya bertaklid dalam segala bidang ilmu, yaitu menurut saja kepada
apa yang ditulis dan dijelaskan oleh orang-orang terdahulu. Tidak hanya tasawuf,
kondisi taklid ini juga terjadi pada beberapa bidang ilmu, seperti ilmu fiqih, Al-
Qur’an, hadits, dan teologi (kalam).
Lebih lanjut dengan semakin surutnya perkembangan tasawuf pada abad VIII Hijriyah
ini, maka tidak ada lagi pemikiran baru dalam dunia tasawuf. Meski ada beberapa ahli sastrawan
sufi seperti Al-Kassyani atau Al-Kisani yang telah banyak menulis buku-buku tentang tasawuf,
namun dia tidak mengeluarkan pendapat yang baru. Ada pula seorang sufi besar pada abad ini
yang bernama Abdul Karim Al-Jaili, seorang pengarang kitab ‘Insan Kamil’. Isi bukunya sempat
membuat gempar para ulama fiqih, karena isinya memperindah konsep-konsep pikiran Ibnu
Arabi, Jalaluddin Rumi, dan lain-lain.
Di dalam abad kesepuluh Hijriyah, muncul kembali seorang sufi yang besar di Mesir,
yaitu Abdul Wahab Sya’rani. Ia memiliki banyak karangan, namun sebagian besar isinya sulit
diterima oleh rasa, harus memakai akal. Kemudian di abad keduabelas Hijriyah, muncul kembali
seorang sufi yang bernama Abdul Ghani An-Nablusi, seorang pengikut Ibnu Arabi
Alasan yang dikemukakan dalam hal ini: pertama, tokoh-tokoh sufi angkatan pertama seperti
Hasan Al-Basri, Rabi’an Al-adawiyah, Sufyan Tsauri, ketiga-tiganya dari Bashrah, kemudian
Ibrahim bin Adham dan Syaqiq Al-Balkhi yang kedua-keduanya dari Persia hidup antara akhir
abad ke-1 sampai akhir abad ke-2 Hijriyah. Tentu saja paham tasawuf mereka ini paling cepat
menyebar pada awal abad ke-2 Hijriyah, bahkan tidak mustahil jauh setelah itu. Kedua, yang
mula-mula menyebarkan Islam ke Indonesia adalah para pedagang yang mempunyai konsentrasi
pada urusan bisnis, disamping merasa berkewajiban untuk menyiarkan agama yang mereka anut
(Islam). Mereka tida pernah disebut sebagai ahli tasawuf. Ketiga, paham-paham tarekat yang
berkembang di Indonesia, seperti Naqsabandiyah, Qadariyah, Syatariyah, ternyata mereka ini
berada antara abad ke-7 Hijriyah.
A. Hamzah Al-Fansuri
1. Syarab al-Asykin
Kandungan Syarab Al-Asykin adalah ringkasan ajaran wahdah al-wujuh Ibnu Arabi, Sadr
al-Din al-Qunawi dan Abd Karim al-Jili. Kitab ini terdiri dari tujuh bab yang membahas
tentang Ilmu Suluk yang terdiri dari syariat,hakikat dan makrifat , tajalli zat Tuhan yang
maha tinggi, asas-asas ontologi wujudiyah, dan uraian sifat-sifat Allah.
2. Asrar al-Arifin
Di dalam risalah ini ada lima belas syair yang merupakan uraian tentang metafisika atau
ontologi wujudiyah dan sifat-sifat Tuhan yang kekal. Dalam sifat-sifat-Nya terkandung
potensi dari tindakan-tindakan-Nya yang dengan tidak berkesudahan memperlihatkan diri
dalam segala ciptaan-Nya.
3. Al-Muntahi
Di dalam muntahi ada tiga masalah penting yang dibicarakan yaitu,pertama tentang
kejadian atau penciptaan alam semesta sebagai panggung manifestasi Tuhan dan
kemahakuasaan-Nya, kedua tentang bagaimana Tuhan memanifestasikan dirinya dan bagaimana
alam semesta dipandang dari sudut pemikiran ahli-ahli makrifat, serta sebab pertama dari segala
kejadian dan ketiga tentang bagaimana seseorang dapat kembali ke asalnya (Tuhan).
