I. PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan perencanaan umum dari sebuah proses pendidikan. Disitu akan
dijelaskan target-target yang akan dicapai dalam proses pendidikan. Kurikulum berfungsi
sebagai acuan dasar bagi pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Alat pendidikan akan menunjang pelaksanaan yang telah direncanakan dalam kurikulum
yang telah disusun. Tanpa adanya alat-alat pendidikan, susah untuk diprediksikan target-
target yang akan dapat dicapai sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan diatur dalam
kurikulum yang telah disepakati.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum dalam bahasa Latin mempunyai kata akar ‘curere’. Kata ini bermaksud ‘laluan’
atau ‘jejak’. Dalam bahasa Inggris, kurikulum mengandung pengertian ‘metamorfosis’
(jelmaan). Menurut Kliebard (1982) berarti jurusan pengkajian yang diikuti sekolah. Lebih
lanjut Harsono (2005) berpendapat; kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang
diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat
ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari
suatu institusi pendidikan.
John Dewey (1902:5) mengartikan kurikulum sebagai sebuah pengkajian di sekolah dengan
mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini yang pembentukannya
menekankan pada kepentingan dan keperluan masyarakat.
Menurut Frank Bobbit (1918) kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak
terarah dan terarah, yang bertujuan untuk perkembangan kemampuan individu atau satu seri
latihan pengalaman langsung secara sadar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan
menyempurnakan pemahamannya. Konsep tersebut menekankan kepada pemupukan
perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan
oleh sekolah.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar.
Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didikpun
akan dinamis sehingga tidak tersaing dalam masyarakat, karena memang masyarakat berubah
berdasarkan kebutuhan itu sendiri.
Kurikulum juga sebagai pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia
pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik
dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan.
Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala
kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri
mengahadapi kehidupannya, tentu hasil (out-put) pendidikanpun akan mampu mewujudkan
harapan. Tetapi jika tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus menerus membayangi dunia
pendidikan.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian:
1. kurikulum sebagai ide
2. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum
3. kurikulum menurut persepsi pengajar
4. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas
5. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik
6. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikan dengan media
pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari media. Pengertian alat
pendidikan disini adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan
pendidikan berupa usaha dan perbuatan yang dilaksanakan secara konkrit dan tegas guna
menjaga agar proses pendidikan berjalan dengan lancar dan berhasil.
Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yaitu alat sebagai
perlengkapan, alat sebagai pembantu untuk mempermudah usaha dalam mencapai tujuan, alat
sebagai tujuan untuk mencapai tujuan selanjutnya. Dari pendapat Marimba ini, alat
pendidikan bisa berupa usaha/ perbuatan atau berupa benda/ perlengkapan yang bisa
memperlancar atau mempermudah pencapaian tujuan pendidikan.
Alat-alat pendidikan dapat dibedakan kedalam dua golongan yaitu alat pendidikan preventif
dan alat pendidikan represif.
Alat pendidikan prefentif ialah alat pendidikan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah
untuk mencegah peserta didik sebelum berbuat sesuatu yang tidak baik yang bisa
mengganggu atau menghambat proses pendidikannya. Contoh alat pendidikan prefentif
adalah tata tertib, anjuran dan perintah, larangan dan paksaan.
Alat pendidikan represif disebut juga alat pendidikan korektif yaitu alat pendidikan yang
bersifat memperbaiki. Tujuan alat pendidikan ini adalah untuk menyadarkan kembali peserta
didik yang telah melakukan pelanggaran terhadap alat pendidikan prefentif yang telah dibuat.
Contoh alat pendidikan ini adalah pemberitahuan, teguran, hukuman dan ganjaran.
Indriati Sukorini (2009) mengatakan, ditinjau dari tujuan pendidikan disetiap jenjang adalah
meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan kesenian, serta meningkatkan kemampuan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya
dan sekitarnya. Kata kunci yang menarik untuk diperhatikan dari rumusan tujuan pendidikan
diatas adalah “mengembangkan diri”. Betulkah kurikulum dalam praksisnya telah
mengembangkan diri para peserta didik? Atau justru membebani para peserta didik?
