Anda di halaman 1dari 17

KURIKULUM DAN ALAT PENDIDIKAN SERTA DAMPAK

PENGGUNAANNYA TERHADAP PELAKSANAAN PENDIDIKAN

21:43 Diposkan oleh Subhan Shabri

KURIKULUM DAN ALAT PENDIDIKAN SERTA DAMPAK PENGGUNAANNYA


TERHADAP PELAKSANAAN PENDIDIKAN

Oleh: SUBHAN SHABRI


2009

I. PENDAHULUAN

Kurikulum dan alat-alat pendidikan merupakan instrumen-instrumen penting dalam


pelaksanaan proses pendidikan. Terlaksananya sebuah proses pendidikan, salah satu
prasyaratnya adalah adanya kurikulum dan alat-alat pendidikan. Dalam arti kata, tidak adanya
kurikulum dan alat pendidikan di suatu sekolah, berarti proses pelaksanaan pendidikan di
sekolah tersebut tidak akan berjalan dengan baik atau paling tidak akan berjalan tanpa arah
dan target yang baik dan terarah. Berbedanya hasil dari suatu proses pendidikan disebabkan
oleh berbedanya ketersediaan dan kualitas dari kurikulum dan alat-alat pendidikan yang
menunjang proses pendidikan tersebut.

Kurikulum merupakan perencanaan umum dari sebuah proses pendidikan. Disitu akan
dijelaskan target-target yang akan dicapai dalam proses pendidikan. Kurikulum berfungsi
sebagai acuan dasar bagi pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Alat pendidikan akan menunjang pelaksanaan yang telah direncanakan dalam kurikulum
yang telah disusun. Tanpa adanya alat-alat pendidikan, susah untuk diprediksikan target-
target yang akan dapat dicapai sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan diatur dalam
kurikulum yang telah disepakati.

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum

Kurikulum dalam bahasa Latin mempunyai kata akar ‘curere’. Kata ini bermaksud ‘laluan’
atau ‘jejak’. Dalam bahasa Inggris, kurikulum mengandung pengertian ‘metamorfosis’
(jelmaan). Menurut Kliebard (1982) berarti jurusan pengkajian yang diikuti sekolah. Lebih
lanjut Harsono (2005) berpendapat; kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang
diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat
ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari
suatu institusi pendidikan.

John Dewey (1902:5) mengartikan kurikulum sebagai sebuah pengkajian di sekolah dengan
mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini yang pembentukannya
menekankan pada kepentingan dan keperluan masyarakat.

Menurut Frank Bobbit (1918) kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak
terarah dan terarah, yang bertujuan untuk perkembangan kemampuan individu atau satu seri
latihan pengalaman langsung secara sadar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan
menyempurnakan pemahamannya. Konsep tersebut menekankan kepada pemupukan
perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan
oleh sekolah.

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, kurikulum adalah


seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.

Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan


pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang
sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus
ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan
bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but
basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman
atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel
dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran
Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from
content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to
learners under the auspices or direction of school.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar.
Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didikpun
akan dinamis sehingga tidak tersaing dalam masyarakat, karena memang masyarakat berubah
berdasarkan kebutuhan itu sendiri.

Kurikulum juga sebagai pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia
pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik
dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan.
Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala
kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri
mengahadapi kehidupannya, tentu hasil (out-put) pendidikanpun akan mampu mewujudkan
harapan. Tetapi jika tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus menerus membayangi dunia
pendidikan.

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan


bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya
dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu
ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku
atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian:
1. kurikulum sebagai ide
2. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum
3. kurikulum menurut persepsi pengajar
4. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas
5. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik
6. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.

B. Pengertian Alat-alat Pendidikan

Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikan dengan media
pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari media. Pengertian alat
pendidikan disini adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan
pendidikan berupa usaha dan perbuatan yang dilaksanakan secara konkrit dan tegas guna
menjaga agar proses pendidikan berjalan dengan lancar dan berhasil.

Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yaitu alat sebagai
perlengkapan, alat sebagai pembantu untuk mempermudah usaha dalam mencapai tujuan, alat
sebagai tujuan untuk mencapai tujuan selanjutnya. Dari pendapat Marimba ini, alat
pendidikan bisa berupa usaha/ perbuatan atau berupa benda/ perlengkapan yang bisa
memperlancar atau mempermudah pencapaian tujuan pendidikan.