B. Ar-Raniri
Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia terkait erat dengan tasawuf. Peranan para
sufi dalam dakwah Islam di Indonesia telah menyita secara kumulaatif menegaskan signifikansi
peranan tersebut. Bukti paling sederhana dari signifikansi ini adalah kenyataan bahwa hampir
semua ulama terkemuka periode awal Islam di Indonesia seperti Hamzah Fansuri, Syams al-Din
al-Sumatrani, Nuruddin al- Raniri, ‘Abd al-Ra’-f al- Sinkili, Muhammad Yusuf aal- Maqassari,
dan lain-lain adalah para sufi. Konsekuensinya, tasawuf menjadi salah satu tradisi intelektuaal
yang berkembang pesat di Indonesia sejak masa awal. Masih pada penghujung abad ke-16 dan
paruh pertama abad ke-17, Hamzah Fansuri dan Al- Sumatrani telah mengembangkan pemikiran
tasawuf falsafi berkembang terus dan membentuk tarekat-tarekat yang memungkinkannya
berperan lebih mengakar, massal dan terorganisasi.
Tasawuf bisa disebut sebagai upaya taqarrub kepada Allah dengan terutama
menggunakan intuisi dan daya-daya emosional spiritual yang dimiliki manusia. Pada periode
yang paling awal upaya semasam ini terutama ditempuh oleh mereka yang kemudian dikenal
sebagai para zuhdah. Serangkaian pemikiran kemudian tumbuh diseputar kecenderungan ini.
Yang paling relevan dalam pembahasan saat ini adalah pemunculan tarekat. Sebagai sebuah
metode, tarekat bisa dianut dan diamalkan secara individual, dan inilah yang nampaknya terjadi
pada masa-masa awal hingga kira-kira abad ke-5/11. Tetapi dengan bertambahnya jumlah orang
yang mengikuti metode (tarekat) tertentu, maka secara perlahaan terjadilah transformasi tarekaat
dari sekedar metode menjadi organisasi, sepanjang abad ke-6/12 dan sesudahnya. Trimingham
menyimpulkan evolusi tarekat hingga menjadi organisasi, dengan membaginya ke dalam tiga
tahapan; Tahapan pertama, ketika tasawuf masih sangat sederhana. Para guru dan murid hidup
sebagaimana orang biasa dengan beberapa aturan yang juga sederhana, hingga kemudian
munculnya fenomena pemondokan sufi yang disebut dengan khanqah. Tahapan kedua, adalah
ketika pengajaran yang berkesinambungan sudah membentuk ilsilah tariqah”, Ajaran dan
metode-metode kolektif yang mulai ditransmisikan secara teratur membentuk tarekat yang
terorganisasi dengan tradisi yang mulai membaku. Tahap kedua ini berlangsung sekitar abad
ke6/12 hingga penghujung abad ke-8/14. Tahapan ketiga, sejak abad ke-9/15 adalah ketika
tasawuf yang terorganisasi menjadi gerakan massal membentuk aliran-aliran dan sub-sub
kelompok (ta’ifah).
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tasawuf adalah ilmu jalan menuju Allah. Tasawuf adalah ilmu yang sesuai dengan jalur
Islam melalui pengalaman langsung sang Nyata dan bukan melalui lidah atau belajar dari
buku. Ini menyiratkan ditinggalkannya teologi apapun. Tauhid tidak logis. Dalam hal ini
Tasawwuf adalah pelindung Tauhid: La ilaha illallah. Muslim menegaskan: La hawla wa la
quwwata illa billah. Ini menyiratkan bahwa tidak ada dua kekuatan di alam semesta. La hawla
wa la quwwata illa billah juga berarti ada satu sumber kekuatan. Allah memberi kita kuasa-Nya
dan membimbing kita dengan keterbatasan kita. Oleh karena itu kita adalah sumber kesengsaraan
kita sendiri. Semua sarana tersedia bagi kita.
B. ni’mal wakil, “Allah sudah cukup bagi kita dan Dia adalah wali terbaik” sephakikat
tasawuf falsafi. Tasawuf tidak menjadi konsumen pasif dan jinaTasawuf adalah
transformasi hati Anda sehingga Anda menyadari bahwa Anda bertanggung jawab atas
dunia, dan dunia tidak bertanggung jawab atas Anda. Hal ini memungkinkan kita untuk
memahami bahwa apa yang Allah perintahkan adalah mungkin, dan ini menunjukkan
jalan kita untuk mencapai tujuan tertinggi kita fisabilillah. Tasawuf memungkinkan kita
untuk memahami bahwa perbuatan hati lebih kuat daripada perbuatan anggota badan.
Tasawuf tidak hanya bersumber dari islam saja, namun juga dipengaruhi oleh ajaran luar
Islam. Hal yang penting bagaimana kita selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada allah
SWT dengan menjadikan syariat islam sebagai pedoman.
DAFTAR PUSTAKA