Anda di halaman 1dari 14

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf

Makalah ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Akhlak dan Tasawuf
Dosen Pengampu : Dr. H. Farkhan, M.Ag.

Disusun Oleh :

Diyah Siti Fauziyah (202111078)

Fauzan Faturahman (202111101)

Nia Yuliana (202111113)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmatnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah tentang “sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Tasawuf”. Sholawat dan salam kami panjatkan kepangkuan junjungan kita nabi
Muhammad saw yang menjadi teladan umat.

Tanpa disadari perkembangan tasawuf yang telah dimulai dari jaman nabi sampai dengan
sekarang memunculkan ide-ide untuk saling mengkaitkan satu ilmu tasawuf maupun dengan
ajaran-ajaran fiqih yang telah menyebar dikalangan masyarakat global. Makalah ini masih dauh
dari kata sempurna oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kebaikan makalah ini. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan
yang luas bagi pembaca. Terima kasih .

Surakarta, 09 Februari 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...............

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….......

A. Latar Belakang....................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................
C. Tujuan penulisan.................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................

A. Sejarah munculnya tasawuf.................................................................................................


B. Sejarah pertumbuhan tasawuf dalam Islam.........................................................................
C. Perkembangan tasawuf dalam Islam...................................................................................
D. Perkembangan tasawuf di Indonesia...................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembanga tasawuf sekarang kurang diperhatikan oleh masyarakat


tentang bagaimana menjalankan dan menjaga tasawuf dengan baik. Banyak orang yang
mempelajari tasawuf tanpa ingin tau sejarah mengenai ilmu tasawuf tersebut. Perlunya
mempelajari sejarah ilmu tasawuf dalam islam. Sangat penting bagi orang-orang belajar
tasawuf tidak dapat menyelewengkan ajaran-ajaran yang sudah diajarkan pada zaman
nabi sampai sekarang. Tasawuf dikenal dengan takhalili,tahalli dan tajalii. Tasawuf dalam
islam menurut ahli sejarah, sebagai ilmu yang berdiri sendiri lahir sekitar akhir abad ke-2
atau awal abad ke-3. Faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf dibedakan menjadi
dua yaitu intern dan ekstern.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya tasawuf?
2. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam Islam?
3. Bagaimana perkembangan tasawuf di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah munculnya tasawuf.
2. Mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam Islam.
3. Mengetahui perkembangan tasawuf di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah munculnya tasawuf

Kelahiran tasawuf atau sufisme sebagai sebuah ilmu diketahui memiliki banyak versi.


Mengenai kemunculan tasawuf sendiri terdapat dua anggapan, yakni ada yang menganggap
bahwa lahirnya ilmu tasawuf disebabkan karena adanya pengaruh ajaran di luar Islam, tetapi
ada pula yang menganggap lahirnya tasawuf itu bersamaan dengan lahirnya agama Islam.
Berikut penjelasannya.

1. Pengaruh Ajaran Non-Islam


Diketahui lahirnya ajaran tasawuf karena adanya pengaruh dari ajaran-ajaran di luar
Islam, antara lain:
a. Pengaruh ajaran Kristen, yaitu adanya tulisan–tulisan tentang rahib-rahib yang
hidup menjauhi dunia dan mengasingkan diri di padang pasir Arabia atau
menempati biara-biara.
b. Pengaruh ajaran Hindu dan Budha
1) Ajaran Hindu banyak mendorong umatnya untuk meninggalkan kehidupan
dunia untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhannya untuk
mencapai Atman dengan Brahman.
2) Ajaran Budha tentang nirwana, untuk mencapainya seorang Budha diwajibkan
meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki hidup kontemplasi.
c. Pengaruh filsafat mistik phytagoras, yaitu kesenangan ruh yang sebenarnya adalah
berada di alam samawi. Maka untuk memperolehnya, manusia harus
membersihkan ruh dengan meninggalkan kehidupan material. Dalam tasawuf
dikenal dengan zuhud.
d. Pengaruh filsafat emanasi Plotinus. Dalam konsep emanasi dijelaskan bahwa
Dzat Tuhan Yang Maha Esa-lah yang memancar dari dalam wujud ini. Ruh
berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya. Dalam tasawuf dikenal
dengan wahdatul wujud.