Alat-alat pendidikan dapat dibedakan kedalam dua golongan yaitu alat pendidikan preventif
dan alat pendidikan represif.

Alat pendidikan prefentif ialah alat pendidikan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah
untuk mencegah peserta didik sebelum berbuat sesuatu yang tidak baik yang bisa
mengganggu atau menghambat proses pendidikannya. Contoh alat pendidikan prefentif
adalah tata tertib, anjuran dan perintah, larangan dan paksaan.

Alat pendidikan represif disebut juga alat pendidikan korektif yaitu alat pendidikan yang
bersifat memperbaiki. Tujuan alat pendidikan ini adalah untuk menyadarkan kembali peserta
didik yang telah melakukan pelanggaran terhadap alat pendidikan prefentif yang telah dibuat.
Contoh alat pendidikan ini adalah pemberitahuan, teguran, hukuman dan ganjaran.

C. Dampak Penggunaan Kurikulum dan Alat Pendidikan Terhadap Pendidikan.

Indriati Sukorini (2009) mengatakan, ditinjau dari tujuan pendidikan disetiap jenjang adalah
meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan kesenian, serta meningkatkan kemampuan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya
dan sekitarnya. Kata kunci yang menarik untuk diperhatikan dari rumusan tujuan pendidikan
diatas adalah “mengembangkan diri”. Betulkah kurikulum dalam praksisnya telah
mengembangkan diri para peserta didik? Atau justru membebani para peserta didik?

Kritik pada kurikulum pendidikan di negara kita pada tahun 1975, 1984, dan 1994 justru
membebani belajar siswa karena materi kurikulum yang terlalu padat. Sehingga siswa tidak
bisa mengembangkan dirinya sesuai kemampuan siswa masing-masing, maka peranan
kurikulum pada tahun tersebut dirasa kurang berhasil dalam meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia.

Oleh karena itu pemerintah mengambil sikap untuk membenahi kurikulum pada tahun
tersebut, akhirnya lahirlah kurikulum 2004 yang terkenal dengan lahirnya KBK. Pada
kurikulum 2004 ini materi kurikulum sudah agak longgar, sehingga tidak begitu membebani
belajar siswa. Pada kurikulum ini siswa dituntut untuk bisa mengembangkan potensinya
sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Karena pada kurikulum ini, orang tua
diberi kesempatan dalam kegiatan persekolahan tersebut, walaupun peran orang tua dalam
kegiatan persekolahan tersebut masih sedikit terbatas. Apalagi kalau banyak kesempatan
yang diberikan kepada orang tua untuk selalu aktif berperan dalam kegiatan sekolah atau
proses pembelajaran mungkin kompetensi masing-masing anak bisa lebih berkembang.

Melihat uraian diatas ternyata kurikulum 2004 pun belum mempunyai peranan yang utama
dalam mutu pendidikan kita. Karena jika kita lihat mutu pendidikan di negara kita masih
tertinggal jauh dibanding negara-negara lain, seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat
telah dikembangkan “less is more” yaitu jumlah bahan dikurangi supaya siswa dapat meniliti
secara mendalam. Dengan less is more siswa tidak diburu waktu sehingga mereka
mempunyai kesempatan untuk berpikir kritis dan berefleksi.

Seperti pernyataan Sukorini, peranan KTSP pada mutu pendidikan di negara kita juga belum
ada pengaruhnya. Karena peringkat Indonesia masih dibawah jauh dari negara-negara seperti
Korea, Singapura, Jepang, Taiwan, China, India, Malaysia dan masih banyak negara lain
yang peringkatnya ada diatas negara kita. Salah satu penyebabnya adalah kurang berperannya
guru didalam mengembangkan KTSP ini dengan baik. Masih banyak guru yang
menggunakan metode ceramah sehingga cara berfikir anak serasa mati. Selain itu juga kurang
tanggung jawabnya seorang guru pada mata pelajaran yang mereka berikan. Sebagian besar
guru masih ada yang hanya memikirkan materi yang menjadi tanggung jawabnya itu selesai
tepat waktu sesuai dengan silabus dan program semester tetapi tidak memikirkan apakah
materi yang mereka sampaikan itu bisa difahami dan diserap oleh siswa dengan baik atau
tidak. Sehingga tidak relevan dengan tujuan KTSP itu sendiri dimana guru harus mampu
mengembangkan KTSP yang bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang
kuat.

