Anda di halaman 1dari 41

Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)

Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

SIKLUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK

RONA RIHHADATHUL AISY


2014901013

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KESEHATAN NIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
T.A 2020
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

KONSEP DASAR STROK

KONSEP STROKE

A. Definisi Stroke
Definisi Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.

B. Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering setelah penyakit
kardiovaskuler di Amerika Serikat. Angka kematiannya mencapai 160.000 per tahun dan biaya langsung
sebesar 27 milyar dolar US setahun. Insiden bervariasi 1,5-4 per 1000 populasi. Selain penyebab utama
kematian juga merupakan penyebab utama kecacatan. Dahulu memang penyakit ini di derita oleh orang
tua terutama yang berusia 60 tahun keatas, karena usia juga merupakan salah satu faktor risiko penyakit
jantung dan stroke. Namun sekarang ini ada kecenderungan diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun.
Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada orang muda perkotaan modern.
Sekitar 28,5% penderita stroke di Indonesia meninggal dunia. Penelitian menunjukkan, stroke menyerang
pria 30% lebih tinggi daripada wanita dan setiap tahun di Amerika Serikat ada sekitar 15 ribu pria di
bawah usia 45 tahun yang terkena stroke.

C. Klasifikas Stroke
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke
hemorragik.3
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

1. Stroke iskemik
Stroke ikemik adalah keadaan penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak
karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak. Aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
a. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah.
b. Emboli atau sumbatan bekuan darah yang berasal dari tempat lain yang paling sering terjadi pada
penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
c. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak
dan menyebabkan stroke.
Macam – macam stroke iskemik berdasarkan perjalanan klinis4 :

a. TIA (Transient Ischemic Attack)


Adalah episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau
iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta
meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

c. Progressive Stroke/ Stroke in Evolution


Perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit
neurologisnya terus bertambah berat.
d. Completed Stroke
Gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke di
mana defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan kemudiannya dapat membaik/menetap.
2. Stroke hemorragik
Stroke hemoragik / perdarahan yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan kerusakan
pembuluh darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada area tersebut.

a. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.


b. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara
permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Penentuan terapi stroke saat ini berdasarkan jenis patologi stroke iskemik atau perdarahan.
Diagnosis baku emas (gold standard) dengan menggunakan CT Scan atau MRI yang jumlahnya
masih sangat terbatas di Indonesia.
Ada beberapa sistem skoring yang dapat dipakai untuk membantu dokter membedakan antara
stroke iskemik atau stroke hemorhagik. Yang cukup banyak dipakai adalah Siriraj Score yang
pertama kali dikembangkan di Thailand. Kolapo, dkk di Nigeria membandingkan skor siriraj dgn
CT-Scan. Sensitivitas (Sn) dan spesifisitas (Sp) berkisar antara 71-82%.

D. Faktor Risiko
Berikut adalah faktor risiko stroke yang dapat dirubah atau dikendalikan:
1. Tekanan darah tinggi
2. Diabetes mellitus
3. Kadar lemak (kolesterol) darah yang tinggi
4. Kegemukan (obesitas)
5. Kadar asam urat yang tinggi
6. Stress
7. Merokok
8. Alkohol
9. Pola hidup tidak sehat
Berikut adalah faktor risiko tidak bisa dirubah atau dikendalikan:
1. Usia tua
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Pernah menderita stroke
5. Kecenderungan stroke pada keluarga (faktor keturunan/genetik)
Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh darah otak di mana stroke terjadi pada
usia lebih muda (misalnya anak-anak dan atau remaja).

E. Anatomi
Otak manusiakira-kira 2% dari berat badan orang dewasa (3Ibs). Otak menerima 20% dari curah
jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilo kalori energi
setiap harinya.Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang sarafspinal dan 12 pasang
saraf cranial. Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik
(aferen) yang menuju ke system saraf pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural motorik ( eferen)
dari system saraf pusat. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal
dinamakan saraf campuran.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa baik informasi
sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak disadari. Sistem saraf otonom
merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferen membawa masukan dari organ-organ
visceral. Saraf parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan, dan
meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan danpembuangan.