2. Lahirnya Tasawuf Bersamaan dengan Lahirnya Agama Islam


Anggapan yang kedua adalah bahwa tasawuf atau sufisme itu lahir dari agama Islam
sendiri. Hal ini bisa dlihat dari ayat Al-Qur’an maupun hadits tentang ajaran tasawuf.

Misal dalam surat Al-Baqarah ayat 115 yang artinya,


Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(Q.S. Al-Baqarah : 115)
Dalam ayat lain Allah juga menerangkan,
“Telah Kami ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan olehnya. Kami
lebih dekat kepada manusia ketimbang pembuluh darah yang ada pada lehernya”. (Q.S.
Qaaf: 16).

Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga disebutkan hal serupa,
yang artinya 
“Jika seorang hamba mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jka ia
medekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekati-Ku
datang dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari”.

Selain dalil diatas, masih banyak lagi ayat Qur’an maupun hadits yang dijadikan
dasar tasawuf oleh para sufi. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pengaruh dari luar atau
tidak, Islam sendiri mengajarkan sufisme. Ini berarti kelahiran tasawuf bersamaan dengan
lahirnya Islam sendiri.

B. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam Islam

Dari beberapa literatur yang ada, disebutkan bahwa sufisme Islam dimulai pada abad pertama
Hijriyah, yang mana pada masa itu Rasulullah Saw masih hidup, yang segala kehidupannya
cukup membawa arti penting dalam terbentuknya tasawuf ini. Perjalanan tasawuf ini pun
kemudian dilanjutkan pada masa-masa selanjutnya hingga abad ketujuh Hijriyah. Adapun lebih
jelasnya akan diterangkan berikut ini.

1. Tasawuf pada abad pertama dan kedua hijriyah (Masa Rasulullah Saw, Para
Sahabat, dan Tabiin)
a. Tasawuf Masa Rasulullah Saw
Pada masa ini banyak ditemui contoh-contoh kehidupan sufi yang terdapat pada diri
Rasulullah Saw. Dalam kehidupan beliau sehari-hari yang penuh dengan kehidupan yang
sangat sederhana dan penuh dengan penderitaan, juga beliau menghabiskan waktunya
untuk beribadah kepada Allah Swt. Sebelum diangkat sebagai Rasul, beliau sering
melakukan khalwat di Gua Hira’ (Bukit Nur) untuk mendapat petunjuk dari Tuhan.
Didapati beliau melakukan khalwat berulang-ulang kali dengan bekal hanya beberapa
potong roti kering dengan air minum serta buah-buahan yang hal ini menggambarkan
makanan yang sangat sederhana bagi seorang sufi.

b. Tasawuf Masa Para Sahabat r.hum


Begitu halnya dengan para sahabat. Mereka para sahabat besar juga mencontoh
kehidupan Rasulullah Saw. Pada era kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, semua
kehidupan mereka penuh dengan kesederhanaan dan fokus perhatian mereka hanya
tertuju kepada Allah dan berbakti kepada masyarakat. Para khulafaur Rasyidin yang
dimaksud antara lain Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu
Thalib.

c. Tasawuf Masa Para Tabi’in


Ada dua tabi’in besar pada masa ini dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu
tasawuf, antara lain Hasan Basri, Rabiatul Adawiyah, Sufyan Tsauri, Rabi’ bin Haitsam,
Jabir bin Hayyan, Kulaib Ash-Shidawi, Manshur bin ‘Ammar, Malik bin Dinar, Al-Fadhl
Al-Ragassyi, Rabbaah bin ‘Amr Al-Qisyi, Shalih bin Basyr Al-Murri, Abdul Wahid bin
Zaid, Ibrahim bin Adham, Syaqiq Al-Balakhi, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan
disini. Namun yang paling popular di antaranya ialah Hasan Basri, Rabiatul Adawiyah,
dan Sufyan Tsauri.