Disamping itu pihak pemangku kepentingan dalam meningkatkan mutu pendidikan juga tidak
bisa berperan aktif. Sehingga sampai saat ini pun mutu pendidikan di negara kita masih
sangat rendah dan terpuruk, walaupun sudah diadakan reformasi kurikulum pendidikan di
negara kita. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa reformasi kurikulum pendidikan yang
sudah dilaksanakan oleh pemerintah kita belum mampu mengubah mutu pendidikan yang
lebih baik dan berhasil guna.

Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tuntutan adanya kurikulum yang
sesuai dengan zamannya menjadi relevan. Penguasaan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
mestinya mendapatkan perhatian yang lebih. Pengajaran bahasa yang lebih berorientasi pada
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi akan membantu siswa belajar menkomunikasikan
pemikiran dan pengaetahuannya secara sistematis.

Penguasaan Bahasa Inggris yang baik dalam diri siswa atau guru akan dapat mengembangkan
pengetahuan lewat informasi dari buku-buku asing. Keterampilan menggunakan komputer
dan internet perlu ditingkatkan pada setiap guru dan siswa sehingga siswa terbantu untuk
secara mandiri mengambil informasi dan pengetahuan dari negara-negara lain. Sekolah perlu
memfasilitasi peralatan dan pengajaran komputer, sehingga siswa dapat mengenal peralatan
mutakhir tersebut dan dapat menggunakannya sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
cara belajar siswa sesuai kemajuan teknologi dan komunikasi.

Menurut Hasan (1992) kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi
pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat.
Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai
rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi
pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.

Dampak kurikulum terhadap perkembangan proses pendidikan dapat juga dilihat dari peranan
kurikulum dalm proses pendidikan tersebut. Paling tidak ditentukan tiga jenis peranan
kurikulum, yaitu:

1) Peranan konservatif.
Kurikulum bisa dikatakan konservative, karena mentransmisikan dan menafsirkan warisan
sosial kepada anak didik atau generasi muda.
2) Peranan kritis dan evaluatif.
Maksudnya kurikulum selain mewariskan atau menstranmisikan nilai-nilai kepada generasi
muda juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada.
3) Peranan kreatif

Kurikulum melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan
menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang
dalam masyarakat.

Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang, sehingga tercipta keharmonisan
diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan
keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang, sehingga
mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal.

DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Yogyakarta: Ar-ruzz
Medra.
Nugroho . 2008. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis
Stakeholders.
Sukorini, Indriati. 2009. Dampak Perubahan Kurikulum Terhadap Mutu Pendidikan di
Indonesia.
Suparno, Paul., R. Rohadi, G. Sukadi dan St. Kartono. 2006. Reformasi Pendidkan,
Yogyakarta: Kanis
PENDAHULUAN