F. Fisiologis
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh.
Bagia dari saraf sentral yang yang terletak didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh
selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, sertahipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpuskuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medullaoblongata, danserebellum.Fisura dan sulkus
membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah.
Korteks serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut sulkus. Sulkus
yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai
dengan tulang yang berada di atasnya (lobusfrontalis, temporalis,oarientalisdanoksipitalis).
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media laterali memisahkan lobus
temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus
sentralis juga memisahkan lobus frontalis juga memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis.
Adapun bagian-bagian otak meluputi:
a. CerebrumCerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak, berbentuk
telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing disebut fosakranialis
anterior atas dan media. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu(zat kelabu) yaitu pada
bagian korteks serebral dan zat putig terdapat pada bagian dalam yang mengndung serabut
syaraf.Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
1. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian sulkussentralis.
2. Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korakooksipitalis.
3. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan didepan lobusoksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dariserebrum.Korteks serebri terdiri dari atas
banyak lapisan sel saraf yang merupakan.ubstansi kelabu serebrum.
Korteks serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan
dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama seperti melipat
sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai titik ujung yang sebenarnya.

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area.
Cambel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi
empat bagian:

1. Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian
badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi
alat yang bersangkutan. Korteks sensori bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh
bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan otak
manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan
disimpan sertadihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis
mmpunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebutpsikokortek.
3. Kortekmotorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah kontribusi
pada taktus piramidalis yang mengaturbagian tubuhkontralateral.
4. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental
dankepribadian.
b. Batang Otak
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Batang otak terdiri :


1. Diensephalon, diensephalon merupakan bagian atas batang otak. yang terdapat diantara
serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus
temporalis terdapat kapsul interna dengan sudut menghadap kesamping. Fungsinya dari
diensephalon yaitu:
a) Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluhdarah.
b) Respirator, membantu prosespernafasan.
c) Mengontrol kegiatan refleks.
d) Membantu kerja jantung, Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian
yang menonjol keatas. Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua
sebelah bawah selaput korpus kuadrigeminus inferior. Serat nervus toklearis berjalan ke
arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsinya:
1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopakmata.
2) Memutar mata dan pusat pergerakanmata.
2. Ponsvaroli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli dan
dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara otak tengah dan medulla oblongata.
Disini terdapat premoktosid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya
adalah:
a) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla oblongata dengan
serebellum.
b) Pusat saraf nervustrigeminus.
3. Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medulla oblongata
merupakan persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerag tengah bagian ventral medullaoblongata.Medulla
oblongata mengandung nukleus atau badan sel dari berbagai saraftak yang penting. Selain itu
medulla mengandung “pusat-pusat vital” yang berfungsi mengendalikan pernafasan dan
sistem kardiovaskuler. Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian ini dalam batang otak
dapat membawa akibat yang sangat serius.

c. Cerebellum Otak
kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura
transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval,
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

bagian yang kecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut
hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus serebri inferior.
Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan
lebih teratur. Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks serebellum dibentuk
oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye dan lapisan
granular dalam.Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati
serebellum.

d. Saraf di otak

e. Saraf otonom
1. Saraf SimpatisSaraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum
tulang belakang melalui serabut –serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a. Kornu anterior segmen torakalis ke –1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3 terdapat
nucleus vegetative yang berisi kumpulan –kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf simpatis
ini mempunyai serabut –serabut preganglion yang keluar dari kornu anterior bersama-sama
dengan radiks anterior dan nucleus spinalis. Setelah keluar dari foramen intervertebralis,
serabut –serabut preganglion ini segera memusnahkan diri dari nucleus spinalis dan masuk
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

ke trunkus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini membentuk sinap terhadap sel –sel
simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus. Tetapi ada pula serabut –serabut preganglion
setelah berada di dalam trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu
membentuk sinaps menuju ganglion –ganglion / pleksus simpatikus.
b. Trunkus simpatikus beserta cabang –cabangnya. Di sebelah kiri dan kanan vertebra
terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di sepanjang vertebra. Barisan
ganglion –ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion–ganglion ini
berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah, kiri,
kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam ganglion –ganglion
itu. Hali ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga menerima serabut –serabut
saraf yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus di bagi menjadi 4 bagian yaitu :
1) Trunkus simpatikus servikalis.Terdiri dari 3 pasang ganglion. Dari ganglion –ganglion
ini keluar cabang –cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dari arteri karotis.
Disekitar arteri karotis membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang –cabang
yang menuju ke atas cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organ –organ yang
terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, otot –otot
dilatators, pupil mata, dan sebagainya.
2) Trunkus simpatikus torakalis.Terdiri dari 10-11 ganglion, dari ganglion ini keluar
cabang –cabang simpatis seperti cabang yang mensarafi organ –organ di dalam toraks (
mis, orta, paru–paru, bronkus, esophagus, dsb ) dan cabang –cabang yang menembus
diafragma dan masuk ke dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen mensarafi
organ –organ di dalamnya.
3) Trunkus simpatikus lumbalis.Bercabang –cabang menuju ke dalam abdomen, juga ikut
membentuk pleksus solare yang bercabang –cabang ke dalam pelvis untuk turut
membentuk pleksus pelvini.
4) Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang cabang ke dalam pelvis untuk membentuk
pleksus pelvini.
c. Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya.
Di dalam abdomen, pelvis, toraks, serta di dekat organ –organ yang dipersarafi oleh
saraf simpatis (otonom). Umumnya terdapat pleksus –pleksus yang dibentuk oleh saraf
simpatis/ganglion yaitu pleksus/ganglion simpatikus. Ganglion lainnya (simpatis)
berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar, ini bersama serabutnya membentuk
pleksus –pleksus simpatis :
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke daerah
tersebut dan paru –paru
2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ –organ
dalam rongga abdomen
3. Pleksus mesentrikus (pleksus higratrikus), terletak depan sacrum dan mencapai organ –
organ pelvis