2. Tasawuf pada abad ketiga dan keempat hijriyah


a. Ciri-Ciri Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah
Tasawuf pada abad III dan IV Hijriyah sudah mempunyai corak yang berbeda
dengan tasawuf abad sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak
kefana’an (ekstase) yang menjurus ke persatuan hamba dengan Tuhannya (wahdat
al-wujud). Orang sudah ramai membahas tentang lenyap dalam kecintaan (ittihad bi
al-mahbub), kekal dengan tuhan (baqa’ bi al-mahbub), menyaksikan
tuhan (musyahadah), bertemu dengan nya (liqa’) dan menjadi satu dengannya (ain
al-jama’).
Lebih jauh Abu al-Wafa menegaskan, bahwa tasawuf pada abad ini lebih mengarah
kepada ciri psikomoral, dan perhatiannya diarahkan pada moral dan tingkah laku.
Sebab pada masa ini ilmu tasawuf terbagi menjadi tiga, yaitu Ilmu Jiwa, Ilmu
Akhlak, dan Ilmu Metafisika. Ditambah pula bahwa demikian pesatnya
perkembangan tasawuf pada abad III dan IV Hijriyah ini, sehingga seolah-olah sudah
merupakan madzhab, bahkan sebagai agama yang berdiri sendiri. Pada abad ini pula
terdapat dua aliran yaitu tasawuf sunni dan tasawuf semi falsafi.

b. Tokoh-Tokoh Sufi Pada Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah


Ada beberapa tokoh yang bergerak di bidang tasawuf dan kehidupannya berada pada
kesufian pada abad ketiga Hijriyah ini, antara lain Abul Faidh Zin-Nun Al-Misri,
Abu Yazid Al-Busthami, Yahya bin Muaz, dan Al-Junaid. Sedangkan tokoh tasawuf
pada abad keempat Hijriyah antara lain Al-Sari Al-Saqathi, Abu Hamid bin
Muhammad Al-Rubazi, Abu Zaid Al-Adami, Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab
As-Saqafi, Abu Bakar Syibli, Abu Muhammad Al-Murtasi, dan Husain bin Mansuh
Al-Hallaj. 

3. Tasawuf pada abad kelima hijriyah


a. Ciri-Ciri Perkembangan Tasawuf Pada Abad Kelima Hijriyah
Pada masa ini ditandai dengan kompetisi dan pertarungan antara tasawuf sunni dan
tasawuf semi falsafi, dan dimenangkan oleh tasawuf sunni. Kemenangan tasawuf
sunni dikarenakan menangnya aliran teologi Ahlus Sunah Wal Jama’ah yang
dipelopori oleh Abu Hasan Al-Asy’ari, yang mengkritik keras terhadap teori Abu
Yazid Al-Busthami dan Al-Hallaj yang nampak bertentangan dengan aqidah Islam.
Oleh karena itu, tasawuf pada abad ini cenderung mengadakan pembaharuan.
Pada masa ini pula, filsafat dan ilmu kalam berkembang dengan pesatnya, yang
lambat laun ajaran tasawuf sudah mulai kemasukan filsafat. Dr. Ibrahim Hasan
Ibrahim dalam bukunya ‘Tarikhul Islam’ menerangkan bahwa tasawuf Islam
berkembang dengan pesatnya di kalangan kaum muslimin, khususnya di kalangan
orang-orang Persi yang masuk Islam. Dalam perkembangannya yang terakhir,
tasawuf Islam telah bersatu dengan ajaran filsafat, sehingga menjadi satu model yang
dinamakan Filsafat Tasawuf. Filsafat tasawuf merupakan perpaduan antara ajaran-
ajaran Neo-Platonisme, dan di pihak lain dengan ajaran Persia dan India.

b. Tokoh-Tokoh Sufi Pada Abad Kelima Hijriyah


Ada beberapa tokoh sufi besar pada masa ini, antara lain Abu Hamid al-Ghazali,
Syaikh Ahmad Al-Rifa’i, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Syaikh Abu Hasan Al-
Syadzili, Abu Al-Abbas Al-Mursi, dan Ibnu Atha’illah Al-Sakandari. Namun ulasan
tentang tasawuf pada masa kelima Hijriyah ini lebih menitikberatkan pada konsep
tasawuf Al-Ghazali.