Pendidikan di negara kita ini sangatlah memprihatinkan jika dibandingkan dengan


negara-negara lain seperti Korea Selatan, Singapora, Jepang, Taiwan, India, China dan
Malaysia ataupun negara-negara lain yang sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat
pada bidang pendidikan. Pada satu sisi, betapa dunia pendidikan di Indonesia saat ini
dirundung masalah yang besar, sedangkan pada sisi lain tantangan memasuki milenium
ketiga tidak bisa dianggap main-main.
Menurut Sudarminta, SJ masalah yang dihadapi pada dunia pendidikan di Indonesia saat
ini meliputi :
1. Mutu pendidikan kita masih rendah
2. Sistem pembelajaran di sekolah-sekolah yang belum memadai
3. Krisis moral yang melanda masyarakat Indonesia
Sedangkan tantangan yang dihadapai agar tetap “hidup” memasuki milenium ketiga
adalah perlunya diupayakan :
1. Pendidikan yang tanggap terhadap situasi persaingan dan kerjasama global.
2. Pendidikan yang membentuk pribadi yang mampu belajar seumur hidup.
3. Pendidikan yang menyadari sekaligus mengupayakan pentingnya pendidikan nilai.
Mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Abdul Malik Fajar pun mengakui
kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangatlah terburuk di kawasan
Asia, seperti yang diberitakan KOMPAS, 5 September 2001.
Dengan kondisi pemerintah sekarang yang masih harus menanggung beban krisis yang
begitu berat, rasanya tidaklah tepat apabila kita menunggu kebijakan dari pemerintah
pusat untuk membenahi kondisi pendidikan kita. Sehingga semua pihak yang
bertanggung jawab atas kondisi dan sistem pendidikan yang ada di negara kita hendaknya
ikut memikirkan bagaimana caranya agar pendidikan di Indonesia dapat mengalami
kemajuan seperti negara-negara lain.
Berdasarkan uaraian diatas alangkah berdosanya kalau kita sebagai guru tidak ikut
bertanggung jawab atas sistem pendidikan di negara kita tercinta ini. Di samping itu kita
akan melihat kurikulum pendidikan di Indonesia yang sudah beberapa tahun ini
mengalami reformasi kurikulum yaitu dari kurikulum tahun 1975, 1984, 1994, 2004 dan
KTSP 2006 hingga sekarang.
Dalam pembahasan nanti kita akan melihat beban dan isi dari masing-masing kurikulum
tersebut, sehingga kita akan mengetahui kelemahan ataupun kelebihan dari masing-
masing kurikulum tersebut.
Bila kurikulumnya di desain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan
segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik, tentu out put pendidikan
akan mampu mewujudkan harapan. Tetapi bila tidak, kegagalan demi kegagalan akan
terus menghantui dunia pendidikan.
Secara singkat pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang :
I. Pengertian Pendidikan dan Tujuan Pendidikan.
II. Pengertian Kurikulum.
III. Beban dan Isi kurikulum tahun 1975, 1984 dan 1994.
IV. Kurikulum 2004.
V. KTSP tahun 2006.
VI. Peranan kurikulum dari tahun 1975 sampai KTSP 2006 terhadap mutu pendidikan di
Indonesia.
VII. Fungsi dan Peran Pengembangan Kurikulum.
B. PEMBAHASAN
I. Pengertian Pendidikan dan Tujuan Pendidikan.
a. Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran anak didik agar memperoleh suatu
ilmu pengetahuan yang memadai dan berorientasi pada pengembangan anak didik
dalam rangka memelihara dan meningkatkan martabat manusia dan budaya demi
memuliakan Tuhan.
Pendidikan dilaksanakan sesuai dengan perkembangan anak. Kecepatan
perkembangan masing-masing tidak selalu sama. Sehingga dalam hal ini tidak
lepas dari perhatian pendidik. Pendidikan memberi perhatian kepada kemampuan
masing-masing anak didik. Anak didik kita tidak sama dalam kemampuannya.
Oleh karena itu pendidikan hendaknya melayani kebutuhan anak-anak yang begitu
bervariasi.
b. Tujuan Pendidikan.
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk membantu generasi muda
menjadi manusia yang utuh dan pandai dalam pengetahuan, bermoral, berbudi
luhur, peka terhadap orang lain, beriman pada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu tujuan pendidikan tidak hanya menekankan pada segi pengetahuan
saja (Kognitif) tetapi harus juga menekankan segi emosi, rohani, hidup bersama
dan lain-lain. Pendidikan yang hanya menekankan segi pengetahuan akan
mengakibatkan anak didik tidak bisa berkembang menjadi manusia utuh.
Akibatnya nanti bisa terjadi suatu tindakan yang tidak baik seperti tawuran,
perang, ketidak adilan, menyontek dan lain-lain.
II. Pengertian Kurikulum.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas
belajar mengajar. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila
masyarakat dinamis, kebutuhan anak didikpun akan dinamis sehingga tidak tersaing
dalam masyarakat, karena memang masyarakat berubah berdasarkan kebutuhan itu
sendiri.
Kurikulum juga sebagai pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia
pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak
didik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya
suatu tujuan. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta
integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk
mempersiapkan diri mengahadapi kehidupannya, tentu hasil / output pendidikanpun
akan mampu mewujudkan harapan. Tetapi jika tidak, kegagalan demi kegagalan akan