Kritik pada kurikulum pendidikan di negara kita pada tahun 1975, 1984, dan 1994 justru
membebani belajar siswa karena materi kurikulum yang terlalu padat. Sehingga siswa tidak
bisa mengembangkan dirinya sesuai kemampuan siswa masing-masing, maka peranan
kurikulum pada tahun tersebut dirasa kurang berhasil dalam meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah mengambil sikap untuk membenahi kurikulum pada tahun
tersebut, akhirnya lahirlah kurikulum 2004 yang terkenal dengan lahirnya KBK. Pada
kurikulum 2004 ini materi kurikulum sudah agak longgar, sehingga tidak begitu membebani
belajar siswa. Pada kurikulum ini siswa dituntut untuk bisa mengembangkan potensinya
sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Karena pada kurikulum ini, orang tua
diberi kesempatan dalam kegiatan persekolahan tersebut, walaupun peran orang tua dalam
kegiatan persekolahan tersebut masih sedikit terbatas. Apalagi kalau banyak kesempatan
yang diberikan kepada orang tua untuk selalu aktif berperan dalam kegiatan sekolah atau
proses pembelajaran mungkin kompetensi masing-masing anak bisa lebih berkembang.
Melihat uraian diatas ternyata kurikulum 2004 pun belum mempunyai peranan yang utama
dalam mutu pendidikan kita. Karena jika kita lihat mutu pendidikan di negara kita masih
tertinggal jauh dibanding negara-negara lain, seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat
telah dikembangkan “less is more” yaitu jumlah bahan dikurangi supaya siswa dapat meniliti
secara mendalam. Dengan less is more siswa tidak diburu waktu sehingga mereka
mempunyai kesempatan untuk berpikir kritis dan berefleksi.
Seperti pernyataan Sukorini, peranan KTSP pada mutu pendidikan di negara kita juga belum
ada pengaruhnya. Karena peringkat Indonesia masih dibawah jauh dari negara-negara seperti
Korea, Singapura, Jepang, Taiwan, China, India, Malaysia dan masih banyak negara lain
yang peringkatnya ada diatas negara kita. Salah satu penyebabnya adalah kurang berperannya
guru didalam mengembangkan KTSP ini dengan baik. Masih banyak guru yang
menggunakan metode ceramah sehingga cara berfikir anak serasa mati. Selain itu juga kurang
tanggung jawabnya seorang guru pada mata pelajaran yang mereka berikan. Sebagian besar
guru masih ada yang hanya memikirkan materi yang menjadi tanggung jawabnya itu selesai
tepat waktu sesuai dengan silabus dan program semester tetapi tidak memikirkan apakah
materi yang mereka sampaikan itu bisa difahami dan diserap oleh siswa dengan baik atau
tidak. Sehingga tidak relevan dengan tujuan KTSP itu sendiri dimana guru harus mampu
mengembangkan KTSP yang bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang
kuat.
Disamping itu pihak pemangku kepentingan dalam meningkatkan mutu pendidikan juga tidak
bisa berperan aktif. Sehingga sampai saat ini pun mutu pendidikan di negara kita masih
sangat rendah dan terpuruk, walaupun sudah diadakan reformasi kurikulum pendidikan di
negara kita. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa reformasi kurikulum pendidikan yang
sudah dilaksanakan oleh pemerintah kita belum mampu mengubah mutu pendidikan yang
lebih baik dan berhasil guna.
Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tuntutan adanya kurikulum yang
sesuai dengan zamannya menjadi relevan. Penguasaan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
mestinya mendapatkan perhatian yang lebih. Pengajaran bahasa yang lebih berorientasi pada
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi akan membantu siswa belajar menkomunikasikan
pemikiran dan pengaetahuannya secara sistematis.
Penguasaan Bahasa Inggris yang baik dalam diri siswa atau guru akan dapat mengembangkan
pengetahuan lewat informasi dari buku-buku asing. Keterampilan menggunakan komputer
dan internet perlu ditingkatkan pada setiap guru dan siswa sehingga siswa terbantu untuk
secara mandiri mengambil informasi dan pengetahuan dari negara-negara lain. Sekolah perlu
memfasilitasi peralatan dan pengajaran komputer, sehingga siswa dapat mengenal peralatan
mutakhir tersebut dan dapat menggunakannya sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
cara belajar siswa sesuai kemajuan teknologi dan komunikasi.