4. Tasawuf pada abad keenam dan ketujuh hijriyah


a. Ciri-Ciri Perkembangan Tasawuf Pada Abad Keenam dan Ketujuh Hijriyah
Pada abad VI Hijriyah, tampillah tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur
dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya
disesuaikan dengan tasawuf. Dr. Ibrahim Hasan Ibrahim dalam bukunya ‘Tarikhul
Islam’ menamainya sinkretisme filsafat dengan tasawuf. Sehingga dalam hal ini,
perjalanan tasawuf masih sama seperti pada abad V Hijriyah. Ditambah lagi adanya
akibat dari besarnya pengaruh Tasawuf Al-Ghazali yang berhasil mengkompromikan
ilmu kebatinan dengan filsafat. Teorinya mengenai hakikat bukan semata-mata
dengan akal, namun juga dengan perasaan.

b. Tokoh-Tokoh Sufi Pada Abad Keenam dan Ketujuh Hijriyah


Ada beberapa tokoh sufi pada masa ini, antara lain Syihabuddin Abdul Futuh Al-
Syuhrawardi, Muhyiddin Ibnu Arabi, Umar Ibnu Faridh, dan Abd Al-Haqqi ibn
Sabi’in.

5. Tasawuf di tanah Persia


Masuknya agama Islam di tanah Persia dengan sendirinya telah berjasa
mengembangkan kebudayaan, kesenian, dan kesusastraan bangsa Persia. Begitu halnya
dengan tasawuf, yang berkembang cepat dan menjadi bahan atau sendi yang tidak dapat
dipisahkan lagi dari perkembangan seluruh tasawuf Islam. Boleh dikatakan bahwa setelah
bahasa Arab, bahasa Persia juga berperan penting dan besar pengaruhnya dalam membantuk
tasawuf dan filsafat Islam serta pandangan hidup mereka.

Islam tumbuh dan memiliki corak ke-Persia-annya sejak abad ketiga Hijriyah. Dalam
perkembangannya, filsafat dan tasawuf di Persia menggunakan dua bahasa, yakni bahasa
Arab dan bahasa Pahlevi (Persia). Pengaruh tasawuf di Persia ini cukup besar, dan
berkembang hingga ke Turki, India, dan Afghanistan. Sampai sekarang yang kurang lebih
1.000 tahun lebih kebudayaan Persia-Islam masih hidup dengan suburnya.

6. Tasawuf pada abad kedelapan hijriyah (Masa menurunnya tasawuf)


Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan tasawuf kian jelas, yang disebabkan
seringnya terjadi penyelewengan dan pemikiran ganjil dalam diri kaum sufi dan sekaligus
mengancam kehancuran reputasi baik ilmu tasawuf. Tasawuf pada waktu itu telah
termasuki bid’ah, khurafat, mengabaikan syari’at, hukum-hukum moral, dan penghinaan
terhadap ilmu pengetahuan, membentengkan diri dari dukungan awam untuk menghindarkan
diri dari rasionalitas, azimat dan ramalan serta kekuatan gaib ditonjolkan. Ada masa ini,
muncullah revivalis Islam, Syaikh Ibnu Taimiyah (727 H/1329 M), yang dengan lantang
menyerang penyelewengan-penyelewengan para sufi tersebut. Dia dikenal kritis, peka
terhadap lingkungan sosialnya, polemis dan berusaha meluruskan ajaran Islam yang telah
diselewengkan para sufi tersebut.
Ibnu Taimiyah melancarkan kritik terhadap ajaran Ittihad, Hullul, dan Wahdat Al–
Wujud sebagai ajaran yang menuju kekufuran (atheisme). Ibnu Taimiyah
membagi fana’ menjadi tiga bagian: fana’ ibadah, fana’ syuhud al-qalb, dan fana’ wujud
ma siwa Allah. Terhadap fana’ pertama dan kedua, masih dalam batas kewajaran, baik
ditinjau dari segi psikologis maupun agamis. Sedangkan fana’ ketiga dianggap
menyeleweng dari ajaran Islam dan dianggap kufur. Ibnu Taimiyah cenderung bertasawuf
sebagaimana yang pernah diajarkan Rasulullah Saw, yakni menghayati ajaran Islam, tanpa
mengikuti aliran thariqah tertentu sebagaimana manusia pada umumnya. Tasawuf model ini
yang cocok untuk dikembangkan di masa modern sekarang.
Penyebab mundurnya tasawuf di dunia Islam pada abad ini antara lain:

a. Pada masa itu adalah masa suram-suramnya cahaya perasaan dan pemikiran
karena ada rasa keputusasaan dalam dunia Islam. Hal ini dikarenakan Baghdad
sebagai jantungnya ilmu pengetahuan telah dihancurkan oleh bangsa Mongol.
Ditambah lagi kekuasaan Islam berpindah ke Asia Kecil (Turki) oleh Turki
Utsmani. Sejak itulah pelita timur lambat laun redup.
b. Bangsa Barat mengalami zaman Renaissance yang mendorong kemajuan bangsa
Barat dalam mengambil alih peradaban dunia.
c. Umat Islam hanya bertaklid dalam segala bidang ilmu, yaitu menurut saja kepada
apa yang ditulis dan dijelaskan oleh orang-orang terdahulu. Tidak hanya tasawuf,
kondisi taklid ini juga terjadi pada beberapa bidang ilmu, seperti ilmu fiqih, Al-
Qur’an, hadits, dan teologi (kalam).

Lebih lanjut dengan semakin surutnya perkembangan tasawuf pada abad VIII Hijriyah
ini, maka tidak ada lagi pemikiran baru dalam dunia tasawuf. Meski ada beberapa ahli sastrawan
sufi seperti Al-Kassyani atau Al-Kisani yang telah banyak menulis buku-buku tentang tasawuf,
namun dia tidak mengeluarkan pendapat yang baru. Ada pula seorang sufi besar pada abad ini
yang bernama Abdul Karim Al-Jaili, seorang pengarang kitab ‘Insan Kamil’. Isi bukunya sempat
membuat gempar para ulama fiqih, karena isinya memperindah konsep-konsep pikiran Ibnu
Arabi, Jalaluddin Rumi, dan lain-lain.
Di dalam abad kesepuluh Hijriyah, muncul kembali seorang sufi yang besar di Mesir,
yaitu Abdul Wahab Sya’rani. Ia memiliki banyak karangan, namun sebagian besar isinya sulit
diterima oleh rasa, harus memakai akal. Kemudian di abad keduabelas Hijriyah, muncul kembali
seorang sufi yang bernama Abdul Ghani An-Nablusi, seorang pengikut Ibnu Arabi

C. Perkembangan tasawuf di Indonesia


Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah (abad ke-7 masehi), maka dapat
diketahui bahwa tasawuf tidak bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia. Tasawuf datang
ke Indonesia paling cepat pada awal abad ke-2 Hijriyah. Yang jelas pada abad ke-8 Hijriyah atau
abad ke-14 Masehi, faham tasawuf sudah mendapat pasaran di Indonesia.

Alasan yang dikemukakan dalam hal ini: pertama, tokoh-tokoh sufi angkatan pertama seperti
Hasan Al-Basri, Rabi’an Al-adawiyah, Sufyan Tsauri, ketiga-tiganya dari Bashrah, kemudian
Ibrahim bin Adham dan Syaqiq Al-Balkhi yang kedua-keduanya dari Persia hidup antara akhir
abad ke-1 sampai akhir abad ke-2 Hijriyah. Tentu saja paham tasawuf mereka ini paling cepat
menyebar pada awal abad ke-2 Hijriyah, bahkan tidak mustahil jauh setelah itu. Kedua, yang
mula-mula menyebarkan Islam ke Indonesia adalah para pedagang yang mempunyai konsentrasi
pada urusan bisnis, disamping merasa berkewajiban untuk menyiarkan agama yang mereka anut
(Islam). Mereka tida pernah disebut sebagai ahli tasawuf. Ketiga, paham-paham tarekat yang
berkembang di Indonesia, seperti Naqsabandiyah, Qadariyah, Syatariyah, ternyata mereka ini
berada antara abad ke-7 Hijriyah.

Tokoh-tokoh Tasawuf di Indonesia

A. Hamzah Al-Fansuri

Hamzah Al-Fansuri adalah orang yang pertama memunculkan tasawuf falsafi di


Indonesia, yang bersih dan murni dari penyimpangan, bahkan seakan sempurna dalam
rujukannya terhadap sumber-sumber Arab yang Islami. Riwayat hidup Hamzah masih
dipersoalkan para peneliti, namun sementara ini merka menyimpulkan Hamzah hidup
pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Risalah tasawuf Hamzah Fansuri ada tiga,
yaitu:

1. Syarab al-Asykin

Kandungan Syarab Al-Asykin adalah ringkasan ajaran wahdah al-wujuh Ibnu Arabi, Sadr
al-Din al-Qunawi dan Abd Karim al-Jili. Kitab ini terdiri dari tujuh bab yang membahas
tentang Ilmu Suluk yang terdiri dari syariat,hakikat dan makrifat , tajalli zat Tuhan yang
maha tinggi, asas-asas ontologi wujudiyah, dan uraian sifat-sifat Allah.