terus menerus membayangi dunia pendidikan.
III. Beban dan Isi Kurikulum tahun 1975, 1984 dan 1994.
Kita sangat prihatin akan kondisi pendidikan yang ada di Indonesia. Ternyata dengan
perubahan kurikulum di negara kita dari kurikulum 1975, 1984, 1994 hanya
mementingkan pada materi kurikulum. Materi yang ada pada kurikulum tahun
tersebut dirasakan terlalu padat sehingga padatnya materi beban pelajar siswa menjadi
sangat berat. Hal demikian tidak hanya dirasakan oleh siswa saja tetap juga dirasakan
oleh orang tua siswa. Karena orang tua harus memenuhi kebutuhan anaknya untuk
membelikan buku teks. Dengan padatnya kurikulum juga berakibat pada guru, karena
masing-masing guru harus membahas seluruh pokok bahasan dengan tatap muka di
kelas. Kita sebagai guru tidak boleh hanya sekedar menyampaikan materi kepada
siswa, tetapi harus memikirkan juga sejauh mana siswa kita, dapat menyerap materi
yang sudah kita ajarkan. Sehingga dengan padatnya materi yang ada mungkin daya
serap yang bisa diterima oleh siswa kita tidak dapat mencapai 100%
IV. Kurikulum 2004.
Pada kurikulum 2004 merupakan lahirnya KBK yang meliputi Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM), penilaian berbasis kelas, dan pengolahan kurikulum berbasis
sekolah. Dalam hubungannya dengan KBM, proses belajar tidak hanya berlangsung di
lingkungan sekolah tetapi juga dilingkungan keluarga dan masyarakat. Seperti yang
tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2005
tentang Standar Isi (SI) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selama ini
dipermasalahkan, karena terlambat disosialisasikan, hanya memberi kesempatan
peranan orang tua dalam pelaksanaan kurikulum. Struktur pendidikan dasar dan
menengah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA) yang menurut Permen itu adalah :
1. Mata pelajaran.
2. Muatan local.
3. Pengembangan diri.
Jika peluang diatas dapat dimanfaatkan, banyak kesempatan untuk melibatkan orang
tua siswa dalam kegiatan persekolahan. Kurikulum 2004 sangat memberi kesempatan
bagi orang tua untuk peduli dan terlibat dalam proses pembelajaran sejak jenjang TK
hingga pendidikan menengah dan perguruan tinggi. Selain itu sekolah juga perlu
didukung oleh pemangku kepentingan (Stake Holders) seperti Komite Sekolah dan
mereka yang berwawasan dalam memahami substansi dan nilai-nilai pendidikan.
Sesuai dengan aturan baru yang sudah digariskan Departemen Pendidikan Nasional,
dimana penyusunan kurikulum didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
dan Standar Isi (SI) hasil rumusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) maka
sekolah/madasah, sejak SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA (sederajat) dapat menyusun
kurikulum sendiri sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah yang bersangkutan.
V. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006.
Pada prinsipnya KTSP merupakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pilihan
pada Kurikulum Berbasis Kompetensi dilandasi oleh kenyataan bahwa lulusan
pendidikan dalam kenyataannya tidak menguasai kompetensi dasar yang seharusnya
mereka kuasai. Hal ini mengakibatkan pada sulitnya lulusan yang bisa menembus
pasar kerja ataupun mengembangkan usaha sendiri.
KTSP adalah suatu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan dan silabus.
Pemerintah melakukan perubahan kurikulum dilandasi oleh kenyataan bahwa semakin
kuat persaingan dunia global maka warga masyarakat harus dipersiapkan dengan baik
melalui pendidikan yang berkualitas. Kurikulum yang selama ini dijadikan rujukan
pembelajaran cenderung menjadi kurikulum yang statis, seragam dan kurang
akomodatif terhadap perbedaan bakat yang dimiliki siswa dan perbedaan kebutuhan
stake holders.
Prinsip dasar KTSP adalah pengetahuan yang belum sempurna sehingga harus
disempurnakan melalui proses pencarian, penemuan dan eksperimentasi, sesuai
dengan konteks ruang dan waktu. Dengan demikian sekolah bukan hanya sekedar
institusi tempat proses “transfers of knowledge” melainkan juga menjadi “pabric of
meaning” dan produsen ilmu pengetahuan yang baru.
Dalam struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
tertuang dalam standar isi meliputi lima kelompok mata pelajaran antara lain :
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Kelompok mata pelajaran estetika.
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan.
Kelompok mata pelajaran di atas dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 17. Muatan KTSP
meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban
belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Disamping itu materi muatan lokal
dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum. Dengan demikian
diharapkan guru-guru mampu mengembangkan KTSP dengan baik dan konsisten
dalam mengimplementasikan dalam proses pembelajaran, sehingga bisa menghasilkan
lulusan dari sekolah-sekolah yang memiliki kompetensi yang kuat.
VI. Peranan Kurikulum dari tahun 1975 sampai KTSP 2006 Terhadap Mutu Pendidikan di
Indonesia.
Ditinjau dari tujuan pendidikan disetiap jenjang adalah meningkatkan pengetahuan
siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan
mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian, serta meningkatkan kemampuan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan sekitarnya. Kata kunci yang menarik untuk diperhatikan dari rumusan
tujuan pendidikan diatas adalah “mengembangkan diri”. Betulkah kurikulum dalam
praksisnya telah mengembangkan diri para peserta didik? Atau justru membebani para
peserta didik?
Kritik pada kurikulum pendidikan di negara kita pada tahun 1975, 1984, dan 1994
justru membebani belajar siswa karena materi kurikulum yang terlalu padat. Sehingga
siswa tidak bisa mengembangkan dirinya sesuai kemampuan siswa masing-masing,
maka peranan kurikulum pada tahun tersebut dirasa kurang berhasil dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah mengambil sikap untuk membenahi kurikulum pada tahun
tersebut, akhirnya lahirlah kurikulum 2004 yang terkenal dengan lahirnya KBK. Pada
kurikulum 2004 ini materi kurikulum sudah agak longgar, sehingga tidak begitu
membebani belajar siswa. Pada kurikulum ini siswa dituntut untuk bisa
mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Karena
pada kurikulum ini, orang tua diberi kesempatan dalam kegiatan persekolahan
tersebut, walaupun peran orang tua dalam kegiatan persekolahan tersebut masih
sedikit terbatas. Apalagi kalau banyak kesempatan yang diberikan kepada orang tua
untuk selalu aktif berperan dalam kegiatan sekolah atau proses pembelajaran mungkin
kompetensi masing-masing anak bisa lebih berkembang.
Melihat uraian diatas ternyata kurikulum 2004 pun belum mempunyai peranan yang
utama dalam mutu pendidikan kita. Karena jika kita lihat mutu pendidikan di negara
kita masih tertinggal jauh dibanding negara-negara lain, seperti Amerika Serikat. Di
Amerika Serikat telah dikembangkan “less is more” yaitu jumlah bahan dikurangi
supaya siswa dapat meniliti secara mendalam. Dengan less is more siswa tidak diburu
waktu sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk berpikir kritis dan berefleksi.
Peranan KTSP pada mutu pendidikan di negara kita juga belum ada pengaruhnya.
Karena peringkat Indonesia masih dibawah jauh dari negara-negara seperti Korea,
Singapura, Jepang, Taiwan, China, India, Malaysia dan masih banyak negara lain
yang peringkatnya ada diatas negara kita. Salah satu penyebabnya adalah kurang
berperannya guru didalam mengembangkan KTSP ini dengan baik. Masih banyak
guru yang menggunakan metode ceramah sehingga cara berfikir anak serasa mati.
Selain itu juga kurang tanggung jawabnya seorang guru pada mata pelajaran yang
mereka berikan. Sebagian besar guru masih ada yang hanya memikirkan materi yang
menjadi tanggung jawabnya itu selesai tepat waktu sesuai dengan silabus dan program
semester tetapi tidak memikirkan apakah materi yang mereka sampaikan itu bisa
difahami dan diserap oleh siswa dengan baik atau tidak. Sehingga tidak relevan
dengan tujuan KTSP itu sendiri dimana guru harus mampu mengembangkan KTSP
yang bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang kuat.
Disamping itu pihak pemangku kepentingan dalam meningkatkan mutu pendidikan
juga tidak bisa berperan aktif. Sehingga sampai saat ini pun mutu pendidikan di
negara kita masih sangat rendah dan terpuruk, walaupun sudah diadakan reformasi
kurikulum pendidikan di negara kita. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa
reformasi kurikulum pendidikan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah kita belum
mampu mengubah mutu pendidikan yang lebih baik dan berhasil guna.
Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tuntutan adanya
kurikulum yang sesuai dengan zamannya menjadi relevan. Penguasaan Bahasa Inggris
dan Bahasa Indonesia mestinya mendapatkan perhatian yang lebih. Pengajaran bahasa
yang lebih berorientasi pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi akan membantu
siswa belajar menkomunikasikan pemikiran dan pengaetahuannya secara sistematis.
Penguasaan Bahasa Inggris yang baik dalam diri siswa atau guru akan dapat
mengembangkan pengetahuan lewat informasi dari buku-buku asing. Keterampilan
menggunakan komputer dan internet perlu ditingkatkan pada setiap guru dan siswa
sehingga siswa terbantu untuk secara mandiri mengambil informasi dan pengetahuan
dari negara-negara lain. Sekolah perlu memfasilitasi peralatan dan pengajaran
komputer, sehingga siswa dapat mengenal peralatan mutakhir tersebut dan dapat
menggunakannya sebagai salah satu cara untuk meningkatkan cara belajar siswa
sesuai kemajuan teknologi dan komunikasi.
VII. Fungsi dan Peran Pengembangan Kurikulum.
1. Fungsi Pengembangan Kurikulum.
Dalam aktivitas belajar mengajar kedudukan kurikulum sangatlah penting, karena
dengan kurikulum anak didik akan memperoleh manfaat (benefits). Namun
demikian, disamping kurikulum bermanfaat bagi anak didik, ia juga mempunyai
fungsi-fungsi lain yaitu.
a. Fungsi Kurikulum dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pendidikan.
Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha mencapai
tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah. Artinya bila tujuan yang
dinginkan belum tercapai orang akan meninjau kembali alat yang digunakan
untuk mencapai tujuan tersebut, misalnya dengan meninjau kurikulumnya.