Fungsi serabut saraf simpatis

1. Mensarafi otot jantung


2. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
3. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
4. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
5. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
6. Mempertahankan tonus semua otot sadar.
f. Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini merupakan
penghubung, melalui serabut –serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak menuju
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

organ –organ sebagian dikendalikan oleh serabut –serabut menuju iris. Dan dengan demikian
merangsang gerakan –gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.Saraf simpatis sacral
keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral. Saraf –saraf ini membentuk urat
saraf pada alat –alat dalam pelvis dan bersama saraf –saraf simpatis membentuk pleksus yang
mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih mengalami gangguan.
System pengendalian ganda (simpatis dan parasimpatis). Sebagian kecil organ dan kelenjar
memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis. Sebagian besar organ
memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari saraf otonom sacral atau
cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf (masing –masing bekerja
berlawanan).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap dipertahankan.
Demikian pula jantung menerima serabut –serabut ekselevator dari saraf simpatis dan serabut
inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat sarafekselevator dan inhibitor
yang mempercepat dan memperlambat peristaltic berturut –turut.Fungsi serabut parasimpatis
:
1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis, dan kelenjar
–kelenjar dalam mukosa rongga hidung.
2. Mempersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat di nuclei lakrimalis,
saraf –sarafnya keluar bersama nervus fasialis.
3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ), berpusat di nucleus
salivatorius superior, saraf –saraf ini mengikuti nervus VII
4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di dalam medulla
oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru –paru, gastrointestinum, ginjal,
pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis yang berpusat pada nucleus dorsalis
nervus X
6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat kelamin,
berpusat di sacral II, III, IV.
7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di kornu lateralis
medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan rectum tegang miksi dan defekasi
secara reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh kehendak. Saraf yang
berpengaruh menghambat ini berasal dari korteks di daerah lotus parasentralis yang
berjalan dalam traktus piramidalis.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

G. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik ada lima, yaitu :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. AtherosklerosisAtherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosisc)Merupakan tempat
terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
3) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
c. Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebral.
d. Arteritis (radang pada arteri)

2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik.

3. HemoragikPerdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang


subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otakakan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling
lazim terjadi
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.b)Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.


b. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
c. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena.
d. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.

4. Hypoksia Umuma
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrestc
c. Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia setempata
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

H. Patofisiologi
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat disebabkan trombosis maupun
emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat penyempitan lumen pembuluh darah atau
sumbatan. Penyebab tersering adalah aterosklerosis. Gejala biasanya memberat secara bertahap.
Emboli disebabkan sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal. Emboli bukan
biasanya bersumber dari arteri besar atau jantung seperti aorta, arteri karotis, atau arteri vertebralis.
Gejalanya biasanya langsung memberat atau hanya sesaat untuk kemudia menghilang lagi seketika
saat emboli terlepas kearah distal pada TIA.
Stroke hemoragik disebabkan oleh ruptur arteri, baik intraserebral maupun subarachnoid.
Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering, dimana dinding pembuluh darah kecil
yang sudah rusak akibat hipertensi kronik robek. Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan
peningkatan intrakranial / TIK. Perdarahan subarachnoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau
malformasi arteri vena yang perdarahannya masuk ke subarachnoid sehingga menyebabkan cairan
cerebrospinal (CSS) terisi oleh darah. Darah didalam CSS akan menyebabkan vasospasme dan
menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang mendadak.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

I. Gejala Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan
otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam
beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana
perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang
muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.7

Gangguan pada pembuluh darah karotis :