Menurut Hasan (1992) kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi
pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat.
Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai
rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi
pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.
Dampak kurikulum terhadap perkembangan proses pendidikan dapat juga dilihat dari peranan
kurikulum dalm proses pendidikan tersebut. Paling tidak ditentukan tiga jenis peranan
kurikulum, yaitu:
1) Peranan konservatif.
Kurikulum bisa dikatakan konservative, karena mentransmisikan dan menafsirkan warisan
sosial kepada anak didik atau generasi muda.
2) Peranan kritis dan evaluatif.
Maksudnya kurikulum selain mewariskan atau menstranmisikan nilai-nilai kepada generasi
muda juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada.
3) Peranan kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan
menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang
dalam masyarakat.
Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang, sehingga tercipta keharmonisan
diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan
keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang, sehingga
mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal.
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Yogyakarta: Ar-ruzz
Medra.
Nugroho . 2008. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis
Stakeholders.
Sukorini, Indriati. 2009. Dampak Perubahan Kurikulum Terhadap Mutu Pendidikan di
Indonesia.
Suparno, Paul., R. Rohadi, G. Sukadi dan St. Kartono. 2006. Reformasi Pendidkan,
Yogyakarta: Kanis
PENDAHULUAN
a. Simpulan.
Dengan kondisi pendidikan di Indonesia yang makin terpuruk ini ternyata ada 3 hal
yang mempengaruhi dunia pendidikan kita yaitu mutu pendidikan yang masih rendah,
sistem pembelajaran di sekolah yang belum memadai dan krisis moral yang masih
melanda masyarakat kita. Sehingga mutu pendidikan di Indonesia masih menduduki
peringkat bawah dibanding negara-negara Korea, Singapura, Jepang, Taiwan, , India,
China dan Malaysia, walaupun sudah diadakan perubahan kurikulum pendidikan oleh
pemerintah kita, dari kurikulum 1975 sampai dengan KTSP 2006 hingga saat ini.
Semua itu disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Peranan guru yang belum optimal terhadap kelangsungan proses
pembelajaran ditingkat satuan pendidikan.
2. Peran dari pemangku kepentingan (stakeholders) ditingkat satuan
pendidikan tidak aktif.
3. Perubahan kurikulum pendidikan yang yang tidak membawa dampak positif
terhadap mutu pendidikan.
4. Masih banyak sekolah-sekolah yang belum bisa memfasilitasi, peralatan
mutakhir untuk kemajuan mutu pendidikan.
5. Masih banyaknya guru dan siswa yang belum terampil dalam menggunakan
komputer dan internet sebagai salah satu sarana proses kegiatan belajar
mengajar.
Dengan memperhatikan faktor-faktor diatas maka dapat dikatakan bahwa mutu
pendidikan di negara kita ini masih rendah, bila dibandingkan dengan negara-negara
lain.
a. Saran.
Agar tercapai tujuan pendidikan di Indonesia secara merata dan supaya mutu
pendidikan di negara kita bisa lebih baik dari tahun sebelumnya sekiranya perlu
diadakan pembenahan beberapa hal antara lain :
1. Ditinjau kembali isi dan tujuan dari kurikulum yang saat ini digunakan di dunia
pendidikan.
2. Ditingkatkan lagi ketrampilan dalam penggunaan komputer dan internet bagi
guru dan siswa pada masing-masing tingkat satuan pendidikan.
3. Lebih ditingkatkan peran aktif dan tanggung jawab pemerhati sekolah disetiap
satuan pendidikan.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas, Insya Allah mutu pendidikan di Indonesia bisa
bersaing dengan negara-negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
- Paul Suparno, SJ, R. Rohadi, G. Sukadi dan St. Kartono, Reformasi Pendidkan,
Yogyakarta : Kanisius, 2006
- Dr. Abdullah Idi, M.Ed., Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta :
Ar-ruzz Medra, 2007
- Nugroho, Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis
Stakeholders, 2008