Dalam pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan
tersebut mesti dicapai secara bertingkat dan saling mendukung, sedang
keberadaan kurikulum disini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan.
b. Fungsi Kurikulum bagi Anak Didik.
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yaitu suatu
persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah
pengalaman baru yang dikemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan
perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti.
Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan
mampu menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada
zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan kultural yang berbeda.
c. Fungsi Kurikulum bagi Pendidik.
Guru merupakan pendidik profesional yang secara implisit telah siap untuk
memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang ada di pundak para orang
tua.
Adapun fungsi kurikulum bagi guru / pendidik adalah :
- Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi pengalaman
belajar pada anak didik
- Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak
didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
Dengan adanya kurikulum sudah tentu tugas guru sebagai pengajar dan
pendidik lebih terarah. Pendidik merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan dan sangat penting dalam proses pendidikan dan merupakan salah
satu komponen yang berinteraksi secara aktif dengan anak didik dalam
pendidikan.
Kurikulum merupakan alat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan dapat
meringankan sebagian tugas pendidik dalam proses belajar mengajar yang
efektif dan efisien, karena itu kurikulum mempunyai fungsi sebagai pedoman.
Pedoman yang dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena
memuat tentang jenis-jenis program apa yang dilaksanakan di sekolah,
bagaimana menyelenggarakan jenis program, siapa yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaannya dan perlengkapan apa yang dibutuhkan.
d. Fungsi Kurikulum bagi Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai
tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi Kepala Sekolah
dan para pembina lain adalah :
- Sebagai pedoman dalam supervisi memperbaiki situasi belajar.
- Sebagai pedoman dalam supervisi menciptakan situasi belajar anak ke arah
yang lebih baik.
- Sebagai pedoman dalam supervisi kepada guru.
- Sebagai pedoman dalam administrator.
- Sebagai pedoman dalam mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar.
e. Fungsi Kurikulum bagi Orang Tua.
Kurikulum difungsikan sebagai bentuk partisipasi orang tua dalam membantu
usaha sekolah memajukan putra-putrinya. Dengan membaca dan memahami
kurikulum sekolah, orang tua dapat mengetahui pengalaman belajar yang
dibutuhkan anak mereka sehingga partisipasi orang tua pun tidak kalah
penting dalam menyukseskan proses belajar mengajar di sekolah.
f. Fungsi bagi Sekolah Tingkat Atas nya.
Fungsi kurikulum dalam hal ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan.
Pemahaman kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah pada tingkat
diatasnya dapat melakukan penyesuaian di dalam kurikulum, misalnya :
- Jika sebagian kurikulum sekolah bersangkutan telah diajarkan pada
sekolah dibawahnya, sekolah dapat meninjau kembali perlu tidaknya
bagian tersebut diajarkan.
- Jika ketrampilan tertentu diperlukan dalam mempelajari kurikulum suatu
sekolah belum diajarkan pada sekolah dibawahnya, sekolah dapat
mempertimbangkan masuknya program ketrampilan ke dalam
kurikulum.
b) Penyiapan tenaga baru.
Jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik bagi sekolah
yang berada dibawahnya, perlu sekali sekolah tersebut memahami
kurikulum sekolah yang berada dibawahnya
g. Fungsi bagi Masyarakat dan Pemakai Lulusan Sekolah.
Dengan mengetahui kurikulum suatu sekolah, masyarakat, sebagai pemakai
kelulusan dapat melaksanakan :
- Ikut memberikan kontribusi dan memperlancar pelaksanaan program
pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak orang tua dan
masyarakat.
- Ikut memberikan kritik dan saran kontruktif dan penyempurnaan program
pendidikan sekolah.
2. Peran Pengembang Kurikulum.
Kurikulum mengemban peranan penting bagi pendidikan, paling tidak ditentukan
3 jenis peranan kurikulum,antara lain:
1) Peranan konservatif.
Kurikulum bisa dikatakan konservative, karena mentransmisikan dan
menafsirkan warisan sosial kepada anak didik atau generasi muda.
2) Peranan kritis dan evaluatife.
Maksudnya kurikulum selain mewariskan atau menstranmisikan nilai-nilai
kepada generasi muda juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang
ada.
3) Peranan kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti
menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa
sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat.
Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang, sehingga tercipta
keharmonisan diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi
tuntutan waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang
akan datang, sehingga mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala
hal.
C. PENUTUP