2. Asrar al-Arifin

Di dalam risalah ini ada lima belas syair yang merupakan uraian tentang metafisika atau
ontologi wujudiyah dan sifat-sifat Tuhan yang kekal. Dalam sifat-sifat-Nya terkandung
potensi dari tindakan-tindakan-Nya yang dengan tidak berkesudahan memperlihatkan diri
dalam segala ciptaan-Nya.

3. Al-Muntahi

Di dalam muntahi ada tiga masalah penting yang dibicarakan yaitu,pertama tentang
kejadian atau penciptaan alam semesta sebagai panggung manifestasi Tuhan dan
kemahakuasaan-Nya, kedua tentang bagaimana Tuhan memanifestasikan dirinya dan bagaimana
alam semesta dipandang dari sudut pemikiran ahli-ahli makrifat, serta sebab pertama dari segala
kejadian dan ketiga tentang bagaimana seseorang dapat kembali ke asalnya (Tuhan).

B. Ar-Raniri

Nama lengkapnya Nur Al-Din Muhammad b. Ali b. Hasanji Alhamid Al syafi’i Al


asy’ari Al aydarusi al Raniri, lahir di Ranir, sebuah kota pelabuhan di pantai Gujarat, India.
Secara umum ia lebuh dianggap sebagai orang alim Melayu Indonseia daripada India atau Arab.
Tahun kelahirannya sekitar abad ke-16. Dikatakan ibunya seorang melayu Indonesia namun
ayahnya berasal dari imigran Hadrami yang mempunyai tradisi panjang berpindah dari Asia
selatan dan Asia tenggara. Pendidikan pertamanya diperoleh di Ranir kemudian wilayah
Hadhramaut. Ar-Raniri adalah ulama yang produktif, ia menulis tidak kurangdari 30 buku
diantaranya Al-shirat al-mustaqim, Hidayah al-habib, Umdah al-I’tiqad dan lain-lain.

Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia terkait erat dengan tasawuf. Peranan para
sufi dalam dakwah Islam di Indonesia telah menyita secara kumulaatif menegaskan signifikansi
peranan tersebut. Bukti paling sederhana dari signifikansi ini adalah kenyataan bahwa hampir
semua ulama terkemuka periode awal Islam di Indonesia seperti Hamzah Fansuri, Syams al-Din
al-Sumatrani, Nuruddin al- Raniri, ‘Abd al-Ra’-f al- Sinkili, Muhammad Yusuf aal- Maqassari,
dan lain-lain adalah para sufi. Konsekuensinya, tasawuf menjadi salah satu tradisi intelektuaal
yang berkembang pesat di Indonesia sejak masa awal. Masih pada penghujung abad ke-16 dan
paruh pertama abad ke-17, Hamzah Fansuri dan Al- Sumatrani telah mengembangkan pemikiran
tasawuf falsafi berkembang terus dan membentuk tarekat-tarekat yang memungkinkannya
berperan lebih mengakar, massal dan terorganisasi.