1. Arteria serebri media


a. Gangguan rasa (hipestesia) didaerah muka/ wajah kontralateral atau disertai hipestesia di
lengan dan tungkai sesisi
b. Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai dari tingkat ringan sampai kelumpuhan
total.
c. Gangguan untuk berbicara baik beruba sulit mengeluarkan kata-kata (afasia motorik) atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain (afasia sensorik)
d. Gangguan penglihatan berupa kebutaa satu sisi, atai separuh lapang pandang (hemianopsia
homonim)
e. Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae)
f. Kesadaran menurun
g. Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenal (prosopagnosia)
h. Mulut perot
i. Pelo (disartria)
j. Merasa anggota badan sesisi tidak ada

2. Arteria serebri anterior (cabang menuju otak bagian depan)


 Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal dapat terkena
 Inkontinesia urine
 Penurunan kesadaran.
 Apraksia dan gangguan kognitif lainnya
3. Arteria serebri posterior
 Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa sulit memahami barang yang dilihat, namun
dapat mengerti jika meraba atau mendenger suaranya
 Kehilangan kemampuan mengenal warna
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

 Hemihipestesia, kadang-kadang adanya nyeri spontan atau hilangnya nyeri dan rasa gerat
pada separuh sisi tubuh
 Gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris
4. Arteri Vertebrobasilaris
 Gangguan gerak bola mata, sehingga terjadi diplopia jalan menjadi sempoyongan
 Kehilangan keseimbangan
 Hemiparese kontralateral
 Kelumpuhan nervus kranialis ipsilateral
 Vertigo
 Nistagmus

Talamus diperdarahi oleh beberapa arteri yaitu arteri talami-perforans anterior dan posterior (cabang
arteri komunikans posterior), arteri talamogenikulatum (cabang arteri serebri posterior), arteri
khoroidea posterior lateralis dan medialis (cabang arteri komunikans posterior).
Gangguan fungsi luhur :
a. Afasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Afasia terbagi menjadi dua yaitu afasia
motoric dan afasia sensorik. Afasia motoric adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataan sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti
bicara orang lain tetap baik (Afasia Broca). Afasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk
mengerti pembicaraan orang lain namun masih bisa mengeluarkan perkataan dengan lancer walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak
b. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca dibedakkan menjadi Dyslexia (yang memang
ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi
dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
c. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
d. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya
kerusakan otak.
e. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan
yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat
dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh
melihat jarinya).
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

f. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan
bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

STROKE HEMORAGIC

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Stroke Hemoragik
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989)
adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat
(dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak
yang terganggu (WHO, 1989).
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo,
1997).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada
otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif
terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak
dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi
sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan
menekan tulang tengkorak.
Menurut Muttaqin (2008; 129), ada beberapa faktor risiko stroke hemoragik, yaitu.
a. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.
b. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
c. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
d. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi).
e. Konsumsi alkohol.
f. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan
tiroid.
g. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak,
yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
h. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
i. Overdosis narkoba, seperti kokain.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

2. Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya
perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg pada
hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan
pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

3. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan
otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama
aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih
buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu
bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

4. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut.
Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis
dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan
aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam
jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).

5. Komplikasi
Menurut Batticaca (2008; 60)
1. Gangguan otak yang berat.
2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular.

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Batticaca (2008; 60), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan
adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah,
biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk
memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis
).
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik
).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang


berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit serebral
; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

6. Penatalaksanaan Medis
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai
berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh mulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen sesuai
kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni
atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun atau ada
gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan,
trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis,
tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat
stroke dan generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan, rasa
cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi pernapsannya tidak
ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering
terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandunf kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada
pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor,
dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan
hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologi akan muncul kembali di dahului dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat
memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang
menjadi tanggung jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks
batuk dan menelan, imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi
kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan Perfusi jaringan otak
dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, Pernafasan 16-20 kali
permenit).

Intervensi :

1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total
dan ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau
oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan kerusakan
komunikasi verbal klien dapat teratasi.

Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat,
bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.

Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami
kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin
mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar;
atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia adalah gangguan
dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan
komponen sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat
memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan
membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot
daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan
tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu
pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan
kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”)
ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik (afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti
pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti
lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga
tidak disertai afasia motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis,
mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar
(aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya
gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk


berkomunikasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan
segera. Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika
pasien tidak dapat menggunakan system bel regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan
petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang
mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan
pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan
yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada
informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk
lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi memori
dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang
merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual
pasien seringkali tetap baik.
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami
peningkatan.
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis
dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai


pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan
untuk paralisis spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena
mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar
menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi kemungkinan akan
meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk.
Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan
jari-jari kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah
utamanya adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus
adanya perdarahan berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain
pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling
berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari-
jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat
tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan
untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit;
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang
datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong
diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik
dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang
terganggu.
11) Kolaborasi
o Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien.
o Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
o Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan
trolen(Doenges, 1999).
3. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
• Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
• Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan kepada klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan kontrol muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa adanya distrakrasi /
gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan
air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk mengendalikannya di dalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.


Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan apabila
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese / hemiplegi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Kebutuhan perawatan diri
klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap
sungguh.
Rasional : Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.
3) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

5. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Meningkatnya
persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa.
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
Intervensi :
1) Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional : Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan.
2) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian
tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap
keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
Rasional : Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri.
Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang
terpengaruh.
4) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan
pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang
normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
5) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti
stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan
sisi yang sakit.

6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.


Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebih.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien.


Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulus.

6. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan
nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
a. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
b. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi.
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
c. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
d. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit.

8. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi,
disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien mampu mengontrol
eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
Intervensi :
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang
berlebih.
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan
suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah
direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada
kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.

9. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang
tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien tidak mengalami
kopnstipasi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
- Konsistensi feses lunak.
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
Rasional : Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
Rasional : Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler.
4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional : Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu eliminasi reguler.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen
dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema).
Rasional : Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa
feses dan membantu eliminasi.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

4. Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama fase implementasi
ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun harus
diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang
bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan
kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka
validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya. (Basford. 2006, Hal 22).

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intracranial.
- Memberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya
- Menganjurkan kepada klien untuk bed rest total.
- Mengobservasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap 2 Jam.
- Memberikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis).
- Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
- Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
- Berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

2) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral.
- Mengkaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami
kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
- Membedakan antara afasia dengan disartria.
- Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
- Meminta pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”)
ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
- menunjukan objek dan meminta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
- Meminta pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”
- Meminta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis,
mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
- Menempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya
gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
- Memberikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan
petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

- Mengatakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Menggunakan
pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya Mengembangkan pada pertanyaan
yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien.
- Menghargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang
merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
- Berkolaborasi : Mengkonsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
- mengkaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
- Mengubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
- Meletakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya.
- Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan
melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak.
- Menyokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
- Menempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
- Menempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling
berhadapan.
- Memposisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
- Membantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala
tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan
untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit;
meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang
datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong
diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
- Menganjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
- Berkolaborasi
o Mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien.
o Membantu dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
o Memberikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan
trolen(Doenges, 1999).
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

4) Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
- Menentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks batuk.
- Meleetakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
- Meletakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
- Memberikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
- Memulai memberi makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air.
- Menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
- Berkoloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau makanan melalui
selang.
5) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese / hemiplegi.
- Menentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
- Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh.
- Menghindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
- Memberikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya.
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
6) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori.
- menentukan kondisi patologis klien
- Mengkaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian
tubuh/otot, rasa persendian
- Memberikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
- Melindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan
pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang
normal
- Menganjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti
stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
- Menghilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

- Melakukan validasi terhadap persepsi klien.

7) Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
- Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan
jalan nafas.
- Mengubah posisi tiap 2 jam sekali.
- Memberikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
- Mengobservasi pola dan frekuensi nafas.
- Mengauskultasi suara nafas.
- Melakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
8) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
- Menganjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
- Mengubah posisi tiap 2 jam.
- Menggunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
- Melakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi.
- Mengobservasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
- Menjaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
9) Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi,
disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
- Mengidentifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
- Mengajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
- Mengajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan
penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
- Bila masih terjadi inkontinensia, Mengurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah
direncanakan.
- Memberikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila
tidak ada kontraindikasi).

10) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang
tidak adekuat.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

- Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.


- Mengauskultasi bising usus.
- Menganjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
- Memberikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
- Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
- Mengkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria).

i. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur keberhasilan dari
rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila masalah tidak dipecahkan atau timbul
masalah baru, maka perawat harus berusaha untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan
meninjau kembali rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada. (Basford. 2006, Hal : 24).
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
3. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.
4. Tidak terjadi gangguan nutrisi.
5. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
6. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
7. Jalan nafas tetap efektif.
8. Integritas kulit baik.
9. Eliminasi urin dapat terkontrol.
10. Konstipasi tidak terjadi.
Rona Rihhadathul Aisy (2014901013)
Program Studi Pendidikan Ners Universitas fort De Kock Bukittinggi

DAFTAR PUSTAKA

Purnama, aditia. 2018. Stroke Hemoragic. Sukoharjo

Idtuw Aya, Ciienul. 2014. Stroke Hemoragic. Scrib

https://tutiiskandar.wordpress.com/2009/01/30/makalah-stroke/

Anda mungkin juga menyukai