a. Simpulan.

Dengan kondisi pendidikan di Indonesia yang makin terpuruk ini ternyata ada 3 hal
yang mempengaruhi dunia pendidikan kita yaitu mutu pendidikan yang masih rendah,
sistem pembelajaran di sekolah yang belum memadai dan krisis moral yang masih
melanda masyarakat kita. Sehingga mutu pendidikan di Indonesia masih menduduki
peringkat bawah dibanding negara-negara Korea, Singapura, Jepang, Taiwan, , India,
China dan Malaysia, walaupun sudah diadakan perubahan kurikulum pendidikan oleh
pemerintah kita, dari kurikulum 1975 sampai dengan KTSP 2006 hingga saat ini.
Semua itu disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Peranan guru yang belum optimal terhadap kelangsungan proses
pembelajaran ditingkat satuan pendidikan.
2. Peran dari pemangku kepentingan (stakeholders) ditingkat satuan
pendidikan tidak aktif.
3. Perubahan kurikulum pendidikan yang yang tidak membawa dampak positif
terhadap mutu pendidikan.
4. Masih banyak sekolah-sekolah yang belum bisa memfasilitasi, peralatan
mutakhir untuk kemajuan mutu pendidikan.
5. Masih banyaknya guru dan siswa yang belum terampil dalam menggunakan
komputer dan internet sebagai salah satu sarana proses kegiatan belajar
mengajar.
Dengan memperhatikan faktor-faktor diatas maka dapat dikatakan bahwa mutu
pendidikan di negara kita ini masih rendah, bila dibandingkan dengan negara-negara
lain.

a. Saran.

Agar tercapai tujuan pendidikan di Indonesia secara merata dan supaya mutu
pendidikan di negara kita bisa lebih baik dari tahun sebelumnya sekiranya perlu
diadakan pembenahan beberapa hal antara lain :
1. Ditinjau kembali isi dan tujuan dari kurikulum yang saat ini digunakan di dunia
pendidikan.
2. Ditingkatkan lagi ketrampilan dalam penggunaan komputer dan internet bagi
guru dan siswa pada masing-masing tingkat satuan pendidikan.
3. Lebih ditingkatkan peran aktif dan tanggung jawab pemerhati sekolah disetiap
satuan pendidikan.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas, Insya Allah mutu pendidikan di Indonesia bisa
bersaing dengan negara-negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
- Paul Suparno, SJ, R. Rohadi, G. Sukadi dan St. Kartono, Reformasi Pendidkan,
Yogyakarta : Kanisius, 2006
- Dr. Abdullah Idi, M.Ed., Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta :
Ar-ruzz Medra, 2007
- Nugroho, Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis
Stakeholders, 2008

Anda mungkin juga menyukai