Tasawuf bisa disebut sebagai upaya taqarrub kepada Allah dengan terutama
menggunakan intuisi dan daya-daya emosional spiritual yang dimiliki manusia. Pada periode
yang paling awal upaya semasam ini terutama ditempuh oleh mereka yang kemudian dikenal
sebagai para zuhdah. Serangkaian pemikiran kemudian tumbuh diseputar kecenderungan ini.
Yang paling relevan dalam pembahasan saat ini adalah pemunculan tarekat. Sebagai sebuah
metode, tarekat bisa dianut dan diamalkan secara individual, dan inilah yang nampaknya terjadi
pada masa-masa awal hingga kira-kira abad ke-5/11. Tetapi dengan bertambahnya jumlah orang
yang mengikuti metode (tarekat) tertentu, maka secara perlahaan terjadilah transformasi tarekaat
dari sekedar metode menjadi organisasi, sepanjang abad ke-6/12 dan sesudahnya. Trimingham
menyimpulkan evolusi tarekat hingga menjadi organisasi, dengan membaginya ke dalam tiga
tahapan; Tahapan pertama, ketika tasawuf masih sangat sederhana. Para guru dan murid hidup
sebagaimana orang biasa dengan beberapa aturan yang juga sederhana, hingga kemudian
munculnya fenomena pemondokan sufi yang disebut dengan khanqah. Tahapan kedua, adalah
ketika pengajaran yang berkesinambungan sudah membentuk ilsilah tariqah”, Ajaran dan
metode-metode kolektif yang mulai ditransmisikan secara teratur membentuk tarekat yang
terorganisasi dengan tradisi yang mulai membaku. Tahap kedua ini berlangsung sekitar abad
ke6/12 hingga penghujung abad ke-8/14. Tahapan ketiga, sejak abad ke-9/15 adalah ketika
tasawuf yang terorganisasi menjadi gerakan massal membentuk aliran-aliran dan sub-sub
kelompok (ta’ifah).

Dalam konteks perkembangan tarekat sebagaimana disebut di atas, Islam mengalami


penyebaran besar-besaran di Indonesia setelah tarekat mencapai fase ketiga dari
perkembangnnya. Akhir abad ke-16 hingga paroh pertama abad ke-17 biasanya dianggap sebagai
era yang sangat penting dalam pembentukan tradisi tasawuf di Indonesia. Dua tokoh utama,
Hamzah Fansuri dan muridnya. Syams al-Din al- Sumatrani merupakan tokoh dominan era ini.
Hamzah Fansuri biasa dianggap sebagai pelopor sastra sufi Melayu, sebab sebelumnya dunia
Melayu tidak mengenal karya-karya sufi yang bisa disebut sebagai karya Melayu asli.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tasawuf adalah ilmu jalan menuju Allah. Tasawuf adalah ilmu yang sesuai dengan jalur
Islam melalui pengalaman langsung sang Nyata dan bukan melalui lidah atau belajar dari
buku. Ini menyiratkan ditinggalkannya teologi apapun. Tauhid tidak logis. Dalam hal ini
Tasawwuf adalah pelindung Tauhid: La ilaha illallah. Muslim menegaskan: La hawla wa la
quwwata illa billah. Ini menyiratkan bahwa tidak ada dua kekuatan di alam semesta. La hawla
wa la quwwata illa billah juga berarti ada satu sumber kekuatan. Allah memberi kita kuasa-Nya
dan membimbing kita dengan keterbatasan kita. Oleh karena itu kita adalah sumber kesengsaraan
kita sendiri. Semua sarana tersedia bagi kita.

B. ni’mal wakil, “Allah sudah cukup bagi kita dan Dia adalah wali terbaik” sephakikat
tasawuf falsafi. Tasawuf tidak menjadi konsumen pasif dan jinaTasawuf adalah
transformasi hati Anda sehingga Anda menyadari bahwa Anda bertanggung jawab atas
dunia, dan dunia tidak bertanggung jawab atas Anda. Hal ini memungkinkan kita untuk
memahami bahwa apa yang Allah perintahkan adalah mungkin, dan ini menunjukkan
jalan kita untuk mencapai tujuan tertinggi kita fisabilillah. Tasawuf memungkinkan kita
untuk memahami bahwa perbuatan hati lebih kuat daripada perbuatan anggota badan.
Tasawuf tidak hanya bersumber dari islam saja, namun juga dipengaruhi oleh ajaran luar
Islam. Hal yang penting bagaimana kita selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada allah
SWT dengan menjadikan syariat islam sebagai pedoman.
DAFTAR PUSTAKA

www.harianbhirawa.co.id Tanggal akses: 15 Februari 2021 (Sejarah munculnya tasawuf)

https://irfanyudhistira.wordpress.com Tanggal akses: 15 Februari 2021 (Tasawuf, sejarah,


pertumbuhan, perkembangan, dan tokoh-tokohnya)

https://izzanizza.wordpress.com Tanggal akses: 15 Februari 2021 (Sejarah tasawuf di


Indonesia)

https://www.researchgate.net/publication/334081577_ Tanggal akses: 15 Februari 2021


(Sejarah perkembangan tasawuf dari zaman ke zaman)

Anda mungkin juga menyukai